Bab I Pendahuluan A.
Latar Belakang Masalah
Televisi di Indonesia sekarang ini berkembang dengan cukup pesat. Televisi saat ini sudah menjadi sumber informasi dan hiburan yang utama bagi sebagian masyarakat Indonesia. Stasiun televisi sekarang ini memiliki prospek bisnis yang cukup cerah dan dipandang sebagai suatu bisnis yang menggiurkan bagi para pemilik modal. Bisnis stasiun televisi sekarang ini dikatakan cukup menjanjikan karena sekarang ini para pengiklan lebih memilih mengiklankan produknya di televisi, dan dari sinilah penghasilan terbesar sebuah televisi. Maka dari itu, stasiun televisi bisa dikatakan sebagai bisnis yang menjanjikan. Karenanya, para pemilik modal mulai bersaing untuk mendirikan stasiun televisi dengan harapan mendapat keuntungan sebesar-besarnya dalam bisnis yang dijalankannya tersebut. Sekarang ini, keberadaan stasiun televisi lokal di daerah-daerah di Indonesia sudah semakin menjamur. Hampir setiap daerah memiliki stasiun televisi lokalnya masing-masing. Hal ini juga di dukung dengan adanya Undang-Undang Penyiaran nomor 32 tahun 2003 pasal 13 ayat (2), yang menyebutkan ada empat lembaga penyiaran yang diakui oleh pemerintah, yaitu lembaga penyiaran publik, lembaga penyiaran swasta, lembaga penyiaran komunitas, dan lembaga penyiaran berlangganan. Televisi lokal yang hadir dengan spirit otonomi daerah, pada mulanya sangat dirasakan dampak kehadirannya sebagai warna baru dunia penyiaran tanah air. Berbagai daerah selama ini disadari oleh para pelaku industri televisi kurang optimal diangkat dalam wujud audio visual. Sehingga kehadiran televisi lokal, menjadi solusi penting untuk hal tersebut. Dibungkus dengan kemasan lokal yang kental, televisi lokal selalu berupaya mempersembahkan yang terbaik bagi masyarakat dengan muatan lokal yang berbeda-beda. Menurut Tri Nugroho, yang
1
dimaksud dengan muatan lokal adalah isi, emosi pemirsa, psikografi, demografi serta dekorasi, dengan acara yang cukup khas atau kental dengan isi dan budaya antar daerah di mana stasiun televisi lokal berada. Terkait dengan peran media lokal dengan identitas lokal ini menarik kita kutipkan pendapat dari Fernando Delgado (dalam Lusting&Koester,2003:145) bahwa beberapa aspek identitas kultural seseorang bisa ‘dibangkitkan’ (activated) tidak saja melalui pengalaman langsung melainkan juga melalui reportase media. Salah satu persoalan dalam dunia pertelevisian khususnya yang dialami oleh televisi lokal adalah bagaimana agar mampu bertahan hidup dalam iklim persaingan yang semakin ketat di saat banyak bermunculannya televisi lokal, juga tetap eksisnya televisi yang bersiaran secara nasional. Tak dapat di pungkiri, iklan adalah salah satu sumber pendapatan terbesar bagi televisi lokal masih harus diperebutkan baik ditingkat pusat maupun daerah. Sebab hingga saat ini mayoritas pengiklan dan agency periklanan berada di pusat (Jakarta). Jadi untuk menutupi persaingan iklan di tingkat pusat, tentunya televisi lokal harus mengoptimalkan perolehan iklan daerah. Walaupun dengan skala kecil, namun iklan daerah/lokal akan sangat berarti bagi televisi lokal. Juga termasuk sponsorship yang ada di daerah, dengan pertimbangan dapat menjadi sponsor dalam beberapa program acara utama televisi lokal. Beberapa TV lokal mencoba menggandeng sponsor iklan tertentu demi bisa terus bertahan, dengan konsekuensi kualitas programnya diperbaiki. Untuk menghasilkan kualitas program yang baik tentu diperlukan biaya produksi yang cukup tinggi pula, hal inilah yang kadang menimbulkan dilema bagi TV lokal. Beberapa TV lokal mencoba menggandeng TV lain untuk bekerjasama sehingga dapat meringankan biaya operasional mereka. Seperti RBTV di Jogja dan TVB di Semarang yang menggandeng Kompas TV untuk menjadi content provider mereka. Kerjasama RBTV dan TVB dengan Kompas TV ini membuat RBTV dan TVB masih bisa hidup sampai sekarang ini. Kompas TV hanya memasok program acara untuk TV lokal yang mereka ajak bekerjasama.
