1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Di kebanyakan negara demokrasi, pemilihan umum dianggap lambang sekaligus tolok ukur, dari demokrasi itu (Budiardjo, 2009:461). Pemilihan umum dilakukan sebagai wujud menciptakan sebuah negara demokrasi. Yaitu dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat sehingga kekuasaan tertinggi berada ditangan rakyat. Dalam UU Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menyebutkan bahwa pemilihan umum secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Sampai saat ini sudah terjadi sepuluh kali pemilihan umum yang dilaksanakan secara periodik di Indonesia. Pemilihan umum pertama kali dilakukan pada tahun 1955 yang bertujuan untuk memilih anggota-anggota DPR dan Konstituante. Pemilihan umum di Indonesia terus dilaksanakan setelah tahun 1955 tersebut, yaitu pada tahun 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, 1997, 1999, 2004, 2009, dan 2014 ini. Pada pemilu kesepuluh yang dilakasanakan pada tahun 2009, tepatnya 9 april 2009 yang ditujukan untuk memilih anggota lembaga perwakilan, yaitu Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi (DPRD Provinsi), dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/kota (DPRD Kabupaten/Kota). Pemilu 2009 diikuti oleh 38 partai politik nasional. Dari hasil perolehan suara Pemilu Legislatif Tahun 2009 hanya 9 partai dari 38 partai yang memenuhi syarat masuk kuota Parliamentary Threshold. Ketentuan partai politik yang dapat Yusup Ibrahim Husen, 2014 Elektabilitas Dan Popularitas Politisi Perempuan Persepsi Mahasiswi Aktivis Universitas Pendidikan Indonesia Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
2
memenuhi syarat Parliamentary Threshold tersebut harus mendapatkan minimal 2,5 % suara dari jumlah total perolehan suara secara nasional. Berdasarkan data yang didapatkan dari KPU Provinsi Jawa Barat, partai politik yang masuk Parliamentary Threshold adalah sebagai berikut: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Partai Demokrat ( 26,43% ), Partai Golongan Karya ( 19,29% ), Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan ( 16,61% ), Partai Keadilan Sejahtera ( 10,54% ), Partai Amanat Nasional ( 7,50% ), Partai Persatuan Pembangunan ( 6,96% ), Partai Gerakan Indonesia Raya ( 5,36% ), Partai Kebangkitan Bangsa ( 4,64% ), dan Partai Hati Nurani Rakyat ( 2,68% ).
Jumlah pemilih yang terdaftar pada Pemilu 2009 sebanyak 171.265.442 orang, yang terdiri dari jumlah pemilih dalam negeri sebanyak 169.789.593 orang dan jumlah pemilih luar negeri sebanyak 1.475.847 orang (http://www.kpu.go.id) dan hanya menghasilkan sembilan partai yang lolos dan memenuhi syarat Parliamentary Threshold. Sementara jumlah kursi yang diperebutkan di DPR pada Pemilu 2009 yaitu berjumlah 560 kursi. Berikut tabel perolehan kursi serta perolehan suara yang didapat oleh partai yang lolos Parliamentary Threshold
Yusup Ibrahim Husen, 2014 Elektabilitas Dan Popularitas Politisi Perempuan Persepsi Mahasiswi Aktivis Universitas Pendidikan Indonesia Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
3
Tabel 1.1 Perolehan Kursi Serta Perolehan Suara yang didapat Oleh Partai yang Lolos Parliamentary Threshold pada Pemilu 2009 No Uurut
Nama
Partai
Partai
Perolehan Suara
Jumlah
Persentase
Kursi
Perolehan Kursi di DPR
1
Partai Hati Nurani
3.922.870
18
3, 21 %
Indonesia
4.646.406
26
5. 64 %
Keadilan
8.206.955
57
10, 17 %
Amanat
6.254.580
43
7, 67 %
Kebangkitan
5.146.122
27
4, 82 %
Golongan
15.037.757
107
19. 10 %
Persatuan
5.533.214
37
6, 60 %
14.600.091
95
16, 96 %
21.703.137
150
26, 78 %
85.051.132
560
100 %
Rakyat 5
Gerakan Raya
8
Partai Sejahtera
9
Partai Nasional
13
Partai Bangsa
23
Partai Karya
24
Partai
Pembangunan 28
Partai
Demokrasi
Indonesia Perjuangan 31
Partai Demokrat Jumlah Total
Sumber: mediacenter.kpu.go.id/, diolah oleh penulis
Yusup Ibrahim Husen, 2014 Elektabilitas Dan Popularitas Politisi Perempuan Persepsi Mahasiswi Aktivis Universitas Pendidikan Indonesia Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
4
Jika berbicara mengenai politik di Indonesia, kita memiliki hak dan kewajiban yang sama sebagai warga negara. Hal itu tertuang dalam UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 antara Pasal 27 sampai dengan Pasal 34 yang menjelaskan mengenai hak dan kewajiban warga negara Indonesia. Pasal 27 Ayat (1) berbunyi segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. Ini menegaskan bahwa setiap warga negara memiliki hak yang sama di hadapan hukum dan pemerintahan. Salah satu hak warga negara atas pemerintahan adalah hak berpolitik. Dengan adanya hak berpolitik, dapat menentukan seorang wakil untuk mewakili suara rakyat di Dewan Perwakilan Rakyat di tingkat nasional, provinsi serta kabupaten/kota ataupun di pemerintahan. Memberikan suara pada sebuah sistem pemilihan umum merupakan salah satu hak yang dimiliki warga negara di Indonesia. Tidak terkecuali perempuan mereka pun mempunyai hak dalam memberikan suara ataupun untuk mencalonkan diri sebagai wakil rakyat di parlemen atau pemerintahan. Pada saat ini perempuan tidak hanya menjadi warga negara kelas dua ataupun hanya sebagai pendamping seorang laki-laki. Di mulai dengan pergerakan-pergerakan perempuan di abad ke-20 munculah nama Kartini yang sampai saat ini masih dikenang oleh masyarakat Indonesia khususnya oleh kaum perempuan. Sjahrir (1996: 24) mengemukakan bahwa, ―Kartini adalah seorang perempuan priyayi yang terkungkung kokoh dalam kisi-kisi keputren Jawa yang mampu datang dengan
ide-ide
dan harapannya yang cemerlang
mengenai masa depan kaumnya.‖ Sepenggal kisah mengenai Kartini yang diungkap oleh Syahrir tersebut hendaknya dapat melecutkan semangat perempuan masa kini dalam melanjutkan pemikiran-pemikiran Kartini dalam memperjuangkan sesama kaumnya. Dalam
Yusup Ibrahim Husen, 2014 Elektabilitas Dan Popularitas Politisi Perempuan Persepsi Mahasiswi Aktivis Universitas Pendidikan Indonesia Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
5
hal meneruskan pemikiran serta ide-ide cemerlang Kartini, perempuan saat ini dapat melakukan beragam hal, salah satunya dengan terjun ke dalam dunia politik. Terjunnya perempuan di dunia politik ditandai dengan banyaknya calon – calon anggota legislatif ataupun kepala daerah yang bertarung secara politis untuk merebut kursi-kursi sebagai anggota legislatif ataupun sebagai kepala daerah atau wakilnya. Bahkan, tidak hanya pertarungan politik di tingkat perebutan kursi anggota legislatif atau pun kepala daerah, di tingkat pemilihan presiden pun perempuan sudah ikut serta mencalonkan diri sebagai presiden, seperti Megawati Soekarno Putri. Hak berpolitik perempuan di Indonesia dirasa sangat istimewa. Terlebih dengan adanya affirmative action dalam konteks politik yang bertujuan agar perempuan memperoleh peluang yang setara dengan laki-laki dalam bidang yang sama. Affirmative action ini tercantum pada UU Nomor 8 Tahun 2012 terutama pada pasal yang menjamin hak berpolitik perempuan dengan mencantumkan keterwakilan perempuan sebesar 30%. Keterwakilan ini tertuang dalam UU Nomor 8 Tahun 2012 Pasal 8 Ayat (2) huruf (e), yang mengatur partai peserta pemilu menyertakan minimal 30% keterwakilan kepengurusan perempuan di tingkat pusat. Pada Pasal 55 berbunyi memuat paling sedikit 30% (tiga puluh persen) keterwakilan perempuan. Selanjutnya, pada Pasal 56 Ayat (2) yaitu dalam setiap tiga orang bakal calon terdapat sekurang-kurangnya 1 orang (satu orang) perempuan bakal calon. Atas jaminan hak politik yang istimewa ini seharusnya jumlah perempuan di lembaga legislatif lebih representatif. Namun, di lapangan kuota 30% di tataran pencalonan serta kepengurusan partai politik tidak sejalan saat di parlemen. Ini dapat dilihat dari grafik rekapitulasi anggota DPR RI yang berjenis kelamin lakilaki dan perempuan pada periode 2009—2014.
Yusup Ibrahim Husen, 2014 Elektabilitas Dan Popularitas Politisi Perempuan Persepsi Mahasiswi Aktivis Universitas Pendidikan Indonesia Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
6
Grafik 1.1
Sumber: mediacenter.kpu.go.id, diolah oleh penulis.
Selain grafik tersebut, ada pula persentase jumlah perempuan dan lakilaki yang menjadi anggota DPR-RI periode 2009-2014 seperti pada grafik berikut.
Grafik 1.2 Persentase Jumlah Perempuan dan Laki-Laki yang Menjadi Anggota DPR RI Periode 2009—2014
Perempuan 17,68 %
Laki-laki 83,32 %
Sumber: kpu.go.id, diolah oleh penulis
Yusup Ibrahim Husen, 2014 Elektabilitas Dan Popularitas Politisi Perempuan Persepsi Mahasiswi Aktivis Universitas Pendidikan Indonesia Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
7
Berdasarkan grafik 1.2, jumlah perempuan yang ada di DPR RI periode 2009—2014 tidak memenuhi jumlah 30% seperti pada saat pencalonan legislatif yang dilakukan oleh partai politik dengan syarat minimal, yaitu memenuhi kuota perempuan sebanyak 30% sesuai dengan UU No 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Perempuan hanya mengisi sebanyak 17,68% dari jumlah laki-laki sebanyak 83,32%. Hal ini tentu saja membuat perempuan masih kalah dominasi jika dibandingkan dengan laki-laki. Terlebih ketika ada sebuah pembuatan keputusan yang terkait dengan perempuan ini tentu saja dapat berdampak kurang baik, bahkan merugikan kaum perempuan. Sama halnya dengan anggota DPR RI pada periode 2009—2014, jumlah anggota DPRD Provinsi Jawa Barat maupun DPRD Kabupaten/Kota di Jawa Barat yang berjenis kelamin perempuan lebih sedikit jika dibandingkan laki-laki meski dengan jumlah pemilih terbanyak kedua se-Indonesia pada Pemilu 2009, kuota 30% perempuan yang duduk di DPRD Provinsi, Kabupaten/Kota belum terpenuhi. Ini dapat dilihat dari jumlah anggota legislatif di tingkat Provinsi, Kabupaten/Kota. Berikut tabel komposisi anggota DPRD Provinsi, Kabupaten/ Kota berdasarkan jenis kelamin periode 2004—2009 dan 2009—2014 di Jawa Barat. Tabel 1.2 Komposisi Anggota DPRD Provinsi, Kabupaten/ Kota Berdasarkan Jenis Kelamin Periode 2004—2009 dan 2009—2014 di Jawa Barat
No 1 2 3 4
Kab/Kota Prov. Jawa Barat Kab. Bogor Kab. Sukabumi Kab. Cianjur
Komposisi Anggota DPRD Laki-Laki Perempuan (orang) (orang) 2004 2009 2004 2009 92 75 8 25 43 42 2 8 39 42 6 8 38 42 7 8
Jml Kursi Thn. 2004 100 45 45 45
Jml Kursi Thn. 2009 100 50 50 50
Yusup Ibrahim Husen, 2014 Elektabilitas Dan Popularitas Politisi Perempuan Persepsi Mahasiswi Aktivis Universitas Pendidikan Indonesia Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
8
5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27
Kab. Bandung Kab. Garut Kab. Tasikmalaya Kab. Ciamis Kab. Kuningan Kab. Cirebon Kab. Majalengka Kab. Sumedang Kab. Indramayu Kab. Subang Kab. Purwakarta Kab. Karawang Kab. Bekasi Kab. Bandung BaratBogor Kota Kota Sukabumi Kota Bandung Kota Cirebon Kota Bekasi Kota Depok Kota Cimahi Kota Tasikmalaya Kota Banjar
44 40 1 10 45 50 40 42 5 8 45 50 40 43 5 7 45 50 43 46 2 4 45 50 43 44 2 6 45 50 39 43 6 7 45 50 41 45 4 5 45 50 40 42 5 8 45 50 37 40 8 10 45 50 40 47 5 3 45 50 40 37 5 8 45 45 42 44 3 6 45 50 39 43 6 7 45 50 0 40 0 10 0 50 40 37 5 8 45 45 26 27 4 3 30 30 40 42 5 8 45 50 28 28 2 2 30 30 40 45 5 5 45 50 40 33 5 17 45 50 38 36 2 9 40 45 44 42 1 3 45 45 23 22 2 3 25 25 Sumber : KPU Provinsi Jawa Barat, diolah oleh penulis Untuk komposisi anggota DPRD Kabupaten/Kota berjenis kelamin
perempuan hampir sebagian daerah mengalami kenaikan dari 1 sampai dengan 12 antara Pemilu 2004 dan 2009, seperti daerah Kab. Cianjur, Kab. Cirebon, Kab. Majalengka, Kab. Bekasi, dan Kota Banjar daerah ini mengalami kenaikan 1 orang anggota DPRD perempuan. Daerah yang memperoleh kenaikan 2 orang anggota DPRD perempuan yaitu, Kab. Sukabumi, Kab. Tasikmalaya, Kab. Ciamis, Kab. Indramayu, dan Kota Tasikmalaya. Selanjutnya, Daerah yang memperoleh kenaikan 3 orang anggota DPRD perempuan, yaitu Kab. Garut, Kab. Sumedang, Kab. Karawang, Kota Bogor, Kota Bandung. Daerah yang memperoleh kenaikan 4 orang anggota DPRD perempuan, yaitu Kab. Kuningan. Daerah yang memperoleh kenaikan 6 orang anggota DPRD perempuan yaitu, Kab. Bogor. Daerah yang memperoleh kenaikan 7 orang Yusup Ibrahim Husen, 2014 Elektabilitas Dan Popularitas Politisi Perempuan Persepsi Mahasiswi Aktivis Universitas Pendidikan Indonesia Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
9
anggota DPRD perempuan, yaitu Kota Cimahi. Daerah yang memperoleh kenaikan 9 orang anggota DPRD perempuan, yaitu Kab. Bandung. Daerah yang memperoleh kenaikan 12 orang anggota DPRD perempuan, yaitu Kota Depok. Selain daerah yang mengalami rentang kenaikan 1 sampai dengan 12 orang anggota DPRD perempuan, terdapat pula daerah yang tidak mengalami kenaikan jumlah anggota DPRD perempuan, seperti Kab. Bandung Barat, Kota Cirebon, dan Kota Bekasi. Selain itu, ada pula Daerah yang memperoleh penurunan 1 orang anggota DPRD perempuan, yaitu Kota Sukabumi. Dari data tersebut terlihat bagaimana jumlah perempuan yang menduduki jabatan sebagai anggota DPRD Kabupaten/Kota. Dengan jumlah yang masih sedikit jika dibandingkan dengan anggota laki-laki di beberapa daerah pemilihan terlihat adanya kenaikan jumlah perempuan. Namun ada pula yang tetap, bahkan berkurang meskipun tidak banyak. Sedangkan untuk Anggota DPRD Provinsi Jawa Barat mengalami peningkatan jumlah anggota DPRD perempuan. Kenaikan tersebut dapat dilihat pada Pemilu 2004 dan 2009, pada komposisi anggota DPRD Provinsi Jawa Barat pada Pemilu 2004 diisi sebanyak 8 orang perempuan dengan anggota laki-laki sebanyak 92 orang dan naik pada Pemilu 2009 menjadi 25 orang perempuan dan 75 orang laki-laki. Kenaikan jumlah yang tidak terlalu besar dari 8 orang menjadi 25 orang di DPRD Provinsi Jawa Barat, tetapi angka ini dapat diperhitungkan bahwa politisi perempuan dapat berperan dalam dunia politik. Adanya kenaikan jumlah politisi perempuan di tingkat DPRD ini merupakan sebuah gambaran adanya partisipasi politik yang dilakukan oleh kaum perempuan, entah sebagai politisi ataupun sebagai pemberi suara pada pemilihan umum. Untuk mengkaji sejauh mana tingkat keterpilihan politisi perempuan serta popularitas politisi perempuan tersebut pada pemilu 2014 di mata pemilih, khususnya pemilih perempuan, penulis tertarik untuk meneliti yang berkaitan dengan tingkat elektabilitas politisi perempuan, tingkat popularitas politisi Yusup Ibrahim Husen, 2014 Elektabilitas Dan Popularitas Politisi Perempuan Persepsi Mahasiswi Aktivis Universitas Pendidikan Indonesia Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
10
perempuan, serta bagaimana sikap pemilih perempuan terhadap politisi perempuan, khususnya di lingkungan universitas. Oleh karena itu, penulis akan meneliti dengan judul ELEKTABILITAS DAN POPULARITAS POLITISI PEREMPUAN PERSEPSI MAHASISWI AKTIVIS UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
B. Rumusan Masalah Dari uraian latar belakang tersebut, agar dapat menghindari terjadinya perbedaan penafsiran terhadap apa yang diteliti, dibuatlah batasan penelitian. Penelitian ini terbatas pada elektabilitas dan popularitas politisi perempuan yang maju sebagai anggota DPRD Provinsi Jawa Barat pada pemilihan umum anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota tahun 2014 yang dilaksanakan oleh KPU serta mahasiswi yang masih aktif dan terdaftar di Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung. Untuk memperjelas pokok bahasan yang diteliti, penulis mencoba merumuskan beberapa permasalahan yang akan dibahas sebagai berikut : Yusup Ibrahim Husen, 2014 Elektabilitas Dan Popularitas Politisi Perempuan Persepsi Mahasiswi Aktivis Universitas Pendidikan Indonesia Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
11
1. Faktor determinan apa saja yang menyebabkan tinggi/rendahnya elektabilitas politisi perempuan yang maju sebagai anggota DPRD Provinsi Jawa Barat perspektif mahasiswi UPI Bandung pada Pemilu 2014? 2. Faktor determinan apa saja yang menyebabkan tinggi/rendahnya popularitas politisi perempuan yang maju sebagai anggota DPRD Provinsi Jawa Barat perspektif mahasiswi UPI Bandung pada Pemilu 2014? 3. Bagaimana persepsi mahasiswi di UPI Bandung pada politisi perempuan yang maju sebagai anggota DPRD Provinsi Jawa Barat pada Pemilu 2014?
C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah : a. untuk mengetahui gambaran tentang faktor determinan apa saja yang menyebabkan tinggi/rendahnya elektabilitas politisi perempuan yang maju sebagai anggota DPRD Provinsi Jawa Barat perspektif mahasiswi UPI Bandung pada Pemilu 2014; b. untuk mengetahui gambaran tentang Faktor determinan apa saja yang menyebabkan tinggi/rendahnya popularitas politisi perempuan yang maju sebagai anggota DPRD Provinsi Jawa Barat perspektif mahasiswi UPI Bandung pada pemilu 2014; c. untuk memperoleh gambaran tentang persepsi mahasiswi UPI Bandung pada politisi peempuan yang maju sebagai anggota DPRD Provinsi Jawa Barat pada Pemilu 2014.
D. Manfaat Penelitian 1. Teoretis Adapun manfaat dari hasil penelitian ini untuk (a) menambah wawasan serta pengalaman bagi penulis serta berbagai kalangan yang berkaitan dengan hasil penelitian ini. (b) untuk memberikan sumbangan pengetahuan, khsusunya dalam bidang politik serta dalam partisipasi politik perempuan. Yusup Ibrahim Husen, 2014 Elektabilitas Dan Popularitas Politisi Perempuan Persepsi Mahasiswi Aktivis Universitas Pendidikan Indonesia Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
12
2. Kebijakan Affirmative action yang tertuang pada UU Nomor 8 Tahun 2012 yang menjamin kuota perempuan sebesar 30% pada tataran kepengurusan partai di tingkat pusat serta calon anggota legislatif yang diusulkan oleh partai politik. Dengan penelitian ini mudah-mudahan dapat menggugah para calon politisi khususnya perempuan agar kuota 30% ini tidak hanya pada pencalonan anggota legislatif saja dan masuk juga setelah terpilih menjadi anggota legislatif.
3. Praktik Secara praktik penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi terhadap para politisi perempuan dan para pemilih perempuan bahwa dalam praktiknya perempuan tidak kalah hebat dengan laki-laki sehingga para politisi perempuan dapat menunjukan kepada para pemilih bahwa perempuan pun bisa melakukan hal yang sama dengan laki-laki dalam urusan politik. karena dalam perjalannya pemilih di Indonesia cenderung memilih laki-laki dalam dunia politik. Hal itu senada dengan pernyataan Mulia dan Farida (2005: 1) berikut. Selama ini, politik dan perilaku politik di pandang sebagai aktivitas maskulin. Karena itu, masyarakat selalu memandang perempuan yang mandiri, berani mengemukakan pendapat, dan agresif sebagai orang yang tidak dapat diterima atau diinginkan. 4. Isu serta aksi sosial Penelitian ini diharapkan menjadi gambaran situasi bagi politisi perempuan di dunia politik agar dapat meningkatkan elektabilitas serta popularitasnya. Selanjutnya, bagi para pemilih perempuan dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat lebih bijak dalam menentukan orang-orang yang akan duduk di legislatif.
E. Struktur Organisasi skripsi Yusup Ibrahim Husen, 2014 Elektabilitas Dan Popularitas Politisi Perempuan Persepsi Mahasiswi Aktivis Universitas Pendidikan Indonesia Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
13
Sistematika dalam penulisan pada penelitian ini, yaitu : 1. Judul 2. Halaman Pengesahan 3. Pernyataan mengenai keaslian karya ilmiah dan Bebas Plagiarisme 4. Kata Pengantar 5. Ucapan Terima Kasih 6. Abstrak 7. Daftar isi 8. Daftar tabel 9. Daftar gambar 10. Bab I Pendahuluan 11. Bab II Kajian pustaka 12. Bab III Metode penelitian 13. Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan 14. Bab V Simpulan dan Rekomendasi 15. Daftar pustaka 16. Lampiran
Yusup Ibrahim Husen, 2014 Elektabilitas Dan Popularitas Politisi Perempuan Persepsi Mahasiswi Aktivis Universitas Pendidikan Indonesia Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu