BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Akhlak merupakan dasar yang utama dalam pembentukan kepribadian manusia yang seutuhnya. Pendidikan yang mengarah pada terbentuknya kepribadian berakhlak merupakan hal yang pertama yang harus dilakukan, sebab akan melandasi kestabilan kepribadian secara keseluruhan.1 Tentang pendidikan akhlak ini lebih lanjut dikatakan oleh Muhammad Athiyah Al-Abrasyi bahwa : “pendidikan budi pekerti dan akhlak merupakan jiwa dari pendidikan Islam dan mencapai suatu akhlak yang sempurna merupakan tujuan yang sebenarnya dari pendidikan Islam”.2 Dengan demikian jelas bahwa gambaran manusia yang ideal yang harus dicapai melalui pendidikan adalah manusia yang sempurna akhlaknya. Menurut ajaran Islam berdasarkan praktek Rasulullah, pendidikan akhlakul karimah (akhlak mulia) adalah faktor penting dalam membina suatu umat atau membangun suatu bangsa. Suatu pembangunan tidak ditentukan semata dengan faktor kredit dan investasi material. Betapapun melimpah ruahnya kredit dan besarnya investasi, kalau manusia pelaksanaannya tidak memiliki akhlak yang baik, niscaya segalanya akan berantakan akibat penyelewengan dan korupsi.3 Oleh karena itu, program utama dan perjuangan pokok dari segala usaha ialah pembinaan akhlak mulia. Ia harus ditanamkan kepada seluruh lapisan dan tingkatan masyarakat, mulai dari tingkat atas sampai ke lapisan bawah. Akhlak
1
Ramayulis Tuanku Khatib, Pendidikan Islam dalam Rumah Tangga, (Jakarta: Kalam Mulia, 2001), hlm. 87. 2 Muhammad Athiyah Al-Abrasyi, Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1970), hlm. 104. 3 Nazaruddin Razak, Dienul Islam, (Bandung: Al-Ma’arif, 1973), hlm. 47.
1
2 dari suatu bangsa itulah yang menentukan sikap hidup dan laku perbuatannya. Tepat apa yang dikatakan oleh penyair besar Ahmad Syauqi Bey yaitu:
Kekalnya suatu bangsa ialah selama akhlaknya kekal, jika akhlaknya sudah lenyap, musnah pulalah bangsa itu.4 Apabila suatu bangsa (umat) itu telah rusak, maka hal ini juga akan mempengaruhi akhlak generasi-generasi mendatang. Terlebih lagi kalau rusaknya akhlak tersebut tidak segera mendapat perhatian atau usaha untuk mengendalikan dan memperbaikinya. Bagaimanapun akhlak dan perilaku suatu generasi itu akan sangat menentukan terhadap akhlak dan perilaku umat-umat sesudahnya. Oleh karena itu, tidak salah apa yang telah disampaikan oleh para ahli pendidikan bahwa perkembangan pribadi itu akan sangat ditentukan oleh faktor-faktor lingkungan, terutama berupa pendidikan. Kalau penulis perhatikan dan penulis amati dalam kehidupan sehari-hari, berkaitan dengan moral dan budi pekerti yang menimbulkan kemerosotan norma-norma susila dan norma-norma agama dikalangan masyarakat, terutama dikalangan generasi pemuda yang bisa membawa kegoncangan hidup manusia. Dengan adanya aqidah yang tidak tetap dan kokoh itu, tentu akan menyebabkan orang tersebut mudah teromabang-ambingkan oleh arus Syaithoniah. Dari keadaan semacam ini apabila tidak dapat dikendalikan oleh norma-norma yang menyetirnya (agama), maka akan terjadi adalah kekacauan dalam kehidupannya. Kita sebagai generasi penerus, harus menyadari hal tersebut, karena pada pundak generasi mudalah akan ditumpahkan harapan masa depan bangsa ini, guna menyambung usaha-usaha memperbaiki akhlak yang sementara ini terbengkalai, cita-cita bangsa yang belum terlaksana sepenuhnya dan selanjutnya untuk memelihara apa-apa yang telah ada dan 4
Ibid., hlm. 48.
