BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah pendidikan merupakan masalah yang menarik untuk dibicarakan. Hal ini disebabkan karena masalah pendidikan memuat hal mendasar menyangkut semua aspek kehidupan. Perubahan global, perkembangan ilmu dan teknologi, relevansi pendidikan,
pemerataan
pendidikan
dan
peningkatan mutu dalam menghadapi persaingan bebas dewasa ini semakin cepat. Dalam upaya mempersiapkan sumber daya manusia (SDM) yang tangguh, berkualitas dan mampu bersaing dengan bangsa lain, pembinaan dan peningkatan mutu pendidikan harus dimulai sejak usia dini di Taman Kanak-kanak
(TK)
dan
Sekolah
Dasar
(SD).
Pendidikan anak usia dini di jalur formal di TK dan SD memiliki peran fundamental. Pada jenjang ini potensi dasar perilaku sosial, tumbuhnya sifat mandiri, disiplin dan rasa cinta pada pendidikan dapat dikembangkan. Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional mengamanatkan bahwa setiap warga negara yang berusia
7
sampai
15
tahun
wajib
mengikuti
Pendidikan Dasar. Dalam
rangka
meningkatkan
mutu
pendidikan Indonesia, pemerintah terus berupaya melakukan
berbagai
reformasi
dalam
bidang 1
pendidikan, antaranya adalah dengan ditetapkannya Peraturan Mendiknas No. 22 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah dan Peraturan
Mendiknas
No.
23
tentang
Standar
Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan
Menengah.
Untuk
mengatur
pelaksanaan
peraturan tersebut pemerintah mengeluarkan pula Peraturan Mendiknas No 24 tahun 2006. Dari ketiga peraturan tersebut memuat beberapa hal penting diantaranya bahwa satuan pendidikan dasar dan menengah
mengembangkan
dan
menetapkan
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, yang kemudian dipopulerkan dengan istilah KTSP. Di dalam KTSP, struktur kurikulum mencakup tiga komponen yaitu: (1) Mata Pelajaran; (2) Muatan Lokal dan (3) Pengembangan Diri. Komponen pertama dalam struktur kurikulum SD/MI
meliputi
substansi
pembelajaran
yang
ditempuh dalam satu jenjang pendidikan selama enam tahun mulai Kelas I sampai dengan Kelas VI yang
disusun
berdasarkan
standar
kompetensi
lulusan dan standar kompetensi mata pelajaran yang memuat 8 mata pelajaran. Delapan mata pelajaran tersebut ialah Pendidikan Agama, PKn, Bahasa Indonesia, Matematika, IPA, IPS, SBK, Pendidikan Jasmani dan Kesehatan. Komponen
kedua
adalah
Muatan
Lokal.
Muatan Lokal merupakan kegiatan kurikuler untuk mengembangkan
kompetensi
yang
disesuaikan 2
dengan ciri khas dan potensi daerah, termasuk keunggulan daerah, yang materinya tidak dapat dikelompokkan ke dalam mata pelajaran yang ada. Substansi muatan lokal ditentukan oleh satuan pendidikan. Beberapa contoh muatan lokal adalah Bahasa
Jawa,
Bahasa
Sunda,
Pertanian,
Menganyam Bambu, Baca Tulis Al-Quran, Baca Tulis
Al-Kitab,
Pendidikan
Lingkungan
Hidup,
Bahasa Inggris dan lain sebagainya. Komponen ketiga yaitu Pengembangan Diri. Menurut buku “Model dan Contoh Pengembangan Diri
Sekolah
Dasar”
terbitan
Puskur
Balitbang
Depdiknas, 2007, pengertian Pengembangan Diri adalah kegiatan pendidikan di luar mata pelajaran sebagai bagian integral dari kurikulum sekolah/ madrasah. Kegiatan Pengembangan Diri merupakan upaya pembentukan watak dan kepribadian peserta didik yang dilakukan melalui kegiatan pelayanan konseling berkenaan dengan masalah pribadi dan kehidupan
sosial,
kegiatan
belajar,
