perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Masyarakat perlu melakukan suatu usaha untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Tetapi tidak semua masyarakat mempunyai modal yang cukup untuk membuka atau mengembangkan usahanya tersebut. Keterbatasan modal adalah salah satu masalah utama yang dihadapi masyarakat, mengingat modal merupakan faktor penting dalam mendukung peningkatan produksi dan taraf hidup masyarakat pedesaan yang pada umumnya berprofesi sebagai petani, pedagang dan usaha kecil lainnya.1 Seiring dengan meningkatnya kebutuhan masyarakat khususnya dibidang perekonomian, dibutuhkan suatu cara agar dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Salah satu cara yang dilakukan yaitu melalui pemberian kredit yang bisa diperoleh dengan jasa perbankan. Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkan kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak sebagaimana tertuang dalam Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Sedangkan kredit berdasarkan ketentuan yang tersebut dalam Pasal 1 ayat (11) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. Pemberian kredit pada umumnya dilakukan dengan mengadakan suatu perjanjian yaitu melalui suatu perjanjian kredit yang merupakan perjanjian pokok antara bank sebagai pemberi kredit (kreditor) dengan nasabah sebagai pemohon kredit 1
Romulus Manurung, “Dampak Kredit Bank Perkreditan Rakyat dalam Meningkatkan to user Perekonomian Pedesaan”, artikelcommit pada Jurnal Keuangan dan Moneter, Vol.3 No.1, 1996, hlm. 1
1
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 2
(debitor) kemudian diikuti dengan perjanjian accessoir berupa Hak Tanggungan. Pemberian kredit oleh perbankan memerlukan persyaratan yang dituangkan dalam suatu perjanjian atau akad kredit.2 Pada umumnya perjanjian kredit yang dipakai adalah perjanjian standar atau perjanjian baku yang klausul-klausulnya telah disusun sebelumnya oleh bank. Nasabah sebagai calon debitor hanya mempunyai pilihan antara menerima seluruh isi klausul-klausul perjanjian itu atau tidak bersedia menerima klausul-klausul itu baik sebagian maupun seluruhnya.3 Kriteria penilaian yang harus dilakukan oleh bank untuk mendapatkan nasabah yang benar-benar layak untuk diberikan kredit yaitu dengan menganalisa prinsip 5C (Character (watak), Capital (modal), Capacity (kemampuan), Collateral (jaminan) dan Condition of Economy (kemampuan ekonomi), prinsip 7P yaitu Personality (kepribadian), Party (penggolongan peminjam), Purpose (tujuan), Prospect (prospek), Payment (pembayaran), Profitability (keuntungan), Protection (perlindungan) dan 3R (Returns (hasil yang dicapai), Repayment (pembayaran kembali) dan Risk Bearing Ability (kemampuan menanggung risiko).4 Untuk memperoleh keyakinan tersebut, sebelum mengucurkan kreditnya pihak bank harus melakukan penilaian yang seksama terhadap watak, kemampuan, modal, agunan kondisi ekonomi dan prospek usaha pihak calon nasabah.5 Prinsip kehati-hatian yang dilaksanakan bank dalam memberikan fasilitas kredit, yaitu meminta kepada debitor untuk menyerahkan suatu jaminan. Jaminan adalah sesuatu yang diberikan kepada kreditor untuk memberikan keyakinan bahwa debitor akan memenuhi kewajiban yang dapat dinilai dengan 2
Johannes Ibrahim, Pengimpasan Pinjaman (Kompensasi) dan Asas Kebebasan Berkontrak dalam Perjanjian Kredit Bank, Utomo, Bandung, 2003, hlm. 2 3 Sutan Remy Sjahdeni, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan Yang Seimbang Bagi Para Pihak dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia, Pustaka Utama Grafiti, Jakarta, 2009, hlm. 3 4 Muhammad Jumhana, Hukum Perbankan di Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2003, hlm. 394 5 commit todiuser Widjanarto, Hukum dan Ketentuan Perbankan Indonesia, Pustaka Utama Grafiti, Jakarta, 1997, hlm. 67
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 3