3 mengusahakan yang baru (lebih baik) agar dapat berkembang lebih maju dan semakin sempurna. Oleh karena itu, pendidikan tentang akhlak dalam kehidupan umat manusia menempati kedudukan yang sangat penting. Akhlak bisa terbentuk melalui proses. Oleh karena itu, pembentukannya memerlukan pendidikan sejak dini yang dimulai dari keluarga. Keluarga adalah lembaga pendidikan yang pertama dan utama. Maksud pendidikan pertama adalah sebelum anak-anak mendapat pendidikan dari lembaga pendidikan (sekolah) mereka telah memperoleh pendidikan dari keluarga. Sehingga perlu diketahui keluarga merupakan pendidikan pertama yang bertanggungjawab penuh atas pembentukan moral dan penanaman nilai dalam pendidikan anak. Sedang maksud pendidikan utama adalah keluarga yang paling tepat untuk menanamkan nilai yang baik bagi anak. Keluarga mempunyai peran dan tanggungjawab sangat besar terhadap pendidikan dan masa depan anaknya. Pendidikan pertama dan utama yang diberikan oleh orang tua terhadap anak-anaknya itu sangat menentukan terhadap akhlak dan perilaku anak di masa yang akan dating. Bagaimanapun orang tua (bapak/ibu) pasti mempunyai peran sebagai guru yang pertama dan utama bagi kehidupan anak-anaknya. Sebagaimana yang telah disabdakan Nabi saw sebagai berikut:
! " # !$% &'!# ! ( ) # &'!# ; *+ , -* . /*0 . 1 +21 1 3 4 -5 6 3 7 ( 89 !:+ 5 C *8 ?,2B -5 8<=,-5 >&3,-5 3? 6 @A /* ! 3 Hajib bin Walid telah menceritakan kepada kita, telah menceritakan kepada Muhammad bin Harab bin Zubaidi, dari Zuhri telah menceritakan kepadaku Said bin Musayyab dari Abu Hurairah berkata: Rasulullah saw bersabda: Tidaklah anak yang dilahirkan itu kecuali telah membawa fitrah kecenderungan untuk percaya kepada Allah, maka kedua orang tuanyalah yang menjadikan anak beragama Yahudi, Nasrani dan Majuzi. (HR. Muslim). 5
Imam Muslim, Shahih Muslim, Juz II, (Beirut Libanon: Dar al Kutub al Ilmiah, t.th.), hlm. 458.
4
Dari sini penulis sadar bahwa betapa pentingnya pendidikan dalam keluarga, terutama yang menyangkut masalah akhlak. Oleh karena itu, akhlak itu sangat menentukan sikap, tingkah laku dan perbuatan seseorang. Dalam keluarga pasti ada dan memang membutuhkan aturan-aturan untuk mengatur kehidupan keluarganya. Dalam kondisi semacam ini,akhlak menjadi dasar dan pedoman dalam mengadakan pergaulan dan sesuai dengan ajaran Islam. Selanjutnya pendidikan akhlak yang menjadi pilar utama dalam pembentukan manusia seutuhnya, kepribadian berakhlak akan melandasi kestabilan kepribadian manusia secara keseluruhan.6 Kepribadian anak secara total dapat diartikan sebagai kesan yang menyeluruh tentang dirinya yang terlihat dalam sikap dan perilaku kehidupan sehari-hari. Kesan menyeluruh di sini dimaksudkan sebagai keseluruhan sikap mental dan moral seorang anak yang terakumulasi di dalam hasil interaksinya dengan sesama dan merupakan hasil reaksi terhadap pengalaman dari lingkungan masing-masing.7 Pembentukan kepribadian terjadi dalam masa yang panjang, sejak dalam kandungan sampai umur kurang lebih 21 tahun. Pembentukan kepribadian berkaitan erat dengan pembinaan iman dan akhlak. Apabila kepribadian seseorang kuat, maka sikapnya tegas, tidak mudah terpengaruh oleh bujukan faktor-faktor yang datang dari luar, serta bertanggungjawab atas ucapan dan perbuatannya. Dan sebaliknya apabila kepribadiannya lemah ia mudah terombang-ambing oleh faktor dan pengaruh yang datang dari luar. Kepribadian terbentuk melaui semua pengalaman dan nilai-nilai yang diserapnya dalam pertumbuhan, terutama pada tahun-tahun pertama dari umurnya. Dalam hal ini, keluarga sebagai peletak dasar bagi perkembangan pribadi anak yang pertama dan sebagai tempat utama anak mengenal 6 7
Aziz Mushaffa, Untaian Mutiara buat Keluarga, (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2001), hlm. 66. Ibid., hlm. 87.