dan
pengembangan karir, serta kegiatan ekstrakurikuler yang
dipilih
sesuai
dengan
kebutuhan
dan
kemampuan sekolah. Untuk satuan pendidikan khusus,
pelayanan
peningkatan kebutuhan
konseling
kecakapan khusus
Pengembangan
Diri
hidup
peserta yang
menekankan sesuai
didik. berupa
dengan Kegiatan
pelayanan
konseling difasilitasi/dilaksanakan oleh konselor, dan kegiatan ekstra kurikuler dapat dibina oleh 3
konselor, guru dan atau tenaga kependidikan lain sesuai dengan kemampuan dan kewenangannya. Pengembangan Diri yang dilakukan dalam bentuk kegiatan pelayanan konseling dan kegiatan ekstra kurikuler dapat mengembangkan kompetensi dan kebiasaan dalam kehidupan sehari-hari peserta didik. Adapun bentuk-bentuk pelaksanaan kegiatan Pengembangan Diri meliputi kegiatan terprogram dan tidak terprogram. Kegiatan Pengembangan Diri terprogram dilakukan perencanaan khusus dalam kurun waktu tertentu untuk memenuhi kebutuhan peserta didik secara individual, kelompok, dan atau klasikal
melalui
penyelenggaraan
layanan
dan
kegiatan pendukung konseling dan kegiatan ekstra kurikuler. Kegiatan Pengembangan Diri secara tidak terprogram tidak dilaksanakan tersendiri melalui kegiatan layanan konseling dan ekstrakurikuler, tetapi
bisa
merupakan
program
sekolah
dan
dilaksanakan sebagai bentuk kegiatan pembiasaan yang dapat dilaksanakan sebagai berikut: a. Rutin, yaitu kegiatan yang dilakukan terjadwal, seperti: upacara bendera, senam, ibadah khusus keagamaan bersama, keberaturan, pemeliharaan kebersihan dan kesehatan diri. b. Spontan, adalah kegiatan tidak terjadwal dalam kejadian khusus seperti: pembentukan perilaku memberi
salam,
membuang
sampah
pada
tempatnya, antri, mengatasi silang pendapat. 4
c. Keteladanan,
adalah
kegiatan
dalam
bentuk
perilaku sehari-hari seperti: berpakaian rapi, berbahasa yang baik, rajin membaca, memuji kebaikan dan atau keberhasilan orang lain, datang tepat waktu. Berdasarkan
pengamatan
peneliti
selama
beberapa waktu menunjukkan hanya komponen pertama dan komponen kedua dalam struktur kurikulum
telah
dijalankan
dengan
baik
oleh
sekolah-sekolah dasar di wilayah Dabin I Kecamatan Pakis Kabupaten Magelang. Untuk komponen ketiga yaitu Pengembangan Diri, masih belum berjalan baik. Hal ini didukung oleh hasil penelitian Yeni Ari Puspitaningsih
dan Mochamad Nursalim (2008)
tentang salah satu kegiatan Pengembangan Diri berupa layanan konseling berjudul ”Pelaksanaan Program Layanan Bimbingan dan Konseling di SD Muhammadiyah
se-Surabaya”.
Hasil
penelitian
menyatakan bahwa selama tahun ajaran 2008-2009, SD Muhammadiyah se-Surabaya pada dasarnya menggunakan bimbingan dan konseling pola 17 plus yang terdiri dari: enam bidang bimbingan, sembilan kegiatan layanan, dan lima kegiatan pendukung namun
dimodifikasi
sedemikian
rupa
sesuai
kebutuhan anak didik. Pelaksanaan layanan BK di SD Muhammadiyah se-Surabaya ini pada beberapa sekolah mengalami kendala yaitu latar belakang pendidikan guru BK bukan dari sarjana ke-BK-an melainkan dari sarjana psikologi murni dan jurusan 5
lainnya. Tidak adanya jam khusus untuk konselor memberikan materi di kelas, dialami oleh hampir di semua sekolah kecuali di SD Muhammadiyah 4 yang menerapkan jam tatap muka hanya satu bulan sekali untuk satu jam pelajaran. Perbedaan dalam ketersediaan sarana dan prasarana serta personel yang
berkompeten
dibidangnya.
