1 BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan bagian integral dalam pembangunan. Pendidikan yang berkualitas sangat diperlukan untuk mendukung terciptanya manusia yang cerdas serta mampu bersaing di era globalisasi. Pendidikan dapat dikatakan suatu proses dalam rangka mempengaruhi peserta didik supaya mampu menyesuaikan diri sebaik mungkin dengan lingkungannya, dan dengan demikian akan menimbulkan perubahan dalam dirinya yang berfungsi dalam kehidupan masyarakat.
Pengajar bertugas mengarahkan proses ini agar sasaran dari
perubahan itu dapat tercapai sebagaimana yang diinginkan. Pertumbuhan dan perkembangan peserta didik bergantung pada dua unsur yang saling mempengaruhi, yakni bakat yang dimiliki peserta didik sejak lahir dan lingkungan yang mempengaruhi hingga bakat itu tumbuh dan berkembang. Kendatipun dua
unsur
itu sama pentingnya,
namun ada
kemungkinan pertumbuhan dan perkembangan itu disebabkan oleh bakat saja atau pengaruh lingkungan saja. Sekolah sebagai pendidikan formal, secara sistematis merencanakan bermacam- macam lingkungan, yakni lingkungan yang menyediakan berbagai kesempatan bagi peserta didik untuk melakukan berbagai kegiatan belajar. Pendidikan di sekolah didalamnya terdapat proses belajar-mengajar sehingga senantiasa merupakan proses kegiatan interaksi antara dua unsur manusiawi, yakni sebagai pihak yang belajar dan guru sebagai pihak yang mengajar,dengan siswa sebagai subjek pokoknya. Proses interaksi guru dengan siswa, dibutuhkan komponen pendukung yang dalam berlangsungnya proses belajar- mengajar tidak dapat dipisahkan. Kurikulum tingkat satuan pendidikan yang sekarang diterapkan menuntut siswa agar mampu mencapai kompetensi dan standar kompetensi yang telah ditetapkan, namun juga harus tetap memperhatikan kondisi satuan pendidikan.
1
2 Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan yang diterapkan, menuntut guru agar mampu menyusun suatu pembelajaran yang menumbuhkan kemandirian belajar siswa. Menurut Joyoatmojo (2006:16) dikatakan bahwa kemandirian dalam belajar ini merupakan usaha untuk menetapkan sendiri tujuan atau sasaran belajar, usaha mencapainya mencakup pula usaha memilih sendiri sumber belajar dan menggunakan teknik-teknik belajar yang tepat untuk mencapai tujuan tersebut. Selama ini kemandirian belajar yang merupakan kema mpuan dasar manusia terganggu oleh penyelenggaraan sistem pendidikan formal-tradisional yang bersifat ”teacher center”. Proses pembelajaran dirancang melalui kurikulum yang instruktif, dan guru bertugas sebagai pelaksananya. Akibatnya, kemandirian belajar sebagai kemampuan alamiah manusia berkurang. Kemampuan ini menjadi kemampuan potensial yang harus digali kembali oleh sistem pendidikan formal. Kemandirian belajar siswa dalam konteks sistem pendidikan formal memiliki ciri bahwa kegiatan belajarnya dengan memanfaatkan tempat, buku dan benda disekitarnya sebagai sumber belajar. Siswa akan memanfaatkan orang atau siapa saja yang memiliki keahlian tertentu.
Keberanian mengemukakan
permasalahan, bertukar pendapat dengan siswa lain juga merupakan ciri kemandirian belajar.
Siswa yang memiliki kemandirian tidak cukup hanya
dengan mendengar dan menyerap tetapi berbuat. Hasil observasi terhadap proses pembelajaran Biologi kelas XI IA2 yang berjumlah 38 semester ganjil SMA Negeri 3 Surakarta menunjukkan bahwa proses pembelajaran belum melibatkan kemandirian siswa dalam belajar secara menyeluruh.
Hal ini ditunjukan dengan tidak ada siswa yang memanfaatkan
tempat atau lingkungan sekitar (0%), artinya tidak ada siswa memanfaatkan perpustakaan ataupun laboratorium. Pemanfaatan sumber belajar terbatas apa yang ada di kelas saja yang mayoritas hand out dan buku sumber yang sama. Sementara itu, untuk menyelesaikan permasalahan memerlukan sumber belajar yang memadai. Siswa yang memanfaatkan benda yang ada disekitamya sebanyak 3 siswa (7,89%). Siswa yang memanfaatkan orang atau siapa saja yang memiliki keahlian tertentu sebanyak 7 siswa (18,42%). Orang yang dimaksud disini merupakan guru ataupun teman yang dianggap sudah menguasai. S iswa yang
3 memanfaatkan buku referensi sebagai sumber belajar sebanyak 17 siswa (42,10%). Sebagian besar dalam sebangku ada satu buku referensi. S iswa yang tidak cukup hanya mendengar dan menyerap tapi juga berbuat sebanyak 6 siswa (13,15%). Berbuat dalam hal ini menulis catatan penting yang disampaikan guru. Siswa yang bertukar pendapat dengan siswa lain sebanyak 8 siswa (21,05%). Siswa yang berani mengemukakan permasalahan sebanyak 4 siswa (10,52%). Kecenderungan ini disebabkan guru dalam mengajar dengan metode yang kurang bervariasi dan keberadaan hand out yang sudah dimiliki setiap siswa sehingga siswa
cenderung
mendengarkan
saja.