uang yang timbul dari suatu perikatan.6 Bank menerapkan prinsip kehati-hatian agar mendapat jaminan kepastian dalam pengembalian kreditnya, apabila terjadi kredit macet maka bank dapat melakukan eksekusi. Jaminan yang diserahkan kepada kreditor adalah jaminan materiil yang merupakan jaminan berupa hak-hak kebendaan seperti jaminan atas benda bergerak dan benda tidak bergerak. Salah satu barang jaminan untuk pembayaran hutang yang paling disukai oleh lembaga keuangan yang memberikan fasilitas kredit adalah tanah.7 Selain harga jual yang tinggi, tanah juga mempunyai nilai yang terus meningkat dalam kurun waktu tertentu dan tidak akan mengalami kemerosotan.8 Untuk kepentingan bank, dalam hal menjamin kredit yang diberikan, maka terhadap jaminan yang diserahkan oleh debitornya haruslah dilakukan pengikatan atau pembebanan Hak Tanggungan.9 Pada umumnya pemberian hutang atau dalam perjanjian kredit yang disertai penjaminan, maka besarnya hutang yang diterimakan kepada debitor selalu lebih kecil daripada nilai benda yang dibebani Hak Tanggungan.10 Hak Tanggungan menurut Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-benda Yang Berkaitan Dengan Tanah adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor lain. Dalam UndangUndang Pokok Agraria yang ditunjuk sebagai hak atas tanah yang dapat dijadikan jaminan hutang dengan dibebani Hak Tanggungan hanyalah hak 6
Salim HS, Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2005, hlm. 22 7 Miranda Fitraya, “Praktik Pelaksanaan Roya Hak Tanggungan pada Kantor Pertanahan Kota Samarinda”, Fakultas Hukum Universitas Mulawarman, Samarinda, 2012, hlm. 1 8 J.Satrio, Hukum Jaminan, Hak Jaminan Kebendaan, Hak Tanggungan, Buku 2, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1998, hlm. 1 9 Budi Untung, Kredit Perbankan di Indonesia, Andi, Yogyakarta, 2000, hlm. 63 10 commit toHak user Netty Endrawati, “Hutang Debitor dan Eksekusi Tanggungan”, artikel pada Jurnal Inovasi, vol.XVI, 2008, hlm. 36
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 4
milik, hak guna usaha dan hak guna bangunan, sebagai hak-hak atas tanah yang memenuhi
syarat
wajib
didaftar
dan
menurut
sifatnya
dapat
dipindahtangankan.11 Perjanjian kredit jika dikaitkan dengan Pasal 10 ayat (1) UndangUndang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-benda
Yang
Berkaitan
Dengan
Tanah
(Undang-Undang
Hak
Tanggungan yang selanjutnya disingkat UUHT), adalah identik dengan perjanjian hutang-piutang, yaitu bahwa pemberian Hak Tanggungan didahului dengan janji untuk memberikan Hak Tanggungan sebagai jaminan pelunasan utang tertentu, yang dituangkan di dalam dan merupakan bagian tak terpisahkan dari perjanjian utang piutang yang bersangkutan atau perjanjian lainnya yang menimbulkan utang tersebut.12 Jaminan berupa Hak Tanggungan digunakan untuk keamanan pihak bank apabila debitor melakukan wanprestasi. Bank dapat menutup piutang atau sisa kredit dengan melaksanakan hak-haknya sesuai janji-janji dengan melakukan eksekusi terhadap jaminan yang telah diberikan oleh debitor. Ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya kredit bermasalah dari pihak debitor yaitu salah satunya disebabkan karena problem keluarga misalnya perceraian, kematian atau sakit yang berkepanjangan yang menyebabkan tidak terbayarnya hutang.13 Apabila debitor atau pemberi Hak Tanggungan yang sekaligus pemilik jaminan meninggal dunia, sementara bank tidak melakukan pengamanan melalui asuransi jiwa maka bank harus melakukan tindakan penyelamatan kredit. Tindakan penyelamatan kredit dapat dilakukan melalui penjadwalan (rescheduling), persyaratan kembali (reconditioning) dan penataan kembali (restructuring). Apabila didalam pemberian fasilitas kredit, debitor sebagai orang yang berhutang meninggal dunia maka segala kewajibannya beralih kepada ahli waris. Pasal 833 KUHPerdata menyebutkan bahwa sekalian ahli waris dengan 11
Ibid, hlm. 38 Ibid, hlm. 36 13 commit to user http://www.ut.ac.id/html/suplemen/adbi4331/modul_6.htm, 2014, pukul 19.00 12
Diakses tanggal 30 Desember
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 5