2
Berbeda dengan pola kerjasama yang dilakukan Kompas TV dengan RBTV atau TVB yang hanya sekedar sebagai pemasok program acara, iNews TV menerapkan pola kerjasama berjaringan. iNews TV merupakan jaringan televisi terbesar di Indonesia, karena sudah menjangkau banyak daerah di Indonesia. iNews TV merupakan sidekick dari MNC (Media Nusantara Citra) Group yang salah satu usahanya bergerak dibidang manajemen bisnis untuk mengelola, membuat dan/atau melakukan kerjasama teknik dan program acara yang didirikan oleh kelompok perusahaan media terbesar di Indonesia. Pola kerjasama seperti ini bukannya tidak mengandung masalah, menurut Uki Hastama dalam Agung Mumpuni (2011), kondisi penyiaran di Indonesia saat ini diwarnai dengan perburuan dan persaingan membeli stasiun televisi lokal. Beberapa diantaranya kelompok Kompas Gramedia yang membuat Kompas TV dan Media Nusantara Citra (MNC) yang membuat jaringan iNews TV, yang sebelumnya adalah jaringan Sindo TV. Televisi lokal dengan kondisi seperti apapun, pasti akan diincar oleh televisi-televisi nasional berjaringan. Hal ini membuat pemodal media dapat menguasai beberapa stasiun televisi swasta di daerah. Televisi berjaringan ini menawarkan sebuah konsep kerjasama yang akhirnya malah menguasai sebagian besar saham dari stasiun televisi swasta di daerah. Kondisi ini tentunya mengingkari semangat diversity of ownership dan diversity of content serta nantinya akan mengancam demokrasi penyiaran di Indonesia. Menurut Agung Mumpuni (2011) meski sudah ada regulasi tentang kepemilikan saham anggota stasiun jaringan terhadap induk jaringan, namun tetap saja secara garis besar kepemilikan berpusat pada beberapa orang saja. Para konglomerat media bisa dengan mudah memanfaatkan jaringan medianya untuk kepentingan mereka pribadi. Apalagi para pemilik modal memiliki kepentingan dalam kehidupan politik Indonesia. Selain itu, kemungkinan besar jajaran manajemen yang menduduki posisi penting dalam stasiun anggota jaringan merupakan bagian dari manajemen stasiun televisi induk jaringan. Sehingga, harapan bahwa kehadiran stasiun televisi jaringan dapat menampung sumber daya
3
lokal, meningkatkan bisnis daerah, dan tumbuhnya industri kreatif di daerah tidak akan terwujud. Hal yang sama dilakukan oleh MNC Group dengan Sindo TV-nya, PT Media Nusantara Citra dapat menguasai sebagian besar saham dari televisi lokal di daerah. Sindo TV dapat memiliki mayoritas saham dari stasiun televisi lokal tersebut dan yang bahaya dari pola ini adalah televisi lokal di daerah dapat diakuisisi oleh induk jaringan, dalam hal ini adalah Sindo TV, dan tidak akan ada lagi konsep kerjasama berjaringan. Hal ini benar terjadi ketika akhirnya Sindo TV berganti nama menjadi iNews TV, keberadaan stasiun televisi lokal sebelumnya (Pro TV) menjadi benar-benar terakuisisi dan hilang menjadi iNews TV Semarang. Hal inilah yang menarik dari iNews TV Semarang, yang dapat menghilangkan eksistensi Pro TV, tidak seperti Banyumas TV yang sebelumnya juga berjaringan dengan Sindo TV, Banyumas TV masih bisa eksis sampai saat ini, dan tidak berjaringan dengan grup MNC kembali. Bagaimana bisa akhirnya Pro TV diakuisisi oleh jaringan iNews TV inilah yang menarik dari kasus iNews TV Semarang. Keberadaan iNews TV Semarang di Kota Semarang juga memudahkan peneliti yang juga merupakan masyarakat Kota Semarang untuk melakukan penelitian. Hal ini bisa lebih memperdalam dan menggali lebih jauh tentang objek yang akan diteliti karena peneliti sudah mengetahui demografi dan kultur warga Semarang. Konsep stasiun televisi berjaringan ini merupakan konsep yang baru di Indonesia dan sangat menarik untuk dicermati sejauh mana konsep ini dapat berjalan di Indonesia ini. Selain itu, penulis juga ingin melihat bagaimanakah diversity of content yang ada di iNews TV. Penulis juga ingin melihat bagaimana diversity of ownership yang dijalankan oleh jaringan TV tersebut. Apakah iNews TV pusat selalu ikut campur dalam setiap pembuatan program acara dari iNews TV Semarang. Apakah sistem kerjasama seperti ini juga akan mengancam demokrasi penyiaran di Indonesia?
4
B.
Rumusan Masalah
Bagaimanakah pola kerjasama berjaringan yang dilakukan oleh iNews TV?
C.
Tujuan Penelitian
Mengetahui pola kerjasama yang dilakukan oleh iNews TV.
D.
Manfaat Penelitian
1. Menunjukkan hubungan antara iNews TV Semarang dengan induk jaringan iNews TV Jakarta 2. Menambah pengetahuan tentang dunia pertelevisian
E.
Kerangka Pemikiran
1. Televisi Lokal dan Televisi Berjaringan 1.1. Televisi Lokal Dalam penelitiannya, Hadi (2005:36) menyatakan bahwa penyiaran lokal adalah sistem penyiaran yang dilakukan dengan segala aspek penyiaran sebagaimana pada umumnya, baik dioperasikan secara independen atau pun menjadi bagian dari penyiaran jaringan, yang dapat didirikan di daerah tertentu dengan wilayah jangkauan siaran terbatas pada lokasi dimana ia berada. Televisi lokal adalah stasiun penyiaran yang memiliki wilayah siaran terkecil yang mencakup satu wilayah kota atau kabupaten. Pada undang-undang penyiaran tahun 2002 hanya disebutkan dua ciri dari penyiaran lokal, yang terdapat di pasal 31(5-6) yaitu jangkauan penyiaran yang terbatas pada suatu daerah tertentu, dan sumber permodalan dan pengelolaan yang diutamakan pada masyarakat setempat.
5
Tidak ada definisi yang jelas dari undang-undang penyiaran tahun 2002 tentang televisi lokal yang saat ini sudah tumbuh di berbagai daerah di Indonesia. Justru di undang-undang yang lama, yaitu undang-undang penyiaran tahun 1997, yang sebenarnya sudah tidak berlaku lagi dijelaskan definisi tentang siaran lokal, yaitu pada pasal 1(9) yang bunyinya: “siaran lokal adalah siaran yang dipancarkan dengan wilayah jangkauan siaran meliputi daerah disekitar tempat kedudukan lembaga penyiaran atau wilayah kabupaten/kotamadya.”
Kemunculan televisi lokal di Indonesia, merupakan sebuah bukti suksesnya otonomi daerah dalam mengoptimalkan peran institusi lokal nonpemerintah. Pada era otonomi daerah, peran media masa sangat penting, maka dari itu kemunculan televisi lokal yang khusus dikelola setiap daerah merupakan sebuah kemajuan. Dengan kemunculan televisi lokal ini, pemerintah daerah jadi lebih mudah untuk memenuhi kebutuhan masyarakatnya dalam hal informasi maupun hiburan.
1.2. Televisi Berjaringan Ashadi siregar (2001), secara umum menjelaskan bahwa siaran berjaringan adalah sistem pemasokan siaran secara sentral kepada sejumlah stasiun penyiaran. Tentang sistem penyiaran jaringan, Ashadi Siregar menjelaskan sebagai adanya suatu stasiun induk dengan sejumlah stasiun lokal sebagai periferal dalam penyiaran. Hubungan stasiun induk dengan stasiun lokal berupa kepemilikan penuh atau kepemilikan saham dan bersifat terkait dalam pemasokan program. Secara umum sistem stasiun berjaringan dapat dipahami sebagai sejumlah stasiun penyiaran yang saling berhubungan untuk dapat menyirkan program yang sama secara serentak. Dengan kata lain stasiun berjaringan adalah pola kerja sama atau bergabungnya beberapa stasiun penyiaran untuk dapat menayangkan program bersama-sama sehingga membentuk jangkauan siaran yang lebih luas.
