BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu hal yang penting bagi manusia. Pendidikan pada hakikatnya adalah sebuah proses bimbingan yang berisi keterampilan – keterampilan hidup kepada manusia agar dapat mempertahankan diri dan tetap melangsungkan hidup. Seiring bertambahnya waktu serta tuntutan dalam hidup, manusia akan bersaing dengan manusia yang lain. Persaingan akan terasa semakin tajam sebab adanya perubahan teknologi yang cepat dan lingkungan yang berkembang semakin pesat pada setiap aspek. Oleh karena itu seorang individu perlu dibekali dengan pendidikan supaya setiap individu dapat meningkatkan kualitas hidup dalam segala aspek kehidupan. Pendidikan dibutuhkan untuk membentuk individu menjadi manusia yang berkompeten dan berkualitas, dapat meningkatkan pengetahuan serta keterampilan sehingga tujuan dari kegiatan manusia dapat tercapai. Pendidikan dibutuhkan pula untuk mengembangkan serta membentuk sumber daya manusia yang berkualitas hanya dapat dicapai melalui proses pendidikan yang berkualitas pula. Perihal tersebut dilakukan dengan proses yang berulang – ulang atau secara terus menerus sejak manusia lahir sampai meninggal dunia. Proses pendidikan di Indonesia terbagi dalam 3 ranah atau 3 kelompok yaitu pendidikan informal, pendidikan nonformal, dan pendidikan formal. Pendidikan informal adalah pendidikan yang dilakukan dalam keluarga. Pendidikan ini sangat berpengaruh dalam tumbuh kembang anak sebab pada jalur inilah untuk pertama kalinya anak mendapatkan pendidikan (Syamsul Kurniawan, 2014:44). Pendidikan ini orangtua hendaknya memilih lingkungan yang mendukung pendidikan anak dan menghindari lingkungan yang kurang baik. Sebab ketika anak berada di lingkungan yang kurang baik maka perkembangan kepribadian serta karakter anak dapat menjadi kurang baik.
1
2
Pendidikan
nonformal
adalah
pendidikan
yang
dilakukan
atau
diselenggarakan diluar sistem pendidikan formal yang dapat berupa lembaga kursus, lembaga pelatihan, kelompok belajar, pusat kegiatan belajar masyarakat, dan majelis taklim, serta satuan pendidikan yang sejenis sebagai pelengkap pendidikan formal (Syamsul Kurniawan, 2014:49). Dalam pendidikan nonformal semestinya juga turut berperan dalam terselenggaranya proses pendidikan. Lembaga pelatihan atau kursus harus bertanggungjawab dalam menciptakan suasana yang nyaman dan mendukung dalam proses pendidikan yang berlangsung didalamnya. Pendidikan formal merupakan pendidikan yang dilakukan oleh suatu lembaga pendidikan resmi, terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Pendidikan dasar meliputi sekolah dasar, madrasah ibtidaiyah, dan lembaga lain yang sederajat. Pendidikan menengah meliputi sekolah menengah pertama/madrasah tsanawiyah sederajat, sekolah menengah atas/sekolah menengah kejuruan sederajat. Pendidikan tinggi adalah perguruan tinggi sederajat (Syamsul Kurniawan, 2014:46). Sekolah sebagai tempat terjadinya proses pendidikan formal memiliki peran penting dalam membentuk kualitas diri siswa, terlebih bagi siswa yang kurang atau tidak mendapatkan pendidikan di lingkungan dan keluarga mereka. Pendidikan merupakan proses budaya untuk meningkatkan harkat dan martabat manusia yang berlangsung seumur hidup. Pendidikan selalu berkembang dan selalu dihadapkan pada perubahan zaman. Untuk itu, pendidikan harus didesain mengikuti irama perubahan tersebut agar tidak ketinggalan dari perubahan zaman yang begitu cepat. Perkembangan perubahan harus terjadi sebab kalau tidak pendidikan akan ketinggalan dari perubahan zaman yang begitu cepat. Untuk itu perubahan pendidikan harus relevan dengan perubahan zaman dan kebutuhan masyarakat pada era tersebut. Untuk itulah dalam proses pendidikan diperlukan suatu perhitungan yang matang tentang kondisi dan situasi yang mana proses tersebut berlangsung dalam jangka panjang. Penelitian ini difokuskan pada proses pembelajaran pada jalur pendidikan formal jenjang pendidikan menengah atas. Peneliti membahas mengenai