Siswa
yang
masih
menunjukan
ketidakaktifannya misal melamun, melakukan aktivitas lain di luar aktivitas belajar seperti menggambar, bermain handphone serta berbicara dengan teman. Biologi sebagai ilmu yang mempelajari tentang makhluk hidup, umumnya melibatkan objek-objek nyata dalam kehidupan. Proses pembelajaran Biologi akan lebih bermakna apabila menggunakan objek-objek yang dapat diamati baik melalui gambar ataupun pengamatan secara langsung oleh siswa. Objek-objek yang dapat diamati siswa dalam proses pembelajaran merupakan media pembelajaran. Kegiatan pengamatan oleh siswa memunculkan berbagai fenomena yang menarik perhatian siswa. Fenomena- fenomena yang ditangkap dan diindera oleh siswa dari efek penggunaan media memunculkan keingintahuan tentang hal-hal yang berkaitan dengan topik yang dipelajari. Salah satu alternatif media yang dapat digunakan adalah media gambar. Suatu penjelasan atau permasalahan yang sifatnya abstrak dapat dibantu dengan media gambar sehingga pebelajar lebih mudah memahami apa yang dimaksud. Salah satu model pembelajaran yang bisa dijadikan alternatif guru untuk mengembangkan kemandirian siswa dalam belajar
di kelas XI IA2 adalah
Problem Based Learning (PBL) dalam sub pokok bahasan ovulasi, menstruasi, fertilisasi, gestasi, persalinan, dan ASI yang merupakan bagian dari materi sistem reproduksi.
Model
memperkirakan
ini
merangsang
jawaban-jawabannya,
siswa mencari
untuk data,
mengatasi
masalah,
menganalisis
dan
menyimpulkan jawaban terhadap masalah. Model ini dengan kata lain melatih kemampuan memecahkan masalah melalui langkah- langkah sistematis. Ciri utama
4 model ini adalah pengetahuan dicari dan dibentuk oleh siswa dalam upaya memecahkan contoh-contoh masalah dunia nyata yang dihadapkan kepada mereka. Penerapan media gambar pada model pembelajaran ini sebagai sumber permasalahan bagi siswa. Masalah yang dihadapi dibahas dalam kelompokkelompok kecil, selanjutnya mereka mencatat apa yang sudah mereka ketahui untuk menjawab masalah dan apa saja yang belum mereka ketahui. Mereka mengumpulkan data dan pengetahuan yang belum mereka ketahui dengan berbagai sumber.
Mereka menganalisa seluruh data dan pengetahuan yang
terkumpul untuk menjawab masalah. Tugas guru adalah mengamati seluruh proses dan memberikan bantuan bila diperlukan. Penerapan model ini harapannya tidak hanya meningkatkan kemandirian belajar saja tapi juga prestasi belajar. Pembelajaran dengan penggunaan media gambar dalam model Problem Based Learning (PBL) diharapkan dapat meningkatkan kemandirian belajar siswa dalam proses pembelajaran. Penggunaan media gambar dalam pembelajaran merangsang siswa untuk lebih banyak tahu tentang informasi yang berkaitan dengan gambar. Berdasarkan latar belakang di atas maka dirumuskan judul penelitian sebagai berikut: ”PENERAPAN MEDIA GAMBAR DALAM MODEL PEMBELAJARAN MENINGKATKAN
PROBLEM
BASED
KEMANDIRIAN
LEARNING BELAJAR
(PBL)
UNTUK
SISWA
PADA
PEMBELAJARAN BIOLOGI DI SMA NEGERI 3 SURAKARTA TAHUN AJARAN 2009/2010”.
B. Rumusan Masalah Permasalahan yang menjadi pokok penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Apakah pembelajaran dengan penggunaan media gambar dalam model Problem Based Learning (PBL) dapat meningkatkan kemandirian belajar siswa pada pembelajaran Biologi? 2. Berapa besarkah peningkatan kemandirian belajar siswa dalam pembelajaran Biologi melalui penerapan media gambar dalam model pembelajaran Problem Based Learning (PBL)?
5 C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: 1. Peningkatkan kemandirian belajar siswa dalam pembelajaran Biologi melalui penerapan media gambar
dalam model pembelajaran Problem Based
Learning (PBL). 2. Besar peningkatan kemandirian belajar siswa dalam pembelajaran Biologi melalui penerapan media gambar dalam model pembelajaran Problem Based Learning (PBL).