6
Menurut Morissan (2008) dalam sistem berjaringan perlu dipahami bahwa terdapat dua pihak yang terlibat yaitu stasiun jaringan atau disebut juga stasiun induk yaitu stasiun yang menyadiakan program. Stasiun jaringan pada dasarnya tidak memiliki wilayah siaran, sehingga stasiun jaringan tidak dapat menyiarkan programnya tanpa bekerja sama dengan stasiun lokal yang memiliki wilayah siar. Selain stasiun jaringan ada juga stasiun afiliasi atau anggota jaringan yang terdiri dari stasiun lokal independen dan stasiun lokal afiliasi, yaitu stasiun lokal yang bekerja sama dengan stasiun induk untuk menyiarkan program dari stasiun induk di wilayah siarnya. Meskipun demikian, untuk dapat disebut jaringan juga terdapat jumlah minimal stasiun penyiaran yang ingin bergabung untuk membentuk suatu jaringan penyiaran. Seperti yang dikatakan Head dan Sterling (1987), jumlah minimal harus dipenuhi dan diakui secara hukum. Setiap negara memiliki ketentuan yang berbeda-beda dalam jumlah minimal stasiun penyiaran jaringan. Di Amerika Serikat, anggota jaringan paling sedikit terdiri dari 25 stasiun penyiaran. Selain minimal terdiri dari 25 stasiun penyiaran, FCC (Federal Communication Commision) sebagai pihak yang berwenang dalam bidang penyiaran di AS mewajibkan durasi program siaran minimal 15 jam per minggu di 10 wilayah negara bagian. Willis dan Aldrige (1992) menambahkan bahwa sebuah stasiun jaringan harus menyiarkan programnya secara serentak kepada seluruh stasiun afiliasinya. Jadi, sistem jaringan tidak terjadi apabila suatu stasiun afiliasi menyiarkan program acara secara tunda atau merekam dahulu baru menyiarkannya. Menurut John Vivian (2002), kerjasama jaringan merupakan sebuah aset dari stasiun lokal. Program yang ditawarkan oleh induk jaringan memiliki kualitas yang tidak dapat diproduksi sendiri oleh televisi lokal. Dengan kualitas program yang tinggi dari stasiun jaringan, dapat menarik lebih banyak lagi pemirsa daripada jika mereka menampilkan program mereka sendiri. Pemirsa yang bertambah dapat meningkatkan pendapatan dari iklan lokal, dalam enam sampai delapan menit per jam dari induk jaringan yang akan diberikan pada anggota jaringan untuk mengisinya. Stasiun juga mendapatkan keuntungan secara
7
langsung dari anggota jaringan. Induk jaringan berbagi pendapatan dari iklan dengan anggota jaringan, tiap anggota jaringan masing-masing mendapat 30 persen dari iklan lokal untuk waktu yang induk jaringan jual, dan diambil oleh iklan. Secara khusus, hampir 10 persen pendapatan stasiun televisi di Amerika berasal dari jaringan. Jaringan memerlukan anggota jaringan untuk menampilkan beberapa program dari jaringan, yang dapat menjamin pengiklan mendapatkan banyak pemirsa.
2. Kerjasama Induk Jaringan dan Anggota Jaringan Lembaga penyiaran yang telah bersepakat untuk melakukan sistem stasiun jaringan membuat bentuk kerjasama dalam perjanjian tertulis. Perjanjian kerjasama tersebut diantaranya memuat hal-hal seperti berikut: (1) penetapan stasiun induk jaringan dan anggota jaringan, (2) program siaran yang akan direlai, (3) persentase durasi relai siaran dari seluruh waktu siaran per hari, (4) persentase durasi siaran lokal dari seluruh siaran lokal per hari, dan (5) penentuan alokasi waktu (timeslot) siaran untuk siaran lokal. Perjanjian kerjasama tersebut kemudian diajukan oleh induk jaringan kepada menteri untuk mendapat persetujuan. Induk jaringan bertanggung jawab atas materi siaran yang disusun dalam sebuah programming grid. Selain itu juga, induk jaringan mengatur branding untuk anggota jaringan, brand lokal tetaplah menjadi brand lokal, tidak harus diubah menggunakan nama induk jaringan. Sedangkan untuk share profit, ditentukan kesepakatan keduabelah pihak. Sumber daya lokal menjadi prioritas dalam susunan sumberdaya manusia di anggota jaringan. Menurut Agung Mumpuni (2011), pengaturan aliran keuangan dari sumber yang berbeda-beda (dari aggota jaringan), secara proporsional ditetapkan sesuai peran masing-masing. Sedangkan, penetapan jenis program dilakukan berdasar strategi sales dan programming masing-masing anggota jaringan. Untuk iklan, muncul pada commercial break pada saat acara, atau yang biasa disebut sela jam tayang, yang disediakan oleh anggota jaringan untuk diberikan pada alokasi dari
8
iklan induk jaringan. Misalkan, Pro TV yang sedang menayangkan acaranya akan mendapat alokasi iklan yang direlai dari Sindo TV. 2.1. Kepemilikan Jaringan Permen Kominfo No. 32 tahun 2007 tentang penyesuaian penerapan lembaga sistem stasiun jaringan (SSJ) lembaga penyiaran televisi, menyebutkan bahwa SSJ terdiri atas lembaga penyiaran swasta induk jaringan dan lembaga penyiaran swasta anggota stasiun jaringan. Lembaga penyiaran swasta yang bertindak sebagai koordinator dimana siarannya direlai oleh lembaga penyiaran swasta anggota stasiun jaringan dan sistem stasiun jaringan. Peraturan SSJ bukan berarti semua televisi nasional harus menjadi televisi lokal. Televisi nasional bisa bekerjasama dengan televisi lokal yang sudah. Bisa juga televisi lokal bergabung dengan sesama televisi lokal yang penting ada kerjasama yang jelas antara induk jaringan dengan anggota jaringan. Tujuan utama penataan infrastruktur penyiaran sebagaimana diatur dalam ketentuan tentang pembatasan kepemilikan, jangkauan siar, stasiun lokal, dan SSJ pada dasarnya untuk mengkondisikan agar isi siaran bisa dikontrol sesuai dengan norma-norma hukum dan norma sosial lainnya. Ketentuan tentang pembatasan kepemilikan dan jangkauan siaran misalnya, adalah sebuah langkah untuk mengkondisikan agar lembaga penyiaran tidak melakukan monopoli siaran, agar isi siaran tetap terjaga dari kemungkinan adanya monopoli informasi.