3
pendidikan umum yang terjadi di sekolah menengah atas. Sekolah Menengah Atas (SMA) adalah jenjang pendidikan menengah pada pendidikan formal di Indonesia yang dilaksanakan setelah lulus dari Sekolah Menengah Pertama (SMP). Pada tahun pertama atau kelas 10 siswa mendapatkan pelajaran yang umum. Pada tahun kedua atau kelas 11 siswa mulai dijuruskan sesuai dengan minat dan bakat masing – masing. Terdapat 3 jurusan sesuai dengan kurikulum di sekolah masing – masing yaitu Sains, Sosial, dan Bahasa. SMA wajib dilakukan oleh warga negara yang berusia 16-18 tahun yang telah tamat SMP atau sederajat. Oleh karena itu siswa wajib menempuh waktu 3 tahun untuk menyelesaikan program belajar yang diwajibkan. Penelitian ini dilakukan pada jenjang pendidikan sekolah menengah atas yaitu di SMA Negeri 3 Boyolali. Di SMA Negeri 3 Boyolali siswa mendapat kesempatan untuk dapat mengembangkan potensi dirinya agar dapat hidup mandiri di dalam masyarakat serta dapat melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi. Siswa mendapat kesempatan untuk meningkatkan kualitas diri sehingga mempunyai keahlian atau kompetensi dasar yang dapat memberi keuntungan dalam memperoleh penghidupan layak dan baik di masadepan. Proses pendidikan terlebih pada jenjang pendidikan sekolah menengah atas tidaklah selalu berjalan dengan mulus, pasti terdapat permasalahan yang dialami guru dan siswa dalam proses belajar mengajar di sekolah. Hal tersebut sesuai dengan pengalaman observasi peneliti, guru dalam usaha menciptakan situasi belajar dalam proses pembelajaran atau pendidikan di kelas pasti menemui suatu permasalahan. Observasi ini, peneliti terlibat dengan kegiatan pembelajaran di kelas XI IS 2 yang dilakukan oleh guru mata pelajaran Sosiologi serta siswa kelas XI IS 2. Peneliti mengamati bahwa proses pembelajaran pada mata pelajaran Sosiologi cenderung tidak efektif. Berdasarkan hasil pengamatan selama 2 kali pertemuan yang dilakukan oleh peneliti pada minggu kedua bulan Januari 2016 ditemukan permasalahan sebagai berikut: 1.
Guru ketika mengajar mengunakan metode ceramah konvensional tanpa menerapkan metode pembelajaran lain sebagai variasi sehingga pada
4
pertengahan sampai akhir proses pembelajaran sebagian besar siswa bosan sampai ada yang tertidur. 2.
Terdapat beberapa siswa yang mengerjakan tugas mata pelajaran lain ketika guru menjelaskan materi pembelajaran, hal tersebut membuat konsentrasi siswa terpecah dan tidak fokus dalam menerima materi pembelajaran yang disampaikan oleh guru
3.
Ketika proses diskusi kelompok berlangsung, siswa diberi kesempatan menyatakan pendapatnya atau bertanya jawab kepada teman jika ada materi yang tidak dimengerti. Diskusi yang berlangsung tidak efektif., siswa justru memanfaatkan waktu tersebut untuk berbicara sendiri dengan temannya, yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan materi diskusi
4.
Di satu sisi, presentasi di depan kelas memang memiliki kelebihan, yakni dapat melatih keberanian siswa untuk berbicara di depan umum, dan melatih siswa untuk aktif merespon pembelajaran, akan tetapi, metode presentasi juga memiliki kekurangan, yaitu hanya siswa yang mendapat giliran untuk presentasi saja yang aktif, selebihnya siswa hanya diam mendengarkan tetapi banyak pula yang ramai bahkan tidur di dalam kelas.
