BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI) merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia, yaitu
sekumpulan gejala yang ditimbulkan akibat tubuh
mengalami kekurangan iodium dalam jangka waktu yang lama (Adriani, 2012). Risiko terjadinya Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI) pada seseorang sebenarnya dapat dimulai dari masa kehamilan hingga orang dewasa seperti kretin, keguguran pada ibu hamil, bayi lahir mati, keterbelakangan mental, gangguan pertumbuhan syaraf penggerak, gangguan bicara, gangguan pertumbuhan dan gangguan kecerdasan serta resiko yang paling dikenal masyarakat yaitu gondok yang sangat mempengaruhi kualitas hidup seseorang (Soekarti, 2006). Iodium merupakan mineral mikro yang dibutuhkan tubuh untuk mencegah penyakit gondok. Kebutuhan minimum iodium berdasarkan ekskresinya dalam urine berhubungan dengan insidens penyakit gondok tinggi dalam populasi kurang lebih 1 µg/kg berat badan/hari. Iodium terdapat di dalam jaringan tubuh, baik dalam bentuk anorganik (iodida) maupun organik, sekitar 15-50 mg , dengan 70 – 80%-nya ditemukan pada dalam kelenjar tiroid (Mann, 2014). Penyakit gondok merupakan pembesaran kelenjar tiroid, gambaran nyata dari kekurangan iodium dan merupakan respons adaftif tubuh terhadap iodium makanan yang tidak memadai. Selain dikarenakan kekurangan asupan iodium, fungsi tiroid juga dapat terganggu karena senyawa anti tiroid yang terdapat dalam makanan dan obatobatan, disebut dengan goitrogen yang akan mencegah ambilan iodium ke dalam kelenjar tiroid (Mann, 2014). Secara nasional, proporsi rumah tangga yang mengkonsumsi garam beriodium cukup sebesar 77, 1 %. Sedangkan kecenderungan rumah tangga mengkonsumsi garam beriodium cukup menurut Propinsi Jawa Tengah sebesar 80 % (Riskesdas, 2013). Hasil surveilans garam beriodium secara kualitatif di Kabupaten Blora, cakupan rumah tangga yang mengkonsumsi garam beriodium cukup pada tahun 2014 sebesar 87,9 % (Dinkes Kab Blora, 2014).
Hal ini menunjukkan bahwa persentase rumah tangga yang 1
2
mengkonsumsi garam beriodium baik secara nasional, Propinsi Jawa Tengah dan di Kabupaten Blora masih rendah, belum mencapai Standar Pelayanan Minimal (SPM) yang ditetapkan oleh Kemenkes sebesar 90 % (Kemenkes, 2010). Kabupaten Blora merupakan daerah yang dikelilingi rangkaian pegunungan kapur di wilayah utara dan selatan, dan sering mengalami erosi dan bukan merupakan daerah endemis GAKI, sesuai data WHO tahun 1995-1998
tentang Vitamin and
Mineral Nutrition Information System (VMNIS), angka Total Goitre Rate (TGR) pada anak usia 6 – 12 tahun Kabupaten Blora 0,0 %. Namun pada tahun 2010, di wilayah Kabupaten Blora, lebih tepatnya di desa Sumberejo kecamatan Randublatung, ditemukan 2 kasus kretin.. Hasil Total Goitre Rate (TGR) pada anak usia sekolah di sekolah yang dekat dengan terdapatnya kasus sebesar 7,5 %, termasuk dalam endemik ringan. Data kasus hipotiroid kongenital di Kabupaten Blora sampai keadaan tahun 2015 ada sekitar 16 kasus, dengan rerata umur usia anak sekolah. Penelitian yang telah dilakukan oleh Susiana (2011), dengan subjek penelitian hanya murid di SDN 1 Sumberjo Kecamatan Randublatung kelas 5-6 sebanyak 30 sampel, menunjukkan bahwa kadar iodium urin subjek penelitian sebesar 73,33 %, termasuk kategori berlebihan (>300 µg/L). Hasil Survei Nasional GAKI pada tahun 2003 menunjukkan bahwa nilai median UEI pada anak sekolah di Kabupaten Blora lebih dari 300 µg/L, masuk dalam kategori iodium yang berlebihan setelah sebelumnya pada Survei Nasional GAKI tahun 1996 tidak termasuk. Surveilans garam beriodium yang dilaksanakan Dinas Kesehatan Kabupaten Blora tahun 2014 menunjukkan hasil bahwa di Kecamatan Randublatung dari 18 desa yang ada ternyata 10 desa (55,6 %) termasuk desa tidak baik, rumah tangga yang mengkonsumsi garam beriodium cukup sebesar 81,3 %. Hal ini menggambarkan persentase rumah tangga di wilayah Kecamatan Randublatung yang mengonsumsi garam beriodium masih rendah (Dinkes Blora, 2014). Hartono,dkk (2009) menyebutkan bahwa WHO, UNICEF, dan ICCIDD merekomendasikan untuk memberikan kurang lebih 120-140 μg iodium/hari, maka kadar iodium dalam garam pada saat diproduksi harus berkisar 20-40 mg iodium per kilogram garam. Rekomendasi ini mengasumsikan bahwa 20% iodium akan hilang dalam perjalanan dari tempat produksi hingga rumah tangga, sementara 20% lainnya hilang pada saat memasak dan asupan garam rata-rata adalah 10 gram /orang/hari.