5 kehidupannya sangat berperan dalam pembentukan kepribadian anak. Kepribadaian orang tua memberi pengaruh yang besar terhadap terbentuknya kepribadian anak, sebab segala tingkah laku orang tua mempengaruhi anak.8 Oleh karena itu, para orang tua harus menyadari, bahwa kepribadian muslim anak hanya dapat dibentuk melalui pendidikan akhlak. Secara umum dapat dikatakan, bahwa bagaimana pengaruh orang tua terhadap perkembangan perilaku dan kepribadian anaknya, ditentukan oleh sikap perilaku dan kepribadian orang tua. Perilaku orang tua terhadap anaknya ditentukan oleh sikapnya terhadap pengasuh anak yang juga merupakan aspek dari struktur kepribadiannya.Kepribadian orang tua akan mempunyai dampak terhadap suasana psikologi dalam suatu keluarga dan terhadap perkembangan kepribadian anak, perasaan orang tua terhadap anak sering lebih menentukan dari pada apa yang dilakukan orang tua.9 Dengan demikian dapat dipahami bahwa pembentukan kepribadian anak dimulai
dalam
keluarga.
Kepribadian
yang
masih
dalam
permulaan
pertumbuhan itu sangat peka dan mendapat unsur pembinaannya melalui pengalaman yang dirasakan, baik melalui pendengaran, penglihatan, perasaan dan perlakuan yang diterimanya. Oleh karena itu, maka kepribadian anak yang sedang tumbuh itu tergantung kepada pengalaman dalam keluarga. Sikap dan pandangan hidup orang tuanya, sopan santun dalam keluarga, baik dengan anggota keluarga maupun dengan tetangga, atau masyarakat pada umumnya akan diserap oleh anak dalam pribadinya.10 Pembentukan kepribadian yang luhur pada anak-anak hendaknya dilakukan secara menyeluruh dan terpadu. Seorang anak tumbuh dan berkembang dengan baik manakala ia memperoleh
8
Zakiah Daradjat, Kesehatan Mental, (Jakarta: Gunung Mulia, 1982), hlm. 64. Lubis Salam, Menuju Keluarga Sakinah Mawadah Warahmah, (Surabaya: Terbit Terang, t.th), hlm. 80. 10 Zakiah Daradjat, Kepribadian Guru, (Jakarta: Bulan Bintang, 1980), hlm. 11. 9
6 pendidikan akhlak yang paripurna agar kelak ia menjadi anak yang berguna bagi masyarakat, bangsa, negara dan agama.11 B. Alasan Pemilihan Judul Anak merupakan amanat besar dari Allah swt. Karena keteledoran dan penyelewengan pendidikan anak merupakan penghianatan terhadap amanat besar itu. Mengingat besarnya tanggungjawab dalam hal pendidikan, Allah akan memberikan imbalan yang pantas bagi mereka yang melaksanakan amanat tersebut.12 Anak adalah amanat atau titipan yang diberikan oleh Allah Ta’ala kepada orang tuanya, maka setiap orang tua berkewajiban mendidik anak dengan akhlak yang mulia. Pentingnya posisi akhlak dalam Islam, hal ini dibuktikan dengan tujuan yang ingin dicapai oleh Rasulullah saw, seperti dalam haditsnya :
