BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Jaminan fidusia semula hanya dipandang sebelah mata oleh sektor hukum. Fidusia lahir dan dikembangkan oleh yurisprudensi, tanpa ada peraturan khusus yang mengaturnya. Namun di dalam perkembangan praktik jaminan kebendaan, ternyata institusi hukum fidusia sangat dibutuhkan keberadaannya. Kehadiran fidusia diharapkan mampu menjawab kebutuhan masyarakat dalam praktik jaminan kebendaan yang tidak mampu dipenuhi oleh jenis-jenis jaminan kebendaan yang ada sebelumnya. Fidusia merupakan istilah yang sudah lama dikenal dalam bahasa Indonesia. Undang-undang yang khusus mengatur tentang hal ini, yaitu UndangUndang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia (selanjutnya akan disebut UU Jaminan Fidusia) juga menggunakan istilah “fidusia”. Fidusia menurut asal katanya berasal dari bahasa Romawi, yaitu fides, sedangkan dalam bahasa Belanda disebut fiducie, dan dalam bahasa Inggris disebut fiduciary transfer of ownership, yang artinya kepercayaan. Berbagai literatur yang ada lazimnya menyebut fidusia dengan istilah eigendom overdracht, yaitu penyerahan hak milik berdasarkan atas kepercayaan (H. Salim HS, 2004: 55). Sejarah mencatat bahwa lembaga fidusia dalam bentuk klasik sudah ditemukan sejak zaman Romawi, yang dikenal dengan nama Fidusia Cum Creditore, dengan konstruksi hukum di mana barang-barang kreditor diserahkan hak miliknya kepada kreditor, tetapi dimaksudkan hanya sebagai jaminan hutang. Namun, dalam sejarah hukum di Romawi (penghujung zaman klasik) berkembang pula lembaga pand (gadai) dan hipotik (hak tanggungan), sehingga peranan lembaga fidusia sebagai jaminan hutang mulai berkurang peranannya 1
2
sampai kemudian peranan dan eksistensinya lenyap sama sekali sejak zaman sesudah zaman klasik di bawah pemerintahan Justianus (Munir Fuady, 2003: 8). Berbeda dengan Romawi, sejarah fidusia di Belanda diawali oleh kebutuhan dan keadaan perekonomian negeri Belanda yang pada saat itu, di akhir Abad 19 sedang mengalami kemerosotan hasil panen. Kondisi pelik tersebut membuat
perusahaan-perusahaan pertanian
sangat
membutuhkan
modal
tambahan, dan hipotik tidak dapat diandalkan karena para petani mempunyai tanah yang sangat terbatas untuk dapat dijadikan jaminan hutang. Pand (gadai) juga tidak dapat diandalkan, para petani tidak dapat menyerahkan barangbarangnya untuk digadaikan karena dibutuhkan untuk proses produksi pertanian. Ternyata perkembangan kebutuhan perekonomian lebih cepat dibandingkan dengan perkembangan hukum di bidang perkreditan dan jaminan. Konsekuensi dari stagnannya sektor hukum perkreditan dan jaminan tersebut telah melahirkan upaya-upaya untuk mencari jalan keluar secara yuridis. Belanda mulai menghidupkan kembali bentuk pengalihan hak milik atas dasar kepercayaan untuk barang-barang bergerak sebagaimana prototipnya telah dipraktikkan secara klasik di zaman Romawi, yaitu Fidusia Cum Creditore. Setelah fidusia klasik tersebut terus berkembang, maka diakuilah lembaga fidusia tersebut oleh yurisprudensi lewat putusan pertamanya tentang fidusia, yaitu putusan tanggal 25 Januari 1929, yang popular dengan nama Bier Brouwerij Arrest (Aermadepa, 2012: 7). Putusan Bier Brouwerij Arrest ini adalah mengenai kasus di mana seorang penjual bir yang ingin menggunakan isi kedai penjualan minuman keras miliknya sebagai jaminan hutang, tetapi tidak dapat menyerahkan barang-barang tersebut sebab masih diperlukan oleh debitor untuk terus menjalankan bisnisnya, dan untuk maksud tersebut digunakanlah konstruksi hukum fidusia. Putusan Bier Brouwerij Arrest mengakui jaminan fidusia dengan pertimbangan sebagai berikut (H. Salim HS, 2004: 59) :
3
1. Perjanjian fidusia tidak bertentangan dengan aturan tentang gadai, karena maksud para pihak tersebut bukanlah untuk melakukan pengikatan gadai. 2. Perjanjian fidusia tidak bertentangan dengan paritas creditorium, karena perjanjian tersebut mengenai barang-barang milik Heineken (kreditor), bukan barang milik Bos (debitor). 3. Perjanjian fidusia tidak bertentangan dengan asas kepatutan. 4. Perjanjian tersebut tidak merupakan penyelundupan hukum yang tidak diperbolehkan. Fidusia di Indonesia juga berkembang melalui yurisprudensi sebelum diterbitkannya undang-undang khusus tentang fidusia, yaitu UU Jaminan Fidusia. Lembaga fidusia lahir di Indonesia berdasarkan Arrest Hoggerechtshof 18 Agustus 1932 (BPM-Clynet Arrest). Lahirnya arrest ini dipengaruhi oleh kebutuhan-kebutuhan yang mendesak dari pengusaha-pengusaha kecil, pengecer, pedagang menengah, pedagang grosir yang memerlukan fasilitas kredit untuk usahanya. Lembaga pand (gadai) dan hipotik tidak mampu menjawab kebutuhankebutuhan yang mendesak tersebut, karena mengandung banyak kekurangan, dan tidak dapat mengikuti perkembangan masyarakat. Kelemahan dan kekurangan dari ketentuan sebelumnya yang akan ditutupi oleh jaminan fidusia adalah sebagai berikut (Munir Fuady, 2003: 14) : 1. Terhadap benda bergerak, maka lembaga gadai mengharuskan penyerahan fisik dari benda tersebut, sementara dalam praktiknya ada juga kebutuhan agar penyerahan fisik tidak dilakukan. 2. Tidak semua benda tidak bergerak dapat dibebani dengan hipotik atau hak tanggungan. Hipotik versi Undang-Undang Pokok Agraria tidak memberikan kemungkinan hipotik untuk hak pakai atas tanah.
4
Lembaga jaminan fidusia diatur melalui peraturan perundang-undangan, yaitu UU Jaminan Fidusia, dengan berlakunya undang-undang tersebut maka pengikatan yang dilakukan melalui jaminan fidusia wajib mematuhi ketentuan undang-undangnya. Undang-undang ini dibentuk karena memang dibutuhkan ketentuan hukum yang jelas dan lengkap mengenai lembaga jaminan fidusia yang semakin populer dalam dunia bisnis, juga untuk memenuhi kebutuhan hukum untuk memacu pembangunan nasional dan untuk menjamin kepastian hukum serta mampu memberikan perlindungan hukum bagi pihak yang berkepentingan. Pengertian tentang jaminan fidusia terdapat di Pasal 1 angka (2) UU Jaminan Fidusia, yaitu Jaminan Fidusia adalah hak jaminan atas benda yang bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah yang tetap berada dalam penguasaan pemberi fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan diutamakan kepada pemberi fidusia terhadap kreditor lainnya. Terdapat suatu perubahan yang cukup mendasar setelah diundangkannya UU Jaminan Fidusia, yaitu mengenai pendaftaran. Sebelum terbitnya UU Jaminan Fidusia, masalah pendaftaran jaminan fidusia bukanlah menjadi suatu kewajiban yang harus dipenuhi dalam prosedur jaminan fidusia, tetapi setelah keluarnya UU Jaminan Fidusia masalah pendaftaran menjadi sangat penting. Pendaftaran jaminan fidusia memiliki arti yuridis sebagai suatu rangkaian yang tidak terpisah dari proses terjadinya perjanjian jaminan fidusia. Selain itu, pendaftaran jaminan fidusia merupakan perwujudan dari asas publisitas dan kepastian hukum (H. Tan Kamelo, 2006: 213).
5
Pengertian tentang asas publisitas dalam jaminan kebendaan yaitu bahwa semua hak, baik hak tanggungan, hak fidusia, dan hipotik harus didaftarkan, dengan maksud agar kreditor atau khalayak ramai dapat mengetahuinya atau punya akses untuk mengetahui informasi-informasi penting di sekitar jaminan fidusia tersebut (Munir Fuady, 2003: 30). Asas publisitas sangatlah penting untuk dipenuhi dalam jaminan-jaminan, terutama bagi jaminan yang fisik objek jaminannya tidak diserahkan kepada kreditor, seperti jaminan Fidusia. Asas Publisitas dalam jaminan fidusia tertuang pada Pasal 11 dan Pasal 18 UU Jaminan Fidusia. Semakin terpublikasi jaminan hutang maka akan semakin baik, hal ini dimaksudkan agar pihak debitor tidak dapat mengelabuhi pihak kreditor atau calon kreditor dengan memfidusiakan sekali lagi atau bahkan menjual benda objek jaminan fidusia tanpa sepengetahuan kreditor asal. Pendaftaran jaminan fidusia secara manual melalui kantor jaminan fidusia selama ini dirasakan tidak efektif, karena proses pengurusan dan pengeluaran sertifikat jaminan fidusianya membutuhkan waktu yang lama dan biaya yang dikeluarkan juga cukup mahal. Hal ini menyebabkan pemanfaatan fidusia menjadi tidak optimal, kepatuhan para pelaku usaha untuk mendaftarkan jaminan fidusia juga rendah, tidak jarang kreditor tetap memungut biaya pendaftaran fidusia, namun baru melakukan pendaftaran apabila debitor sudah memasuki tahap tidak kooperatif dan menunggak pembayaran. Sejak Oktober 2012 Menteri Keuangan mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 130/PMK.010/2012 tentang Pendaftaran Jaminan Fidusia bagi Perusahaan Pembiayaan yang Melakukan Pembiayaan Konsumen Untuk Kendaraan Bermotor dengan Pembebanan Jaminan Fidusia. Inti dari Peraturan di atas adalah mewajibkan semua Lembaga Pembiayaan Non Bank untuk mendaftarkan jaminan fidusia ke kantor pendaftaran fidusia paling lama 30 hari sejak perjanjian, apabila tidak dipatuhi maka akan keluar larangan untuk melakukan eksekusi dalam hal kegagalan bayar dan pencabutan izin operasi lembaga keuangan tersebut. Kebijakan ini membuat lonjakan jumlah pendaftaran
6
fidusia hingga tiga kali lipat dari biasanya. Hal ini membuat Kantor Pendaftaran Fidusia menjadi sangat sibuk dan terjadi tunggakan pendaftaran fidusia yang besar sepanjang tahun. Ditjen AHU mencatat, sepanjang tahun 2015 tercatat tidak kurang dari 12.460.700 pedaftaran fidusia yang dilakukan dengan rata-rata 650.000 pendaftaran tiap bulannya. Padahal sepanjang tahun 2012, yaitu sebelum sistem fidusia online diberlakukan, tercatat hanya 393.450 pendaftaran fidusia yang dilakukan. Melihat hal tersebut, Kementerian Hukum dan HAM akhirnya meluncurkan sebuah ide, yaitu pendaftaran fidusia secara elektronik (online) untuk mengganti sistem manual. Pemerintah telah mengesahkan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2015 tentang Tata Cara Pendaftaran dan Biaya Pembuatan Akta Jaminan Fidusia. Sistem elektronik ini diharapkan mampu berjalan lebih efektif dan hemat waktu, di mana pendaftaran fidusia secara elektronik ini hanya memerlukan waktu sekitar tujuh menit. Pelaksanaan pendaftaran fidusia secara elektronik ini hanya menekankan pada efektifitas waktu semata tanpa memerhatikan aspek-aspek lain yang tidak kalah penting. Pendaftaran fidusia secara elektronik justru menimbulkan masalah hukum yang berkaitan dengan asas publisitas dan kepastian hukum di dalamnya. Informasi database tentang rincian objek-objek yang telah didaftarkan dalam jaminan fidusia tersebut tidak dapat diakses melalui sistem online ini, keterangan yang ada hanya tertulis “sesuai akta notaris”, dan hanya notaris yang bersangkutan yang dapat mengetahui rincian objek jaminan fidusia tersebut. Hal ini dapat mengakibatkan fidusia ulang dan sengketa hukum sangat rawan terjadi. Dasar yang berupa teori-teori atau temuan-temuan melalui hasil berbagai penelitian sebelumnya merupakan hal yang sangat penting dan dapat dijadikan sebagai data pendukung penelitian. Salah satu data pendukung yang menurut Penulis perlu dijadikan bagian tersendiri adalah penelitian terdahulu yang relevan dengan permasalahan yang sedang dibahas dalam penelitian ini. Penelitian yang relevan dengan penelitian hukum ini yaitu skripsi Damaiana mahasiswa Fakultas
7
Hukum Universitas Sebelas Maret pada tahun 2014 dengan judul skripsi Pelaksanaan Pendaftaran Jaminan Fidusia Secara Elektronik di Kantor Notaris (Studi di Kantor Notaris Kota Surakarta Lia Fanty Santosa, S.H., M.H. dan Kantor Notaris Kabupaten Boyolali Dian Martati, S.H., M.Kn.) dan tesis Ida Ayu Made Widyari mahasiswa Pascasarjana Program Studi Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Udayana pada tahun 2015 dengan judul Akibat Hukum Pendaftaran Jaminan Fidusia dalam Sistem Online. Skripsi Damaiana bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan pendaftaran jaminan fidusia secara elektronik di Kantor Notaris Kota Surakarta Lia Fanty Santosa, S.H., M.H. dan Kantor Notaris Kabupaten Boyolali Dian Martati, S.H., M.Kn., dan kendala-kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan pendaftaran jaminan fidusia di kedua kantor Notaris tersebut beserta solusinya. Tesis Ida Ayu Made Widyari bertujuan untuk mengetahui akibat hukum jaminan fidusia yang tidak didaftarkan secara online bagi Notaris. Skripsi Damaiana lebih menekankan pada proses keseluruhan pendaftaran jaminan fidusia secara elektronik di kantorkantor Notaris, tesis Ida Ayu Made Widyari lebih menekankan pada akibat hukum jaminan fidusia yang belum didaftarkan, sedangkan penulis dalam penelitian hukum ini lebih menekankan pada terpenuhinya atau tidak asas publisitas jaminan kebendaan dalam pelaksanaan pendaftaran jaminan fidusia secara elektronik. Berdasarkan latar belakang yang sudah penulis sampaikan, maka sangat penting dan menarik bagi penulis untuk mengkaji isu hukum yang ada dalam sebuah penulisan hukum yang berjudul “ANALISIS YURIDIS ASAS PUBLISITAS DALAM PELAKSANAAN PENDAFTARAN FIDUSIA SECARA ELEKTRONIK”.
8
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan Latar Belakang yang telah dipaparkan oleh penulis, maka penulis merumuskan masalah yang akan dibahas sebagai berikut : 1. Apakah asas publisitas dalam pendaftaran fidusia secara elektronik sudah terpenuhi? 2. Apakah akibat hukum yang ditimbulkan apabila belum terpenuhinya asas publisitas tersebut bagi kepastian hukum?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penulisan hukum ini adalah untuk menentukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi (Soerjono Soekanto, 2010: 35). Dalam Penelitian dikenal dua macam tujuan, yaitu tujuan objektif dan tujuan subjektif. Tujuan yang hendak dicapai penulis adalah sebagai berikut : 1. Tujuan Objektif a. Mengetahui telah terpenuhi atau belum terpenuhinya asas publisitas dalam pelaksanaan pendaftaran fidusia secara elektronik. b. Mengetahui dan menganalisis akibat hukum yang ditimbulkan apabila telah atau belum terpenuhinya asas publisitas dalam pelaksanaan pendaftaran fidusia secara elektronik. 2. Tujuan Subjektif a. Menambah dan memperluas pengetahuan penulis mengenai asas publisitas dalam pelaksanaan pendaftaran fidusia secara elektronik. b. Memperoleh data sebagai bahan penulisan hukum (skripsi) guna melengkapi persyaratan akademis untuk memperoleh gelar sarjana di bidang Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.
9
D. Manfaat Penelitian
Penulis berharap bahwa kegiatan penelitian dalam penulisan hukum ini akan membawa manfaat teoritis yang berhubungan dengan pengembangan ilmu hukum dan manfaat praktis yang berhubungan dengan pemecahan masalah yang diteliti. Adapun manfaat tersebut yakni : 1. Manfaat Teoritis a. Memberi sumbangan pemikiran bagi pengembangan ilmu hukum pada umumnya dan khususnya hukum perdata. b. Menambah dan memperkaya bahan referensi di bidang karya ilmiah serta dapat menjadi bahan masukan dan acuan bagi penelitian-penelitian sejenis di masa yang akan datang. 2. Manfaat Praktis a. Memberi jawaban atas masalah yang diteliti. b. Mengembangkan penalaran dan membentuk pola pikir yang dinamis sekaligus untuk mengetahui kemampuan penulis dalam menerapkan ilmu yang diperoleh.
E. Metode Penelitian
Penelitian yang dilakukan penulis adalah jenis penelitian non doktrinal atau disebut juga dengan penelitian hukum empiris. Kegiatan penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan analisa dan konstruksi, yang dilakukan secara metodologis, sistematis, dan konsisten. Metodologis berarti sesuai dengan metode atau cara tertentu, sistematis adalah berdasarkan suatu sistem, sedangkan konsisten berarti tidak adanya hal-hal yang bertentangan dalam suatu kerangka tertentu (Soerjono Soekanto, 2010: 42).
10
Agar suatu penelitian ilmiah dapat dilaksanakan dengan baik maka diperlukan suatu metode penelitian yang tepat, yang meliputi jenis penelitian, sifat penelitian, pendekatan penelitian, jenis dan sumber bahan penelitian. Metode penelitian yang digunakan oleh penulis dalam penulisan hukum ini adalah sebagai berikut : 1. Jenis Penelitian Penelitian yang dilakukan penulis adalah jenis penelitian non doktrinal atau disebut juga dengan penelitian hukum empiris. Metode penelitian hukum empiris merupakan suatu prosedural penelitian ilmiah menggunakan faktafakta empiris yang diambil dari perilaku manusia. 2. Sifat Penelitian Penelitian hukum ini bersifat deskriptif. Sifat penelitian secara deskriptif dimaksudkan untuk memberi data yang diteliti tentang manusia, keadaan, atau gejala-gejala lainnya, untuk mempertegas hipotesis-hipotesis, agar dapat membantu di dalam memperkuat teori-teori lama, atau di dalam kerangka menyusun teori baru (Soerjono Soekanto, 2010: 10). Pelaksanaan penelitian deskriptif tidak hanya sampai pengumpulan data saja, tetapi juga meliputi analisis dan interprestasi data yang pada akhirnya dapat diambil kesimpulankesimpulan yang dapat didasarkan pada penelitian itu. 3. Pendekatan Penelitian Pendekatan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, yaitu dengan mendasarkan pada data-data yang dinyatakan responden secara lisan atau tulisan, dan juga perilakunya yang nyata, diteliti, dipelajari sebagai sesuatu yang utuh (Soerjono Soekanto, 2010: 85). Pendekatan kualitatif dapat memberikan jawaban atas permasalahan yang ingin diteliti, dalam bentuk deskripsi kalimat yang rinci, lengkap, dan mendalam mengenai proses bagaimana semua terjadi.
11
4. Lokasi Penelitian Penulis mengambil lokasi penelitian di Kantor Notaris dan PPAT Wahyu Nugroho, S.H., Sp.N., M.H. yang berlokasi di Karanganyar. Lokasi penelitian ditetapkan dengan tujuan agar ruang lingkup permasalahan yang akan diteliti lebih sempit dan terfokus, sehingga penelitian yang dilakukan lebih terarah dan tercapai sesuai dengan sasaran. 5. Jenis dan Sumber Data Penelitian Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah : a. Data Primer Merupakan sejumlah keterangan atau fakta yang secara langsung diperoleh dari penelitian, baik dengan observasi maupun wawancara terhadap responden yang diteliti. Data primer menurut Soerjono Soekanto adalah data yang diperoleh dan dikumpulkan secara langsung dari lapangan yang menjadi objek penelitian atau diperoleh melalui wawancara yang berupa keterangan atau fakta-fakta atau juga bisa disebut dengan data yang diperoleh dari sumber yang pertama (Soerjono Soekanto, 2010: 12). b. Data Sekunder Data sekunder adalah data yang diperoleh atau didapat dari keterangan atau pengetahuan-pengetahuan yang diperoleh secara tidak langsung antara lain mencakup dokumen-dokumen resmi, buku-buku, hasil-hasil penelitian yang berwujud laporan (Soerjono Soekanto, 2010: 12). Data sekunder diklasifikasikan menjadi tiga bentuk, yaitu: 1) Bahan Hukum Primer a) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata; b) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia; c) Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 8 Tahun 2013 tentang Pendelegasian Penandatanganan Sertifikat Jaminan Fidusia Secara Elektronik;
12
d) Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 9 Tahun 2013 tentang Pemberlakuan Pendaftaran Jaminan Fidusia Secara Elektronik; e) Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 10 Tahun 2013 tentang Tata Cara Pendaftaran Fidusia Secara Elektronik; f) Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2015 tentang Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia Dan Biaya Pembuatan Akta Jaminan Fidusia. 2) Bahan Hukum Sekunder a)
Buku-buku yang ditulis oleh para ahli hukum;
b) Jurnal hukum yang berkaitan dengan permasalahan; c)
Kamus hukum;
d) Artikel-artikel di media cetak dan elektronik yang berkaitan dengan permasalahan. 3) Bahan Hukum Tersier Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang dapat menjelaskan baik bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder, yang berupa bibliografi, kamus, ensiklopedia. 6. Teknik Pengumpulan Data Dalam penulisan hukum ini, Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah dengan teknik studi pustaka, pengumpulan bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, juga wawancara yang diinventarisasi dan diklasifikasikan dengan menyesuaikan masalah yang diteliti. Data yang berkaitan dengan masalah
yang
dipaparkan,
disistemisasi,
kemudian
dianalisis
untuk
menginterpretasikan hukum yang berlaku (Jonny Ibrahim, 2006: 296). 7. Teknik Analisis Data Analisis data yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah analisis data kualitatif dengan metode interaktif. Analisis data yang bersifat kualitatif adalah cara penelitian yang menghasilkan data deskriptif, yaitu apa yang
13
dinyatakan responden secara tertulis atau lisan dan juga perilaku yang nyata diteliti sebagai suatu yang utuh.
F. Sistematika Penulisan Hukum
Untuk mendapatkan gambaran yang jelas mengenai keseluruhan isi, penulisan hukum ini dibagi menjadi empat bab, yaitu pendahuluan, tinjauan pustaka, hasil penelitian dan pembahasan, serta penutup dengan menggunakan sistematika sebagai berikut : BAB I PENDAHULUAN Bab ini berisi mengenai uraian latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, dan sistematika penulisan hukum. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bab ini berisi kerangka teori dan kerangka pemikiran yang membahas tentang sistem hukum Lawrence M. Friedman, tinjauan tentang asas publisitas dalam jaminan kebendaan, dan tinjauan tentang pengaturan jaminan fidusia. BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Bab ini berisi pembahasan hasil dari penelitian penulis, yang meliputi sudah terpenuhi atau belum asas publisitas dalam pendaftaran jaminan fidusia secara elektronik, informasi database yang tidak dapat diakses, tampilan sertifikat fidusia dan akibat hukum yang ditimbulkan ketika pelaksanaan pendaftaran jaminan fidusia belum memenuhi asas publisitas. BAB IV PENUTUP Bab ini menjelaskan secara singkat mengenai kesimpulan akhir dari pembahasan dan jawaban atas rumusan permasalahan, dan diakhiri dengan saran-saran yang dapat dilakukan berdasarkan hasil keseluruhan penelitian. DAFTAR PUSTAKA