BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Peradilan Umum, Peradilan Agama, Peradilan Militer dan Peradilan Tata Usaha Negara merupakan empat badan Peradilan yang ada di Indonesia. Masing-masing badan peradilan mempunyai kewenangan absolute dan kewenangan relatif. Berkaitan dengan kewenangan absolut badan Peradilan, Pengadilan Negeri dan Pengadilan Agama mempunyai kewenangan yang sama yaitu bertugas dan berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara-perkara di tingkat pertama mengenai perkara perceraian dan waris. Perbedaannya adalah Pengadilan Agama berkaitan dengan perkara perceraian dimana para pihak yang berperkara beragama Islam, sedangkan Pengadilan Negeri untuk mereka yang non muslim seperti yang tercantum dalam ketentuan Pasal 49 Undang-Undang Nomor 3 tahun 2006 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama yang berbunyi “Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang: a.perkawinan, b.waris, c.wasiat, d.hibah, e.wakaf, f.zakat, g.infaq, h.shadaqah dan i.ekonomi syari'ah”. Pengadilan terlebih dahulu mencermati dan meneliti suatu perkara sebelum menjatuhkan putusan. Proses beracara di Pengadilan tentu saja tidak lepas
dari
masalah
pembuktian,
karena
dengan
pembuktian
Hakim
mendapatkan gambaran yang jelas terhadap perkara yang dipermasalahkan dan memberikan kepastian kepada Majelis Hakim mengenai terjadinya suatu peristiwa dengan menyajikan fakta–fakta yang cukup menurut hukum. Salah satu alat bukti yang diajukan dalam proses pembuktian dipersidangan yaitu alat bukti saksi. Alat bukti saksi merupakan kesaksian yang diberikan kepada Hakim dipersidangan
tentang
peristiwa
yang
disengketakan
dengan
jalan
pemberitahuan secara lisan dan pribadi oleh orang yang bukan salah satu pihak
1
2
dalam perkara yang dipanggil di persidangan (Sudikno Mertokusumo, 2002:159). Saksi-saksi yang diajukan oleh para pihak agar dapat didengar sebagai alat bukti harus memenuhi syarat formil dan materiil. Adapun syarat formil dan materiil saksi adalah sebagai berikut: Syarat formil saksi (Damang, 2011:3): 1.
Berumur 15 tahun keatas.
2.
Sehat akalnya.
3.
Tidak ada pihak menurut keturunan yang lurus, kecuali undang-undang menentukan lain.
4.
Tidak ada hubungan perkawinan dengan salah satu pihak meskipun sudah bercerai (Pasal 145 ayat (1) Herzien Inlandsch Reglement selanjutnya disebut dengan HIR).
5.
Tidak ada hubungan kerja dengan salah satu pihak dengan menerima upah (Pasal 144 ayat (2) HIR) kecuali undang-undang menentukan lain.
6.
Menghadap dipersidangan (Pasal 141 ayat (2) HIR).
7.
Mengangkat sumpah menurut agamanya (Pasal 147 HIR).
8.
Berjumlah sekurang-kurangnya 2 (dua) orang untuk kesaksian suatu peristiwa, atau dikuatkan dengan bukti lain (Pasal 169 HIR) kecuali mengenai perzinaan.
9.
Di panggil masuk ke ruang sidang satu demi satu (Pasal 144 ayat (1) HIR).
10. Memberikan keterangan secara lisan (Pasal 147 HIR). Syarat materiil alat bukti saksi: 1.
Keterangan yang diberikan mengenai peristiwa yang dialami, didengar, dan dilihat sendiri oleh saksi (Pasal 171 HIR/308 Reglement Voor De Buitengewesten selanjutnya disebut dengan RBg).
2.
Diketahui sebab-sebab ia mengetahui peristiwanya (Pasal 171 ayat (1) HIR/Pasal 308 ayat (2) RBg).
3.
Bukan merupakan pendapat atau kesimpulan saksi sendiri (Pasal 171 ayat (2) HIR/Pasal 308 ayat (2) RBg).
4.
Saling bersesuaian satu sama lain (Pasal 170 HIR).
5.
Tidak bertentangan dengan akal sehat.
3
Dilihat dari segi syarat materiil seorang saksi, saksi harus memberikan keterangan tentang perbuatan atau peristiwa hukum berdasarkan apa yang saksi lihat, dengar dan alami sendiri serta alasan atau dasar yang melatarbelakangi pengetahuan tersebut (Andi Halaludin, 2014:5). Saksi yang tidak melihat, mendengar atau mengalami secara langsung suatu peristiwa hukum yang menjadi pokok perkara dilarang untuk memberikan kesaksian didepan persidangan (asas testimoium de auditu). Kesaksian de auditu merupakan kesaksian yang tidak dibenarkan oleh undang-undang, seperti yang dijelaskan dalam Pasal 171 HIR/Pasal 308 ayat (2) RBg/1907 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata selanjutnya disebut dengan KUHPerdata “Tiap-tiap kesaksian harus disertai dengan alasan-alasan bagaimana diketahuinya hal-hal yang diterangkan. Pendapat maupun dugaan khusus yang diperoleh dengan memakai pikiran, bukanlah suatu kesaksian”. Penerapan asas testimonium de auditu dimungkinkan untuk diterapkan dalam praktik di persidangan, misalnya dalam perkara perceraian dengan alasan pertengkaran terus menerus, saksi terkadang menyatakan kesaksiannya melalui pendengaran dari pihak lain (asas testimonium de auditu). Permasalahan dalam pemeriksaan gugatan perceraian dengan alasan pertengkaran terus menerus ialah sulitnya mengungkapkan perselisihan yang terjadi antara suami istri karena banyak kasus perceraian yang saksi-saksinya tidak mengetahui persis bentuk perselisihan yang terjadi di antara para pihak. Penerapan saksi testimonium de auditu dalam gugatan perceraian dapat ditemukan dalam kasus perceraian dengan alasan pertengkaran terus menerus yang terjadi di Pengadilan Agama maupun Pengadilan Negeri. Melihat
fakta
dalam
Putusan
Pengadilan
Agama
Nunukan
Nomor
26/Pdt.G/2013/PA.Nnk Majelis Hakim dalam pertimbangan hukumnya menerima keterangan saksi de auditu, selain itu dalam putusan Pengadilan Agama Nunukan Nomor 3/Pdt.G/2014/PA.Nnk Majelis Hakim juga menerima keterangan saksi de auditu sedangkan dalam Putusan Pengadilan Negeri Surakarta Nomor 25/Pdt.G/2013/PN.SKA, Majelis Hakim dalam pertimbangan hukumnya menolak keterangan saksi de auditu..
4
Berdasarkan hal tersebut diatas, dengan adanya perbedaan penerapan asas testimoniumde auditu mengenai perkara perceraian dengan alasan pertengkaran terus menerus yang diselesaikan oleh Pengadilan Agama maupun Pengadilan Negeri, penulis tertarik meneliti lebih lanjut mengenai hal tersebut. Hal inilah yang melatarbelakangi penulis untuk melakukan penelitian tentang perbedaan penerapan asas testimonium de auditu dalam bentuk skripsi yang berjudul “Perbedaan Penerapan Asas Testimonium De Auditu dalam Perkara Perceraian dengan Alasan Pertengkaran Terus Menerus di Pengadilan Agama dan Pengadilan Negeri”.
B. Rumusan Masalah Untuk memfokuskan penelitian ini, penulis membatasinya pada dua rumusan masalah yang menjadi objek penelitian sebagai berikut: 1. Mengapa terjadi perbedaan penerapan asas testimonium de auditu dalam perkara perceraian dengan alasan pertengkaran terus menerus di Pengadilan Agama dan Pengadilan Negeri? 2. Apa akibat hukum dari adanya perbedaan penerapan asas testimonium de auditu dalam perkara perceraian dengan alasan pertengkaran terus menerus di Pengadilan Agama dan Pengadilan Negeri?
C. Tujuan Penelitian Penelitian yang dilakukan tentu harus mempunyai tujuan dan manfaat yang ingin diperoleh dari hasil penelitian. Penulis dalam merumuskan tujuan penelitian, berpegang pada masalah yang telah dirumuskan. Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui dan mengkaji penyebab perbedaan penerapan asas testimonium de auditu dalam perkara perceraian dengan alasan pertengkaran terus menerus di Pengadilan Agama dan Pengadilan Negeri. 2. Untuk mengetahui akibat hukum dari perbedaan penerapan asas testimonium de auditu dalam perkara perceraian dengan alasan pertengkaran terus menerus di Pengadilan Agama dan Pengadilan Negeri.
5
D. Manfaat Penelitian Kegunaan penelitian ini dapat ditinjau dari dua segi yang saling berkaitan yaitu dari segi teoritis dan segi praktis. Penulis sangat berharap dengan adanya penelitian ini dapat memberikan manfaat yaitu: 1. Manfaat Teoritis : a.
Sebagai syarat akademik untuk mendapatkan gelar sarjana hukum di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.
b.
Hasil penelitian digunakan untuk memberikan sumbangan pemikiran terhadap pengembangan ilmu hukum, khususnya Hukum Acara Perdata.
c.
Menjadi refensi bagi mahasiswa yang sedang melakukan penelitian skripsi pada khususnya serta masyarakat pada umumnya.
d.
Sebagai pedoman dalam penelitian lain yang sesuai dengan bidang penelitian yang penulis teliti.
2. Manfaat Praktis : a.
Memberikan sumbangan pemikiran di bidang hukum pada umumnya, dan pada khususnya tentang perbandingan penerapan asas testimonium de auditu dalam perkara perceraian dengan alasan pertengkaran terus menerus di Pengadilan Agama dan Pengadilan Negeri.
b.
Untuk memberikan masukan dan informasi bagi masyarakat luas tentang asas testimonium de auditu.
c. Hasil penelitian ini sebagai bahan ilmu pengetahuan dan wawasan bagi peneliti, khususnya bidang Hukum Acara Perdata.
E. Metode Penelitian Penelitian hukum (legal research) merupakan suatu merupakan suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi. Penelitian hukum dilakukan untuk menghasilkan argumentasi, teori atau konsep baru sebagai preskripsi dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi (Peter Mahmud Marzuki, 2014:35).
6
Berdasarkan hal tersebut, maka penulis dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian antara lain sebagai berikut: 1. Jenis penelitian Penulis menggunakan metode penelitian hukum normatif dalam penelitian ini. Metode penelitian hukum normatif adalah metode atau cara yang dipergunakan di dalam penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka yang ada (Peter Mahmud Marzuki, 2014:55). Penulis dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian normatif dengan mengkaji, meneliti dengan masalah yang dihadapi dengan peraturan perundang-undangan
dan
yurisprudensi,
selain
itu
penulis
juga
menggunakan interpretasi/penafsiran dalam menganalisa kasus yang berkaitan dengan masalah yang dihadapi. 2. Sifat Penelitian. Penelitian ini menggunakan tipe preskriptif. Tipe Preskriptif artinya mengkaji mengenai koherensi antara norma hukum dan prinsip hukum, aturan hukum dan norma hukum, serta koherensi antara tingkah laku individu dengan norma hukum (Peter Mahmud Marzuki, 2014:41-42). Penulis menggunakan tipe preskriptif dengan mengkaji keterkaitan antara Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia (MARI) Nomor 308K/Sip/1959 dengan dikonstruksikan atau tidaknya testimonium de auditu sebagai persangkaan. 3. Pendekatan Penelitian Pendekatan-pendekatan yang digunakan dalam penelitian hukum adalah pendekatan perundang-undangan, pendekatan kasus, pendekatan komparatif dan pendekatan konseptual (Peter Mahmud Marzuki, 2014:93). Pendekatan penelitian yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah pendekatan kasus. Pendekatan kasus adalah pendekatan yang dilakukan dengan cara melakukan telaah terhadap kasus-kasus yang berkaitan dengan isu yang dihadapi yang telah menjadi putusan berkekuatan hukum tetap, yang menjadi kajian pokok di dalam pendekatan kasus adalah ratio decidendi atau reasoning, yaitu pertimbangan Pengadilan untuk sampai
7
pada
suatu
putusan
(Peter
Mahmud
Marzuki,
2014:94).
Penulis
menggunakan pendekatan kasus dengan melihat perbedaan penerapan asas testimonium de auditu dalam perkara perceraian dengan alasan pertengakarn terus menerus di Pengadilan Agama dan Pengadilan Negeri, dimana dalam putusan Pengadilan Agama Nunukan 26/Pdt.G/2013/PA.Nnk Majelis Hakim dalam pertimbangan hukumnya menerima keterangan saksi de auditu tersebut, selain itu dalam putusan Pengadilan Agama Nunukan Nomor Nomor 3/Pdt.G/2014/PA.Nnk Majelis Hakim juga menerima keterangan saksi de auditu. Sedangkan dalam putusan Pengadilan Negeri Surakarta
Nomor
25/Pdt.G/2013/PN.SKA,
Majelis
Hakim
dalam
pertimbangan hukumnya menolak keterangan saksi de auditu.
F. Jenis dan Sumber Data Penelitian Jenis data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah jenis data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Bahan hukum primer terdiri dari perundang-undangan, catatan-catatan resmi, atau risalah dalam pembuatan perudang-undangan dan putusan Hakim. Bahan hukum sekunder meliputi buku-buku teks, kamus-kamus hukum, jurnal-jurnal hukum (Peter Mahmud Marzuki, 2014:181). Bahan hukum primer yang digunakan oleh penulis dalam penelitian hukum ini adalah: 1. KUHPerdata, HIR, RBg. 2. Undang-Undang Nomor 7 tahun 1989 yang diubah oleh Undang-Undang Nomor 3 tahun 2006 dan perubahan kedua oleh Undang-Undang Nomor 50 tahun 2009 tentang Pengadilan Agama. 3. Undang-Undang nomor 50 tahun 2009 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang nomor 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama. 4. Undang-Undang nomor 3 tahun 2006 tentang perubahan atas UndangUndang nomor 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama. 5. Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan.
8
6. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang peraturan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. 7. Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam. 8. Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia (MARI) Nomor 308K/Sip/1959. 9. Yurisprudensi Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 239 K/Sip/1973 tanggal 25 November 1975. 10. Putusan Pengadilan Agama Nunukan Nomor 26/Pdt.G/2013/PA.Nnk. 11. Putusan Pengadilan Agama Nunukan Nomor 3/Pdt.G/2014/PA.Nnk. 12. Putusan Pengadilan Negeri Surakarta Nomor 25/Pdt.G/2013/PN.SKA. Bahan hukum sekunder yang digunakan adalah jurnal-jurnal hukum.
G. Teknik Pengumpulan Data Penulis dalam penelitian ini menggunakan metode pengumpulan data, yaitu
penelitian
kepustakaan
atau
dokumentasi
guna
menghimpun,
mengidentifikasi dan menganalisa terhadap berbagai sumber data sekunder yang berhubungan dengan permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini. Studi dokumen adalah suatu alat pengumpulan bahan yang dilakukan melalui bahan hukum tertulis dengan mempergunakan content analysis (Peter Mahmud Marzuki, 2014:21). Contoh: Memanfaatkan indeks perundangundangan (KUHPerdata, HIR, RBg, Undang-Undang Nomor 7 tahun 1989 yang diubah oleh Undang-Undang Nomor 3 tahun 2006 dan perubahan kedua oleh Undang-Undang Nomor 50 tahun 2009 tentang Peradilan Agama, Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974, Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang peraturan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Inpres Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam, Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia (MARI) Nomor 308 K/Sip/1959), Indeks Putusan Pengadilan Agama Nunukan Nomor 26/Pdt.G/2013/PA.Nnk dan 3/Pdt.G/2014/PA.Nnk, Putusan Pengadilan Negeri Surakarta Nomor 25/Pdt.G/2013/PN.SKA, media baik cetak maupun elektronik termasuk internet.
9
H. Teknik Analisis Data Penelitian
ini
dilakukan
dengan
metode
deduksi
silogisme.
Penggunaan metode deduksi ini berpangkal pada pengajuan premis mayor yang kemudian diajukan premis minor. Premis mayor disini berupa aturan hukum, sedangkan premsi minor merupakan fakta hukum kemudian ditarik suatu kesimpulan. Prosedur yang demikian digunakan untuk membuktikan apakah argumentasi yang diajukan telah memenuhi unsur-unsur yang ditentukan dalam aturan undang-undang (Peter Mahmud Marzuki, 2014:8990). Premis mayor yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia (MARI) Nomor 308K/Sip/1959
yaitu
testimonium de auditu
dikosntruksikan sebagai
persangkaan sedangkan premis minornya persangkaan digunakan hakim dalam pertimbangannya untuk menerima atau tidak menerima saksi de auditu.
I. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan hukum disajikan guna memberikan gambaran secara keseluruhan mengenai pembahasan yang akan dirumuskan sesuai dengan kaidah atau aturan baku penulisan hukum. Sistematika penulisan hukum (skripsi) terdiri dari 4 (empat) bab, dimana tiap bab terbagi beberapa sub bab yang dimaksudkan untuk memudahkan pemahaman terhadap keseluruhan hasil penelitian ini. Keseluruhan sistematika penulisan hukum ini adalah sebagai berikut: BAB I
: PENDAHULUAN
terdiri dari
Rumusan
Tujuan
Masalah,
Latar belakang,
Penelitian,
Manfaat
Penelitian, Metode Penelitian dan Sistematika Penulisan. BAB II
: TINJAUAN PUSTAKA terdiri dari Kerangka Teori/Konseptual dan Kerangka Pemikiran.
BAB III
: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN terdiri dari Perbedaan penerapan testimonium de auditu dalam perkara perceraian dengan alasan pertengkaran terus
10
menerus di Pengadilan Negeri dan Pengadilan Agama dan
Akibat
hukum
adanya
perbedaan
penerapan
testimonium de auditu dalam perkara perceraian dengan alasan pertengkaran terus menerus di Pengadilan Negeri dan Pengadilan Agama. BAB IV
: PENUTUP terdiri dari Simpulan dan Saran
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN