BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Al-Qur’an sangat mempunyai perhatian khusus terhadap anak yatim, karena anak yatim sejak mulai dari kecilnya tidak mampu mewujudkan kemaslahatan yang akan menjamin untuk masa depannya. Umat Islam sangat khawatir akan muncul sebuah malapetaka oleh karena tidak terdidik dan terurusnya masalah anak-anak yatim, sebab anak tersebut sudah tidak mempunyai salah satu dari kedua orang tuanya ataupun kedua orang tuanya telah tiada, sehingga dalam soal tanggung jawab untuk memelihara, mendidik dan mengayomi adalah umat Islam. Perhatian al-Qur’an terhadap anak yatim tersebut sudah muncul sejak masa awal turunnya wahyu sampai pada masa akhir saat wahyu tersebut lengkap dan sempurna.1 Perhatian Islam terhadap usaha memelihara kehidupan dan kesehatan anak adalah perhatian terhadap kekuatan material dan moril kaum muslimin. Oleh sebab itu, Islam menuntut fisik-fisik yang berdarah sehat, dan pemiliknya penuh dengan semangat kesatria dan lincah. Fisik sehat tidak saja berpengaruh terhadap pemikiran yang sehat, tetapi juga terhadap interaksi manusia denga kehidupan dan sesama manusia lainnya. Begitu juga dengan anak-anak yatim, yang dengan kekurangan kasih sayang dari orang tuanya, maka selaku orang muslim haruslah membantu apa-apa yang diperlukan dan dibutuhkan oleh anak-anak yatim tersebut. Dengan mengasihi dan menyayangi serta menyantuni anak-anak yatim merupakan salah satu kecintaan dan ketaatan setiap orang muslim kepada perintah-perintah Allah SWT dan semua rasul-rasul-Nya.
1
Syeikh Mahmud Syaltut, Tafsir al-Qur’an al-Karim, Jilid II, Terjemahan Herry Noer Ali, CV. Diponegoro, Bandung, 1990, hlm. 348
1
2
Anak yatim adalah sosok manusia yang mendapat kedudukan khusus dan mulia di sisi Allah SWT dan Rasul-Nya. Perhatian Allah dan Rasul-Nya begitu besar kepada mereka, sebagaimana dari banyaknya ayat dalam alQur’an yang membicarakan masalah anak yatim. Bahkan al-Qur’an ketika menyebutkan nama-nama kaum dhu’afa, maka anak yatim menduduki peringkat yang pertama. Oleh karena itu, sangat wajar jika anak yatim mendapat perhatian khusus dari Allah SWT dan Rasul-Nya, sebab, selain dhu’afa sejak kecil mereka telah merasakan penderitaan lahir dan batin. Anak yatim adalah bagian dari anggota masyarakat yang hidup dalam dua situasi yang kurang menggembirakan, hal itu akan dapat terlihat dengan jelas bila diperhatikan kedudukan mereka sebagai anggota masyarakat dan individu. Sebagai anggota masyarakat, mereka dituntut untuk dapat berpartisipasi dalam setiap perubahan dan perkembangan yang terjadi di tengah-tengah
masyarakat.
Sebagai
individu,
mereka
berhasrat
mengembangkan dirinya melalui pendidikan dan pembinaan serta bimbingan dan sebagainya. Hal ini merupakan proses pembentukan pribadi dalam mempersiapkan diri menghadapi setiap perubahan dan perkembangan. Pada kenyataannya, seringkali anak yatim tidak mendapatkan kesempatan yang cukup untuk dapat tumbuh dan berkembang secara wajar seperti anak-anak yang masih mempunyai orang tua. Hal ini disebabkan kurangnya fasilitas yang mendukung ke arah tersebut. Keyatiman adalah musibah besar yang menimpa pundak anak-anak. Keyatiman dapat menjadikan seorang manusia sengsara yang cenderung pada penghancuran apabila tidak mendapatkan kasih sayang, perawatan dan pengarahan yang baik. Namun keyatiman juga bisa menjadikan seorang anak manusia maju, sempurna dan berjuang keras mengejar kekurangan yang dideritanya apabila beruntung mendapatkan perawatan dan pemeliharaan yang cukup dan baik.2
2
Ibid, hlm. 53
3
Dalam upaya mengatasi kenyataan itu perlu dicarikan jalan keluarnya agar mereka dapat menikmati kehidupan serta tumbuh secara wajar dan sekaligus dapat berpartisipasi dalam setiap perubahan dan perkembangan yang terjadi di masyarakat. Dalam hal ini Islam telah menggariskan secara jelas bahwa masalah pemeliharaan, pengasuhan, dan pembinaan anak yatim pada
dasarnya
adalah
merupakan
tanggung
jawab
setiap
muslim,
sebagaimana firman Allah SWT, dalam surat al-Baqarah ayat 220 :
ن ُﺗﺨَﺎِﻟﻄُﻮ ُه ْﻢ ْ ﺧ ْﻴ ٌﺮ َوِإ َ ح َﻟ ُﻬ ْﻢ ٌ ﻞ ِإﺻْﻼ ْ ﻦ ا ْﻟ َﻴﺘَﺎﻣَﻰ ُﻗ ِﻋ َ ﻚ َ ﺴﺄَﻟﻮ َﻧ ْ ﺧ َﺮ ِة َو َﻳ ِ ﻓِﻲ اﻟ ﱡﺪ ْﻧﻴَﺎ وَاﻟْﺂ ﻋﺰِﻳ ٌﺰ َ ن اﻟﱠﻠ َﻪ ﻋ َﻨ َﺘ ُﻜ ْﻢ ِإ ﱠ ْ ﺢ َوَﻟ ْﻮ ﺷَﺎ َء اﻟﱠﻠ ُﻪ ﻻ ِ ﺼِﻠ ْ ﻦ ا ْﻟ ُﻤ َ ﺴ َﺪ ِﻣ ِ ﺧﻮَا ُﻧ ُﻜ ْﻢ وَاﻟﱠﻠ ُﻪ َﻳ ْﻌَﻠ ُﻢ ا ْﻟ ُﻤ ْﻔ ْ َﻓِﺈ (220: ﺣﻜِﻴ ٌﻢ )اﻟﺒﻘﺮة َ Artinya : " Tentang dunia dan akhirat. Dan mereka bertanya kepadamu tentang anak yatim, katakanlah: “Mengurus urusan mereka secara patut adalah baik dan jika kamu menggauli mereka maka mereka adalah saudaramu dan Allah mengetahui siapa yang membuat kerusakan dari yang mengadakan perbaikan. Dan Jika Allah menghendaki, niscaya Ia dapat mendatangkan kesulitan kepadamu. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana".3 ( QS. al-Baqarah : 220 ) Setiap usaha yang dilakukan umat Islam yang bertujuan untuk memperbaiki anak yatim merupakan manifestasi sebagian ajaran Islam. Islam memperhatikan sekali masalah pemeliharaan dan pembinaan mereka. Perhatian tersebut tidak hanya dalam bidang jasmani dan materi saja, akan tetapi mencakup segala aspek kehidupannya. Oleh karena itu, menggali dan mengembangkan masalah pembinaan anak yatim yang sesuai dengan ajaran Islam adalah hal yang sangat penting. Usaha di atas akan terwujud apabila didasari oleh adanya rasa tanggung jawab seluruh masyarakat. Anak yatim sebagai individu dan anggota masyarakat berhak untuk tumbuh dan berkembang sebagaimana anak-anak lainnya. Disebabkan kematian orang tuanyalah – sebagai orang yang bertanggung
jawab
untuk
mengasuhnya-tingkat
perkembangan
dan
pertumbuhannya terhalang. Mereka membutuhkan pengasuhan, perhatian, 3
Departemen Agama RI., Al-Qur'an dan Terjemahannya, Yayasan Penyelenggara Penterjemah Al-Qur'an, Jakarta, 1980, hlm. 53
4
kasih sayang, pendidikan dan sebagainya, sebagaimana yang dibutuhkan oleh anak-anak lainnya. Hal tersebut perlu dicarikan jalan keluarnya, yaitu yang menggantikan tanggung jawab ayah atau orang tuanya tersebut. Dengan membiarkan nasib mereka terlunta-lunta akan mendatangkan berbagai macam problema bagi masyarakat yang bersangkutan. Pembinaan dan pengasuhan anak yatim termasuk masalah sosial kemasyarakatan. Tanggung jawab tersebut pada akhirnya akan menciptakan suatu kehidupan yang ideal, di mana terjadi harmonisasi antara kepentingan individu dan kepentingan masyarakat, kepentingan dunia dan kepentingan akhirat. Salah satu jalan atau upaya menciptakan harmonisasi tersebut adalah dengan cara menggali dan mengamalkan ajaran-ajaran Islam (baik yang tertuang dalam al-Qur'an maupun hadits Nabi) tentang pengasuhan dan pemeliharaan anak yatim.4 Pengasuhan dan pemeliharaan anak yatim mengandung pengertian bahwa hak-hak mereka sama dengan anak-anak yang lain dalam menerima pengasuhan serta pendidikan sampai mereka dapat berdiri sendiri dalam kehidupannya dan mampu mempertanggungjawabkan seluruh tindakantindakan
dan
perbuatan-perbuatannya.
