perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
Manusia sebagai makhluk sosial telah dibekali naluri untuk selalu mengadakan hubungan atau interaksi dengan orang lain. Interaksi tersebut diantaranya dapat diwujudkan dalam kegiatan berbicara, bersalaman, atau bahkan bermusuhan. Soerjono Soekanto (1982: 11) menjelaskan bahwa ”Hubungan dengan sesamanya merupakan suatu kebutuhan bagi setiap manusia, oleh karena itu dengan pemenuhan kebutuhan tersebut, dia akan dapat memenuhi kebutuhankebutuhan lainnya, untuk menjadi anggota suatu kelompok, diakui, dan seterusnya”. Hal tersebut menunjukkan bahwa interaksi dengan orang lain merupakan suatu kebutuhan bagi setiap manusia. Elly M. Setiadi dan Usman Kolip (2011: 64) menjelaskan bahwa ”Interaksi sosial dapat diartikan sebagai hubungan yang dinamis antara individu dan individu, antara individu dan kelompok atau kelompok dan kelompok dalam bentuk kerja sama, persaingan maupun pertikaian”. Hal tersebut dapat dimaknai bahwa interaksi sosial terjadi apabila terdapat hubungan dua orang atau lebih yang dapat menghasilkan kerja sama, persaingan, atau pertikaian. Menurut pendapat Syahrial Syarbaini, A. Rahman, dan Monang Djihado (2002: 23) mengemukakan bahwa ”Interaksi sosial berupa hubungan pengaruh yang tampak dalam pergaulan hidup bersama”. Hal tersebut dapat dimaknai bahwa interaksi sosial merupakan hubungan yang saling mempengaruhi satu sama lain. Interaksi sosial sebagai proses pengaruh mempengaruhi yang menghasilkan hubungan sebagai dasar dalam kehidupan sosial di masyarakat. Sejalan dengan pendapat Bimo Walgito (2003: 65) bahwa: Interaksi sosial adalah hubungan antara individu satu dengan individu lain, individu satu dapat mempengaruhi individu yang lain atau sebaliknya, jadi terdapat adanya hubungan yang saling timbal balik. Hubungan tersebut dapat antara individu dengan individu, individu dengan kelompok, atau kelompok dengan kelompok. commit to user 1
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2 Berkaitan dengan hal tersebut maka interaksi sosial merupakan hubungan timbal balik dan dapat saling mempengaruhi antara individu satu dengan individu yang lain dalam kehidupannya. Hubungan timbal balik antara individu satu dengan individu lain tersebut dapat terjadi akibat adanya kontak dan komunikasi. Kontak dan komunikasi merupakan syarat terjadinya interaksi sosial. Hal tersebut diperkuat oleh pendapat Syahrial Syarbaini, dkk (2002: 23) bahwa ”Interaksi sosial terjadi apabila: 1). ada kontak sosial, dan 2). ada komunikasi”. Kontak sosial merupakan suatu pendekatan fisik dan rohaniah. Kontak sosial dapat bersifat primer (berjumpa face to face) dan dapat bersifat sekunder (berhubungan melalui media komunikasi, baik menggunakan perantara orang, telepon, surat kabar, tv, maupun radio ). Kontak sosial terjadi apabila kedua belah pihak yang mengadakan interaksi sosial menyadari bahwa mereka membutuhkan kerja sama. Berdasarkan penjelasan Idianto M. (2004: 63) bahwa ”Kontak sosial dapat terjadi dalam tiga bentuk yaitu: kontak antar individu, kontak antar kelompok, dan kontak antara individu dan kelompok”. Kontak sosial antar individu misalnya kontak antara siswa dengan guru, kontak sosial antar kelompok misalnya kontak antara dua kesebelasan dalam memperebutkan gelar juara, sedangkan kontak sosial antara individu dan kelompok misalnya antara dai dengan jemaah pengajian. Kontak sosial dapat bersifat positif dan negatif. Kontak sosial yang positif akan menghasilkan interaksi sosial dan mengarah pada terbentuknya kerja sama, sedangkan kontak sosial negatif akan mengarah pada pertentangan atau pertikaian. Dalam interaksi sosial, komunikasi merupakan hal penting sebagai salah satu
syarat
terjadinya
interaksi
sosial.