5.
Hasil belajar siswa cenderung terdapat kesenjangan antara satu siswa dengan siswa yang lain, perihal tersebut menggambarkan perbedaan hasil belajar antara siswa satu dengan yang lain. Rata – rata siswa XI IS 2 pun tergolong rendah akibat sedikit aktivitas belajar yang dilakukan oleh siswa
6.
Siswa kurang bisa bekerjasama dengan teman, terkesan bersaing dalam proses belajar. Perihal tersebut menyebabkan hasil belajar siswa mengalami kesenjangan. Disamping itu siswa yang mengalami kesulitan dalam belajar akan lebih sulit lagi dalam memahami materi pembelajaran sebab kurangnya dukungan dari teman yang terkesan bersaing
7.
Terdapat kelompok – kelompok atau geng – geng dalam kelas sehingga mempengaruhi interaksi siswa satu dengan yang lain yang juga mempengaruhi proses belajar siswa. Dengan demikian apabila guru membentuk kelompok – kelompok diskusi diluar kelompok bermain, siswa
5
cenderung sulit untuk bekeja sama menyelesaikan permasalahan dalam proses diskusi 8.
Di SMA Negeri 3 Boyolali terdapat aturan bahwa diperbolehkan membawa ponsel ke sekolah untuk memudahkan siswa dalam berkomunikasi, tetapi tidak jarang siswa menyalahgunakan kebebasan tersebut, di kelas XI IS 2 terdapat beberapa siswa yang bermain dengan ponsel dan laptop ketika pembelajaran berlangsung tanpa ditegur oleh guru meskipun hal tersebut mengganggu konsentrasi siswa dalam proses belajar
9.
Mencatat informasi yang diberikan oleh guru bermanfaat untuk siswa dalam mengingat materi yang diberikan oleh guru, sebab jika hanya mendengar saja akan mudah lupa. Tidak semua siswa sadar akan hal tersebut, di kelas XI IS 2 terdapat beberapa siswa yang tidak mencatat materi pembelajaran yang dijelaskan oleh guru, hanya siswa tertentu saja yang sering mencatat biasanya siswa yang duduk di baris paling depan atau dekat dengan meja guru
10.
Dalam proses pembelajaran SMA Negeri 3 Boyolali menetapkan kriteria ketuntatasan minimal (KKM) untuk mata pelajaran sosiologi sesuai dengan standar nasional yaitu 76. Siswa dengan nilai yang sama atau lebih dari 76 dinyatakan tuntas, apabila siswa mendapatkan nilai dibawah 76 maka dinyatakan tidak tuntas, dengan demikian perlu diadakan remedial. Hasil belajar siswa XI IS 2 diperoleh data bahwa berdasarkan hasil ulangan harian 1 siswa XI SMA Negeri 3 Boyolali Tahun Pelajaran 2015/2016 sebagian besar siswa memiliki rata – rata yang kurang dari nilai ketuntasan yang ditetapkan oleh sekolah. Hal ini merupakan masalah yang mendorong dilakukannya penelitian. Peneliti bersama dengan guru menyimpulkan bahwa siswa kelas XI IS 2
memiliki tingkat keaktifan serta hasil belajar yang rendah. Guru lebih sering mendominasi saat proses pembelajaran berlangsung, sehingga siswa sedikit melakukan aktivitas belajar yang berpengaruh terhadap kualitas hasil belajar siswa. Selain itu dalam penyampaian materi guru menggunakan metode ceramah
6
tanpa diberi variasi dengan model pembelajaran lain. Oleh karena itu siswa dapat mudah merasa bosan dan tidak fokus dalam mengikuti proses pembelajaran. Berdasarkan uraian diatas dapat dipahami bahwa peningkatan kualitas proses pembelajaran sangat diperlukan. Berdasarkan hasil analisis peneliti bersama dengan guru, permasalahan tersebut dapat diatasi dengan menerapkan pendekatan pembelajaran yang cocok dan sesuai dengan siswa serta opsi dalam pemilihan variasi model pembelajaran, yang dirancang sedemikian rupa untuk mendapatkan hasil yang sesuai dengan tujuan pembelajaran. Metode pembelajaran yang diterapkan oleh guru mempengaruhi keefektifan dalam proses transfer ilmu, oleh sebab itu pemilihan metode pembelajaran perlu