2.2. Muatan Lokal Ketentuan tentang SSJ dimaksudkan untuk memberikan ruang bagi siaran yang bermuatan lokal. Infrastruktur disusun sedemikan rupa dalam SSJ agar siaran daerah dapat dilaksanakan dan diawasi dengan sebaik mungkin. Untuk menghasilkan isi siaran yang proporsional harus ada sebuah aturan yang jelas dan juga lembaga penyiaran harus sehat. Maksudnya disini adalah, jika lembaga penyiaran hanya dimiliki oleh segelintir orang saja maka lembaga penyiaran juga akan melayani kebutuhan segelintir orang tersebut saja. Jika pemilik adalah orang 9
Jakarta, maka akan sangat sulit untuk siaran daerah mendapat porsi yang cukup dalam siaran nasional yang berjaringan. Maka dari itu dibuatlah beberapa aturan tentang kepemilikan lokal seperti pada UU No 32 Tahun 2002, PP No 50 Tahun 2005, dan Permen 43 Tahun 2009. Ada beberapa alasan mengapa lembaga penyiaran swasta harus menyiarkan acara bermuatan daerah menurut Agung Mumpuni (2011), Pertama, secara ideal siaran televisi harus mencerminkan suatu keragaman isi siaran. Keragaman isi siaran bisa berarti politis bahwa harus ada jaminan isi siaran tidak dimonopoli oleh kelompok tertentu. Semua kelompok harus memiliki akses untuk bersiaran dalam media penyiaran. Kedua, dilihat dari realitas masyarakat Indonesia yang memiliki beraneka ragam budaya, sangat wajar apabila lembaga penyiarannya menghargai keragaman budaya tersebut bukan hanya budaya dari Jakarta. Ketiga, penyiaran Indonesia telah memiliki tradisi dalam sebuah SSJ meski model dan bentuknya bisa bervariasi sejak jaman penjajahan Belanda sampai orde baru. Inti dari SSJ adalah adanya keseimbangan antara pusat dengan daerah dalam sebuah siaran nasional.
3.
Pola kerja sama Antarstasiun Televisi
Dalam kerjasama antarstasiun televisi terdapat dua pihak yang saling bekerjasama, yaitu induk jaringan dan anggota jaringan. Pola kerja sama dalam sistem siaran televisi berjaringan ini ada dua macam, yang pertama yaitu jaringan afiliasi program. Dalam jaringan afiliasi program antara stasiun jaringan dan stasiun anggota jaringan memiliki suatu kesepakatan, keduanya diikat melalui sebuah kontrak kerja sama. Kerja sama antara stasiun jaringan dan anggota jaringan biasanya berupa pemasokan program. Sebuah stasiun anggota jaringan bisa memiliki beberapa stasiun jaringan. Pola kerja sama yang kedua adalah jaringan kepemilikan dan operasional. Dalam pola ini antara stasiun jaringan dan stasiun anggota jaringan berada pada sebuah perusahaan yang sama. Sehingga stasiun anggota jaringan hanya bisa 10
memiliki satu stasiun jaringan. Untuk lebih lengkapnya bisa dilihat dalam penjelasan dibawah ini.
3.1. Jaringan Afiliasi Program Menurut penelitian Harinawati (2011), jaringan afiliasi program adalah sebuah pola kerjasama antarstasiun dimana stasiun anggota jaringan tidak dimiliki oleh stasiun induknya. kerja sama yang dibangun berdasarkan kesepakatan antara kedua belah pihak, misalnya dalam distribusi program saja. Dalam model ini stasiun induk dinamakan jaringan dan stasiun anggota jaringan dinamakan afiliasi. Karena pada umumnya afiliasi ini merupakan stasiun televisi lokal yang independen maka, sumber daya manusia dalam afiliasi ini juga berasal dari daerah tersebut. Maka dari itu, perbedaan wilayah akan membuat sebuah wilayah mendapat proporsi audiens yang lebih besar dari wilayah lain. Stasiun jaringan dan afiliasi diikat oleh sebuah kontrak kerja sama yang disebut affiliation contract atau affiliation agreement (Head and Sterling, 1987:334). Dalam kontrak antara stasiun jaringan dan afiliasinya disebutkan hak dan kewajiban masing-masing pihak, misalnya masing-masing berhak untuk menggunkan
branding
stasiunnya
sendiri.