sendirinya karena hukum memperoleh hak milik atas segala barang, segala hak, dan segala piutang yang meninggal. Didalam Pasal 1100 KUHPerdata disebutkan bahwa para waris yang telah menerima suatu warisan diwajibkan dalam hal pembayaran utang, hibah wasiat dan lain-lain beban, memikul bagian yang seimbang dengan apa yang diterima masing-masing dari warisan. Bank kemudian mensyaratkan adanya novasi (pembaharuan hutang). Novasi adalah suatu proses pergantian kontrak lama oleh suatu kontrak baru, yang menyebabkan kontrak lama hapus, sehingga yang berlaku selanjutnya adalah kontrak baru dengan perubahan terhadap syarat dan kondisinya, dan atau dengan perubahan terhadap para pihak dalam kontrak tersebut.14 Pasal 1381 KUHPerdata menegaskan mengenai peristiwa yang menyebabkan perikatan hapus, salah satunya adalah karena terjadinya pembaharuan hutang. Dalam proses novasi ada syarat-syarat dan ketentuan yang harus dipenuhi baik debitor ataupun kreditor. Selain itu perlu juga dibuat beberapa akta atau dokumen yang perlu dibuat berkaitan dengan proses novasi ini. Ada tiga macam jalan untuk melaksanakan pembaharuan utang sesuai dengan yang tertuang dalam Pasal 1413 KUHPerdata yaitu : 1. Apabila seorang yang berhutang membuat suatu perikatan utang baru guna orang yang mengutangkan kepadanya, yang menggantikan utang yang lama, yang dihapuskan karenanya; 2. Apabila seorang berutang baru ditunjuk untuk menggantikan orang berutang lama, yang oleh si berpiutang dibebaskan dari perikatannya; 3. Apabila, sebagai akibat suatu persetujuan baru, seorang berpiutang baru ditunjuk untuk menggantikan orang berpiutang lama, terhadap siapa si berutang dibebaskan dari perikatannya. Pelaksanaan
pembaharuan
hutang
yang
terjadi
karena
adanya
penggantian pada pihak debitor diatur dalam Pasal 1413 ayat (2) KUHPerdata. Penggantian debitor tidak dapat berlangsung tanpa adanya keikutsertaan dari 14
commit user Hukum Bisnis), Citra Aditya Bakti, Munir Fuady, Hukum Kontrak (Dari Sudut to Pandang Bandung, 2003, hlm. 180
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 6
kreditor untuk dapat terjadinya pembaruan utang. Kreditor tidak saja harus menerima debitor baru tetapi juga harus menyetujui pembebasab debitor lama.15 Dalam proses pembaharuan hutang, debitor baru dan pihak bank menandatangani akta pembaharuan hutang dengan penggantian debitor. Akta tersebut merupakan dasar dari pelaksanaan pembaharuan hutang. Novasi atau pembaharuan hutang ada 3 (tiga) jenis yaitu :16 1. Novasi Objektif, yaitu pembaharuan hutang dengan mana debitor membuat suatu kontrak hutang yang baru untuk menggantikan hutangnya yang lama. Jadi dalam hal ini yang diganti dengan kontrak yang baru semata-mata adalah hutangnya dan tidak ada perubahan pihak debitor atau kreditor. 2. Novasi Subjektif Aktif, yaitu adanya pergantian kreditor lama dengan kreditor baru. Akibatnya antara debitor dengan kreditor lama tidak lagi mempunyai kontrak hutang piutang. 3. Novasi Subjektif
Pasif, yaitu adanya pergantian debitor lama dengan
debitor baru, dan kreditor setuju bahwa debitor lama dibebaskan dari kewajibannya. Tiada pembaharuan hutang yang dipersangkakan, kehendak seseorang untuk mengadakannya harus dengan tegas ternyata dari perbuatannya sebagaimana tertuang dalam Pasal 1415 KUHPerdata. Maknanya adalah pembaharuan hutang mensyaratkan adanya akta namun ketentuan ini tidak bersifat memaksa, oleh karena untuk Novasi Subjektif Pasif tidak diperlukan bantuan dari debitor.17 Dalam hal terjadinya debitor yang sekaligus merupakan pemilik jaminan (pemberi Hak Tanggungan) meninggal dunia maka dilakukan Novasi Subjektif Pasif yaitu dengan pergantian debitor lama dengan debitor baru, dan kreditor setuju bahwa debitor lama dibebaskan dari kewajibannya. Dengan adanya permasalahan seperti tersebut di atas, sebelumnya telah dilakukan beberapa penelitian hukum yang sejenis yaitu :
15
16 17
Herlien Budiono, Kumpulan Tulisan Hukum Perdata di Bidang Kenotariatan (Buku Kedua), Aditya Bakti, Bandung, 2013, hlm. 52 Ibid, hlm. 187 commit toPerikatan, user Mariam Darus Badrulzaman, Kompilasi Hukum Aditya Bakti, Bandung, 2001, hlm. 134
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 7
Pertama, penelitian hukum dari jurnal yang dibuat oleh Andika Atmaja,dkk dengan judul “Penyelesaian secara hukum perjanjian kredit pada lembaga perbankan apabila pihak debitor meninggal dunia”. Dalam pemberian kredit pada Bank Rakyat Indonesia Kanca Denpasar selalu dipersyaratkan adanya jaminan bank berupa benda bergerak maupun benda tidak bergerak. Dengan adanya jaminan itu dapat memberikan keyakinan kepada bank bahwa di suatu saat nanti bank dapat menarik kembali dana yang telah disalurkan dalam bentuk kredit kepada debitor. Penyelesaian perjanjian kredit di Bank Rakyat Indonesia Kanca Denpasar apabila nasabah debitor meninggal dunia, dalam praktek di Bank Rakyat Indonesia dilakukan pendekatan ahli waris debitor untuk mencari jalan keluar atas kelangsungan perjanjian kredit tersebut. Kedua, penelitian hukum dari jurnal yang dibuat oleh Muhammad Jani, dkk dengan judul “Pemberian Kredit Usaha Mikro dengan jaminan Hak Tanggungan di PT. Bank Mandiri Cabang Pasar Pagi Samarinda” Penelitian tersebut menganalisa mengenai permasalahan yang timbul dalam perjanjian kredit antara debitor dan kreditor dalam perjanjian perkreditan usaha mikro dengan jaminan Hak Tanggungan, serta mengenai upaya hukum yang dilakukan oleh pihak bank dalam perjanjian perkreditan yang disebabkan debitor wanprestasi. Ketiga, penelitian hukum dari tesis Program Pascasarjana Universitas Diponegoro dan disusun oleh Belinda Septiani dengan judul “Tinjauan Yuridis terhadap proses alih debitor pada perjanjian kredit perumahan (Studi Kasus pada Bank Tabungan Negara Cabang Palembang)”. Penelitian hukum tersebut menganalisa tentang pergantian perjanjian kredit bank yang ada. Dengan terjadinya pergantian atau pembaruan perjanjian kredit, otomatis perjanjian kredit bank yang lama berakhir atau tidak berlaku lagi. Dalam proses alih debitor ini pihak bank Tabungan Negara Cabang Palembang tidak membuat perjanjian kredit yang baru bagi debitor baru. Debitor baru meneruskan hutang dan kewajiban-kewajiban yang sebelumnya di miliki oleh debitor lama. Walaupun antara alih debitor baru dengan Bank Tabungan Negara Cabang commit to userproses alih debitor tetap dapat Palembang, tidak dibuat perjanjian baru,
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 8
dibenarkan secara hukum, karena dalam proses alih debitor di Bank Tabungan Negara Cabang Palembang, antara debitor lama dengan debitor baru dan pihak bank, menandatangani Akta Pembaharuan Hutang dengan penggantian debitor di hadapan Notaris. Keempat, penelitian hukum dari tesis Program Pascasarjana Universitas Diponegoro dan disusun oleh Sarjani Jojor Martua Sianturi dengan judul “Peralihan hutang yang dijaminkan dengan Hak Tanggungan karena pewarisan berdasarkan Kitab Undang-undang Hukum Perdata”. Penelitian hukum tersebut menganalisa tentang peralihan hak dan kewajiban kepada ahli warisnya. Menurut hukum peralihan hutang yang dijaminkan dengan Hak Tanggungan kepada ahli waris dapat dilakukan dengan Novasi atau Pembaharuan Hutang. Peralihan Hak Tanggungan karena pewarisan tidak perlu dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT tetapi pembuktiannya cukup dibuktikan berdasarkan bukti pewarisan. Bukti pewarisan tersebut dapat dibuktikan berdasarkan Surat Keterangan Ahli Waris yang dibuat atau dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang. Kelima, penelitian Hukum dari tesis Program Pascasarjana Universitas Diponegoro dan disusun oleh Indriyani Widyastuti dengan judul ”Novasi Subjektif Pasif karena meninggalnya debitor pada Bank Mandiri (Persero) Cabang Pemuda Semarang”. Penelitian hukum tersebut menganalisa mengenai syarat dan prosedur novasi hampir sama dengan syarat dan prosedur perjanjian kredit, hanya saja dalam syarat penandatanganan addendum perjanjian kredit disertai dengan antara lain persetujuan dari ahli waris, surat keterangan kematian, fatwa waris. Perbedaan antara penelitian yang telah dilakukan sebelumnya dengan penelitian yang dilakukan penulis adalah dalam hal terjadinya debitor yang sekaligus pemberi Hak Tanggungan meninggal dunia padahal kreditnya belum lunas, ahli waris secara menggantikan kedudukannya sebagai debitor baru. Kemudian berdasarkan kesepakatan, ditunjuk salah satu ahli waris sebagai pengganti debitor lama yang telah meninggal dunia. Pihak bank mensyaratkan commit to user administrasi dan sebagai alat adanya novasi untuk kepentingan keteraturan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 9
bukti yang bisa untuk menjamin kepastian hukum terhadap perjanjian kredit tersebut. Berdasarkan latar belakang yang penulis uraikan tersebut, maka penulis merasa perlu untuk mengkaji tentang "Pelaksanaan Novasi Subjektif Pasif dalam Perjanjian Kredit karena Pemberi Hak Tanggungan Meninggal Dunia (Studi di PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Kantor Cabang Jatinegara)”. Sehingga adanya kajian tersebut dapat bermanfaat bagi masyarakat khususnya untuk mengetahui pelaksanaan pembaharuan hutang apabila ada debitor yang sekaligus sebagai pemberi Hak Tanggungan meninggal dunia.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka penulis merumuskan permasalahan untuk dibahas dan dikaji lebih rinci. Adapun beberapa permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini, yaitu : 1. Bagaimana pelaksanaan novasi subjektif pasif dalam perjanjian kredit karena pemberi Hak Tanggungan meninggal dunia pada PT.Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Kantor Cabang Jatinegara? 2. Apa saja kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan novasi subjektif pasif pada PT.Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Kantor Cabang Jatinegara dan bagaimana upaya yang dilakukan untuk mengatasinya?
C. Tujuan Penelitian Dalam suatu penelitian pada dasarnya memiliki suatu tujuan tertentu yang hendak dicapai. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Tujuan Objektif a. Untuk mengetahui pelaksanaan novasi subjektif pasif dalam perjanjian kredit karena pemberi Hak Tanggungan meninggal dunia pada PT.Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Kantor Cabang Jatinegara.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 10
b. Untuk mengetahui kendala dalam proses pelaksanaan novasi subjektif pasif pada PT.Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Kantor Cabang Jatinegara dan upaya yang dilakukan untuk mengatasinya. 2. Tujuan Subjektif a. Untuk menambah pengetahuan dan wawasan penulis mengenai proses pembaharuan hutang (novasi) apabila terjadi kasus pemberi Hak Tanggungan meninggal dunia. b. Untuk memenuhi persyaratan akademis guna mencapai gelar Magister Kenotariatan pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.
D. Manfaat Penelitian Suatu kegiatan penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat yang berguna, khususnya bagi perkembangan ilmu hukum itu sendiri serta bermanfaat bagi penulis maupun orang lain. Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian hukum ini adalah : 1. Manfaat Teoritis a. Hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan di bidang hukum jaminan pada khususnya mengenai jaminan Hak Tanggungan. b. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai materi pembelajaran pada mata kuliah hukum jaminan dan hukum perbankan pada program Kenotariatan. c. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan acuan bagi penelitian lainnya yang sejenis. 2. Manfaat Praktis a. Bagi Notaris dan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) : Sebagai bahan yang dapat digunakan untuk memberikan sumbangan pemikiran bagi pihak-pihak yang bersangkutan dalam pembuatan akta apabila pemberi Hak Tanggungan meninggal dunia. b. Bagi Bank : Sebagai bahan yang dapat membantu pengembangan hukum commit to user terutama dalam menyikapi perkembangan perjanjian kredit dengan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 11
berbagai jaminan yang ada, khususnya jaminan Hak Tanggungan apabila ada proses pembaharuan utang dalam hal debitor meninggal dunia. c. Bagi Kantor Pertanahan : Sebagai bahan yang digunakan untuk memberikan sumbangan pemikiran dalam proses pemasangan Hak Tanggungan apabila pemberi Hak Tanggungan meninggal dunia. d. Bagi Debitor : Sebagai pengetahuan di bidang hukum, khususnya tentang pelaksanaan pembaharuan hutang apabila debitor yang sekaligus sebagai pemberi Hak Tanggungan meninggal dunia.
commit to user