BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
TB adalah penyakit akibat infeksi Myobacterium tuberculosis yang bersifat sistemik. Karena sifatnya yang sistemik, penyakit ini dapat mengenai hampir semua organ tubuh dengan lokasi terbanyak di paru yang biasanya merupakan lokasi infeksi primer. Penyakit ini sangat menular terutama saat bakteri dalam kondisi sangat aktif yang ditandai dengan adanya kavitas („rongga‟) pada paruparu. Sampai dengan saat ini, penyakit ini tetap menjadi masalah kesehatan yang serius, baik dari aspek gangguan tumbuh kembang, morbiditas, mortalitas, dan kecacatan. Laporan Badan Kesehatan Dunia (World Health Organization, WHO) pada tahun 2009 mencatat peringkat jumlah penderita TB di Indonesia menempati urutan kelima di dunia (PPTI, 2010). Jumlah kasus TB di Indonesia pada tahun 2011 mencapai 235 per 100.000 penduduk (Depkes, 2011). Sedangkan untuk wilayah DIY, tercatat 2.419 kasus TBC, dengan 1220 merupakan kasus baru (Depkes, 2012). Angka ini cukup memprihatinkan, jika dilihat dari kenyataan bahwa penderita TB dengan usia produktif 25 – 64 tahun merupakan jumlah penderita terbesar dengan prosentase 71,31%. Berbagai program pemerintah Indonesia dilakukan dalam mengatasi penyakit TB ini. Salah satunya adalah dengan program “Stop TB Partnership” yang merupakan bentuk kemitraan global, yang mendukung negara-negara mitra untuk meningkatkan upaya pemberantasan TB, mempercepat penurunan angka kematian dan kesakitan akibat TB, serta mencegah penyebaran TB di seluruh dunia (Depkes, 2011). Visi dari program ini adalah adalah dunia bebas TB, yang akan dicapai melalui empat misi sebagai berikut: (1) Menjamin akses terhadap diagnosis, pengobatan yang efektif dan kesembuhan bagi setiap pasien TB; (2) Menghentikan penularan TB; (3) Mengurangi ketidakadilan dalam beban sosial dan ekonomi akibat TB; dan (4) Mengembangkan dan menerapkan berbagai
1
2
strategi preventif, upaya diagnosis dan pengobatan baru lainnya untuk menghentikan TB. Berdasarkan pada Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, dengan Nomor 364/MENKES/SK/V/2009, citra sinar-X toraks merupakan salah satu alat diagnosis TB. Meskipun tidak bisa digunakan sebagai satu-satunya alat diagnosis TB, namun citra sinar-X ini diperlukan pada penegakan diagnosis baik sebelum pemberian obat, maupun selama pemberian obat TB (Kep. Menkes Nomor 364/MENKES/SK/V/2009). Pasien yang memerlukan data citra ini, umumnya akan meminta dilakukan pemotretan setelah mendapat rujukan dari dokter yang telah memeriksanya terlebih dahulu. Setelah pemotretan, pasien tidak segera mendapatkan hasil foto, melainkan harus menunggu hasil pembacaan („expertise‟) foto oleh radiolog terlebih dahulu. Sesuai dengan sensus penduduk tahun 2010 yang menyebutkan jumlah penduduk Indonesia mencapai 237,6 juta, Indonesia memerlukan spesialis radiologi sebanyak 21.150 orang. Sementara jumlah spesialis radiologi berdasarkan Konsil Kedokteran Indonesia untuk tahun 2010 hanya 785 orang (Ristaniah, 2014).
Kecilnya rasio antara jumlah penduduk dan radiolog ini
memperlambat waktu yang dibutuhkan pasien dalam menerima hasil pembacaan citra sinar-X. Kenyataan ini bisa menghambat misi program “Stop TB Partnership” dalam hal penjaminan terhadap akses diagnosis bagi setiap pasien. Penegakan diagnosis oleh dokter radiolog dilakukan dengan pengamatan visual pada citra sinar-X toraks untuk melihat ada atau tidak gambaran radiologis sugestif TB. Gambaran radiologis yang sugestif TB diantaranya adalah adanya pembesaran kelenjar hilus, konsolidasi segmen/lobus paru, gambaran milier, kavitas, efusi pleura, atelektasis, atau kalsifikasi (Pusponegoro, 2005). Pengamatan visual radiolog ini memiliki faktor subyektifitas yang besar. Satu gambaran radiologis pada suatu citra sinar-X mungkin akan ditafsirkan berlainan oleh radiolog yang berbeda. Sifat subyektifitas dokter dalam penentuan TB dan tidak seimbangnya jumlah radiolog terutama di kawasan pelosok ini, melatar-belakangi munculnya ide pada penelitian ini untuk mendeteksi penyakit TB paru dengan bantuan komputer. Adanya metode pengembangan deteksi penyakit TB dengan komputer akan
3
menjamin akses terhadap diagnosis, pengobatan yang efektif dan kesembuhan bagi setiap pasien TB. Selain itu, deteksi secara cepat ini akan membantu pencegahan penularan penyakit TB, terutama jika penyakit ini berada pada tahapan yang sangat menular. Citra sinar-X yang digunakan oleh dokter dalam penegakan diagnosis ini merupakan citra greyscale, sehingga ciri tekstural menjadi ciri dominan dari data citra ini. Tekstur menggambarkan keteraturan susunan level keabuan (grey level) pada suatu ROI (Region of Interest) tertentu citra (Mitrea, 2008). Tekstur adalah properti visual yang mendasar, yang sangat penting dalam karakterisasi jaringan dan pengenalan struktur patologis (Mitrea, 2008). Tekstur juga memberikan informasi tentang frekuensi dan keteraturan ciri lokal fitur, tentang dasar mikrostruktur, dan informasi multi-resolusi, semua ini sesuai untuk keperluan karakterisasi akurat penyakit jaringan lunak tubuh (Mitrea, 2008). Salah satu teknik ekstraksi ciri berbasis tekstur citra dengan metode statistikal adalah dengan melihat ciri histogram citra (Jain, 1989). Metode ini mendasarkan ciri tekstural citra pada nilai-nilai statistis histogram citra. Ciri tekstural citra yang didasarkan pada ciri statistis ini akan menghasilkan jumlah ciri yang tidak banyak namun merupakan ciri yang relevan dan dapat membedakan kondisi tekstural citra, (Aggarwal, 2011). Ciri tekstural statistis ini telah menunjukkan kinerja yang baik dalam pendeteksian penyakit hati (Kumar, 2012), kalsifikasi pada payudara (Wang, 2013), dan adanya massa berbahaya yang menunjukkan adanya kanker payudara (Chakraborty, 2013). Ciri statistis ini juga telah digunakan oleh beberapa peneliti untuk mendeteksi TB paru diantaranya oleh Rijal, (2005), dan Melendez, (2015). Ekstraksi ciri dilakukan pada ROI citra yang merupakan area paru citra. Penentuan ROI yang tepat ini penting, agar ekstraksi ciri terhadap area ini memberikan ciri yang dapat digunakan dalam proses klasifikasi citra (Singh, 2006).
Nilai statistis tekstural citra merupakan data masukan untuk proses
pengelompokan citra. Nilai ini tentunya harus reliabel (Sugiyono, 2010), yang memerlukan konsistensi ROI yang sama antara satu citra dengan citra lainnya. Data citra sinar-X torax tidak semua mempunyai ukuran dan posisi badan yang
4
tepat sama antara satu data dengan yang lainnya.
Kondisi ini merupakan
kesulitan tersendiri untuk mendapatkan ROI yang sama atau hampir sama antara data-data citra. Ekstraksi ROI paru telah dilakukan oleh berbagai peneliti, diantaranya dengan tapis pendeteksi tepi (Kishore, 2012), teknik penapisan dengan Log Gabor Wavelet (Karargyris, 2011), dan kombinasi intensity mask, lung model mask, dan Log Gabor mask (Jaeger, 2012). Ektraksi yang memerlukan proses yang lebih panjang dan lebih rumit adalah ekstraksi ROI melalui tiga tahapan yaitu, pendekatan CBIR (Content Based Image Retrieval), kalkulasi model paru pasien spesifik dengan SIFT-flow algorithm, dan graph-cut segmentation, yang dilakukan oleh Candemir, (2014). Karargyris melakukan ekstraksi ROI pada citra DICOM, sedangkan ketiga peneliti lainnya melakukan pada citra sinar-X toraks. Salah satu penelitian deteksi penyakit TB dengan bantuan komputer yang mutakhir adalah penelitian yang dilakukan oleh Jaeger, (2014). Penelitan ini melakukan penelitian deteksi penyakit TB paru dengan bantuan komputer. Deteksi penyakit paru yang dilakukan oleh Jaeger, (2014), menggunakan ciri: tekstur, bentuk, dan kurvatur dengan menitik-beratkan pada pengembangan segmentasi paru yang optimal. Jaeger menggunakan rerata tiga pola ROI (Region of Interest): intensity mask, lung model mask, dan Log Gabor mask, dan SVM (Support Vector Machine) classifier dalam proses segmentasi citra paru klasifikasi. Jaeger, (2014), menuliskan hasil penelitian lebih lanjut dalam makalahnya yang memaparkan hasil penelitian dalam screening penyakit TB paru secara otomatis. Penelitian mutakhir lain adalah penelitian yang dilakukan oleh Melendez, (2015). Pada penelitian ini, peneliti Melendez, (2015), mengembangkan algoritma yang sudah dikembangkan terlebih dahulu oleh peneliti lain, Andrews, (2003), untuk diterapkan pada deteksi TB berdasar citra sinar-X.
Peneliti
menggunakan tiga data set Zambia dataset (917 citra), Tanzania dataset (869 citra), dan The Gambia dataset (850 citra). Metode deteksi yang dilakukan oleh peneliti ini merupakan metode tak-tersupervisi yang dikembangkan untuk
5
memperbaiki metode tersupervisi yang telah dikembangkan sebelumnya oleh Image Analysis Group, Nijmegen, The Nederland. Adapun penelitian yang dilakukan oleh peneliti dalam negeri tentang pendeteksian penyakit TB paru dengan bantuan komputer masih sangat kurang. Mengingat masih banyaknya penderita TB di Indonesia dan masih rendahnya rasio radiolog terhadap pasien TB, maka penelitian disertasi ini akan melakukan penelitian
pendeteksian
penyakit
TB
paru
dengan
bantuan
komputer.
Pendeteksian akan didasarkan pada ciri tekstur citra yang diekstraksi dari ciri statistis histogram citra sinar-X thorax. Ekstraksi ciri statistis histogram dalam penelitian ini memanfaatkan metode transformasi PCA. Dataset yang digunakan dalam penelitian ini merupakan dataset yang langsung didapatkan dari RSUD dr. Sardjito, yang sudah diidentifikasi kondisi penyakit paru oleh dokter spesialis radiologi di rumah sakit tersebut. Analisis perbandingan dengan penelitian Jaeger, (2014), dilakukan dengan analisis salah satu dataset citra yang digunakan oleh Jaeger, Montgomery County (MC) dataset.
B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian dalam latar belakang di atas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah meskipun di rumah sakit telah tersedia data citra digital, namun deteksi TB belum dilakukan dengan memanfaatkan teknologi komputer dan hanya dilakukan secara manual didasarkan pengamatan visual radiolog.
Cara manual ini mempunyai kekurangan dengan adanya sifat
subyektifitas radiolog dan menjadi kendala saat rasio jumlah radiolog dengan pasien tidak mencukupi. Citra sinar-X yang digunakan oleh dokter dalam penegakan diagnosis ini merupakan citra greyscale, sehingga ciri tekstural menjadi ciri dominan dari data citra ini. Ciri tekstural citra yang didasarkan pada ciri statistis akan menghasilkan jumlah ciri yang tidak banyak namun merupakan ciri yang relevan dan dapat membedakan kondisi tekstural citra. Namun demikian, ciri yang terukur ini
6
umumnya mempunyai banyak redundansi, sehingga diperlukan metode ekstraksi ciri untuk mendapatkan ciri yang saling terpisah (tidak berkorelasi satu sama lain), yang dapat mewakili karakteristik penting ciri statistis histogram. Data citra sinar-X yang ada saat ini tidak dalam ukuran yang seragam, sehingga segmentasi citra yang tepat harus diterapkan agar ciri yang terukur benar-benar merupakan ciri yang tepat dengan meminimalkan kesalahan dalam pengambilan area paru pada proses segmentasi citra.
C. Keaslian dan Kedalaman Penelitian mutakhir pemanfaatan komputer deteksi penyakit dalam kasus penyakit TB Paru adalah penelitian yang dilakukan oleh Stefan Jaeger, (2014), dan Melendez, (2015). Penelitian Jaeger, (2014), melakukan klasifikasi citra sinar-X normal dan sinar-X dengan “combined lung masks” untuk proses segmentasi citra. Peneliti ini menggunakan kombinasi tiga pola paru: intensity mask, lung model mask, dan log Gabor mask, (Jaeger, 2012). Intensity mask merupakan nilai komplemen dari citra sinar-X, lung model mask merupakan model probabilistik bentuk paru yang didasarkan dari JSRT dataset, dan log Gabor mask didasarkan pada log Gabor wavelet. Berbeda dengan Jaeger yang mengembangkan metode klasifikasi citra tersupervisi, Melendez, (2015), mengembangkan CAD system yang tak-tersupervisi. Peneliti ini menggunakan metode dan mengembangkan metode-metode yang telah dikembangkan sebelumnya untuk diterapkan dalam mendeteksi TB paru berdasar citra sinar-x. Penelitian Jaeger, (2014), ini menggunakan dua set ciri yang digunakan sebagai deskriptor dalam proses klasifikasi. Set ciri pertama adalah ciri: bentuk, tepi, dan tekstur; sedangkan set kedua adalah ciri: intensitas, tepi, tekstur, dan momen bentuk (Jaeger, 2014). Pada proses klasifikasi, peneliti ini menggunakan SVM (Support Vector Mechine), yang mengklasifikasikan ciri hasil kalkulasi komputer sebagai ciri yang menandakan citra normal atau abnormal. Uji coba dengan dua dataset uji menghasilkan akurasi 78,3% untuk data Montgomery County X-ray set dan 84% untuk data Shenzen Hospital X-ray set.
7
Peneliti yang mengembangkan metode segmentasi area paru dari citra toraks adalah Candemir, (2014). Pada penelitian ini, segmentasi area paru dilakukan dalam tiga tahapan: (a) pendekatan CBIR (Content-Based Image Retrieval) untuk mengidentifikasi citra latih untuk tiap pasien (data uji), berdasarkan kemiripan bentuk, dengan transformasi Radon parsial pada citra dan penggunaan metrik jarak Bhattacharyya untuk penentuan kemiripan; (b) membuat model anatomis pasien-spesifik awal; (c) ekstraksi batas paru yang diperhalus menggunakan pendekatan graph cut optimization. Akurasi penetapan batas paru dalam penelitian ini adalah 94,1% dan 91,7% untuk dua data set yang berbeda. Sejalan dengan dua penelitian deteksi penyakit TB paru tersebut, penelitian disertasi ini mengembangkan sistem CAD (Computer Aided Diagnosys) untuk deteksi penyakit TB Paru berdasar citra sinar-X. Berbeda dengan penelitian sebelumnya, penelitian ini menggunakan metode proses segmentasi citra yang berbeda dari pada proses segmentasi yang dilakukan oleh peneliti pendahulu. Proses segmentasi citra sebelum ekstraksi ciri dilakukan dengan pemotongan area citra sesuai dengan suatu ROI template. Pembuatan ROI template dilakukan dengan menggunakan dua tahapan eksperimen; metode thresholding untuk mendapatkan beberapa kandidat ROI template pada eksperimen pertama; dan proses pemilihan ROI template pada eksperimen kedua. Metode thresholding diakukan atas beberapa citra referensi yang juga melibatkan pra-proses manipulasi citra untuk mengatasi ketidak-seragaman ukuran data citra toraks referensi. Penelitian ini juga berbeda dengan penelitian pendahulu dalam hal penggunaan pendekatan statistis dalam proses ekstraksi ciri citra dan klasifikasi citra. Proses ekstraksi ciri citra pada penelitian ini menerapkan metode transformasi PCA (Principal Componen Analysis) pada ciri statistis histogram citra, untuk mendapatkan ciri tekstural khas citra yang digunakan sebagai dasar deteksi penyakit TB paru. Metode PCA ini telah terbukti memberikan tingkat keberhasilan yang tinggi dalam mereduksi dimensi ciri (Veerabhadrappa, 2010), dan telah banyak digunakan oleh banyak peneliti dalam proses ekstraksi ciri citra pada berbagai kasus klasifikasi data citra. Demikian pula pada proses penetapan
8
kelas citra berdasar ciri terpilih, peneliti menggunakan pendekatan statistis dengan menggunakan fungsi pengklasifikasi berdasar jarak Mahalanobis yang didasarkan atas nilai-nilai statistik citra referensi. Berdasarkan uraian di atas, keaslian penelitian ini jika dibandingkan dengan penelitan terdahulu adalah: 1.
Pada proses segmentasi citra sebelum ekstraksi ciri dengan proses yang lebih singkat. Proses segmentasi citra pada penelitian ini lebih singkat dibandingkan dengan proses segmentasi area paru citra pada penelitian Jaeger, (2014), dan Candemir, (2013). Pada penelitian ini setelah pemotongan area kotak manual, proses segmentasi dilakukan satu langkah dengan mengambil area ROI berdasarkan satu ROI template. Dalam penelitian Jaeger, (2014) dan Candemir, (2013), segmentasi dilakukan dengan tiga langkah: 1). menghitung proyeksi intensitas vertikal dan horisontal atas citra masukan terekualisasi histogram dan menghitung kemiripannya dengan citra latih; 2). menghitung rerata 5 citra latih yang paling mirip dengan citra masukan sebagai lung mask model (menentukan citra latih terpilih dengan metode CBIR (Content-based Image Retrieval); 3). melakukan segmentasi citra dengan memotong area citra dengan suatu fungsi obyektif. Fungsi obyektif ini akan memotong area paru dengan ketentuan: a). area paru harus konsisten dengan intensitas tipikal citra sinar-X paru, b). piksel-piksel yang bersebelahan harus mempunyai label yang konsisten, c). area paru harus mirip dengan area paru model.
2.
Pada pendekatan statistis dalam proses ekstraksi ciri citra dan klasifikasi citra. Penelitian ini menggunakan metode transformasi PCA dalam proses ekstraksi ciri tekstural citra yang tidak dilakukan oleh Jaeger, (2014). Penelitian ini mengkalkulasi ciri statistis histogram yang selanjutnya diekstraksi menggunakan transformasi PCA dan menjadikannya dasar klasifikasi TB dan non-TB dengan suatu fungsi pengklasifikasi berdasar jarak Mahalanobis, yang menentukan keanggotaan kelas berdasar jarak
9
terkecil. Pada penelitian Jaeger, (2014), ciri yang diukur selain tekstural, juga bentuk dan tepi (edge) paru. Ciri tersebut menjadi dasar klasifikasi dengan penggunaan metode SVM yang dilakukan oleh Jaeger. Sedangkan perbedaan dengan Melendez, (2015), adalah dalam metode learning-based dan SVM yang digunakan oleh Melendez, (2015). Metode yang dikembangkan dalam penelitian ini merupakan metode tersupervisi yang berbeda dengan metode tak-tersupervisi yang dikembangkan oleh Melendez. Significant contribution penelitian ini adalah usulan metode deteksi penyakit TB paru dengan bantuan komputer untuk membanti pendeteksian TB paru berdasar citra sinar-X digital dari sumber data yang sama dengan data yang digunakan dalam pengembangan metode pendeteksian. Sedang state of the art penelitian ini adalah metode pendeteksian yang merupakan rangkaian proses pendeteksian metode yang terdiri dari proses mensegmentasi citra untuk mendapatkan ROI paru dengan mengatasi adanya keragaman ukuran citra, proses ekstraksi ciri dengan transformasi PCA untuk mendapatkan ciri tekstural khas, dan proses klasifikasi citra dengan pendekatan statistis.
D. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah mengembangkan metode pendeteksian penyakit mendeteksi penyakit TB paru berdasar citra statistis histogram sinar-X digital yang meliputi proses segmentasi citra dengan pengambilan area paru berdasar ROI template, ekstraksi ciri statistis histogram citra dengan metode PCA, dan klasifikasi dengan fungsi pengklasifikasi berdasar jarak Mahalanobis.
E. Manfaat Penelitian Manfaat penelitan ini adalah: 1.
Memberi sumbangan
pemikiran pengembangan metode
komputer untuk identifikasi TB berdasar citra sinar-X.
penggunaan
10
2.
Membantu mengatasi lamanya watu pendeteksian TB berdasar citra sinar-X, yang dikarenakan kurangnya jumah radiolog terhadap jumlah pasien di wilayah-wilayah tertentu di Indonesia.