< !$% 3 ! &'!# 1 2 >& !:+ &'!# D E'!# . ! ; *+ , -3 . /*0 . 1 +2 1 ;1 6 3 7 F# : 13 C!J ?,2B G2F H I: Abdullah telah menceritakan kepada kita, telah menceritakan kepadaku Abi, telah menceritakan kepada kita Said bin Mansur berkata: telah menceritakan kepada abdul Aziz bin Muhammad bin Ajlan dari Qa’qa bin Hakim dari Abi shaleh dari Abu Hurairah berkata Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak”. (H.R. Ahmad). Sehingga betapa pentingnya periode anak-anak dalam pendidikan akhlak dan membiasakannya kepada tingkah laku yang baik sejak kecilnya. Seperti
11
Dadang Hawari, Al-Qur’an Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa, (Yogyakarta: Dara Bhakti Primayasa, 1996), hlm. 195. 12 Maimunah Hasan, Rumah Tangga Muslim, (Yogyakarta: Bintang Cemerlang, 2001), hlm. 151. 13 M. Abdul Salam Abdul Syafi’I, Imam Ahmad bin Hambal, Juz II, (Beirut: Dar al Kutub, 241H), hlm. 504.
7 pepatah lama mengatakan : “pelajaran di waktu kecil ibarat lukisan di atas batu, pendidikan di waktu besar ibarat lukisan di atas air”. “Pembentukan yang utama ialah di waktu kecil, apabila seorang anak dibiarkan melakukan sesuatu (yang kurang baik) dan kemudian telah menjadi kebiasaannya, maka akan sukarlah meluruskannya”. Artinya, bahwa pendidikan akhlak yang tinggi, wajib dimulai di rumah, dalam keluarga, sejak waktu kecil dan jangan sampai dibiarkan anak-anak tanpa pendidikan, bimbingan dan petunjuk-petunjuk, bahkan sejak waktu kecilnya harus telah dididik sehingga ia tidak terbiasa kepada adat kebiasaan yang tidak baik.14 Oleh karena keluarga sebagai lingkungan atau milleu pertama bagi anak di mana ia berinteraksi. Dan dari interaksi dengan milleu pertama itu anak memperoleh unsur-unsur dan ciri-ciri dasar kepribadiannya, juga dari situ ia memperoleh akhlak, nilai-nilai, kebiasaan-kebiasaan dan emosinya, maka orang tua berkewajiban memberi pendidikan dan pengajaran kepada anak-anaknya yang meliputi upaya orang tua dalam membimbing, mangarahkan, membina dan membentuk kepribadian dan perkembangan intelektual anak.15 Karena anak-anak merupakan masa yang sangat vital dan merupakan azas pijak bagi kehidupan anak selanjutnya, sehingga harus diletakkan dasar-dasar pendidikan akhlak yang akan mewarnai kepribadian dimasa-masa selanjutnya. Mengingat zaman yang selalu berubah, di mana putaran dan pergantian masa begitu cepat, suasana lingkungan dan perkembangan teknologi mempunyai dampak yang sangat besar terhadap kehidupan kerohanian dan perubahan nilai-nilai moral sehingga perlu adanya pembentukan kepribadian anak melalui pendidikan akhlak. Bertolak dari pokok pikiran di atas, penulis tergugah untuk mengupas tentang pendidikan akhlak dalam keluarga sebagai upaya awal pembentukan kepribadian anak.
14 15
Muhammad Athiyah Al Abrasyi, op. cit., hlm. 106. Rehani, Berawal dari Keluarga, (Jakarta: Hikmah, 2003), hlm. 83.
8 C. Penegasan Istilah Untuk
menghindari
kesalahan
penafsiran
dan
mempermudah
pemahaman judul di atas, perlu kiranya dijelaskan dan dibatasi maksud dari judul di atas. Pengertian dari istilah-istilah tersebut adalah : 1. Pendidikan Pendidikan adalah suatu usaha sadar melalui bimbingan pengarahan dan atau latihan untuk membantu mengarahkan anak didik agar berkepribadian tinggi menuju hidup yang utama.16 2. Akhlak Akhlak berasal dari bahasa Arab yang merupakan bentuk jamak dari kata “khulqun” yang mempunyai arti budi pekerti, tingkah laku atau tabiat, perangai.17 Secara terminologi akhlak adalah suatu keadaan yang melekat pada jiwa manusia yang dari padanya lahir perbuatan-perbuatan dengan mudah tanpa melalui proses pemikiran, pertimbangan, atau penelitian. Jika keadaan (hal) tersebut melahirkan perbuatan-perbuatan yang baik dan terpuji menurut pandangan akal dan syara’ (hukum Islam) disebut akhlak yang baik. Sedangkan jika perbuatan yang timbul itu tidak baik, disebut akhlak yang buruk.18 Dari definisi di atas, maka penulis sedikit memberikan ulasan tentang hal itu. Akhlak timbul dari jiwa seseorang tanpa proses berpikir terlebih dahulu, sehingga tidak menutup kemungkinan, bila mana akhlak itu timbul dalam bentuk perbuatan yang bertolak belakang dengan akal, dan untuk menyempurnakannya diperlukan adanya pembiasaan yang sesuai dengan ukuran-ukuran dalam ajaran Islam.
19.
16
Ahmad D Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: Al-Ma’arif, 1986), hlm.
17
Hamzah Ya’qub, Etika Islam, (Bandung: Diponegoro, 1992), hlm. 11. Kafrawi Ridwan, (eds.), Ensiklopedi Islam I, (Jakarat: Baru Von Houve, 1993), hlm. 102.
18
9 Karena akhlak merupakan suatu keadaan yang melekat di dalam jiwa, maka suatu perbuatan baru disebut akhlak kalau terpenuhi beberapa syarat: pertama, perbuatan itu dilakukan berulang-ulang. Kalau suatu perbuatan hanya dilakukan sesekali saja, maka tidak disebut akhlak. Misalnya, pada suatu saat, orang yang jarang berderma tiba-tiba memberikan uang kepada orang lain karena alasan tertentu. Dengan tindakan ini ia tidak dapat disebut murah hati atau berakhlak dermawan karena hal itu tidak melekat dalam jiwanya. Kedua, perbutan itu timbul dengan mudah tanpa dipikirkan atau diteliti lebih dahulu sehingga ia benar-benar merupakan suatu kebiasaan. Jika perbuatan itu timbul karena terpaksa atau setelah dipikirkan dan dipertimbangkan secara matang, tidak disebut akhlak. 3. Keluarga Keluarga yaitu kelompok orang yang ada hubungan darah atau perkawinan.19 Sedangkan menurut Hamzah Ya’qub keluarga adalah persekutuan hidup berdasarkan perkawinan yang sah terdiri dari suami istri yang juga selaku orang tua dari anak yang dilahirkannya.20 4. Upaya Awal Upaya adalah usaha, ikhtiar (untuk mencapai suatu maksud, memecahkan persoalan, mencari jalan keluar, dan sebagainya).21 Sedangkan awal adalah mula-mula (sekali).22 Sehingga maksud upaya awal dalam skripsi ini adalah usaha atau ikhtiar yang dilakukan sedini mungkin secara menyeluruh dan terpadu. 5. Pembentukan Pembentukan adalah proses, perbuatan (hal, cara dan sebagainya), cara membentuk.23 19
