BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tindak pidana yang sering terjadi dalam kehidupan masyarakat Indonesia adalah tindak pidana pembunuhan. Tindak pidana pembunuhan merupakan suatu bentuk kejahatan yang dilakukan dengan sengaja untuk menghilangkan
atau
merampas
jiwa
orang
lain.
Kesengajaan
dengan
menghilangkan nyawa orang lain itu pada Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dewasa ini telah berlaku disebut sebagai suatu pembunuhan. Tindakan untuk menghilangkan nyawa orang lain itu seorang pelaku harus melakukan sesuatu atau suatu rangkaian tindakan yang berakibat dengan meninggalnya orang lain dengan catatan bahwa kesengajaan/opzet dari pelakunya itu harus ditujukan pada akibat berupa meninggalnya orang lain tersebut. Kiranya sudah jelas bahwa yang tidak dikehendaki oleh undang-undang itu sebenarnya ialah kesengajaan menimbulkan akibat meninggalnya orang lain (P.A.F.Lamintang dan Theo Lamintang, 2012: 1) Tindak pidana pembunuhan apabila dipandang dengan sudut agama merupakan suatu tindakan yang terlarang, pembunuhan merupakan suatu perbuatan atau tindakan yang tidak manusiawi dan suatu perbuatan yang tidak berperikemanusiaan, karena pembunuhan merupakan suatu tindak pidana terhadap nyawa orang lain tanpa mempunyai rasa kemanusian. Pembunuhan juga merupakan suatu perbuatan jahat yang dapat mengganggu keseimbangan hidup, keamanan, ketentraman, dan ketertiban dalam pergaulan hidup bermasyarakat, karena setiap perbuatan yang mengancam keamanan dan keselamatan atas nyawa seseorang tersebut sehingga dianggap sebagai kejahatan yang berat oleh karena itu dijatuhi dengan hukuman yang berat pula (Harmien Hardiati Koeswadji, 1984: 2). Sesuai dengan sifat hukum yang memaksa dan dapat dipaksakan, maka setiap perbuatan yang melawan hukum itu dapat dikenakan hukuman. Menilik setiap perkara tindak pidana pembunuhan yang terjadi, apabila pelaku
1
2
pembunuhan di dalam sidang pengadilan telah terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan tindak pidana pembunuhan, maka pelaku tindak pembunuhan tersebut harus mempertanggungjawabkan perbuatan yang telah dilakukannya itu di muka hukum. Hakim akan menjatuhkan pidana kepada pelaku tindak pidana tersebut sesuai dengan perundang-udangan yang berlaku. Pengaturan mengenai tindak pidana pembunuhan sebagai tindak pidana telah diatur dalam KUHP, Apabila melihat ke dalam KUHP, segera dapat diketahui bahwa pembentuk undang-undang telah bermaksud
mengatur
ketentuan-ketentuan pidana tentang kejahatan-kejahatan yang ditujukan terhadap nyawa orang itu dalam Buku ke II Bab ke XIX KUHP yang terdiri dari tiga belas pasal yakni dari Pasal 338 sampai dengan Pasal 350 (P.A.F Lamintang dan Theo Lamintang, 2012: 11). Kasus yang diambil dalam penulisan ini adalah pembunuhan menurut Pasal 339 KUHP, dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal 339 KUHP menyebutkan bahwa: “Pembunuhan yang diikuti, disertai atau didahului oleh atau delik, yang dilakukan dengan maksud untuk mempersiapkan atau mempermudah pelaksanaannya, atau untuk melepaskan diri sendiri maupun peserta yang lain dari pidana dalam hal tertangkap basah (betrapping op heterdaad) ataupun untuk memastikan penguasaan barang yang diperolehnya secara melawan hukum, diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama 20 (dua puluh tahun)”. Penanganan terhadap tindak pidana pembunuhan, di dalam praktek persidangan hakim seringkali dituntut untuk berpikir progesif dalam menyelesaikan suatu perkara, karena dalam proses pemeriksaan sidang pengadilan, pembuktian merupakan masalah yang memegang peran penting dalam proses pemeriksaan fakta dan keadaan yang ada. Aturan mengenai pembuktian menententukan nasib terdakwa diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHAP). Hal tersebut juga di atur dalam sistem pembuktian negatif serta penerapan dari Pasal 183 KUHAP dimana seorang terdakwa baru dapat dinyatakan bersalah apabila kesalahan yang didakwakan kepadanya dapat dibuktikan dengan cara dan dengan alat-alat bukti