dipertimbangkan. Ketepatan pemilihan model pembelajaran memerlukan beberapa pertimbangan supaya tepat sasaran dengan apa yang dibutuhkan oleh siswa, sehingga siswa memperoleh esensi dari tujuan pembelajaran. Berdasarkan hasil analisis peneliti bersama dengan guru, fokus permasalahan yang terjadi di kelas XI IS 2 SMA Negeri 3 Boyolali adalah rendahnya keaktifan belajar yang dimiliki siswa terbukti bahwa siswa kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran selain itu rendahnya hasil belajar siswa, hal tersebut dapat dilihat dari hasil UAS yang tergolong rendah sebab dari rata-rata hasil belajar siswa kelas XI IS 2 yaitu sebesar 65,1. Nilai tersebut masih dibawah Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM), disamping itu dari 32 siswa hanya 10 siswa (31,25%) yang berhasil mencapai batas KKM 76 dan sisanya 22 siswa (62,8%) masih belum tuntas. Berkat hasil observasi dan kolaborasi dengan guru, untuk meningkatkan keaktifan serta hasil belajar siswa dibutuhkan penerapan model pembelajaran yang cocok dan efektif. Model pembelajaran yang paling efektif adalah model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw, sebab treatment dengan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw akan mengoptimalkan keaktifan dan hasil belajar siswa dengan berbagai aktivitas yang akan dilakukan siswa dalam proses pembelajaran, siswa tidak lagi merasa jenuh ketika mendengarkan ceramah yang diberikan guru dengan demikian hasil belajar akan meningkat pula. Peneliti dan guru menilai model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw paling cocok untuk diterapkan di kelas
7
XI IS 2 guna mengatasi permasalahan yang terjadi. Berikut adalah alasan peneliti bersama guru memilih model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw diterapkan dalam proses pembelajaran adalah sebagai berikut: 1.
Siswa dapat mengembangkan diri dalam proses pembelajaran yang membutuhkan sikap kerjasama serta gotongroyong dalam proses belajar sehingga mendapatkan hasil belajar yang maksimal
2.
Siswa dapat mengembangkan keterampilan dalam berinteraksi dengan siswa lain, sehingga kemampuan bersosialisasi siswa dapat meningkat
3.
Siswa dapat lebih banyak dalam melakukan aktivitas belajar, sebab dalam proses pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw siswa akan melakukan variasi aktivitas belajar Disamping itu model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw memiliki
keunggulan yaitu 1.
Siswa akan lebih banyak membaca literatur yang sesuai dengan materi pembelajaran yang telah dibagikan oleh guru, disamping itu siswa akan mengelola dengan sedemikian rupa agar dapat mendiskusikan kepada teman di kelompoknya maupun kelompok lain sehingga terjadilah proses diskusi yang melibatkan siswa menjadi aktif.
2.
Melalui model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dapat memberikan suasana baru bagi siswa dalam melakukan aktivitas belajar sebab pembelajaran berlangsung dengan inovatif sehingga dapat menekan keaktifan siswa serta berbanding lurus dengan hasil belajar siswa yang juga meningkat.
3.
Melalui model pembelajaran tersebut siswa dapat bekerjasama dengan teman, interaksi siswa dengan siswa yang lain berlangsung dengan intensif sebab siswa akan bekerja dengan sesama siswa dalam suasana gotong royong sehingga dapat meningkatkan kemampuan bersosialisasi dalam mengolah informasi serta meningkatkan kemampuan berkomunikasi.
4.
Suasana persaingan antara siswa satu dengan yang lain akan berkurang sebab siswa akan saling bekerjasama, siswa bertanggungjawab atas pemahaman materi bagi dirinya sendiri serta bagi anggota kelompoknya.