A. G. Pringgodigdo, Ensiklopedi Umum, (Yogyakarta: Yayasan Kanisius, 1986), hlm. 544. Hamzah Ya’qub, op.cit., hlm. 146. 21 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2001), hlm. 1250. 22 Ibid., hlm. 78. 20
10 6. Kepribadian Pengertian kepribadian menurut G. W. Allport mendefinisikan bahwa : “ Personality is dynamic organization within the individual of those psychophyyical
system
than
determines his unique adjusment this
environment”. Artinya bahwa kepribadian adalah organisasi dinamis dalam diri individu sebagai sistem psikofisis yang menentukan caranya yang khas dalam menyesuaikan diri terhadap lingkungannya.24 Kalau dianalisis definisi tersebut, maka kepribadian adalah : a. Merupakan suatu organisasi dinamis yaitu bahwa kepribadian itu selalu berkembang dan berubah walaupun ada organisasi sistem yang mengikat dan menghubungkan sebagai komponen kepribadian. b. Organisasi itu terdiri atas sistem “psychophysical” atau jiwa raga. Ini menunjukkan bahwa kepribadian itu tidak hanya terdiri atas mental, rohani, jiwa atau hanya jasmani saja, akan tetapi organisasi itu mencakup semua kegiatan badan dan mental yang menyatu ke dalam kesatuan pribadi yang berbeda dalam individu. c. Organisasi itu menentukan penyesuaian dirinya, artinya menunjukkan bahwa kepribadian dibentuk oleh kecenderungan yang berperan secara aktif dalam menentukan tingkah laku individu yang berhubungan dengan dirinya sendiri dan lingkungan dalam masyarakat. d. Penyesuaian diri dalam hubungan dengan lingkungan itu bersifat unik, khas atau khusus yakni mempunyai ciri-ciri tersendiri dan tidak ada yang menyamainya. Tiap penyesuaian kepribadian tidak ada dua yang sama dan oleh karenanya berbeda dengan penyesuaian kepribadian yang lain, walau seandainya dua kepribadian anak kembar berasal dari satu telur.
23
Ibid., hlm. 104. Elizabeth B. Hurlock, Child Development, (Tokyo: Mc. Graw Hill Kogakusha, t. th.), sixth edition, hlm. 524. 24
11 7. Anak Anak adalah manusia yang berumur 0 – 12 tahun. Bila kita membicarakan tentang anak, sebaiknya dibuat pembagian yang meliputi: a. Masa infancy – masa bayi 1). Masa bayi (0-2 tahun), pembentukan tingkah laku dan kepribadian. 2). Masa prasekolah, pembentukan diri ego, hati nurani dan disiplin. b. Childhood – masa anak 1). Masa anak dini : pra sekolah (3-5 tahun). Hubungan sosial dan penilaian yang bertambah luas menyebabkan anak bereaksi dengan cara-cara baru terhadap berbagai faktor lingkungan dan situasi. 2). Masa anak sekolah, school age (5-12 tahun). Pada masa ini anak lebih banyak belajar sistematis. Berdasarkan penjelasan beberapa istilah di atas dapat disimpulkan yang dimaksud dengan judul skripsi ini adalah usaha bimbingan pengarahan dan atau latihan yang dilakukan sedini mungkin secara menyeluruh dan terpadu yang mengarah kepada proses pembentukan kepribadian anak didik agar terbiasa melakukan perbuatan-perbuatan terpuji dan menjauhi perbuatan tercela sehingga hati senantiasa suci dan bersih dari kotoran-kotoran hawa nafsu. D. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah dan alasan pemilihan judul, maka rumusan masalahnya adalah : 1. Bagaimana pendidikan akhlak dalam keluarga? 2. Bagaimana pembentukan kepribadian anak? 3. Bagaimana peranan pendidikan akhlak dalam keluarga sebagai upaya awal pembentukan kepribadian anak?