Komunikasi
merupakan
usaha
menyampaikan informasi kepada manusia lain. Tanpa komunikasi tidak akan mungkin terjadi suatu interaksi sosial dalam masyarakat. Pada umumnya komunikasi dilakukan dengan menggunakan kata-kata (lisan) yang dapat dimengerti oleh kedua belah pihak. Apabila tidak ada bahasa verbal atau katakata yang dapat dimengerti oleh keduanya, maka komunikasi masih dapat commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3 dilakukan dengan menggunakan gerak-gerik badan, menunjukkan sikap tertentu, misalnya tersenyum, menggelengkan kepala, dan mengangkat bahu. Cara seperti ini disebut komunikasi dengan bahasa non-verbal atau bahasa isyarat. Melalui komunikasi, sikap dan perasaan seseorang dapat dipahami oleh pihak lain. Akan tetapi, komunikasi dapat efektif apabila pesan yang disampaikan ditafsirkan sama oleh pihak penerima pesan karena kemampuan berkomunikasi efektif merupakan modal utama di dalam melakukan interaksi sosial. Kontak sosial dan komunikasi yang mendasari terjadinya interaksi sosial merupakan sarana membangun hubungan sosial dengan sesama. Hubungan sosial pada anak akan semakin luas ketika masuk di lingkungan sekolah. Sekolah merupakan tempat bertemunya anak-anak yang berasal dari berbagai lapisan masyarakat dan beragam corak latar belakang keluarga. Di samping keluarga dan masyarakat, sekolah juga berpengaruh dalam perkembangan anak. Sebagaimana dijelaskan oleh Desmita (2009: 187) bahwa: Interaksi dengan guru dan teman sebayanya di sekolah, memberikan peluang besar bagi anak-anak untuk mengembangkan kemampuan kognitif dan keterampilan sosial, memperoleh pengetahuan tentang dunia, serta mengembangkan konsep diri sepanjang masa pertengahan dan akhir masa anak-anak. Hal tersebut mengandung pengertian bahwa interaksi sosial yang terjadi di sekolah mempunyai pengaruh penting bagi perkembangan anak dalam hal kemampuan kognitif dan keterampilan sosial, memperoleh pengetahuan tentang dunia, serta pengembangan konsep diri. Hal tersebut diperkuat oleh pendapat Herawati Mansur (2009: 90) yang memaparkan bahwa ”Perkembangan sosial pada anak sekolah dasar ditandai dengan adanya perluasan hubungan, di samping dengan keluarga anak juga mulai membentuk ikatan baru dengan teman sebaya atau teman sekelas, sehingga ruang gerak hubungan sosialnya telah bertambah luas”. Interaksi di lingkungan sekolah meliputi hubungan yang terjadi antara siswa, guru, dan seluruh komponen yang ada di sekolah. Perkembangan sosial merupakan pencapaian kematangan dalam hubungan sosial. Hal tersebut dapat diartikan bahwa perkembangan sosial sebagai proses belajar untuk menyesuaikan diri dengan norma-norma kelompok, tradisi, dan, commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
4 moral (agama). Pada usia sekolah, anak mulai memiliki kesanggupan dalam menyesuaikan keinginannya sendiri dan kemampuan bekerja sama dengan orang lain terutama teman sebayanya di sekolah. Santrock (2007: 205) mengemukakan bahwa ”Sebaya adalah orang dengan tingkat umur dan kedewasaan yang kira-kira sama”. Pendapat tersebut dapat dimaknai bahwa teman sebaya adalah orang yang memiliki tingkat usia yang kirakira sama. Interaksi sosial dengan teman sebaya merupakan hubungan yang paling sering dilakukan oleh siswa selama berada di lingkungan sekolah, karena siswa lebih banyak terlibat dalam aktivitas dengan siswa lain yang ada di sekolah. Sejalan dengan pendapat Desmita (2009: 224) bahwa ”Seperti halnya dengan masa awal anak-anak, berinteraksi dengan teman sebaya merupakan aktivitas yang banyak menyita waktu anak selama masa pertengahan dan akhir anak-anak”. Selanjutnya, Barker dan Wright (dalam Desmita, 2009: 224) mamaparkan pendapatnya: Mencatat bahwa anak-anak usia 2 tahun menghabiskan 10 % dari waktu siangnya untuk berinteraksi dengan teman sebaya. Pada usia 4 tahun, waktu yang dihabiskan untuk berinteraksi dengan teman sebaya meningkat menjadi 20 %. Sedangkan anak usia 7 tahun hingga 11 meluangkan lebih dari 40 % waktunya untuk berinteraksi dengan teman sebaya. Hal tersebut dapat dimaknai bahwa berinteraksi dengan teman sebaya merupakan aktivitas yang menyita waktu anak selama masa pertengahan dan akhir anak-anak, hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya waktu yang mereka habiskan bersama, terutama di lingkungan sekolah. Anak tidak lagi puas bermain sendirian di rumah atau melakukan kegiatan-kegiatan dengan anggota keluarga. Hal tersebut dikarenakan anak telah memiliki keinginan yang kuat untuk diterima sebagai anggota kelompok, serta merasa tidak puas apabila tidak bersama temantemannya. Interaksi dengan teman sebaya pada anak usia sekolah dasar diwujudkan dalam bentuk aktivitas yang dilakukan bersama-sama, diantaranya berbicara, mendengarkan musik, berangkat ke sekolah bersama, dan bermain. Endang Poerwanti dan Nur Widodo (2002: 99) memaparkan bahwa ”Bermain bagi anak mempunyai peran yang sangat penting untuk perkembangan fisik psikologis dan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
5 sosial anak, sehingga untuk dapat mencapai perkembangan yang optimal anak harus diberi waktu dan kesempatan untuk bermain terutama dengan teman sebaya”. Paparan tersebut dapat dimaknai bahwa perlu memberikan waktu dan kesempatan yang cukup bagi anak untuk bermain dengan teman sebayanya sehingga anak akan mengembangkan berbagai keterampilan dan sosialisasi kepada dunia luar. Kenyataan yang terjadi pada siswa kelas IV di SD Negeri Tlogorejo Temanggung terdapat siswa yang belum mampu melakukan interaksi sosial dengan teman sebayanya di sekolah. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari wali kelas IV terdapat siswa yang masih mengalami hambatan dalam melakukan interaksi sosial dengan teman sebaya. Informasi tersebut diperoleh dari hasil wawancara pada tanggal 20 dan 25 Februari 2013. Indikator siswa yang belum mampu melakukan interaksi sosial dengan teman sebaya diantaranya sering menyendiri, duduk di bangku paling belakang, lebih banyak diam, apabila jam istirahat sering terlihat sendiri, kurang percaya diri dalam melakukan kegiatan di kelas, dan pasif dalam kegiatan belajar. Hal tersebut dikarenakan siswa merasa minder, kurang percaya diri, dan penakut sehingga tidak mau berinteraksi dengan teman sebayanya, dan merasa lebih nyaman apabila sendiri. Selain itu, terdapat siswa pindahan yang masih canggung untuk berinteraksi dengan lingkungan barunya, sehingga cenderung untuk pasif dan senang menyendiri. Siswa yang tidak mampu mengadakan interaksi dengan teman sebayanya di sekolah akan muncul masalah diantaranya kesulitan menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitar, terisolir, dan kehilangan kesempatan untuk bermain dengan temantemannya. Perkembangan sosial pada anak usia sekolah ditandai dengan adanya perluasan hubungan dengan teman sebaya sehingga hubungan sosial dengan dunia luar semakin luas. Endang Poerwanti dan Nur Widodo (2002, 97) mengatakan bahwa ”Masa sekolah yaitu fase antara usia 6 sampai 12 tahun, sering juga disebut masa kanak-kanak akhir atau masa bermain”. Penjelasan tersebut dapat dimaknai bahwa masa sekolah adalah fase antara usia 6 sampai 12 tahun, di mana anak commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
6 mengadakan interaksi sosial melalui kegiatan bermain yang dilakukan dengan teman sebayanya. Santrock (2007: 206) berpandat bahwa ”Ketika anak memasuki sekolah dasar, sifat timbal balik menjadi sangat penting dalam hubungan sebaya. Anakanak bermain, berkelompok, dan membina persahabatan”. Pendapat tersebut mengandung pengertian bahwa pada saat anak memasuki sekolah dasar, hubungan timbal balik terjadi diantara teman sebayanya dalam bentuk kegiatan bermain, berkelompok, dan membina persahabatan. Pada masa sekolah anak-anak menghabiskan lebih banyak waktunya di luar rumah untuk bermain dengan teman-teman daripada terlibat dalam aktivitas lain. Umumnya hubungan sosial dengan teman sebaya pada masa anak usia sekolah terjadi dalam bentuk kegiatan bermain melalui media permainan. Andang Ismail (dalam Suwarjo dan Eva Imania Eliasa, 2010: 3) memaparkan bahwa permainan (games) adalah ”Aktivitas bermain yang dilakukan dalam rangka mencari kesenangan, kepuasan, namun ditandai dengan adanya pencarian “menang-kalah”. Melalui permainan, anak-anak dapat mengekspresikan