8
Oleh karena itu suasana persaingan akan berkurang bahkan tidak ada sama sekali. Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw artinya siswa terlibat aktif dalam kegiatan belajar, guru tidak lagi menjadi pusat pembelajaran atau dengan kata lain guru tidak lagi mendominasi proses pembelajaran sebab dalam model pembelajaran ini siswa yang lebih banyak melakukan aktivitas belajar sehingga akan sangat tepat apabila guru menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw pada proses pembelajaran mata pelajaran sosiologi di kesempatan
mendatang,
yang
diharapkan
dengan
menerapkan
model
pembelajaran ini nantinya akan berhasil meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa – siswi XI IS 2 SMA Negeri 3 Boyolali tahun pelajaran 2015/2016. Berdasarkan latar belakang masalah, peneliti mengadakan penelitian dengan judul “PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW GUNA MENINGKATKAN KEAKTIFAN DAN HASIL BELAJAR SISWA DI KELAS XI IS 2 SMA NEGERI 3 BOYOLALI TAHUN PELAJARAN 2015/2016”
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diutarakan di atas, maka peneliti dapat merumuskan permalahan sebagai berikut: 1.
Apakah penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dapat meningkatkan keaktifan belajar dalam mata pelajaran Sosiologi pada siswa kelas XI IS 2 SMA Negeri 3 Boyolali tahun pelajaran 2015/2016?
2.
Apakah penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dapat meningkatkan hasil belajar dalam mata pelajaran Sosiologi pada siswa kelas XI IS 2 SMA Negeri 3 Boyolali tahun pelajaran 2015/2016?
9
C.
Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.
Untuk meningkatkan keaktifan belajar dalam mata pelajaran Sosiologi pada siswa kelas XI IS 2 SMA Negeri 3 Boyolali tahun pelajaran 2015/2016 melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw.
2.
Untuk meningkatkan hasil belajar dalam mata pelajaran Sosiologi pada siswa kelas XI IS 2 SMA Negeri 3 Boyolali tahun pelajaran 2015/2016 melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw.
D. Manfaat Hasil Penelitian Setelah dilakukannya penelitian ini, hasil dari penelitian tindakan kelas diharapkan dapat bermanfaat untuk: 1.
Bagi Guru a. Menambah wawasan dan pengetahuan guru dalam melaksanakan proses pembelajaran khususnya dalam model pembelajaran yang kreatif dan inovatif b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi guru mata pelajaran Sosiologi dalam penggunaan metode pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw c. Hasil penelitian diharapkan dapat menambah referensi guru dalam mengatasi masalah pembelajaran di lain waktu
2.
Bagi Siswa (Siswa) a. Dapat meningkatkan aktifitas belajar siswa. Model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw, siswa diharapkan dapat berpartisipasi secara aktif. Pada proses pembelajaran siswa banyak melakukan aktivitas belajar. b. Dapat meningkatkan hasil belajar setiap siswa kelas XI IS 2 pada mata pelajaran Sosiologi sebab melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw, siswa dapat memahami materi pembelajaran mata
10
pelajaran Sosiologi dengan mudah karena dapat bekerjasama dengan teman c. Dapat meningkatkan kerjasama siswa serta mengurangi persaingan pada diri siswa dengan sesama teman sebab dalam model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw d. Dapat meningkatkan keefektifan dalam proses pembelajaran mata pelajaran Sosiologi yang berpengaruh terhadap meningkatnya keaktifan serta hasil belajar siswa kelas XI IS 2 3.
Bagi Sekolah a. Memberikan masukan kepada sekolah dalam usaha perbaikan proses pembelajaran, sehingga berdampak pada peningkatan mutu sekolah b. Memberikan suatu alternatif dalam upaya peningkatkan kualitas proses belajar mengajar khususnya pada mata pelajaran Sosiologi di SMA Negeri 3 Boyolali. c. Penelitian ini dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam mewujudkan perealisasian tujuan pembelajaran bagi siswa dan sebagai bahan pertimbangan untuk menentukan kebijakan sekolah pada waktu berikutnya