Afiliasi
juga
diperbolehkan
menentukan jumlah stasiun induk yang akan berjaringan dengannya, kecuali hal tersebut diatur dalam kesepakatan induk jaringan dengan afiliasi. Dalam hal manajemen pengelolaannya pun, afiliasi diberi hak untuk mengatur mekanisme internalnya sendiri sesuai dengan yang sudah ditetapkan manajemen stasiunnya. Tidak ada share modal maupun profit dalam model ini. Satu-satunya dana yang mengalir dari induk jaringan kepada afiliasi yaitu kompensasi dari program induk yang ditayangkan oleh afiliasi. Selain itu juga berupa “sela” jam tayang program induk yang dapat digunakan untuk iklan afiliasi. Sela jam tayang merupakan waktu yang tersedia yang biasanya digunakan untuk iklan dalam sebuah program stasiun televisi. Sela jam tayang inilah yang digunakan oleh afiliasi untuk mendapatkan dana dari iklan-iklan lokal.
11
Dalam UU no. 32 tahun 2002 disebutkan bahwa televisi swasta dapat menjalin kerja sama relai sebagian isi siaran dengan televisi lokal kecuali karena ada program-program tertentu yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat luas. kerja sama relai isi siaran hanya mencakup 40 % dari total durasi siaran televisi swasta. 3.2. Jaringan Kepemilikan dan Operasional Dalam penelitiannya, Harinawati (2011) pola jaringan kepemilikan dan operasional adalah, suatu pola kerjasama antarstasiun dimana stasiun anggota jaringan dimiliki oleh stasiun induk dan merupakan bagian dari stasiun induk tersebut. Dalam pola hubungan ini yang disebut O&O station (owned & operated station) adalah stasiun anggota jaringan, jadi stasiun O&O merupakan milik dari stasiun jaringan yang pada umumnya menggunakan nama stasiun jaringan diikuti dengan tanda O&O. Pada model ini kedua pihak stasiun, stasiun induk dan lokal, berada dalam satu perusahaan yang sama, dengan demikian sistem ini bukan hanya mendistribusikan program dari jaringan kepada anggotanya tetapi berkaitan dengan manajemen, kepemilikan, dan operasional stasiun lokal. Pada umumnya, stasiun induk dapat memiliki beberapa stasiun O&O tergantung regulasi yang berlaku, tetapi stasiun O&O hanya boleh berjaringan dengan satu stasiun induk saja. Jika terpaksa berjaringan dengan stasiun induk lain, dikhususkan hanya pasokan program. Stasiun induk juga berhak melepaskan stasiun O&O atau memberikannya kepada stasiun induk lain. Perbedaan hubungan antara stasiun induk dengan stasiun lokal pada sistem jaringan afiliasi dan sistem jaringan kepemilikan dan operasional dapat dilihat melalui tabel dibawah ini: Tabel 1.1. Karakteristik pola kerja sama siaran televisi berjaringan. Elemen Kepemilikan
Jaringan Afiliasi Stasiun independen
Jaringan Kepemilikan dan Operasional Dimiliki oleh stasiun
12
induk Kesepakatan
Affiliation agreement
Tidak mutlak ada
Isi kerja sama
Distribusi program
Distribusi Program; Manajemen
Branding
Independen
Sesuai stasiun induk
Jumlah jaringan
Bebas terbatas
Hanya satu stasiun induk dan stasiun lainnya untuk pemasok program saja
Manajemen
Independen
Sesuai stasiun induk
Human resource
Independen
Berasal dari jaringan induk
Share modal/profit
Berdasar kesepakatan/kontrak
Sesuai manajemen stasiun induk
Sumber: Head & Starling (1987) Antar induk jaringan dengan anggota biasanya dijalin melalui franchise. Mengacu pada konsep franchise yang dikemukakan International Franchise Assosiation (IFA), franchise adalah suatu strategi pengembangan secara komersial, berdasar kerja sama yang erat dan berkesinambungan antara perusahaan baik secara hukum maupun finansial yang independen antara induk jaringan dengan anggotanya. Hubungan yang dijalin dalam sistem siaran berjaringan antara induk dan anggota jaringannya dengan televisi-televisi lokal dan keluasan cakupan wilayah siar seringkali dianggap potensial bagi demokratisasi. Namun pada praktiknya sistem stasiun berjaringan justru lebih kental dengan tujuan politis maupun ekonomisnya.
F. Kerangka Konsep Dari penjabaran kerangka pemikiran diatas dapat dilihat bahwa dalam sebuah kerjasama berjaringan terdapat dua stasiun televisi swasta yang membentuk sebuah jaringan. Stasiun swasta nasional, yang mendistribusikan
13
program acaranya dan yang bertindak sebagai koordinator disebut sebagai induk jaringan. Sedangkan stasiun swasta lokal yang merelai program acara dari induk jaringan disebut sebagai anggota jaringan. Mengacu pada yang dikatakan Kartika Bayu Primasanti dalam penelitiannya (2008), ada beberapa karakteristik yang dapat dikaji dan digunakan dalam penelitian ini, yaitu: 1.
Dibangun oleh dua elemen sistem, yakni induk jaringan dan anggota jaringan.
2.
Ada hubungan “tertentu” antara induk dan anggota jaringan.
3.
Ada kompensasi yang diterima masing-masing pihak.
4.
Memiliki khalayak secara lokal.
5.
Dikelola sesuai prinsip yang telah disepakati.
6.
Bukan merupakan sistem jaringan kabel atau cable networking system.
Aspek-aspek seperti yang dijelaskan pada tabel 1.1 merupakan elemen pembentuk sistem berjaringan tersebut. Aspek-aspek inilah yang akan digunakan sebagai elemen analisis penelitian terhadap sistem siaran berjaringan. Riset ini akan memberikan penekanan pada aspek kerjasama yang dilakukan antara induk jaringan dengan anggota jaringan. Dalam analisisnya, akan mencakup beberapa elemen yang akan diteliti, yaitu: aspek kepemilikan yang berkaitan dengan model siaran berjaringan seperti apa yang digunakan; aspek kesepakatan dan isi kerjasama yang meliputi tujuan berjaringan serta hak dan kewajiban apa saja yang dimiliki oleh induk dan anggota jaringan; human resource meliputi distribusi SDM; dan aspek share modal/profit.
G. Metodologi 1.
Pendekatan Penelitian
Dalam penelitian ini penulis akan menggunakan metode studi kasus untuk menganalisa permasalahan yang terjadi. Metode studi kasus (case study) adalah salah satu jenis metode penelitian kualitatif dengan cara meneliti “suatu sistem yang terikat” atau “suatu kasus/beragam kasus” dari waktu ke waktu melalui
14
pengumpulan data secara mendalam dan melibatkan berbagai sumber-sumber informasi yang beragam. Data-data yang diperoleh untuk studi kasus dapat diambil dari apa saja dan dari semua pihak yang bersangkutan. Maka sering kita kenal dengan istilah “dari berbagai sumber”. “Sistem terikat” yang dimaksud di sini merupakan unsur-unsur terkait yang diikat oleh waktu dan tempat. Sedangkan “kasus” dapat dikaji melalui program, peristiwa, aktivitas individu.
Jadi, studi kasus merupakan penggalian suatu
fenomena tertentu (kasus) dalam suatu waktu dan kegiatan (program, proses, individu, institusi atau kelompok sosial) serta mengumpulkan informasi secara terinci dan mendalam dengan menggunakan berbagai prosedur pengumpulan data selama periode tertentu. Penelitian studi kasus memiliki subjek yang relatif terbatas, namun variabelvariabel dan fokus yang diteliti sangat luas dimensinya. Pada akhirnya, studi kasus dimaksudkan untuk mempelajari secara intensif tentang latar belakang masalah keadaan dan posisi suatu peristiwa yang sedang berlangsung saat ini, serta interaksi lingkungan unit sosial tertentu yang bersifat apa adanya (given). Karena subjek yang relatif terbatas itulah, studi kasus merupakan metode untuk mempelajari sedalam-dalamnya sebuah objek atau fenomena tertentu. Tujuan studi kasus adalah memberikan gambaran secara mendetail tentang latar belakang, sifat maupun karakter yang khas dari suatu kasus. Studi kasus sangat memungkinkan untuk mengetahui apa, bagaimana, dan mengapa suatu kasus terjadi. Rencananya, penulis akan mengumpulkan data penelitian dengan data primer dan sekunder. Data primer merupakan data yang diperoleh secara langsung dari subjek penelitian di lapangan baik melalui proses wawancara dari narasumber, proses pengamatan, maupun berinteraksi langsung dengan objek penelitian. Sedangkan data sekunder merupakan data yang diperoleh dari sumber kedua selain data lapangan seperti data literatur buku, internet, dan hasil penelitian sebelumnya. Data sekunder ini digunakan sebagai pelengkap data primer.
15
2. Obyek Penelitian Berdasar rumusan masalah yang ada, maka obyek penelitian dari penelitian dari penelitian ini adalah, manajemen dari iNews TV Semarang. Penelitian akan difokuskan pada bagaimana manajemen iNews TV Semarang mengelola dan melakukan kerjasama dengan iNews TV Jakarta. Studi kasus digunakan untuk meneliti fenomena-fenomena yang bersifat unik. Maka dari itu, metode studi kasus dirasa cocok dalam penelitian ini. Fenomena kerja sama televisi lokal dengan televisi berjaringan nasional di Indonesia masih sangat terbatas. Masih belum ada televisi berjaringan nasional lain yang melakukan kerja sama seperti yang dilakukan oleh iNews TV dengan anggota jaringannya.