Karakteristik
sekolah mempengaruhi dalam pembuatan program dan pelaksanaan program layanan BK. Hasil atau output yang didapatkan juga tidak sama dalam tiap sekolah. Karakteristik siswa di sekolah masingmasing juga mempengaruhi hasil yang didapatkan. Hasil penelitian lain oleh Hermansyah (2004) tentang
Pengembangan
Diri
berjudul
”Strategi
Pendidikan Moral Melalui Kegiatan Ekstrakurikuler dalam Pembentukan Perilaku Santun pada Diri Siswa (Studi Kasus di SDN I Karangpawulang Kabupaten Bandung)” menyebutkan bahwa dalam pembelajaran ekstrakurikuler SDN I Karangpawulang dihadapkan pada empat keterbatasan, yaitu (1) terbatasnya ruangan
dan
fasilitas
lainnya,
(2)
terbatasnya
jumlah pembina kegiatan ekstrakurikuler, (3) masih terbatasnya
kemampuan
guru
pembina
dalam
merumuskan program kerja ekstrakurikuler secara sistematis; dan (4) masih terbatasnya anggaran biaya kebutuhan operasional ekstrakurikuler. Berdasarkan uraian di atas, peneliti akan mengungkap tentang Pelaksanaan Pengembangan Diri Siswa Sekolah Dasar di Wilayah Dabin I 6
Kecamatan Pakis Kabupaten Magelang. Penelitian ini juga akan mengungkap kendala-kendala dalam pelaksanaan Program Pengembangan Diri tersebut. B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimanakah pemahaman guru dan kepala sekolah
serta
terhadap
kebijakan
program
pemerintah
Pengembangan
daerah
Diri
siswa
sekolah dasar di wilayah Dabin I Kecamatan Pakis Kabupaten Magelang? 2. Bagaimanakah Pengembangan
pelaksanaan Diri
siswa
program
sekolah
dasar
di
wilayah Dabin I Kecamatan Pakis Kabupaten Magelang? 3. Apakah yang menjadi kendala-kendala dalam pelaksanaan Pengembangan Diri siswa sekolah dasar di wilayah Dabin I Kecamatan Pakis Kabupaten Magelang?” C. Tujuan Penelitian Tujuan
dari
penelitian
ini
adalah
untuk
mengetahui pemahaman guru dan kepala sekolah serta
kebijakan
pelaksanaan sekolah
pemerintah
program
dasar
di
daerah
Pengembangan
wilayah
Dabin
I
terhadap Diri
di
Kecamatan
Pakis Kabupaten Magelang dan kendala-kendala pelaksanaannya. 7
D. Manfaat Penelitian Manfaat dari hasil penelitian ini dapat dilihat dari dua hal yaitu secara teoritis dan secara praktis. Manfaat
teoritis sebagai sumbangan
khususnya
bagi
manajemen
pengembangan
pendidikan
pelaksanaan
yang
kurikulum.
pemikiran, ilmutentang
berkaitan
Manfaat
dengan
praktis
dapat
diambil oleh pihak-pihak sebagai berikut: 1. Bagi
para
guru,
sebagai
landasan
untuk
menentukan langkah penyempurnaan diri dalam rangka
membantu
kepala
sekolah
mengelola
pendidikan dasar. 2. Bagi para kepala sekolah, sebagai pedoman untuk
menerapkan
program
cara
Pengembangan
pengorganisasian Diri
yang
akan
dipergunakan di unit kerjanya dalam rangka mengoptimalkan
fungsi,
peran,
tugas
dan
tanggung jawab para guru. 3. Bagi
para penentu kebijakan (Kepala Dinas
Pendidikan, Kepala Bidang Pendidikan TK-SD, Kepala UPT Disdikpora di kecamatan) dapat dipergunakan sebagai acuan untuk peningkatan mutu pendidikan dasar.
8