12 E. Tujuan Penulisan Tujuan yang hendak dicapai dalam skripsi ini berpijak pada rumusan masalah di atas adalah : 1. Untuk mengetahui pendidikan akhlak dalam keluarga. 2. Untuk mengetahui pembentukan kepribadian anak. 3. Untuk mengetahui peranan pendidikan akhlak dalam keluarga sebagai upaya awal pembentukan kepribadian anak. F. Metode Penelitian 1. Sumber Data Data penelitian ini diperoleh dari buku-buku atau bahan bacaan yang relevan dengan pembahasan permasalahan. Sumber data tersebut dibedakan menjadi dua yaitu sumber primer dan sumber sekunder. a. Sumber primer adalah hasil-hasil penelitian atau tulisan-tulisan atau teoritisi yang orisinil.25 Sumber tersebut adalah buku-buku yang secara khusus membahas pendidikan akhlak dan kepribadian . b. Sumber sekunder adalah bahan pustaka yang ditulis dan dipublikasikan oleh penulis yang tidak secara langsung melakukan pengamatan atau berpartisipasi dalam kenyataan yang ia deskripsikan atau bukan penemu teori.26 Hal ini meliputi buku-buku yang ada kaitannya dengan pokok masalah. 2. Metode Pengumpulan Data Skripsi ini merupakan penelitian yang bersifat kualitatif murni dan literer, maka pengumpulan data-datanya dilakukan melalui tehnik library research atau riset kepustakaan yaitu dengan jalan mengumpulkan seluruh
25
Ibnu Hajar, Dasar-dasar Metodologi Penelitian Kuantitatif dalam Pendidikan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996), hlm. 83. 26 Ibid., hlm. 84.
13 bahan-bahan penelitian yang dibutuhkan yang berasal dari dokumendokumen dan literatur. 3. Metode Analisis Data Analisis data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan data.27 Adapun dalam menganalisis data, penulis menggunakan beberapa metode di antaranya adalah sebagai berikut: a. Metode induktif : yaitu metode pembahasan yang di awali dari faktafakta yang khusus (hasil riset) atau peristiwa-peristiwa yang konkrit, kemudian
ditarik
kesimpulan
(generalisasi-generalisasi)
yang
mempunyai sifat umum. b. Metode deduktif : yaitu kebalikan dari metode induktif, yang berangkat dari peristiwa-peristiwa (fenomena) yang sifatnya umum kemudian ditarik beberapa kesimpulan (fakta-fakta) yang sifatnya khusus.28 c. Metode Komparasi : yaitu metode perpaduan antara pendapat-pendapat para ahli yang ada. G. Sistematika Penulisan Skripsi Untuk memudahkan pemahaman dalam setiap bab dari skripsi ini, maka penulis memberikan gambaran pentahapan uraian yang jelas melalui sistematika skripsi ini, diawali dengan bab pendahuluan yang berisi : 1. Bagian muka Pada bagian ini memuat halaman-halaman : halaman sampul, halaman judul, halaman pengesahan, halaman pernyataan, halaman abstraksi,
27
28
Lexy J Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1999), hlm. 103. Sutrisno Hadi, Metodologi Riset, Jilid I, (Yogyakarta: Andi Ofset, 1997), hlm. 36-42.
14 halaman motto, halaman persembahan, halaman kata pengantar dan halaman daftar isi. 2. Bagian isi Pada bagian isi terdiri dari : BAB I : Pendahuluan Pada bab ini berisi latar belakang masalah, alasan pemilihan judul, penegasan istilah, rumusan masalah, tujuan penelitian, metode penelitian dan sistematika penulisan skripsi. BAB II :
Pendidikan akhlak dalam keluarga Pada bab ini berisi pengertian pendidikan akhlak dalam keluarga, dasar dan tujuan pendidikan akhlak, materi pendidikan akhlak, dan metode pendidikan akhlak.
BAB III : Pembentukan kepribadian anak Pada bab ini berisi pengertian kepribadian dan pembentukan kepribadian anak, aspek-aspek kepribadian, faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan kepribadian anak, pembentukan kepribadian anak. BAB IV : Pendidikan akhlak dalam keluarga sebagai upaya awal pembinaan kepribadian anak Pada bab ini berisi peranan pendidikan akhlak dalam keluarga terhadap pembentukan kepribadian anak yang meliputi peran orang tua dalam pendidikan akhlak terhadap pembentukan kepribadian anak, dan peran saudara dalam pendidikan akhlak terhadap pembentukan kepribadian anak. BAB V : Penutup Pada bab ini berisi kesimpulan, saran dan penutup. 3. Bagian akhir Pada bagian ini berisi tentang daftar pustaka, riwayat pendidikan penulis, lampiran-lampiran.