3. Teknik Pengumpulan Data Dalam sebuah penelitian dengan metode studi kasus, ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk melakukan pengumpulan data. Pada dasarnya data dalam sebuah penelitian studi kasus bisa didapat dari enam sumber bukti yaitu dokumen, rekaman arsip, wawancara, observasi langsung, observasi partisipan, dan perangkat fisik. Berikut teknik yang akan digunakan penulis dalam penelitian ini: a.
Observasi
Menurut Sutrisno Hadi dalam Sugiyono (2011) observasi merupakan suatu proses yang kompleks, suatu proses yang tersusun dari pelbagai proses biologis dan psikhologis. Jadi metode ini diterapkan untuk memperoleh hal-hal yang terkait dengan objek yang bersifat nyata. Datang ke lapangan diperlukan untuk menemukan secara lengkap kondisi yang ada. Bukti observasi bermanfaat untuk memberikan informasi tambahan tentang topik yang akan diteliti. Observasi suatu lingkungan sosial atau unit organisasi akan menambah dimensi baru untuk pemahaman konteks maupun fenomena yang akan diteliti (Yin, 2002:113). 16
Peneliti akan meneliti dan mengamati kegiatan dalam iNews TV Semarang yang berkantor di Semarang. Observasi dilakukan dengan melihat langsung polapola kerja sama yang dilakukan oleh iNews TV Semarang dengan iNews TV Jakarta. Sebagai pengamat, peneliti akan melihat langsung fenomena yang terjadi di dalam organisasi tanpa ikut campur tangan atau masuk ke dalam sistem yang ada. Diharapkan data yang diperoleh berupa dokumentasi visual dan tertulis. b.
Wawancara
Wawancara dilakukan untuk memperoleh pengetahuan secara mendalam. Data studi kasus dapat diperoleh tidak saja dari kasus yang diteliti, tetapi juga dari semua pihak yang mengetahui dan mengenal kasus tersebut dengan baik. Wawancara akan dilakukan kepada staf yang mengurusi kerja sama antar kedua stasiun televisi ini. Dalam wawancara dibutuhkan informan yang menguasai masalah yang sedang diteliti. No.
Narasumber
Jadwal Wawancara
1.
Kepala Biro iNews TV Semarang
17 Juni 2015
2.
Kepala Biro iNews TV Semarang
24 Agustus 2015
c.
Studi pustaka
Mencari literatur sebagai data pembanding yang didapatkan dari berbagai sumber kepustakaan untuk memperoleh teori-teori dan mempelajari peraturanperaturan yang berhubungan dengan penulisan dan menunjang keabsahan data yang diperoleh di lapangan. Metode ini dapat juga diartikan pengumpulan data dengan mempelajari literatur-literatur sehingga dijamin keakuratan datanya (Surakhmad 1982: 41). Data yang bersumber dari kepustakaan memberikan tambahan pengetahuan dan dapat memberikan pedoman untuk mencari data-data tambahan yang berhubungan dengan pola kerja sama berjaringan dalam iNews TV Semarang.
17
4. Teknik Analisis Data Penelitian ini menggunakan teknik analisis data pembuatan eksplanasi. Seperti yang diungkapan Yin, tujuan teknik analsis data pembuatan eksplanasi ini adalah menganalisis data studi kasus dengan cara membuat suatu eksplanasi tentang kasus yang bersangkutan. Dari data yang sudah didapatkan baik itu dari observasi, wawancara, maupun studi pustaka, selanjutnya dilakukan analisis data. Analisis data merupakan kegiatan pengolahan data hasil penelitian menjadi informasi yang didapatkan untuk pengambilan kesimpulan. Peneliti akan melakukan beberapa kegiatan dalam proses analisis data ini, yaitu: a. Pengorganisasian data. Pada tahap ini, semua data yang terkumpul disusun secara sistematis dan kronologis agar memudahkan dalam membaca data dan penarikan kesimpulan. b. Pengkategorian data yang diperoleh. Dalam tahap ini, data yang sudah disusun akan dikelompokkan dan dibuat kategori. c. Mengintepretasikan data. Membaca data dan mencoba memahami arti dari data serta mencari hubungan antara data yang tersaji dengan masalah yang sedang ditelti. d. Identifikasi pola. Menemukan hal-hal penting dari hasil membaca data serta melakukan identifikasi pola yang muncul sehingga kita mengerti kasus yang dijadikan studi. e. Penarikan kesimpulan. Membuat kesimpulan dari gambaran tentang keseluruhan kasus yang diteliti hingga akhirnya diperoleh suatu penjelasan yang runtut dan sistematis tentang pola kerja sama berjaringan dalam iNews TV Semarang.
18