D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, antara lain: 1. Bagi Institusi Memberikan masukan atau saran dalam upaya mengembangkan suatu proses pembelajaran yang mampu meningkatkan kemandirian belajar siswa di SMA Negeri 3 Surakarta. 2. Bagi Guru a. Menambah wawasan tentang model mengajar yang efektif dalam pencapaian tujuan yang diharapkan. b. Memberikan solusi terhadap kendala pelaksanaan pembelajaran Biologi, khususnya terkait dengan kemandirian belajar siswa. 3. Bagi Siswa a. Meningkatkan kemandirian belajar siswa dalam pembelajaran Biologi. b. Memberikan suasana belajar yang lebih kondusif dan variatif sehingga siswa tidak monoton belajar dengan model konvensional, dan diharapkan hal ini membawa dampak pada peningkatan hasil belajar siswa. 4. Bagi Peneliti Menjadi bahan rujukan untuk tindakan penelitian lebih lanjut di masa yang akan datang.
6 BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Media Pe mbelajaran Gambar a. Pengertian Media Pembelajaran Kata media berasal dari bahasa Latin, yang merupakan bentuk jamak dari kata medium, yang berarti sesuatu yang terletak di tengah (antara dua pihak atau kutub). Anitah (2008 : 1) mengatakan bahwa media juga dapat diartikan sebagai perantara atau penghubung antara dua pihak, yaitu antara sumber pesan dengan penerima pesan atau informasi. Media pembelajaran berarti sesuatu yang menghantarkan pesan pembelajaran antara pemberi pesan kepada penerima pesan. Association for Educational Communications and Technology (AECT) mendefinisikan media sebagai segala bentuk yang digunakan untuk menyalurkan informasi. Media pembelajaran pada hakekatnya adalah peralatan fisik untuk membawakan atau menyempurnakan isi pembelajaran. Latuheru (1988 :13) mengatakan bahwa sesuatu dapat dikatakan sebagai media pembelajaran apabila mereka digunakan untuk menyalurkan atau menyampaikan pesan dengan tujuantujuan pendidikan dan pembelajaran. Masih banyak lagi pengertian media, yang masing- masing memberi tekanan pada hal- hal tertentu, misalnya ada definisi yang menekankan pada anggota tubuh yang dikenai rangsangan. Inti dari media pembelajaran adalah setiap orang, bahan, alat, atau peristiwa yang dapat menciptakan kondisi yang memungkinkan pebelajar menerima pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Setiap media merupakan sarana untuk menuju suatu tujuan.
Informasi yang terkandung di dalamnya dapat
dikomunikasikan kepada orang lain. Batasan-batasan yang diberikan mengenai pengertian media, ada persamaan-persamaan diantaranya yaitu bahwa media adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan minat siswa sedemikian rupa sehingga proses belajar terjadi. Proses pembelajaran melibatkan siswa bertindak sebagai penerima pesan yang kemudian berinteraksi
6
7 dengan pembawa pesan (media) melalui aktivitas indera (penglihatan maupun pendengaran). Aktivitas indera tersebut kemudian dikombinasikan dengan aktivitas mental siswa (aktivitas berpikir) untuk dapat menerima pesan dengan baik. b. Peranan Media Pembelajaran Menurut Sardiman (2004: 205) peranan media dalam proses belajar mengajar
adalah
menghemat
waktu
belajar,
memudahkan
pemahaman,
meningkatkan perhatian siswa, meningkatkan aktivitas siswa, mempertinggi daya ingat siswa. Media pembelajaran pada umumnya merupakan sesuatu yang baru bagi anak didik sehingga menarik perhatian bagi mereka, sekaligus perhatiannya tertuju pada materi pengajaran yang disajikan.
Latuheru (1988: 23) juga
mengungkapkan bahwa media pembelajaran memberikan pengalaman belajar yang sulit diperoleh dengan cara lain, juga dapat menghilangkan verbalisme. c. Jenis Media Pembelajaran Salah satu jenis media pembelajaran yaitu media visual yang tidak diproyeksikan. Media ini merupakan media yang sederhana, tidak membutuhkan projektor dan layar untuk memproyeksikan perangkat lunak. Media ini tidak tembus cahaya (non transparan), maka tidak dapat dipantulkan pada layar. Termasuk dalam jenis ini antara lain gambar mati ata u gambar diam, ilustrasi, karikatur, poster, bagan, diagram,grafik, peta datar, Realia atau model, dan berbagai jenis papan (Anitah, 2008: 7). Gambar memiliki makna yang lebih baik dibanding dengan tulisan. Gambar sebagai bahan ajar tentu saja diperluka n satu rancangan yang baik agar setelah selesai melihat sebuah atau serangkaian gambar, siswa dapat melakukan sesuatu yang pada akhirnya menguasai satu atau lebih kompetensi dasar. Orang yang melihat gmbar lebih tinggi maknanya daripada membaca atau mende ngar. Ingatan yang didapat melalui membaca hanya 10 %, dari mendengar yang diingat hanya 20%, dan dari melihat yang diingat 30 %. Gambar yang di desain secara baik dapat memberikan pemahaman yang lebih baik. Media pembelajran ini dalam menggunakannya harus dibantu dengan bahan tertulis (Majid, 2009: 178).
8 Sebuah gambar yang bermakna paling tidak memiliki kriteria bahwa gambar harus sesuatu yang dapat dilihat dan penuh dengan informasi atau data, sehingga gambar tidak hanya sekedar gambar yang tidak me ngandung arti atau tidak ada yang dapat dipelajari.
Kriteria selanjutnya bahwa gambar harus
bermakna dan dapat dimengerti, sehingga pembaca akan benar-benar mengerti. Kriteria yang terakhir bahwa gambar harus lengkap, rasional untuk digunakan dalam proses pembelajaran, bahannya diambil dari sumber yang benar (Majid, 2009: 178). Kelebihan media visual yang tidak diproyeksikan termasuk gambar antara lain dapat menerjemahkan ide- ide abstrak ke dalam bentuk yang lebih nyata, banyak tersedia dalam buku-buku, sangat mudah dipakai karena tidak membutuhkan banyak peralatan, relatif tidak mahal, serta dapat dipakai untuk berbagai tingkat pelajaran dan bidang studi (Anitah, 2008: 8). Manfaat media visual yang tidak diproyeksikan termasuk gambar yaitu menimbulkan daya tarik bagi pebelajar. Gambar dengan berbagai warna akan lebih menarik dan membangkitkan minat serta perhatian pebelajar. Manfaat yang lain juga mempermudah pengertian pebelajar. Suatu penjelasan yang sifatnya abstrak dapat dibantu dengan gambar sehingga pebelajar lebih mudah memahami apa yang dimaksud. Gambar juga memperjelas bagian-bagian yang penting serta dapat menyingkat uraian yang panjang. Uraian tersebut mungkin dapat ditunjukan dengan sebuah gambar saja. Ciri-ciri gambar yang baik yaitu sesuai dengan tingkatan umur dan kemampuan pebelajar.
Bersahaja dalam arti tidak terlalu kompleks, karena
dengan gambar itu pebelajr mendapat gambaran yang pokok. Kalau gambar kompleks, perhatian pebelajar tebagi, akibatnya ada sesuatu yang justru pent ing tetapi tidak tertangkap oleh pebelajar. Gambar juga realistis, maksudnya gambar itu seperti benda yang sesungguhnya atau sesuai dengan apa yang digambar, sudah tentu perbandingan ukuran juga harus diperhatikan. diperlakukan dengan tangan.
Gambar dapat
Ada yang menganggap bahwa gambar adalah
sesuatu yang suci, tetapi sebagai media pembelajaran, gambar hrus dapat dipegang, diraba oleh pebelajar (Anitah, 2008: 9).
9 Media visual tidak dapat diproyeksikan yang lain yaitu ilustrasi. Ilustrasi berasal dari bahasa Latin Illustrare, yang berati menerangkan atau membuat sesuatu menjadi jelas. Ilustrasi juga didefinisikan sebagai gambar atau wujud yang menyertai teks. Gambar atau tulisan tersebut merupakan suatu kesatuan yang bertujuan memperjelas teks atau buku cetakan yang diterbitkan. Ilustrasi adalah gambar atau wujud lain yang bermaksud menerangkan, menghias, ditampilkan dengan suatu kepribadian dan mengandung daya tarik serta memberi stimulus dan motif suatu gerak. Pengertian yang lebih luas, ilustrasi dapat berupa gambar tulisan, ucapan, gerak, bunyi, musik. Jenis media yang selanjutnya yaitu media visual yang diproyeksikan. Media ini juga merupakan suatu media visual, namun dapat diproyeksikan pada layar melalui suatu pesawat projektor. Oleh karena itu, media ini terdiri dari dua unsur yang tak dapat dipisahkan satu sama lain, yaitu perangkat keras dan perangkat lunak. Materi atau perangkat lunaknya ditulis atau digambar pada transparansi (tembus cahaya).
Materi atau perangkat lunak yang berwujud
gambar, bagan atau tulisan dpat diproyeksikan pada layar melalui pesawat projektor. Media visual ini banyak jenisnya, antara lain OHP (Overhead Projector), slide (film bingkai), dan Filmstrip (film rangkai). Kelebihan penggunaan media visual yang diproyeksikan antara lain guru dapat mempersiapkan materi pelajaran sebelumnya sehingga jam mengajar dapat dimanfaatkan seefisien mungkin.
Media jenis ini tidak dapat menyebabkan
tangan kotor seperti kapur, juga dapat dipakai berulang- ulang. Penyaji (guru) berhadapan dengan pebelajar sehingga kontak antara guru dan pebelajar tetap berlangsung sehingga tepat untuk pembelajaran individual maupun kelompok. Sejalan dengan kelebihan ada juga kelemahan media visual yang diproyeksikan antara lain untuk OHP keefektifan penyajiannya tergantung dari penyaji. Bahan- bahan cetak seperti gambar, majalah, tidak dapat langsung diproyeksikan karena harus dipindahkan dahulu ke bahan transparan. Kelemahan penggunaan slide film bingkai) antara lain tidak dapat memberika n kesan yang berhubungan dengan gerak, emosi, maupin suara juga tidak dapat menunjukan kedalaman benda (Anitah, 2008: 29).
10 Jenis media yang selanjutnya yaitu media audio. Kehadiran media dengar atau audio di dalam kelas tidak boleh diremehkan karena me lalui media ini dapat menangkap dan mengerti berbagai suara manusia serta bunyi- bunyian lain yang ada hubungannya dengan masalah pembelajaran, menuju pada pencapaian tujuan pembelajaran tersebut. Secara fisiologis, pendengaran adaalah suatu proses di mana gelombang-gelombang suara masuk melalui telinga bagian luar yang padaa akhirnya akan diteruskan ke otak (Latuheru, 1988: 68). Jenis media pembelajaran yang terakhir yaitu media audio visual. Media ini menjadikan siswa tidak hanya dapat melihat atau mendengarkan saja, tetapi dapat melihat sekaligus mendengarkan sesuatu yang divisualisasikan. d. Prinsip Pemilihan Media Pembelajaran Djamarah dan Zain (2002: 143) mengemukakan ada tiga prinsip dalam pemilihan media pembelajaran. Prinsip yang pertama dalam pemilihan media pembelajaran yaitu tujuan pemilihan. Pemilihan media itu untuk pembelajaran (siswa belajar), untuk informasi yang bersifat umum, atau untuk sekedar hiburan. Lebih spesifik lagi, untuk pengajaran kelompok atau individu. Prinsip yang kedua yaitu memahami karakteristik media pembelajaran. Setiap
media mempunyai karakteristik
tertentu,
baik
dilihat dari segi
keampuhannya, maupun cara penggunaannya. Memahami karakteristik berbagai media pengajaran merupakan kemampuan dasar yang harus dimiliki guru dalam kaitannya dengan ketrampilan pemilihan media pengajaran. Prinsip yang ketiga yaitu alternatif pilihan. Memilih pada hakekatnya adalah proses membuat keputusan dari berbagai alternatif pilihan. Guru bisa menentukan pilihan media mana yang akan digunakan apabila terdapat beberapa media yang dapat diperbandingkan. Apabila media itu hanya satu, maka guru tidak bisa memilih, tetapi menggunakan apa adanya. 2. Model Pembelajaran a. Pengertian Model Pembelajaran Model pembelajaran ialah pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas maupun tutorial (Suprijono, 2009 : 46).
11 Model Pembelajaran mengacu pada pendekatan yang digunakan, termasuk didalamnya
tujuan-tujuan
pembelajaran,
tahap-tahap
dalam
pembelajaran, lingkungan pembelajaran, dan pengelolaan kelas.
kegiatan Model
pembelajaran dapat didefinisikan sebagai kerangka konseptual yang melukiskan prosedur sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar. Guru melalui model pembelajaran dapat membantu peserta didik mendapat informasi, ide, ketrampilan, cara berpikir, dan mengekspresikan ide. Model pembelajaran berfungsi pula sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para guru dalam merencanakan aktivitas belajar mengajar. b. Model Pembelajaran Langsung Suprijono ( 2009 : 46) mengatakan bahwa pembelajaran langsung atau direct instruction dikenal dengan sebutan active teaching. Pembelajaran langsung juga dinamakan whole-class teaching.
Penyebutan ini mengacu pada gaya
mengajar di mana guru terlibat aktif dalam mengusung isi pelajaran kepada peserta didik dan mengajarkannya secara langsung kepada seluruh kelas. Pembelajaran langsung menekankan pada perubahan perilaku saja. Modelling adalah pendekatan utama dalam pembelajaran langsung. Modelling berarti mendemonstrasikan suatu prosedur kepada peserta didik. Pembelajaran langsung dirancang untuk penguasaan pengetahuan prosedural, pengetahuan deklaratif. Pelaksanaan model pembelajaran langsung membutuhkan lingkungan belajar dan sistem pengelolaan.
Tugas-tugas yang terkait dengan
mengelola lingkungan belajar selama pelajaran dengan model pembelajaran langsung hampir identik dengan yang digunakan guru ketika menerapkan model presentasi. Pembelajaran dengan model 6 ini, guru menginstrusikan lingkungan belajarnya dengan sangat ketat, mempertahankan fokus akademis, dan peserta didik menjadi pengamat, pendengar, partisipan yang tekun. c. Model Problem Based Learning (PBL) 1) Pengertian Model Problem Based Learning (PBL) Pengajaran berbasis masalah (Problem Based Learning) adalah suatu pengajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi
12 siswa untuk belajar cara berpikir kritis dan ketrampilan pemecahan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi pelajaran. Peran guru dalam pengajaran berbasis masalah adalah mengajukan pertanyaan, dan memfasilitasi penyelidikan serta dialog. Pengajaran berbasis masalah tidak dapat dilaksanakan jika guru tidak mengembangkan lingkungan ke las yang memungkinkan terjadinya pertukaran ide secara terbuka. Intinya, siswa dihadapkan situasi masalah yang otentik dan bermakna yang dapat menantang siswa untuk memecahkannya (Nurhadi, 2004: 109). Sukmadinata (2003: 161) mengatakan bahwa PBL merupakan tipe pembelajaran dimana individu dihadapkan kepada masalah yang harus dipecahkannya, baik masalah yang bersifat praktis dalam kehidupan maupun teoritis dalam bidang ilmu. 2) Tujuan Problem Based Learning PBL dikembangkan terutama untuk membantu siswa menge mbangkan kemampuan berpikir, pemecahan masalah, dan ketrampilan intelektual, belajar tentang berbagai peran orang dewasa dengan melibatkan diri dalam pengalaman nyata atau simulasi, dan menjadi pembelajar yang otonom dan mandiri (Nurhadi, 2004: 110). Kemampuan memecahkan masalah harus ditunjang oleh kemampuan penalaran, yakni kemampuan melihat hubungan sebab akibat.
Kemampuan
penalaran memerlukan upaya peningkatan kemampuan dalam mengamati, bertanya, berkomunikasi dan berinteraksi dengan lingkungan. Pemikiran terarah pada hal- hal yang bertalian dengan upaya mencari jawaban terhadap persoalan yang dihadapi. Upaya ini memerlukan berpikir kreatif dan kemampuan menjajaki bidang-bidang baru serta menghasilkan temuan-temuan baru (Hamalik, 2008: 152). Ge, et.al. (2010: 32) mengatakan bahwa tujuan dari PBL adalah membimbing siswa untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dasar, memiliki ketrampilan memecahkan masalah, juga adanya pengarahan diri dalam belajar. Tujuan yang lain yaitu mengembangkan ketrampilan belajar dari kehidupan, menjadi kolaborator yang efektif dan merangsang tumbuhnya motivasi intrinsik.
13 3) Ciri khusus Problem Based Learning Belland, et.al. (2009: 63) mengemukakan salah satu ciri dari PBL yaitu adanya penyajian pemecahan masalah.
Pemecahan masalah dalam PBL
mengharuskan siswa agar mampu menjabarkan masalah kedalam beberapa point yang lebih kecil, mendefinisikan dengan kata-kata sendiri, juga menentukan sumber daya untuk membantu dalam penyelesaian masalah. Ciri selanjutnya yaitu adanya keterarahan diri dalam belajar. Keterarahan diri dalam belajar diperlukan karena mengajak siswa untuk menentukan mana yang diketahui dan mana yang belum duketahui. Nurhadi (2004: 109) mengatakan bahwa PBL memiliki ciri antara lain adanya pengajuan pertanyaan atau masalah. PBL bukan hanya mengorganisasikan prinsip-prinsip atau ketrampilan akademik tertentu. Pembelajaran berdasarkan masalah berpusat pada pertanyaan/ masalah yang secara pribadi bermakna untuk siswa. Mereka mengajukan situasi kehidupan nyata yang otentik. kedua, terintegrasi dengan disiplin ilmu lain.
Ciri yang
Meskipun pengajaran berbasis
masalah berpusat pada mata pelajaran tertentu (IPA, Matematika, Ilmu- ilmu Sosial), akan tetapi masalah yang akan diselidiki telah dipilih yang benar-benar nyata agar dalam pemecahannya siswa meninjau masalah itu dari banyak sudut pandang mata pelajaran lain. Ciri yang ketiga, penyelidikan otentik.
PBL mengharuskan siswa
melakukan penyelidikan otentik untuk mencari penyelesaian nyata terhadap masalah nyata. Mereka harus menganalisis dan mendefinisikan masalah, mengembangkan
hipotesis
dan
membuat
ramalan,
mengumpulkan
dan
menganalisis informasi, melakukan eksperimen (jika diperlukan), membuat referensi, dan merumuskan kesimpulan. Ciri yang keempat, menghasilkan produk atau karya dan memamerkannya.
PBL menuntut siswa untuk menghasilkan
produk tertentu dalam bentuk karya nyata yang menjelaskan atau mewakili bentuk penyelesaian yang mereka temukan. Arends (1997: 392) menambahkan ciri yang kelima yaitu adanya kolaborasi.
Pembelajaran berbasis masalah menandakan
bahwa siswanya bekerja satu dengan yang lain, lebih sering berpasangan atau membentuk kelompok kecil.
14 Suci (2008: 77) menyebutkan bahwa model PBL memiliki sejumlah karakteristik yang membedakannya dengan model pembelajaran yang lainnya yaitu pembelajaran bersifat student centered, pembelajaran terjadi pada kelompok-kelompok kecil, guru berperan sebagai moderator atau fasilitator. Karakteristik selanjutnya masalah menjadi fokus dan merupakan sarana untuk mengembangkn ketrampilan problem solving, informasi- informasi baru diperoleh dengan belajar mandiri. Best (2010: 84) mengungkapkan bahwa Guru sebagai fasilitator memiliki peran penting dalam proses PBL.
Tugas guru disini mengarahkan pencarian
sumber-sumber informasi yang diperlukan siswa. Guru harus paham masalah yang hendak dibahas dalam kelompok dan mampu merangsang interaksi dalam kelompok. 4) Tahap-tahap dalam Problem Based Learning (PBL) Menurut Nurhadi (2004: 111) PBL biasanya terdiri dari lima tahapan utama. Tahapan pertama dimulai dengan orientasi siswa kepada masalah. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran,
menjelaskan logistik yang dibutuhkan,
memotivasi siswa agar terlibat pada aktivitas pemecahan masalah yang dipilihnya. Tahapan kedua mengorganisasi siswa untuk belajar. Peran Guru disini membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut. Tahapan ketiga membimbing penyelidikan individual dan kelompok.
Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang
sesuai, melaksanakan eksperimen jika diperlukan untuk mendapat penjelasan dan pemecahan masalahnya.
Tahapan keempat mengembangkan dan menyajikan
hasil karya. Guru membantu siswa merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, video, dan model serta membantu mereka berbagi tugas dengan temannya. pemecahan masalah.
Tahapan terakhir menganalisis dan mengevaluasi proses Guru membantu siswa melakukan refleksi atau evaluasi
terhadap penyelidikan dan proses-proses yang mereka gunakan.
Menurut
Williamson (2009: 64) mengungkapkan bahwa dalam evaluasi PBL ini bisa dibentuk dalam beberapa variasi berupa evaluasi sesama teman, tugas tertulis, ulangan tertulis seperti pada umumnya, dan presentasi.
15 5) Kelebihan Problem Based Learning (PBL) PBL memiliki kelebihan antara lain mendorong kerja sama dalm menyelesaikan tugas. PBL juga memiliki unsur-unsur belajar magang yang bisa mendorong pengamatan dan dialog dengan orang lain, sehingga secara bertahap siswa dapat memahami peran penting aktivitas mental dan belajar yang terjadi di luar sekolah. Siswa juga akan terlibat dalam penyelidikan pilihan sendiri, yang memungkinkan siswa menginterpretasikan dan menjelaskan fenomena dunia nyata dan membangun pemahamannya tentang fenomena tersebut. Siswa juga akan terbantu menjadi pembelajar yang mandiri dan otonom (Nurhadi, 2004: 110). Sudjana (1989: 94) mengatakan bahwa kelebihan yang lain yaitu interaksi sosial antarsiswa lebih banyak dikembangkan sebab hampir setiap langkah dalam model mengajar ini ada dalam situasi kelompok serta membiasakan siswa berpikir logis dan sistematis dalam pemecahan masalah.
Zhang, et.al (2010: 57) juga
mengungkapkan bahwa diskusi dalam PBL dapat mengembangkan pengetahuan yang diraih melalui kegiatan aktif siswa meliputi bertanya antarsiswa satu dengan yang lain juga pemberian alasan dengan adanya bukti. Setiawan (2008: 55) mengemukakan bahwa pembelajaran yang diseting dalam kelompok dalam kerangka memecahkan masalah telah menunjukan hasil yang sangat baik. Proses ini diakibatkan pengkonstruksian pengetahuan dilakukan secara bersama-sama menggantikan proses pembelajaran klasikal. PBL dipuji sebagai cara yang efektif untuk mendorong siswa belajar sepanjang hayat sekaligus mengajari teman lain melalui komunikasi yang efektif tentang apa yang diketahui maupun
yang tidak diketahuinya.
PBL juga meningkatkan
meningkatkan kemampuan menjawab pertanyaan terbuka dengan banyak alternatif jawaban benar dan menjadikannya sebagai pebelajar yang mandiri.
3. Kemandirian Belajar Biologi a. Pengertian Kemandirian Menurut Holstein (1986: xiii) kemandirian sebagai ketidaktergantungan dan kebebasan bagi keputusan, penilaian pendapat, dan pertanggungjawaban. Kemandirian menunjukkaan dirinya dalam cara pengambilan sikap dan bukan
16 abstraksi. Sedangkan Slavin (2008: 207) mengartikan bahwa kemandirian sebagai pemberian imbalan atau hukuman bagi perilaku diri sendiri. b. Pengertian Kemandirian Belajar Joyoatmojo (2006: 16) mengemukakan bahwa kemandirian belajar adalah usaha untuk menetapkan sendiri tujuan atau sasaran belajar, usaha mencapainya mencakup pula usaha memilih sendiri sumber belajar dan menggunakan teknikteknik belajar yang tepat untuk mencapai tujuan tersebut. Sudjana (1996: 21) mengatakan bahwa kemandirian belajar merupakan keinginan kuat untuk belajar, kadar kegiatan (partisipasi) belajar tinggi, berani menampilkan diri dan kreatif, berkeleluasaan melaksanakan kegitan belajar secara teratur.
Siswa yang
mempunyai kemandirian belajar akan memiliki keinginan kuat untuk belajar, berani menampilkan diri dan kreatif serta bebas dari rasa ketergantungan karena memiliki keleluasaan dalam belajar. c. Ciri-ciri Kemandirian Belajar Seseorang yang mempunyai kemandirian belajar biasanya dalam dirinya terdapat perilaku mandiri yang dapat dilihat dari ciri-ciri yang ada. Ciri ini antara lain kegiatan belajarnya dengan memanfaatkan tampat, buku dan benda disekitarnya sebagai sumber belajar. Siswa akan memanfaatkan orang atau siapa saja yang memiliki keahlian tertentu. Keberanian mengemukakan per masalahan, bertukar pendapat dengan siswa lain juga merupakan ciri kemandirian belajar. Siswa yang memiliki kemandirian tidak cukup hanya dengan mendengar dan menyerap tetapi berbuat. Pembelajaran berdasarkan makna leksikal berarti proses, cara, perbuatan mempelajari. Subjek pembelajaran adalah peserta didik. Pembelajaran berpusat pada peserta didik dan menunjukan adanya dialog interaktif.
Pembelajaran
merupakan proses organik dan konstuktif, bukan mekanis sama halnya pengajaran (Suprijono, 2009: 13). Biologi merupakan ilmu pengetahuan (science) yang mempelajari tentang perihal kehidupan sejak beberapa juta tahun yang lalu hingga sekarang dengan segala perwujudan dan kompleksitasnya, dimulai dari subpartikel atom hingga
17 interaksi antarmakhluk hidup dan makhluk hidup dengan lingkungannya (Nugroho dan Sumardi, 2004: 3). Pembelajaran Biologi merupakan proses atau perbuatan untuk mempelajari tentang perihal kehidupan sejak lalu hingga sekarang, hingga interaksi antarmakhluk hidup dan makhluk hidup dengan lingkungannya (ekosistem).
B. Kerangka Berpikir Proses pembelajaran yang berlangsung di kelas XI
IA2 SMA N 3
Surakarta berdasarkan observasi yang telah dilakukan menunjukan bahwa kemandirian belajar siswa belum nampak secara signifikan. Hal ini disebabkan karena metode yang digunakan oleh guru kurang inovatif, cenderung ceramah. Siswa kurang diajak berpartisipasi dalam pembelajaran. Akibatnya siswa menjadi pasif dan aktivitas siswa dalam proses pembelajaran yang hanya mendengar dan dan sedikit mencatat materi yang disampaikan oleh guru karena setiap siswa sudah memiliki hand out sesuai materi presentasi guru. Penggunaan model pembelajaran yang tepat dan efektif merupakan faktor paling penting yang perlu diperhatikan untuk meningkatkan kemandirian belajar siswa dalam pembelajaran biologi. Untuk itu dalam proses pembelajaran perlu diterapkan model pembelajaran baru yaitu dengan model pembelajaran berbasis masalah yang bertujuan untuk meningkatkan kemandirian belajar siswa dalam pembelajaran biologi.
Kemandirian belajar dapat ditunjukan bahwa
kegiatan belajarnya dengan memanfaatkan tampat, buku dan benda disekitarnya sebagai sumber belajar. Siswa akan memanfaatkan orang atau siapa saja yang memiliki keahlian tertentu. Keberanian mengemukakan permasalahan, bertukar pendapat dengan siswa lain juga merupakan ciri kemandirian belajar. Siswa yang memiliki kemandirian tidak cukup hanya dengan mendengar dan menyerap tetapi berbuat. Model pembelajaran berbasis masalah adalah salah satu alternatif untuk meningkatkan kemandirian belajar siswa dalam pembelajaran biologi. Indikator lain adanya kemandirian belajar salah satunya adalah menyukai pembelajaran yang memusat pada permasalahan dunia nyata. Model ini merangsang siswa
18 untuk mengatasi masalah, memperkirakan jawaban-jawabannya, mencari data, menganalisis dan menyimpulkan jawaban terhadap masalah. Model ini dengan kata lain melatih kemampuan memecahkan masalah melalui langkah- langkah sistematis. Ciri utama model ini adalah pengetahuan dicari dan dibentuk oleh siswa dalam upaya memecahkan contoh-contoh masalah dunia nyata yang dihadapkan kepada mereka. Masalah yang dihadapi dibahas dalam kelompokkelompok kecil, selanjutnya mereka mencatat apa yang sudah mereka ketahui untuk menjawab masalah dan apa saja yang belum mereka ketahui. Mereka mengumpulkan data dan pengetahuan yang belum mereka ketahui dengan berbagai sumber. Mereka menganalisa seluruh data dan pengetahuan yang terkumpul untuk menjawab masalah. Tugas guru adalah mengamati seluruh proses dan memberikan bantuan bila diperlukan. Untuk lebih jelasnya, kerangka berpikir dapat dilihat pada Gambar 1.
19
PENYEBAB Metode yang digunakan kurang bervariasi Siswa kurang diajak untuk berpartisipasi dalam pembelajaran
MASALAH Kurangnya kemandirian belajar siswa
AKIBAT Siswa cenderung pasif dalam pembelajaran di kelas Aktivitas siswa dalam proses KBM hanya mendengar, dan sedikit mencatat
PENERAPAN MODEL PBL
1. 2. 3. 4. 5.
PROSEDUR Orientasi siswa kepada masalah Mengorganisasi siswa untuk belajar Membimbing penyelidikan individual dan kelompok Menyajikan hasil karya Menganalisis dan mengevaluasi
MANFAAT Membantu siswa menjadi pebelajar yang mandiri dan otonom Membangun pemahaman tentang fenomena dunia nyata
TARGET Kemandirian belajar siswa meningkat
Gambar 1. Skema Kerangka Berpikir