perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 berbunyi ―Indonesia adalah negara hukum‖. Hal demikian berimplikasi pada harus terpenuhinya unsur the “Rule Of Law”. Seperti diungkapkan oleh A.V. Dicey, suatu negara hukum dalam pengertian the rule of law setidaknya harus memiliki 3 (tiga) karakteristik, yaitu: tegaknya supremasi hukum—supremacy of law, persamaan di depan hukum—equality before the law, dan adanya jaminan serta mekanisme perlindungan diri atas hak—due process of law. Supremasi hukum berarti warga negara diatur oleh hukum dan dengan hukum itu sendiri seseorang dapat dihukum karena melanggar hukum, bukan dihukum karena sesuatau alasan yang lain. Tentang persamaan di depan hukum, Dicey menerangkan, semua kelompok masyarakat memiliki ketertundukan yang sama di mata hukum umum negara, yang dijalankan oleh peradilan umum. The Rule of law tidak mengenal adanya pengecualian bagi pejabat pemerintah atau orang-orang tertentu terhadap hukum yang mengatur warganegara secara keseluruhan, seperti halnya pada pengadilan administratif (droit administratif). Kaitannya dengan due process of law, Dicey menjelaskan bahwa jaminan atas hak-hak pribadi adalah hasil dari keputusan pengadilan, dan parlemen— sebagai simbolisasi raja dan demos—warga, khusus mengenai mekanisme pelaksanaan kekuasaan. Jadi konstitusi yang berisikan jaminan hak-hak pribadi warganegara merupakan hasil dari hukum umum negara (Dicey, 2008: 262-265). Dalam rangka mewujudkan prinsip negara hukum terutama dalam mewujudkan due proccess of law, Indonesia mulai membentuk lembaga-lembaga independen. Salah satu lembaga independen yang dibentuk yaitu KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi). Komisi Pemberantasan Korupsi dibentuk didasari karena adanya 2 (dua) hal, yaitu yang pertama karena pemberantasan tindak commit to user 1
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 2
pidana korupsi yang terjadi sampai sekarang belum dapat dilaksanakan secara optimal. Oleh karena itu pemberantasan tindak pidana korupsi ditingkatkan secara professional, intensif, dan berkesinambungan karena korupsi telah merugikan
keuangan
negara,
perekonomiannegara,
dan
menghambat
pembangunan nasional. Dan yang kedua, lembaga pemerintah yang menangani tindak pidana korupsi belum berfungsi secara efektif dan efisien dalam memberantas tindak pidana korupsi. Adi Sulistyono, mengatakan bahwa ―Korupsi kian merajalela, merambah ke berbagai sektor, dari tingkat pusat hingga daerah. Itu terjadi karena selama ini proses hukum pada pelaku korupsi sama sekali tak menjerakan. Koruptor yang menimbulkan kerugian negara miliaran sampai triliunan rupiah paling hanya divonis tiga sampai emapat tahun. Sehingga tidak ada efek jera.‖ (Tri Agung Kristanto, 2009:4) Penegakan hukum tanpa efek jera akan menciptakan situasi yang kondusif bagi pelakunya untuk terus korupsi. Demikian pula, ongkos atau biaya untuk memberantas korupsi akan menjadi lebih mahal daripada hasil yang dicapai. Lemahnya efek jera dalam penegakan hukum kasus korupsi salah satu faktor terbesarnya disebabkan oleh buruknya integritas penegak hukum. Keterlibatan aparat penegak hukum dalam berbagai praktek korupsi seperti pembekingan aktivitas ilegal, pemerasan, pungli, setoran, suap-menyuap dan lain sebagainya menjadikan fungsi penindakan menjadi tidak berjalan. Bahkan karena korupnya penegak hukum, berbagai kasus korupsi yang ditangani mereka sering berujung SP3, dipetieskan atau bahkan berakhir 'damai‘. (Tri Agung Kristanto, 2009:4) Menurut Pasal 2 dan 3 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi menyebutkan bahwa KPK merupakan lembaga negara yang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan manapun. Keindependensian KPK commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 3
merupakan faktor penting dalam pemberantasan korupsi karena saat ini para penegak hukum dinilai tidak dapat mempertahankan keindepensian mereka. Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai lembaga independen yang menangani pemberantasan korupsi di Indonesia memiliki beban berat dalam melaksanakan tugas dan fungsinya. Hal ini terlihat dari banyaknya kasus korupsi yang di laporkan ke KPK. KPK terus dibombardir dengan laporan masyarakat mengenai indikasi tindak pidana korupsi yang datang dari berbagai daerah. Dari tahun 2004 hingga 2011, KPK telah menerima laporan pengaduan masyarakat sejumlah 50 ribu (http://id.berita.yahoo.com/kpk-terima-50-ribu-pengaduankorupsi-110541209.html. Diakses pada tanggal 15 Januari 2014 Pukul 20:30). Dengan beban kerja yang begitu berat, KPK seharusnya memiliki sekitar 3000 penyidik apabila berkaca pada jumlah penyidik yang ada di negara-negara lain yang telah
berhasil dalam melakukan pemberantasan korupsi. Namun
kenyataannya, saat ini jumlah penyidik KPK sangat terbatas bahkan kurang, yaitu
hanya
berjumlah
56
orang
penyidik
independen.
(http://www.metrotvnews.com/metronews/read/2014/02/18/1/216987/PenyidikKPK-Masih-Jauh-dari-Ideal. Diakses pada tanggal 15 Januari 2014 pukul 20.30) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 telah menyebutkan tugas dan wewenang dari Komisi Pemberantasan Korupsi. Salah satunya yaitu kewenangan melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan tindak pidana korupsi. Dimana dalam menjalankan wewenang tersebut KPK bekerjasama dengan institusi yang telah ada dan memiliki fungsi yang sama yaitu Kepolisian dan Kejaksaan. Kerjasama dengan kepolisian serta kejaksaan diharapkan dapat memberikan hasil maksimal dalam pemberantasan korupsi di Indonesia. Penyidikan merupakan tahapan penyelesaian perkara pidana setelah penyelidikan yang merupakan tahapan permulaan mencari ada atau tidaknya tindak pidana dalam suatu peristiwa. Penyidikan bertujuan membuat terang tindak pidana yang ditemukan dan juga menentukan pelakunya (M. Yahya commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 4
Harahap, 2010:109). Jika dilihat dari pengertian serta tujuan penyidikan, maka penyidikan dapat diletakkan dalam posisi yang “urgent” dalam suatu proses penyelesaian perkara. Terutama dalam tindak pidana korupsi yang semakin canggih dan berantai. Perlu dilakukan suatu penyidikan yang mendalam agar ditemukan bukti-bukti akurat serta para pelaku tindak pidana korupsi. Namun di sisi lain, adanya kerjasama antara lembaga kejaksaan dan kepolisian dalam fungsi penyidikan dirasa terdapat banyak ketidakefektifan dalam penanganan kasus korupsi Hal ini terlihat dari adanya konflik kepentingan antara ketiga lembaga tersebut. Telah dijelaskan sebelumnya bahwa lembaga penegak hukum saat ini masuk ke dalam lingkaran korupsi. Demikian hal nya dengan kepolisian serta kejaksaan. Ketidakefektifan fungsi penyidikan KPK yang dilakukan bersama-sama dengan kepolisian dan kejaksaan terlihat dalam beberapa kasus korupsi yang melibatkan anggota kepolisian. Sebagai contoh, kasus mark up pembelian alat simulator SIM yang melibatkan petinggi di Kepolisian yaitu Irjen. Djoko Susilo mantan Kepala Kakorlantas Mabes Polri. Dalam kasus ini terdapat konflik antara para penyidik yang berasal dari kepolisian dengan KPK. Konflik kepentingan tersebut ditandai dengan penarikan 20 penyidik kepolisian dari KPK. Dugaan penarikan penyidik tersebut bermunculan dari berbagai pihak termasuk pihak Polri sendiri. Ada pendapat bahwa hal tersebut terkait dengan kasus korupsi simulator SIM yang menyeret sejumlah perwira polisi. (Kompasiana.com: 2012) Penyidik yang ditarik merupakan suatu gangguan bagi kinerja KPK melihat ribuan kasus korupsi yang harus diselesaikan demi mengembalikan hakhak
masyarakat
di
Indonesia.
Hal
ini
bertentangan
dengan
prinsip
keindependensian KPK yang mana dalam prinsip tersebut KPK diharapkan dapat menjalankan tugas dan wewenang nya dengan baik tanpa intervensi maupun gangguan dari berbagai pihak termasuk Kepolisian.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 5
Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk membahas dan meneliti lebih jauh mengenai eksistensi penyidik independen KPK yang akan dibahas dalam penelitian berjudul “EKSISTENSI PENYIDIK INDEPENDEN DALAM
MEWUJUDKAN
PEMBERANTASAN
KORUPSI
KEWENANGAN (KPK)
BERDASARKAN
KOMISI PRINSIP
NEGARA HUKUM DI INDONESIA”
B. Rumusan Masalah Rumusan masalah merupakan bagian penting dalam penulisan hukum agar terarah, sesuai dengan sasaran yang diharapkan penulis, dan tujuan tidak menyimpang dari pokok permasalahan sehingga diperlukan untuk memfokuskan masalah agar dapat dipecahkan secara sistematis. Beerdasarkan latar belakang di atas maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut: 1. Mengapa diperlukan adanya penyidik independen pada KPK? 2. Upaya apa yang harus dilakukan untuk terbentuknya penyidik independen KPK demi mewujudkan prinsip negara hukum di Indonesia?
C. Tujuan Penelitian Penelitian merupakan sarana yang dipergunakan oleh manusia untuk memperkuat, membina serta mengembangkan ilmu pengetahuan.
Ilmu
pengetahuan yang merupakan pengetahuan yang tersusun secara sistematis dengan menggunakan kekuatan pemikiran, pengetahuan mana senantiasa dapat diperiksa dan ditelaah secara kritis, akan berkembang terus atas dasar penelitianpenelitian yang dilakukan oleh pengasuh-pengasuhnya (Soerjono Soekanto, 2007:3). Dalam setiap penelitian memiliki tujuan yang hendak dicapai. Dikenal ada (2) dua macam tujuan, yaitu tujuan obyektif dan tujuan subyektif. Tujuan yang ingin dicapai penulis adalah sebagai berikut: 1. Tujuan Obyektif: commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 6
a. Untuk mengetahui perlunya eksistensi penyidik independen di KPK dalam rangka mewujudkan kewenangan KPK yang berdasarkan prinsip negara hukum. b. Untuk mengetahui upaya yang diperlukan untuk membentuk penyidik independen KPK demi mewujudkan prinsip negara hukum di Indonesia. 2. Tujuan Subyektif a. Untuk memenuhi persyaratan akademis guna memperoleh gelar strata 1 (Sarjana) dalam bidang ilmu hukum di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret. b. Untuk menerapkan ilmu dan teori-teori hukum yang telah penulis peroleh agar dapat memberi manfaat bagi penulis dan masyarakat pada umumnya serta memberi kontribusi positif bagi perkembangan ilmu pengetahuan di bidang hukum. c. Untuk memperdalam pengetahuan, pengalaman, dan pemahaman aspek hukum di dalam teori dan praktek menulis, khususnya dalam bidang Hukum Tata Negara.
D. Manfaat Penelitian Sebuah penelitian dapat memberikan manfaat bagi pengetahuan terutama ilmu hukum baik secara teoritis maupun praktek. Penulis berharap penulisan hukum ini dapat bermanfaat bagi penulis sendiri maupun bagi orang lain. Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari penulisan hukum ini adalah: 1. Manfaat Teoritis a. Penulisan hukum ini diharapkan dapat menambah dan mengembangkan pengetahuan di bidang hukum khususnya mengenai gagasan adanya suatu penyidik Independen pada Komisi Pemberantasan Korupsi di Indonesia dalam rangka mewujudkan prinsip negara hukum di Indonesia.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 7
b. Penulisan hukum ini diharapkan dapat memperkaya referensi dan literatur sebagai acuan untuk melakukan penulisan sejenis selanjutnya. 2. Manfaat Praktis a. Menjadi wahana penulis dalam mengembangkan penalaran, membentuk pola pikir ilmiah, dan menerapkan ilmu yang diperoleh. b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu memberikan masukan kepada semua pihak yang memerlukan informasi terkait dengan permasalahan yang diteliti.
E. Metode Penelitian Menurut Peter Mahmud Marzuki (2006:35), penelitian hukum adalah suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi. Untuk mendapatkan bahan hukum dan prosedur penelitian dalam menemukan kebenaran berdasarkan logika hukum mengenai eksistensi penyidik independen dalam mewujudkan kewenangan KPK berdasarkan prinsip negara hukum, maka digunakan metode penelitian yang sesuai. Adapun metode penelitian yang digunakan dalam penulisan hukum ini dapat dijelaskan sebagai berikut : 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian dalam penulisan hukum ini adalah penelitian hukum doktrinal. Hutchinson (dalam Peter Mahmud Marzuki, 2006:32) memberikan definisi penelitian hukum doktrinal (doctrinal research) adalah research which provides a systematic exposition of the rules governing a particular legal category, analyses the relationship between rules, explain areas of difficulty and perhaps, predicts future development. Penelitian hukum dilakukan untuk menghasilkan argumentasi, teori atau konsep baru sebagai preskripsi dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi. 2. Sifat Penelitian commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 8
Ditinjau dari sifat penelitian, maka penelitian ini tergolong dalam kategori penelitian yang bersifat perskriptif. Penelitian deskriptif merupakan penelitian yang mempelajari masalah yang timbul di masyarakat serta situasi tertentu termasuk kegiatan-kegiatan, sikap-sikap, pandangan-pandangan, serta proses-proses yang sedang berlangsung dan pengaruh-pengaruh dari suatu fenomena. Pelaksanaan
metode
deskriptif
tidak
terbatas
sampai
pada
pengumpulan dan penyusunan data, tetapi meliputi analisis dan interpretasi tentang data tersebut. Selain itu, semua yang dikumpulkan memungkinkan menjadi kunci terhadap apa yang diteliti. Penulis ingin memberikan gambaran maupun pemaparan mengenai obyek penelitian yang penulis kaji yaitu eksistensi penyidik independen dalam mewujudkan wewenang KPK berdasarkan prinsip negara hukum di Indonesia. 3. Pendekatan Penelitian Menurut pandangan Peter Mahmud Marzuki (2006:93) bahwa di dalam penelitian hukum terdapat beberapa pendekatan. Dengan pendekatan tersebut maka akan mendapatkan informasi dari berbagai aspek untuk menjawab mengenai isu hukum. Pendekatan – pendekatan dimaksud meliputi : pendekatan perundang-undangan (statute approach), pendekatan kasus (case approach), perbandingan
pendekatan
historis
(comparative
(historical
approach),
dan
approach),
pendekatan
pendekatan
konseptual
(conceptual approach). Berkenaan dengan pandangan Peter Mahmud Marzuki tersebut, penulis menggunakan beberapa pendekatan yang relevan dengan
permasalahan
penelitian
yang
dihadapi,
diantaranya
adalah
pendekatan perundang-undangan (statute approach), pendekatan konseptual (conceptual
approach)
dan
pendekatan
approach).
commit to user
perbandingan
(comparative
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 9
Pendekatan perundang-undangan ini dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang ditangani (Peter Mahmud Marzuki, 2006:93). Penelitian ini menggunakan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP. Pendekatan konseptual beranjak dari pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin yang berkembang di dalam ilmu hukum. Dengan mempelajari pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin dalam ilmu hukum, peneliti akan menemukan ide-ide yang melahirkan pengertian-pengertian hukum, konsepkonsep hukum dan asas-asas hukum yang relevan dengan isu hukum yang dihadapi (Peter Mahmud Marzuki, 2006:95). Penelitian ini akan menguraikan permasalahan
mengenai
independensi
komisi
pemberantasan
korupsi
berkaitan dengan fungsi penyidikan. 4. Jenis dan Sumber Bahan Hukum Penulisan hukum ini menggunakan bahan hukum primer dan bahan sekunder. Menurut Peter Mahmud Marzuki (2006:141), bahan hukum primer adalah bahan hukum yang bersifat autoritatif artinya mempunyai otoritas sedangkan bahan hukum sekunder adalah semua publikasi tentang hukum yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi. Bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah : a. Bahan hukum primer yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu : 1)
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2) Undang-Undang
Nomor
30
Tahun
2002
tentang
Komisi
Pemberantasan Korupsi; 3) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 10
4) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi 5) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia 6) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia 7) Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2005 tentang Sumber Daya Manusia KPK b. Bahan hukum sekunder yang digunakan buku-buku teks, jurnal-jurnal hukum,
kamus-kamus
hukum,
komentar-komentar
atas
putusan
pengadilan, artikel internet dan artikel media massa yang berkaitan dengan topik yang dibahas.
5. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum Teknik pengumpulan bahan hukum dalam penulisan hukum ini adalah menggunakan teknik studi pustaka. Pengumpulan bahan hukum primer, bahan hukum sekunder diiventarisasi dan diklasifikasikan dengan menyesuaikan masalah yang dibahas. Bahan hukum yang berhubungan dengan masalah yang dibahas
dipaparkan,
disistematisasi,
kemudian
dianalisis
untuk
mengintepretasikan hukum yang berlaku (Johnny Ibrahim, 2008:296). 6. Teknik Analisis Bahan Hukum Teknik analisis bahan hukum yang penulis gunakan adalah logika deduktif. Logika deduktif digunakan untuk menarik kesimpulan dari hal yang bersifat umum menjadi kasus yang bersifat individual (Robert E. Rodes dalam Johnny Ibrahim, 2008:249). Hal senada dipaparkan pula oleh Peter Mahmud Marzuki (2006:47) bahwa penggunaan logika dalam penelitian hukum dapat digunakan metode deduksi. Metode deduksi ini berpangkal dari pengajuan premis mayor, kemudian diajukan premis minor dan dari kedua premis commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 11
tersebut ditarik suatu kesimpulan atau conclusion. Dalam penulisan hukum ini penulis menyajikan teori-teori ilmu hukum yang bersifat umum yakni terkait prinsip negara hukum, kemudian menarik kesimpulan dari kasus faktual yang diteliti dan dianalisa yakni eksistensi penyidik independen di KPK.
F. Sistematika Penulisan Hukum Sistematika penulisan hukum ini digunakan untuk mendapatkan gambaran yang menyeluruh mengenai bahasan mengenai penulisan hukum yang sesuai dengan aturan atau kaidah baku penulisan suatu karya ilmiah. Adapun sistematika penulisan hukum ini terdiri dari 4 (empat) bab yaitu : BAB I PENDAHULUAN Dalam penulisan ini penulis akan menguraikan mengenai : a. Latar Belakang Masalah Komisi Pemberantasan Korupsi merupakan suatu lembaga independen yang dibentuk untuk menangani pemberantasan korupsi di Indonesia. Dalam hal ini KPK memiliki kewenangan salah satunya yaitu untuk melakukan penyidikan. Penyidikan merupakan suatu hal penting dalam penyelesaian suatu perkara. Penyidik KPK merupakan gabungan dari penyidik kepolisian dan kejaksaan yang dikontrak oleh KPK dalam tenggang waktu tertentu untuk melaksanakan fungsi penyidikan di KPK. Namun, hal ini menimbulkan banyak dampak negatif terhadap kinerja KPK. Salah satunya adalah intervensi dari kedua lembaga tersebut yang dapat mengganggu keindependensian KPK dalam memberantas korupsi di Indonesia. b. Rumusan Masalah Menanyakan tentang sebab perlunya penyidik independen KPK. Kemudian menanyakan bagaimana upaya yang harus dilakukan untuk terwujudnya penyidik independen KPK dalam mewujudkan prinsip negara hukum di Indonesia.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 12
c. Tujuan Penelitian d. Manfaat Penelitian e. Metode Penelitian f. Sistematika Penelitian BAB II TINJAUAN PUSTAKA a. Kerangka Teori 1) Tinjauan tentang Negara Hukum 2) Tinjauan tentang Penyidik 3) Tinjauan tentang Kewenangan KPK b. Kerangka Pemikiran BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Dalam pembahasan, diuraikan menngenai mengapa diperlukan adanya penyidik independen pada KPK yang kemudian menelaah peraturan perundangundangan yang terkait yakni Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupi, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang kepolisian dan UndangUndang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan kemudian ditelaah pula PP SDM KPK Nomor 63 Tahun 2005. Selain itu juga dilakukan analisis terhadap berbagai pendapat para tokoh dan ahli mengenai eksistensi penyidik independen dengan mengkaitkannya ke dalam prinsip negara hukum, BAB IV PENUTUP Dalam bab ini, penulis menguraikan kesimpulan yang diperoleh dari hasil pembahasan dan proses meneliti, serta saran-saran yang penulis kemukakan kepada para pihak yang terkait dengan bahasan penulisan hukum ini.
commit to user