Apabila
mereka
memperoleh
pembinaan yang wajar seperti anak-anak yang lain, pada gilirannya mereka akan terlepas dari beban masyarakat, sebab biasanya anak-anak yang tidak mendapatkan pembinaan dan pengasuhan, apalagi kurang mendapatkan ajaran-ajaran agama cenderung melakukan hal-hal yang negatif. Anak yatim tercatat dalam beberapa ayat al-Qur’an, mereka disebutsebut baik dengan sebutan yatim (tunggal), maupun yatama (jamak). Mereka mendapatkan perhatian yang begitu besar dari Allah SWT, begitu pula nama mereka banyak tertera di dalam hadits. Hal ini berarti mereka tergolong yang mendapatkan kasih sayang Rasulullah SAW. Oleh sebab itu, Allah dan RasulNya memerintahkan kepada semua umat manusia agar mempedulikan semua
4
Ahmad Muflih Saefuddin, Pendidikan Islam dalam al-Qur'an, Bulletin Cahaya Ilmu, I, 2000, hlm. 5
5
nasib mereka, yang kebanyakan tergolong dhu’afa dan terlantar. Mereka telah menderita pada usia dini dan masa kanak-kanak, menjadi orang yang dhu’afa dan terlantar, karena kehilangan orang tua, mereka tidak lagi mendapatkan perhatian dan kasih sayang yang cukup sebagaimana layaknya anak-anak lain. Mereka kehilangan tempat berlindung dan mengadu, tidak ada lagi yang memberikan mereka nafkah dan pakaian yang secara layak dan bahkan mereka kurangnya bimbingan dan pendidikan yang menyentuh hati dan jiwa. Oleh kerena itu, dengan keadaan nyang seperti inilah Allah dan Rasul-Nya menempatkan anak-anak yatim tersebut pada sisi yang sangat mulia (dimuliakan), dan harus dimuliakan oleh setiap orang. Dengan keadaan yang seperti itu, maka sangatlah wajar jika anak yatim memerlukan kasih sayang dan perhatian dari orang lain yang peduli terhadap nasib mereka. Perhatian dan kasih sayang yang mereka perlukan tidak sebatas pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Bahkan lebih dari itu, mereka butuh ketenangan dan kedamaian dalam menjalani sebuah perjalanan kehidupan. Mereka sangat berharap dalam mengarungi kehidupannya dapat tumbuh dan berkembang secara wajar dan baik, memperoleh bimbingan dan pendidikan yang cukup, serta dapat mencapai apa yang telah dicita-citakan untuk meraih masa depan yang cemerlang.5 Selanjutnya di antara sekian banyak ulama yang mencoba memberikan pemikirannya tentang pengasuhan anak yatim adalah Abu Ja'far Muhammad bin Jarir bin Yazid bin Katsir bin Kholid ath-thabarii dan ada yang mengatakan Abu Ja'far Muhammad bin Jarir bin Yazid bin Katsir bin Ghalib ath-thabari.6 Ia lebih popular dengan sebutan Imam ath-thabari yang
5
Khalid Muhammad Bahauddin, Mari Mencintai Anak Yatim, Gema Insani Press, Jakarta, 2003, hlm. 2 6
Abu Ja'far Muhammad bin Jarir ath-thabari, Jami' al-Bayan Fi Ta'wil al-Qur'an, Dar alFikr, Beirut, Libanon, t. th., hlm. 3
6
dilahirkan pada tahun 224 Hijriyah di Amil yang merupakan Ibu Kota Tabarsitan.7 Karyanya yang paling monumental dalam bidang tafsir adalah Tafsir Jami' al-Bayan fi Ta'wil al-Qu'an. Jumhur Ulama menilai bahwa tafsir tersebut merupakan kitab tafsir yang paling terdahulu dibukukan dan merupakan salah satu kitab tafsir yang menjadi bahan rujukan para ulama tafsir sesudahnya di mana dalam penafsirannya menggunakan pendekatan Tafsir bi al-Ma'tsur8. Berdasarkan pentingnya masalah pegasuhan anak yatim tersebut di atas, maka penulis mencoba menganalisa bagaimana pemikiran atau penafsiran Imam ath-thabari tentang pegasuhan anak yatim dalam tafsirnya Jami' alBayan fi Ta'wil al-Qur'an yang dituangkan dalam judul : " Pengasuhan Anak Yatim Dalam Al-Qur'an “ (Kajian Tafsir Jami' al-Bayan Fi Ta’wil al Qur’an karya ath-thabari)". B. Pokok Masalah Dari uraian latar belakang, penulis mencoba mengidentifikasikan beberapa masalah yang timbul, yaitu : 1.
Bagaimana
penafsiran
ath-Thabari
tentang
ayat-ayat
mengenai
Pengasuhan anak yatim ? 2.
Bagaimanakah relevansi penafsiran Ath-thabari dengan kondisi sekarang mengenai pengasuhan anak yatim ?
3.
Apakah kelebihan dan kekurangan penafsiran ath-thabari tersebut ?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan yang akan dicapai dalam penulisan skripsi ini adalah :
7
Muhammad Husein az-Dzahabi, Al- Tafsir Wa al-Mufassirun, Dar al-Fikr Beirut, Libanon, t.th., hlm.205 8
Manna' Khalil al-Qathan, Mabahits Fi 'Ulum al-Qur'an, Masnsyurat al-'Ashr al-Hadits, Mesir, t. th., hlm. 362
7
1.
Untuk dapat mengetahui penafsiran ath-Thabari tentang ayat-ayat mengenai anak yatim.
2.
Untuk dapat mengetahui relevansi penafsiran Ath-thabari dengan kondisi sekarang mengenai pengasuhan anak yatim.
3.
Untuk mengetahui apakah kelebihan dan kekurangan penafsiran aththabari tersebut. Manfaat yang ingin penulis capai dalam penulisan skripsi ini adalah :
1.
Untuk menambah khazanah keilmuan terutama dalam disiplin ilmu tafsir
2.
Memberikan sumbangan pemikiran tentang bagaimana seharusnya kita memperlakukan anak yatim dan bagaimana seharusnya seorang atau lembaga yang mengasuh anak yatim melaksanakan kewajibankewajibannya dengan baik dan benar sesuai dengan yang telah digariskan oleh al-Quran dan hadits.
3.
Menunjukkan kepada ummat sekarang atas kontribusi pemikiran ulama mutaqaddimin dalam keikutsertaanya memperhatikan anak yatim
D. Tinjauan Kepustakaan Dari berbagai literatur yang telah penulis baca dan teliti memang telah banyak yamg menulis tentang tafsir Imam ath-thabari, di antaranya: adalah metode dan corak tafsir ath-thabari yang ditulis oleh Saefudin Zuhri mahasiswa Fakultas Ushuluddin IAIN Walisongo dengan judul "Telaah Semantik Surat al-Fatihah dalam Tafsir Jami' al-Bayan Fi Ta'wil al-Qur'an dimana dalam tulisannya diterangkan eksistensi penafsiran ath-thabari terhadap surat al-Fatihah dari aspek semantik. Disamping itu kitab-kitab yang membahas Imam ath-thabari banyak sekali, di antarannya kitab Tafsir Wa alMufassirun karya Muhammad Husein Adz-Dzahabi, dalam kitab tersebut dijelaskan tentang biografi Imam ath-thabari dan sekilas tentang tafsirnya baik dalam metode dan corak penafsirannya.Selain itu Manna' al-Qhattan juga dalam kitabnya Mabahis Fi 'Ulum al-Qur'an sekilas tentang Imam ath-
8
thabari dan sekilas tentang tafsirnya. Tulisan-tulisan tersebut menjadi sumber kepustakaan yang ada relevansinya dengan skripsi ini. Disamping itu, buku-buku yang berbicara tentang anak yatim di antaranya Tafsir al-Qur'an al-Azim karya Quraish Shihab. Dalam buku tersebut disebutkan ayat-ayat yang berbicara masalah anak yatim dan gambaran umum tentang anak yatim. Selanjutnya dalam buku Sepuluh Inti Perintah
Allah
karangan
Ahmad
Zulzhani
disebutkan
bagaimana
membelanjakan harta anak yatim dan bagaimana pula memulyakan mereka. Sejauh pengamatan penulis belum ada yang membahas judul atau tema yang akan penulis lakukan. E. Metode Penelitian Dengan melihat pokok permasalahan dan tujuan penulisan, dan agar pembahasan dapat terarah serta memberikan hasil yang diharapkan, maka penulis menggunakan metode sebagai berikut : 1.
Jenis Penelitian Penelitian ini adalah kualitatif yang berakar pada latar ilmiah sebagai keutuhan, mengandalkan manusia sebagai alat peneliti, mengandalkan analisis secara induksi, mengarahkan sasaran penelitian pada usaha menemukan teori dari dasar, bersifat deskriptif, membatasi studi dengan fokus, rancangan penelitian bersifat sementara dan hasil penelitian disepakati oleh dua belah pihak.9
2.
Langkah-langkah Penelitian
9
Team Penyusun Penulisan skripsi Fakultas Ushuluddin IAIN Walisongo Semarang, Pedoman Penulisan Skripsi, Badan Penerbit Fakultas Ushuluddin, IAIN Walisongo Semarang, 1998, hlm . 13
9
Secara sistematis, proses penelitian ini mengadopsi langkahlangkah dalam metode tafsir maudu’i,10 yaitu 1). Menetapkan masalah yang akan di bahas (topik). 2). Menghimpun ayat yang berkaitan dengan masalah tersebut. 3). Menyusun runtutan ayat sesuai dengan masa turunnya. 4). Memahami korelasi ayat-ayat tersebut dalam surahnya masingmasing. 5). Menyusun pembahasan dalam kerangka yang sempurna. 6). Melengkapi pembahasan dengan hadits-hadits yang relevan dengan pokok bahasan. 7). Mempelajari ayat-ayat tersebut secara keseluruhan dengan jalan menghimpun ayat-ayat yang mempunyai pengertian yang sama. 3.
Metode Pengumpulan Data Mengingat studi ini bercorak library murni, maka penulis menggunakan teknik pengumpulan data kepustakaan yang diperoleh dari hasil membaca dan menyimpulkan dari berbagai buku dan karya ilmiah yang berkaitan dengan pembahasan tersebut. Dalam mengumpulkan data pada kajian yang akan dibahas, penulis menggunakan tekhnik penelitian kepustakaan (library research), yaitu data sepenuhnya diperoleh dari hasil telaah literasi, kemudian dideskripsikan dan selanjutnya dianalitis, baik yang bersumber dari kitab-kitab, buku-buku, jurnal, ensiklopedi Islam atau bacaan-bacaan lain yang ada kaitannya dengan penelitian dalam penyusunan ini. Sementara data yang dipakai dalam penulisan skripsi ini sebagai berikut11 : a.
Sumber Primer
10
Abd. Hayy al-Farmawi, Metode Tafsir Mawdhu’iy Suatu Pengantar,terj PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1996,hlm. 45-46 11
Sutrisno Hadi, Metode Research, Fakultas Psikologi UGM, Yogyakarta, 1986, 49
10
Sumber primer atau sumber pokok dalam penelitian ini adalah tafsir Jami’ al-Bayan fi Ta’wil al-Qur’an karya ath-thabari. b.
Sumber Sekunder Sumber sekunder ini merupakan sumber penunjang yang dijadikan alat bantu dalam menganalisa masalah yang berupa bukubuku dan lain-lain yang ada kaitannya dengan judul tersebut.
4.
Metode Analisis Data a.
Content Analysis Data yang sudah terkumpul kemudian diolah, tetapi sebelumnya data yang ada diseleksi dan diklasifikasi sesuai dengan permasalahan yang dikaji, kemudian baru di analisis sesuai dengan data kualitatif yang sudah ada. Analisis kualitatif sesuai untuk data deskriptif, yaitu data yang di analisis menurut isinya. 12
b.
Metode Deduktif Metode ini merupakan metode analisis dengan berangkat dari pengetahuan yang sifatnya umum dan bertitik tolak pada pengetahuan yang umum kemudian ditarik kepada kesimpulan yang khusus.13 Metode ini merupakan proses pendekatan yang berasal dari kebenaran
umum
mengenai
suatu
fenomena
(teori
dan
menggeneralisasikan) kebenaran tersebut kepada suatu peristiwa atau data yang berciri sama dengan fenomena yang bersangkutan.
c.
Metode Induktif
12
Sumadi Suryabrata, Metode Penelitian, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1995, hlm.
85 13
Anton Bakker dan Ahmad Zubair, Metode Penelitian Filsafat, Kanisius, Yogyakarta, 1990, hlm. 43
11
Suatu metode untuk menganalisis dan menarik kesimpulan data dengan berangkat dari fakta-fakta yang khusus, peristiwaperistiwa yang konkrit, kemudian dari fakta-fakta atau peristiwaperistiwa yang khusus itu ditarik generalisasi-generalisasi yang bersifat umum.14 F. Sistematika Penulisan Untuk memberikan arah dan gambaran yang jelas tentang hal-hal yang ditulis dalam skripsi ini, berikut ini
penulis jelaskan dalam sistematika
penulisan. Dan secara garis besar skripsi ini terdiri dari lima bab, tiap bab di bagi menjadi sub bab, dan setiap sub bab mempunyai pembahasan masingmasing yang mana antara yang satu dengan yang lainnya saling berkaitan. Adapun lima bab yang dimaksud sebagai berikut : Bab Pertama, pendahuluan. Dalam pendahuluan ini berbicara mengenai sekilas tentang anak yatim baik itu tentang pembinaan dan pengasuhannya. Selanjutnya diteruskan dengan pokok permasalahan yang nantinya akan dijadikan sebagai bahan analisis dalam skripsi ini. Adapun metode yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode content analysis, yaitu dari data-data yang ada penulis memberikan interpretasi, generalisasi, klasifikasi, elaborassi serta bahan-bahan rujukan dan pada akhirnya diambil kesimpulan. Bab Kedua, berisi tentang makna anak yatim secara umum dan juga pendapat ulama tentang anak yatim, serta dikemukakan pula tentang ayat-ayat al-Qur'an yang berbicara tentang masalah anak yatim.. Bab Ketiga, pada bab ini berisi sekilas tentang ath-thabari dan tafsirnya. Di dalamnya mencakup sekilas biografi dan latar belakang pendidikan aththabari, sekilas tentang tafsirnya dan karya-karya beliau selain kitab tafsir Jami al-Bayan Fi Tafsir al-Qur'an.. Serta diakhiri dengan penafsiran beliau terhadap ayat-ayat tentang pengasuhan anak yatim. 14
Ibid, hlm. 44
12
Bab Keempat, pada bab ini merupakan analisis dari pokok permasalahan yang menjadi obyek pembahasan dengan dasar pada landasan teori yang ada pada bab II dan Bab III. Pertama, menganalisis tentang relevansi penafsiran ath-thabari tentang ayat pengasuhan anak yatim dengan kondisi sekarang (modern). Kedua kelebihan dan kekurangan penafsirannya terhadap ayat-ayat tentang anak yatim. Bab Kelima, dalam bab ini sebagai penutup terhadap keseluruhan rangkaian bab skripsi ini, yang nantinya akan disampaikan beberapa kesimpulan sebagai pembahasan pada bab-bab sebelumnya dan dilanjutkan dengan saran-saran dan penutup dari penulis.