3
Kandungan iodium dalam makanan dapat susut atau hilang akibat proses pemasakan yang salah dan menyebabkan absorbsi iodium menjadi rendah (Arisman .2004). Proses pengolahan makanan yang lama cenderung mengakibatkan iodium hilang dalam jumlah banyak. Pada masakan yang berlemak, jika dimasak sampai kering, iodium akan mengalami kerusakan sekitar 60-70%, dikarenakan pengaruh dari santan yang sudah kering sehingga bersifat seperti minyak yang menyebabkan suhu pemasakan menjadi lebih tinggi. Penggunaan cabe merah saat memasak, setelah 7 menit akan menurunkan kadar iodium 76,5% dan setelah tiga jam akan menurunkan 100%. Ketersediaan iodium setelah proses pengolahan masakan tergantung pada kadar iodium dalam garam yang digunakan. Jenis dan jumlah bumbu, cara pemberian garam saat pemasakan serta lama waktu pengolahan juga akan berpengaruh terhadap hilangnya kandungan iodium dalam makanan (Cahyadi, 2009). Cara menggunakan garam yang benar saat pemasakan adalah tidak membubuhkannya saat masakan mendidih tetapi setelah masakan matang dan siap disajikan., dikarenakan kandungan iodium akan berkurang dalam waktu 10 menit (Adriani, dkk, 2010). Interaksi iodium dengan bumbu masakan saat proses pemasakan juga berpengaruh menurunkan kandungan iodium. Seperti beberapa bumbu masakan (seperti cabai, terasi, ketumbar , merica) dan cuka yang ditambahkan pada saat pemasakan akan menurunkan kadar iodat bahkan dapat menurunkan sama sekali (100%). Penurunan kadar iodium juga dapat terjadi saat proses penyimpanan. Penurunan kadar iodium sangat besar terjadi jika garam disimpan dalam kemasan plastik dibanding dengan yang disimpan dalam botol gelas, dan yang disimpan pada suhu 37 0C dan kelembaban relatif di bawah 76%. Kestabilan iodium juga dipengaruhi oleh jenis makanan, kandungan air dan suhu pemanasan pada saat pemasakan. Menurunnya kandungan iodium pada saat pemasakan ini berkisar antara 36,6% sampai 86,1% (Cahyadi, 2009). Teori Lawrence Green dalam Notoatmodjo (2010), menyatakan bahwa perilaku seseorang dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu faktor predisposisi, faktor pendukung, faktor pendorong. Faktor predisposisi yang dimaksud adalah faktor yang mempermudah terjadinya perilaku seseorang seperti pengetahuan, sikap, keyakinan, kepercayaan, tradisi, nilai-nilai dan unsur-unsur lain. Mengenai faktor predisposisi ibu rumah tangga terhadap perilaku dalam mengkonsumsi garam beriodium, penelitian yang dilakukan oleh Setiarini ( 2010) menyatakan ada hubungan tingkat pengetahuan ibu rumah tangga
4
tentang GAKI dengan cara menyimpan dan menggunakan garam beriodium. Selain itu penelitian
oleh Hariyanti (2010) menunjukkan bahwa ada hubungan antara sikap
terhadap penggunaan garam beriodium dengan kejadian gondok pada wanita usia subur yang memiliki satu anak. Pengetahuan dan sikap merupakan faktor internal dari ibu rumah tangga yang menjadi dasar terjadinya perilaku konsumsi garam beriodium di rumah tangga. Penelitian yang dilakukan oleh Made Prawini,dkk (2013) menyatakan bahwa ibu rumah tangga belum memahami tentang pentingnya mengkonsumsi garam beriodium, dilihat dari ibu rumah tangga yang mampu memaparkan manfaat garam beriodium tetapi tidak mampu memaparkan akibat kekurangan garam beriodium selain gondok. Sikap ibu rumah tangga secara umum negatif terhadap garam beriodium. , dipengaruhi oleh adanya pengaruh dari orang yang dianggap penting seperti mertua, pengalaman menggunakan garam beriodium, dan kebiasaan menggunakan garam biasa. Perilaku dengan tidak mengkonsumsi garam beriodium yang
dikarenakan belum adanya
pemahaman ibu rumah tangga akan pentingnya mengkonsumsi garam beriodium bagi kesehatan dan tidak pahamnya ibu rumah tangga akan cara menggunakan garam beriodium yang benar pada masakan sehingga menyebabkan munculnya sikap negatif karena rasa masakan yang pahit. Penilaian status gizi iodium merupakan tindakan yang penting dalam kaitannya dengan populasi masyarakat atau kelompok masyarakat yang tinggal di daerah atau di tempat yang di curigai kekurangan iodium. Asupan iodium yang diekskresikan keluar melalui urine diperkirakan 90 %, sehingga ekskresi 24 jam iodium dapat merefleksikan asupan makanan dan dapat digunakan untuk memperkirakan asupan (Mann,2014). Berdasar latar belakang, perlu dilakukan penelitian mengenai hubungan pengetahuan tentang iodium, sikap dan perilaku penggunaan garam beriodium ibu dengan kadar Ekskresi Iodium Urin (EIU) pada anak sekolah dasar.
5
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang, maka dapat dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini : 1. Apakah ada hubungan pengetahuan ibu tentang iodium dengan kadar Ekskresi Iodium Urin (EIU) pada anak Sekolah Dasar? 2. Apakah ada hubungan sikap ibu tentang penggunaan garam beriodium dengan kadar Ekskresi Iodium Urin (EIU) pada anak Sekolah Dasar? 3. Apakah ada hubungan perilaku ibu tentang penggunaan garam beriodium dengan kadar Ekskresi Iodium Urin (EIU) pada anak Sekolah Dasar ? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Menganalisis hubungan hubungan pengetahuan tentang iodium, sikap dan perilaku penggunaan garam beriodium ibu dengan kadar Ekskresi Iodium Urin (EIU) pada anak sekolah dasar. 2. Tujuan Khusus a. Menganalisis hubungan pengetahuan ibu tentang iodium dengan kadar Ekskresi Iodium Urin (EIU) pada anak Sekolah Dasar. b. Menganalisis hubungan sikap ibu tentang penggunaan garam beriodium dengan kadar Ekskresi Iodium Urin (EIU) pada anak Sekolah Dasar. c. Menganalisis hubungan perilaku ibu tentang penggunaan garam beriodium dengan kadar Ekskresi Iodium Urin (EIU) pada anak Sekolah Dasar.
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Diharapkan dapat menjadi bukti empirik adanya hubungan pengetahuan tentang iodium, sikap dan perilaku penggunaan garam beriodium ibu dengan kadar Ekskresi Iodium Urin (EIU) pada anak sekolah dasar.
6
2. Manfaat Praktis Diharapkan penelitian ini dapat dijadikan rujukan atau sumber informasi adanya hubungan pengetahuan tentang iodium, sikap dan perilaku penggunaan garam beriodium ibu dengan kadar Ekskresi Iodium Urin (EIU) pada anak sekolah dasar bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Blora dan jajarannya.