diri, mengenal orang-orang dan hal-hal yang ada di sekitarnya menjadi lebih akrab, dan belajar untuk berkompetisi. Jadi, permainan bagi anak usia sekolah merupakan bentuk aktivitas yang menyenangkan sebagai bagian dari sarana penghubung dengan dunia luar. Permainan mempunyai arti penting bagi perkembangan anak. Hetherington dan Parke (dalam Desmita, 2009: 141) menyebutkan bahwa: Tiga fungsi permainan, yaitu fungsi kognitif, fungsi sosial, dan fungsi emosi. Salah satu dari fungsi permainan adalah fungsi sosial. Fungsi sosial yang dapat diperolah dari permainan adalah anak belajar memahami peran orang lain dan peran orang dewasa yang diperolah dari interaksi sosial dengan lingkungannya, khususnya interaksi sosial dengan teman sebaya. Berdasarkan penjelasan tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa interaksi sosial dengan teman sebaya pada anak usia sekolah yaitu usia 6 sampai 12 tahun dapat dibangun melalui permainan. Salah satu upaya untuk meningkatkan interaksi sosial dengan teman sebaya pada siswa kelas IV SD Negeri Tlogorejo Temanggung tahun pelajaran 2012/2013 adalah melalui permainan scrabble. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
7 Yusep Nurjatmika (2012: 25) menjelaskan bahwa ”Scrabble merupakan permainan yang banyak manfaatnya, salah satu manfaat dari permainan scrabble adalah kemampuan untuk berhubungan/berinteraksi dengan teman-temannya”. Berdasarkan penjelasan tersebut dapat dimaknai bahwa melalui permainan scrabble dapat membina kemampuan anak dalam melakukan interaksi sosial dengan teman sebayanya. Berdasarkan fenomena tersebut maka peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian eksperimen dengan judul ”Peningkatan Interaksi Sosial dengan Teman Sebaya melalui Permainan Scrabble Pada Siswa Kelas IV SD Negeri Tlogorejo Temanggung Tahun Pelajaran 2012/2013”.
Permasalahan Identifikasi Masalah Berdasarkan pada latar belakang masalah yang telah dipaparkan tersebut, dapat diidentifikasi berbagai permasalahan yaitu sebagai berikut: Terdapat beberapa siswa yang mengalami hambatan dalam melakukan interaksi sosial dengan teman sebaya di sekolah. Beberapa siswa yang mengalami hambatan dalam melakukan interaksi sosial dengan teman sebaya tersebut pada umumnya sering menyendiri, duduk di bangku paling belakang, lebih banyak diam, apabila jam istirahat sering terlihat sendiri, kurang percaya diri dalam melakukan kegiatan di kelas, dan pasif dalam kegiatan belajar sehingga mengalami kesulitan dalam bergaul dan menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
Rumusan Masalah Berdasarkan pada identifikasi masalah di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : Apakah permainan scrabble efektif untuk meningkatkan interaksi sosial dengan teman sebaya pada siswa kelas IV SD Negeri Tlogorejo Temanggung Tahun Pelajaran 2012/2013? commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
8
Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan yang ditemukan, tujuan penelitian ini adalah : ”Untuk mengetahui keefektifan permainan scrabble terhadap peningkatan interaksi sosial dengan teman sebaya pada siswa kelas IV SD Negeri Tlogorejo Temanggung Tahun Pelajaran 2012/2013”.
Manfaat Penelitian Berdasarkan paparan di atas, dikemukakan bahwa manfaat penelitian sebagai berikut: Manfaat Teoritis Manfaat teoritis dari penelitian ini adalah sebagai berikut : Memberikan pemahaman kepada siswa tentang perlunya interaksi sosial dengan teman sebaya. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan pemahaman kepada siswa mengenai interaksi sosial dengan teman sebaya yang dilakukan di sekolah. Memberikan wawasan tentang pengembangan ilmu kepada program studi Bimbingan dan Konseling Manfaat Praktis Manfaat praktis dari penelitian ini adalah sebagai berikut : Membantu siswa agar dapat melakukan interaksi sosial dengan teman sebayanya di lingkungan sekolah. Membantu siswa dalam melakukan interaksi sosial dengan teman sebaya di sekolah melalui permainan scrabble. Diharapkan dapat memberikan wawasan kepada guru bahwa permainan scrabble dapat digunakan untuk meningkatkan interaksi sosial dengan teman sebaya. commit to user