3
yang sah menurut undang-undang serta sekaligus keterbuktian kesalahan itu dibarengi dengan keyakinan hakim (M. Yahya Harahap, 2012 : 279). Substansi mengenai pembuktian juga telah diatur dalam Pasal 184 KUHAP yang
mana menyebutkan berbagai macam alat bukti yang digunakan dalam
pembuktian, karena kesalahan terdakwa dapat dibuktikan dengan alat-alat bukti yang disebut dalam Pasal 184 KUHAP. Terdakwa dinyatakan bersalah. Kepadanya akan dijatuhkan hukuman. Hakim harus hati-hati, cermat, dan matang menilai dan mempertimbangkan nilai pembuktian. Meneliti sampai dimana batas minimum kekuatan pembuktian atau bewijs kracht dari setiap alat bukti yang disebut dalam Pasal 184 KUHAP (M. Yahya Harahap, 2012 : 273). Prakteknya dalam setiap perkara pembunuhan, masih banyak penjatuhan yang perbedaan antara pendapat, contohnya perbedaan pendapat pengadilan negeri dan pengadilan tinggi dalam menjatuhkan hukuman pidana. Hal ini di karenakan perbedaan penilaian hakim berdasarkan alat bukti yang ada dalam persidangan berlangsung. Tujuan dari adanya hukum acara pidana adalah untuk mencari dan mendapatkan atau setidak-tidaknya mendekati kebenaran materiil. Kebenaran materiil adalah kebenaran yang selengkap-lengkapnya dari suatu perkara pidana dengan menerapkan ketentuan hukum acara pidana secara jujur dan tepat guna mencari siapakah pelaku yang dapat didakwakan melakukan suatu pelanggaran hukum dan selanjutnya meminta pemeriksaan dan putusan dari pengadilan guna menemukan apakah suatu tindak pidana itu terbukti telah dilakukan dan apakah orang yang didakwa itu dapat dipersalahkan (Andi Hamzah, 2011: 7-8). Terdakwa atau penuntut umum miliki hak untuk tidak menerima putusan yang dijatuhkan oleh hakim. Terkait dengan hal itu maka terdakwa atau penuntut umum dapat mengajukan upaya hukum atas penolakan terhadap putusan hakim. Pasal 1 angka 12 KUHAP menjelaskan bahwa upaya hukum adalah hak terdakwa atau penuntut umum untuk tidak menerima putusan pengadilan yang berupa perlawanan atau banding atau kasasi atau hak terpidana untuk mengajukan permohonan peninjauan kembali dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini. Pengaturan di dalam KUHAP membagi dua upaya hukum yaitu upaya hukum dan upaya hukum luar biasa. Tujuan dari upaya hukum kasasi
4
adalah memperbaiki dan meluruskan kesalahan penerapan hukum agar hukum benar-benar diterapkan sebagaimana mestinya dan pakah cara mengadili benarbenar dilakukan menurut ketentuan peraturan perundang-undangan (M. Yahya Harahap, 2012: 539). Upaya kasasi adalah hak yang diberikan kepada terdakwa maupun kepada penuntut umum. Bersamaan dengan hak mengajukan permintaan kasasi yang diberikan undang-undang kepada terdakwa dan penuntut umum, dengan sendirinya hak itu menimbulkan suatu “kewajiban” bagi pejabat pengadilan untuk menerima permintaan kasasi, tidak ada alasan untuk menolaknya (Yahya Harahap, 2012: 537). Terkait dengan alasan kasasi berdasarkan Pasal 253 KUHAP menyebutkan bahwa: Pemeriksaan kasasi dapat dilakukan oleh Mahkamah Agung atas permintaan para pihak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 244 dan Pasal 249 guna menentukan: a. apakah benar suatu peraturan hukum tidak diterapkan atau diterapkan tidak sebagaimana mestinya; b. apakah benar cara mengadili tidak dilaksanakan menurut ketentuan undang-undang; c. apakah benar pengadilan telah melampaui batas kewenangannya. Salah satu perkara tindak pidana pembunuhan yang dapat ditelaah adalah perkara yang diputus berdasarkan upaya hukum kasasi dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 1086 K/Pid/2013 dengan terdakwa bernama Muh. Roynal. Perkara ini bermula dari adanya putusan Pengadilan Negeri Masamba Nomor 210/Pid.B/2012/PN.Msb tertanggal
7
Desember
2012.
Putusan
tersebut
menerangkan bahwa terdakwa Muh. Roynal telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana pembunuhan yang diikuti dengan tindak pidana lain sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 339 KUHP yang didakwakan oleh Penuntut Umum. Pengadilan Negeri Masamba menjatuhkan hukuman selama 20 (dua puluh) tahun penjara terhadap terdakwa dalam kasus pembunuhan ini. Selanjutnya pada tingkat banding, karena ditemukan adanya alat bukti baru surat berupa keterangan saksi berisi pernyataan dari seeorang bernama Pelda Bangsawan yang akhirnya dengan beberapa pertimbangan Pengadilan Tinggi Makasar berdasarkan Putusan
5
Nomor 113/PID.B/ 2012/PT.MKS dimana terdakwa Muh. Roynal terbukti bersalah dan dijatuhi hukuman 15 (lima belas) tahun penjara. Penuntut umum mengajukan kasasi dengan berpendapat bahwa alat bukti surat berupa keterangan saksi yang meringankan terdakwa tersebut, diketahui bahwa surat pernyataan tersebut baru diajukan sebagai lampiran dalam memori banding oleh terdakwa dan penasehat hukumnya jelas telah secara nyata memperlihatkan bahwa Majelis Pengadilan Tinggi Makasar telah melaksanakan cara mengadili yang secara tidak menerapkan hukum sebagaimana mestinya. Terkait dengan pengajuan kasasi tersebut Hakim Mahkamah agung harus melakukan analisa terhadap alasan kasasi tersebut. Hakim Mahkamah Agung perlu melakukan telaah lebih lanjut apakah alasan tersebut telah sesuai dengan ketentuan hukum yang ada, serta apa yang menjadi konsekuensi dari pelanggaran asas tersebut harus dituangkan oleh Hakim mahkamah Agung dalam putusan yang dijatuhkan. Berdasarkan uraian tersebut diatas, penulis tertarik untuk melakukan penilitian dan peninjauan lebih dalam terhadap putusan Mahkamah Agung Nomor 1086 K/Pid/2013, dengan judul “Argumentasi Penuntut Umum Mengajukan Kasasi Judex Factie Salah Menilai Alat Bukti Surat Baru dalam Perkara Pembunuhan Menurut Pasal 339 KUHP (Stsudi Putusan Mahkamah Agung Nomor: 1086 K/Pid/2013)”.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang permasalahan yang telah penulis paparkan di atas, serta agar permasalahan yang akan diteliti menjadi lebih jelas dan dapat mencapai tujuan yang diinginkan dalam penulisan penilitian hukum, maka perlu disusun perumusan masalah yang didasarkan pada uraian latar belakang di atas. Adapun permasalahan yang akan dikaji penulis dalam penelitian hukum ini, yaitu: 1.
Apakah argumentasi Penuntut Umum dalam mengajukan kasasi dengan alasan Judex Factie salah menilai alat bukti surat baru telah sesuai dengan Pasal 253 KUHAP ?
6
2.
Apakah pertimbangan Mahkamah Agung mengabulkan permohonan kasasi Penuntut Umum dengan alasan Judex Factie salah menilai alat bukti baru dalam perkara pembunuhan telah sesuai Pasal 256 KUHAP ?
C. Tujuan Penelitian
Hal yang penting dalam suatu penelitian adalah tujuan jelas yang hendak dicapai dalam penelitian tersebut sebab penelitian hukum dilakukan untuk memberikan solusi terhadap permasalahan atau isu-isu hukum yang timbul (Peter Mahmud Marzuki, 2014: 41). Suatu penelitian dilakukan untuk mencapai tujuantujuan tertentu, Adapun tujuan penelitian sebagai berikut:
1.
Tujuan Objektif a.
Mengetahui alasan pengajuan kasasi oleh Penuntut Umum berdasarkan alasan judex factie salah menilai alat bukti surat baru.
b.
Mengetahui pertimbangan hukum hakim Mahkamah Agung dalam memutus mengabulkan permohonan kasasi dalam perkara pembunuhan sesuai dengan KUHAP.
2.
Tujuan subjektif a.
Memperluas wawasan dan pengetahuan penulis mengenai hukum nasional dalam bidang beracara di pengadilan khususnya mengenai proses peradilan dalam tingkat kasasi.
b.
Melengkapi syarat akademis guna memperoleh gelar Sarjana Strata Satu dalam bidang ilmu hukum di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret.
D. Manfaat Penelitian
Selain untuk mencapai tujuan, penulisan ini juga diharapkan dapat memberikan manfaat, terutama bagi kemajan hukum di Indonesia. Manfaat
7
penelitian ini, dapat dibagi menjadi 2 (dua) yaitu manfaat teoritis dan manfaat praktis. Adapun manfaat dari penelitian ini, adalah sebagai berikut: 1.
Manfaat Teoritis a.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat serta berkontribusi dalam pengembangan ilmu pengetahuan di bidang ilmu hukum pada umumnya dan Hukum Acara Pidana pada khususnya.
b.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya bahan pengajaran, literature dan referensi serta sebagai sarana untuk memecahkan permasalahan yang terjadi.
2.
Manfaat Praktis a.
Mengembangkan penalaran dan pola pikir penulis dalam meneliti suatu permasalahan hukum.
b.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu memberikan masukan dan tambahan pengetahuan bagi para pihak yang mengkaji permasalahan hukum terkait.
E. Metode Penelitian
Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan yang dilakukan untuk memecahkan isu hukum yang dihadapi sehingga dibutuhkan kemampuan untuk mengidentifikasi masalah hukum, melakukan penalaran hukum, menganalisis masalah yang dihadapi dan kemudian memberikan pemecahan atas masalah tersebut (Peter Mahmud marzuki,2014:60).` Tujuan penelitian hukum yakni memberikan preskripsi mengenai apa yang seyogyanya dilakukan, bukan memberikan kebenaran hipotesis. Ilmu hukum merupakan ilmu terapan sehingga penelitian hukum harus melahirkan preskripsi yang dapat diterapkan (Peter mahmud Marzuki,2014:69). Berdasarkan uraian diatas, untuk menjawab isu hukum yang dianalisis, diperlukan penggunaan metode penelitian yang mendukung dalam penulisan hukum ini. Berikut metode yang digunakan dalam penelitian ini:
8
1.
Jenis Penelitian Jenis Penelitian yang digunakan oleh penulis yaitu jenis penelitian hukum doctrinal
atau
normative. Menurut Peter Mahmud marzuki
(2014:55-56), segala penelitian yang berkaitan dengan hukum (legal research atau rechtsonderzoek) adalah selalu Normatif. Penelitian ini dilakukan dengan cara meneliti bahan-bahan pustaka atau sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer dan sekunder.
2.
Sifat Penelitian Penelitian hukum yang digunakan menggunakan penelitian yang bersifat preskriptif dan terapan. Sebaga ilmu yang bersifat preskriptif, objek ilmu hukum adalah kohersi antara norma hukum dan prinsip hukum serta antara aturan hukum dan norma hukum (Peter Mahmud Marzuki,2014:41). Suatu ilmu terapan hanya dapat diterapkan oeleh ahlinya, yang dapat mendiagnosis suatu penyakit secara ilmiah adalah seorang dokter. Sama halnya dengan bidang hukum, yang dapat menyelesaikan masalah hukum adalah ahli hukum melalui kaidah-kaidah keilmuan hukum melalui kaidah-kaidah keilmuan hukum (Peter Mahmud Marzuki,2014:67).
3.
Pendekatan Penelitian Pendekatan
dalam
penelitian
hukum
berfungsi
agar
penulis
mendapatkan informasi dari berbagai aspek mengenai isu yang sedang dicari jawabannya. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian hukum adalah pendekatan undang-undang (statue approach), pendekatan kasus (case approach), pendekatan historis (historical approach), pendekatan komparatif (comparative approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach), Penelitian hukum yang akan ditulis ini menggunakan pendekatan kasus (case approach), dimanana hal yang perlu digarisbawahi adalah mengenai ratio decidendi, yaitu alasan hukum yang digunakan oleh hakim untuk mencapai pada putusannya. Pendekatan kasus dilakukan dengan cara melakkukan telaah terhadap kasus yang berkaitan dengan isu yang dihadapi
9
yang telah menjadi putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap (Peter mahmud Marzuki,2014:134).
4.
Jenis dan Sumber Hukum Penelitian hukum tidak mengenal istilah data, namun dikenal dengan istilah bahan hukum. Sumber-sumber penelitian hukum, dapat dibedakan menjadi sumber-sumber penelitian yang berupa bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif, artinya mempunyai otoritas. Bahan hukum primer terdiri dari perundang-undangan dan putusan hakim. Adapun bahan hukum sekunder berupa semua publikasi tentang hukum merupakan dokumen-dokumen resmi. Publikasi tentang hukum meliputi buku teks, kamus hukum, jurnal hukum, dan
komentar-komentar
atas
putusan
pengadilan
(Peter
Mahmud
Marzuki,2014:181). Sumber bahan hukum yang penulis gunakan dalam penelitian hukum ini adalah sumber bahan hukum sekunder, sumber bahan hukum penulis peroleh dari kepustakaan, yang dalam hal ini dibedakan menjadi dua, yaitu: a.
Bahan Hukum Primer Semua bahan hukum yang mempunyai kedudukan mengikat secara yuridis. Meliputi peraturan perundang-undangan yaitu: 1.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2.
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Hukum Pidana;
3.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana;
4.
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 jo Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 jo Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung;
5.
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia.
6.
Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman;
10
7. b.
Putusan Mahkamah Agung Nomor 1086 K/PID/2013.
Bahan Hukum Sekunder 1.
Buku-buku teks yang ditulis para ahli hukum;
2.
Jurnal-jurnal hukum;
3.
Artiker; dan
4.
Bahan dari media internet, dan sumber lainnya yang memiliki korelasi untuk mendukung penelitian ini.
5.
Teknik Pengumpulan Bahan Hukum Analisa bahan hukum merupakan tahapan yang dilakukan penulis dalam menguraikan bahan hukum yang telah diperoleh, yang nantinya akan dipergunakan untuk menjawab permasalahan-permasalahan yang diteliti. Penelitian hukum yang digunakan adalah penelitian hukum doktrinal sehingga pengumpulan bahan hukum dilakukan dengan studi kepustakaan. Teknik dalam pengumpulan bahan hukum ini, penulis akan lakukan dengan cara mempelajari literatur, catatan perundang-undangan, buku-buku serta putusan hakim yang terkait dengan isu hukum yang diperlukan dalam penulisan hukum ini.
6.
Teknik analisis bahan hukum Analisis bahan hukum merupakan tahapan yang dilakukan penulis dalam mengklasifikasi, menguraikan bahan hukum yang diperoleh, untuk menjawab permasalahan-permalahan yang diteliti Penulismenggunakan teknik analisis bahan hukum dengan metode sologisme melalui pola berpikir deduksi atau deduktif. Pola pikir deduktif terdapat 2 premis yaitu premis mayor dan premis minor. Premis mayor adalah aturan hukum sedangkan premis minor adalah fakta hukum. Dari kedua hal tersebut kemudian dapat ditarik suatu konklusi (Peter Mahmud marzuki, 2014:90).
11
F. Sistematika Penulisan Hukum
Sistematika penulisan merupakam gambaran secara menyeluruh dari penulisan huku. Maka penulis membagi sistematika penulisan hukum kedalam empat bab, dimana tiap-tiap bab terbagi dalam sub-ssub bagian yang bertujuan yang bertujuan untuk mempermudah pemahaman terhadap keseluruhan hasil penulisan penelitian hukum ini. Adapun sistematika dari penulisan hukum ini adalah sebagai berikut :
BAB I
: PENDAHULUAN Pada bab ini penulis menguraikan latar belakang masalah, perumusan malasah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, dan sistematika penulisan hukum (skripsi).
BAB II
: TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini penulis memberikan landasan teori atau memberikan penjelasan secara teoritik yang bersumber pada bahan hukum yang penulis gunakan dan doktrin ilmu hukum yang dianut secara universal
mengenai
persoalan
yang
berkaitan
dengan
permasalahan yang sedang penulis teliti. Landasan teori tersebut meliputi tinjauan umum tentang upaya hukum, tinjauan umum tentang Penuntut Umum, tinjauan umum tentang judex factie dan judex juris, tinjauan umum tentang pembuktian dan tinjauan umum tentang tindak pidana pembunuhan.
BAB III
: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini penulis menguraikan mengenai pembahasan dan hasil yang diperoleh dari proses penelitian. Berdasarkan rumusan masalah, terdapat dua pokok masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini, yaitu : apakah argumentasi alasan Penuntut Umum dalam mengajukan kasasi berdasarkan alasan judex factie salah
12
menilai alat bukti surat baru telah sesuai dengan Pasal 253 KUHAP
dan
apakah
pertimbangan
Mahkamah
Agung
mengabulkan permohonan kasasi Penuntut Umum dalam perkara pembunuhan menurut Pasal 339 KUHP telah sesuai Pasal 256 KUHAP.
BAB IV
: PENUTUP Pada bab ini penulis akan menguraikan kesimpulan dan saran terkait dengan permasalahan yang diteliti.
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN