1
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Perkembangan Ilmu Pengetahuan, teknologi dan informasi seperti saat ini mengakibatkan perubahan-perubahan diberbagai bidang kehidupan. Untuk itu diperlukan langkah-langkah konkret dan tepat dalam menghadapinya. Salah satunya adalah dengan meningkatkan kualitas sumberdaya manusia melalui usaha pendidikan. Karena pendidikan dapat berfungsi untuk membantu manusia dalam mengembangkan kemampuan yang ada pada dirinya sehingga mampu menghadapi permasalahan hidup. Pendidikan merupakan titik awal pembentukan sumberdaya manusia yang handal dan tangguh. Salah satunya adalah dengan mengadakan perubahanperubahan mendasar pada pola, pendekatan, metode dan penyampaian informasi dalam kegiatan pembelajaran disekolah. Komponen dalam kegiatan pembelajaran diantaranya adalah guru dan siswa. Guru sebagai fasilitator dan siswa sebagai obyek dan subyek dalam pembelajaran. Sehingga lingkungan pembelajaran yang efektif perlu diciptakan oleh guru agar siswa dapat belajar dengan baik dan mencapai prestasi belajar yang cukup memuaskan. Prestasi belajar dapat dicapai seiring dengan pemahaman siswa terhadap konsep pelajaran.. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan prestasi belajar siswa adalah melalui kreativitas yang dimiliki guru dalam memilih metode pembelajaran yang dapat mengaktifkan siswa serta menarik semangat belajar siswa sehingga tujuan yang diharapkan akan tercapai. Peran guru yang menjembatani informasi dalam kegiatan pembelajaran memiliki arti penting untuk mengadakan perubahan-perubahan dalam pola dan model pembelajaran bagi siswa. Sebab guru adalah orang yang paling sering berinteraksi langsung dengan siswa dalam proses pembelajaran di sekolah. Untuk itu seorang guru selalu dituntut mempunyai kemampuan dan kemauan mengajar dengan baik. Baik atau tidak seorang guru dalam menyampaikan konsep pelajaran bergantung pada ketepatannya memilih metode, pendekatan dan model 1
2
pembelajaran. Pada proses belajar mengajar, tidak ada suatu metode pembelajaran yang cocok untuk setiap pokok bahasan yang ada. Dalam pemilihan metode pembelajaran harus disesuaikan dengan tujuan pembelajaran, materi pelajaran dan bentuk pembelajaran (individu atau kelompok). Terdapat beberapa macam metode pembelajaran, diantaranya adalah metode ceramah, tanya jawab, diskusi, demonstrasi dan eksperimen. Setiap metode pembelajaran mempunyai kelemahan dan kelebihan masing-masing. Selain itu proses pembelajaran juga membutuhkan suatu pendekatan diantaranya konsep, deduktif, induktif, konstruktifisme, quantum learning. Pembelajaran Fisika yang berlangsung di SMP khusuanya pada pokok bahasan Gerak selama ini banyak dilakukan dengan metode ceramah. Metode ini memandang siswa sebagai kelompok anak didik yang mempunyai kesamaan baik dalam hal kemampuan, semangat, kecepatan maupun kesanggupan dalam belajar. Dalam metode ceramah guru memegang peranan dominan, pengajaran masih ditekankan pada penghafalan konsep-konsep yang ada. Sehingga dalam proses pembelajarannya, keaktifan siswa masih sangat kurang. Hal ini dapat menyebabkan prestasi belajar siswa tidak baik. Salah satu cara untuk meningkatkan prestasi belajar siswa adalah dengan meningkatkan keaktifan siswa melalui pembelajaran Kuantum. Pembelajaran Kuantum adalah suatu kiat, petunjuk dan strategi dalam proses pembelajaran yang menggabungkan antar rangsangan internal dan eksternal untuk menciptakan suasana belajar yang menyenangkan dan bermanfaat. Kegiatan belajar mengajar dapat dilakukan sambil bermain. Permainan dilakukan melalui role playing (bermain peran) dan teka-teki silang. Untuk role playing yaitu siswa mencoba sendiri peran-peran yang harus dimainkan dalam suasana interaktif sedangkan dengan teka-teki silang siswa dapat mengetahui dan mengingat pengetahuan yang dimiliki untuk dituangkan dalam jawaban pertanyaan yang ada dalam baris atau kolom. Dengan permainan ini diharapkan siswa akan lebih tertarik mengikuti kegiatan belajar mengajar. Belajar sambil bermain tidak selalu berakibat pada prestasi belajar siswa rendah.
3
Berdasarkan latar belakang diatas, penulis tertarik untuk mengambil judul skripsi ”PEMBELAJARAN KUANTUM PADA POKOK BAHASAN GERAK MELALUI TEKNIK BERMAIN PERAN DAN TEKA-TEKI SILANG DITINJAU DARI SEMANGAT BELAJAR FISIKA SISWA SMP N I SAWIT BOYOLALI TAHUN AJARAN 2008/2009”.
B. Identifikasi Masalah Dari uraian latar belakang masalah diatas, terdapat beberapa masalah yang dapat diidentifikasi sebagai berikut: 1. Pemilihan pembelajaran kuantum bertujuan untuk meningkatkan keaktifkan siswa dalam proses belajar mengajar. 2. Dengan metode pembelajaran yang tepat dapat mempengaruhi kemampuan belajar siswa dalam menerima konsep yang disampaikan oleh guru. 3. Tinggi rendahnya prestasi belajar siswa dipengaruhi oleh tinggi rendahnya semangat belajar Fisika siswa
C. Pembatasan Masalah Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah di atas agar permasalahan
tidak
berkembang
lebih
jauh,
maka
penulis
membatasi
permasalahan sebagai berikut: 1. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Pembelajaran Kuantum dengan teknik bermain peran dan teka-teki silang. 2. Motivasi yang diteliti adalah tentang semangat belajar terhadap mata pelajaran Fisika khususnya tentang Gerak Lurus. 3. Konsep yang diambil dalam metode pembelajaran ini adalah Gerak Lurus. 4. Prestasi belajar siswa meliputi aspek kogniitif, afektif dan psikomotorik
D. Perumusan Masalah Berdasarkan pembatasan masalah yang telah disebutkan, maka masalah dapat dirumuskan sebagai berikut:
4
1. Adakah perbedaan pengaruh antara Pembelajaran Kuantum melalui teknik bermain peran dan teka-teki silang terhadap prestasi belajar siswa? 2. Adakah perbedaan pengaruh antara semangat belajar Fisika kategori tinggi, sedang, dan rendah terhadap prestasi belajar siswa? 3. Adakah interaksi pengaruh antara penggunaan Pembelajaran Kuantum dan semangat belajar Fisika siswa terhadap prestasi belajar siswa?
E. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan pengaruh antara penggunaan Pembelajaran Kuantum melalui teknik bermain peran dan teka-teki silang terhadap prestasi belajar siswa. 2. Untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan pengaruh antara semangat belajar Fisika kategori tinggi, sedang, dan rendah terhadap prestasi belajar siswa. 3. Untuk mengetahui ada atau tidaknya interaksi pengaruh antara penggunaan Pembelajaran Kuantum dan semangat belajar Fisika siswa terhadap prestasi belajar siswa. F. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara praktis maupun teoritis, yakni sebagai berikut: 1. Manfaat Praktis Untuk
meningkatkan
semangat
belajar
Fisika
siswa
dengan
menggunakan Pembelajaran Kuantum melalui teknik bermain peran dan teka-teki silang khususnya dalam pembelajaran Fisika pada konsep Gerak. 2. Manfaat Teoritis Untuk mensosialisasikan model pembelajaran dengan penggunaan Pembelajaran Kuantum yang menekankan pada pemahaman dan daya ingat pengetahuan yang baru dipelajari melalui teknik bermain peran dan teka-teki silang.
5
BAB II LANDASAN TEORI, KERANGKA BERFIKIR DAN HIPOTESIS
A. Tinjauan Pustaka 1. Hakikat Belajar a. Pengertian Belajar Belajar pada dasarnya merupakan peristiwa terjadinya perubahan tingkah laku sebagai dampak dari pengalaman individu. Pengalaman itu berupa situasi belajar yang disengaja diciptakan oleh orang lain atau situasi yang tercipta secara tidak sengaja. Rini Budiharti (1998:1) mendifinisika pengertian belajar sebagai berikut : “Belajar adalah suatu usaha untuk terjadinya perubahan tingkah laku pada diri siswa”. Perubahan-perubahan itu berbentuk kemampuan-kemampuan baru yang dimiliki dalam waktu yang relative lama. Menurut Oemar Hamalik, “Belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman (learning is defined as modification or strengthening of behavior through experiencing)”.(Oemar Hamalik,2003: 36). Menurut pengertian ini, belajar adalah merupakan suatu proses kegiatan bukan suatu hasil atau tujuan. Belajar bukan hanya mengingat, akan tetapi lebih luas daripada itu, yaitu mengalami. Hasil belajar bukan suatu penguasaan hasil latihan, melainkan perubahan kelakuan Dari pendapat-pendapat diatas maka dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu kegiatan yang menghasilkan perubahan tingkah laku untuk mendapatkan kemampuan baru dalam waktu yang relative lama. b. Teori Belajar Ada berbagai macam teori-teori belajar yang dikemukakan oleh para ahli. Dalam pembelajaran Fisika teori – teori belajar yang umum digunakan antara lain: 1) Teori Belajar Ausubel Menurut Ausubel, belajar dapat diklasifikasikan ke dalam dua dimensi yang dikutip oleh Ratna Wilis Dahar (1989: 111-114) yaitu dimensi pertama berhubungan dengan cara informasi atau materi pelajaran disajikan pada siswa melalui penerimaan atau penemuan, dan dimensi yang kedua menyangkut cara 5
6
bagaimana siswa dapat mengaitkan informasi itu pada struktur kognitif yang telah ada. Struktur kognitif ini ialah fakta-fakta, konsep-konsep dari generalisasigeneralisasi yang telah dipelajari dan diingat oleh siswa. Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa kedua dimensi tersebut menunjukkan dua bentuk belajar yaitu bentuk belajar hafalan dan bentuk belajar bermakna. Belajar hafalan terjadi bila siswa hanya menghafalkan informasi baru, tanpa menghubungkannya pada konsep-konsep yang telah ada dalam struktur kognitifnya, sedangkan belajar bermakna terjadi saat siswa menghubungkan atau mengaitkan informasi itu pada pengetahuan (berupa konsep-konsep atau lain-lain) yang telah dimilikinya. Inti dari teori Ausubel tentang belajar ialah belajar bermakna. Menurut Ausubel, ada kebaikan dari belajar bermakna yang ditulis oleh Ratna Wilis Dahar (1989:111-115) yaitu informasi yang dipelajari secara bermakna lebih lama dapat diingat, informasi yang tersubsumsi berakibatkan peningkatan diferensiasi dari subsumer-subsumer, jadi memudahkan proses belajar berikutnya untuk materi pelajaran yang mirip, dan informasi yang dilupakan sesudah subsumsi obliteratif, meninggalkan efek residual pada subsumer, sehingga mempermudah belajar halhal yang mirip walaupun telah terjadi lupa Berdasarkan hal tersebut maka dapat disimpulkan bahwa teori Ausubel sesuai dengan pembelajaran kuantum sehingga siswa diharapkan belajar melalui pengalaman ( penemuan ) agar lebih bermakna. Selain itu belajar bermakna dapat diterapkan dengan mengaitkan informasi yang lama dan baru dengan ke0nsep yang telah ada dalam struktur kognitif siswa. 2) Teori Belajar Piaget Piaget membedakan pengertian belajar menjadi dua yaitu belajar dalam arti sempit dan belajar dalam arti luas . Seperti yang diungkapkan Paul Suparno ( 2001: 140-141) Belajar dalam arti sempit ialah belajar yang hanya menekankan pada perolehan informasi baru dan pertambahannya. Belajar seperti ini disebut belajar figuratif, dimana dalam proses belajarnya senantiasa dipenuhi dengan aspek berfikir figuratif dan bersifat statis dan merupakan tiruan (imitasi) yang bersifat sesaat yang ditandai dengan pengetahuan hafalan atau representasi. Belajar dalam arti luas disebut juga perkembangan ,
7
adalah belajar untuk memperoleh dan menemukan struktur pemikiran yang lebih umum yang dapat digunakan dalam berbagai situasi. Belajar ini disebut juga belajar operatif, dimana seorang anak aktif mengolah dan membentuk pengetahuannya. Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa belajar itu pada dasarnya aktif yaitu memasukkan proses asimilasi dan pemahaman dari diri anak sementara mengingat dan menghafal tidak dianggap belajar. Untuk itu setiap pengetahuan mengandalkan suatu interaksi dan pengalaman. Teori piaget sangat mempengaruhi dalam bidang pendidikan kognitif . Menurut piaget , setiap individu mengalami tingkat-tingkat perkembangan intelektual (kognitif) yaitu sensori-motor (0 - 2 tahun), pra-operasional (2 – 7 tahun), operasional konkret (7 – 11 tahun), dan operasional formal (11 tahun – ke atas). Secara garis besar tahap – tahap beserta ciri – cirinya dapat dilihat dalam tabel berikut : Tabel 2 .1. Perkembangan intelektual piaget ( Paul Suparno, 2001 : 103) Tahap
Sensori-motor
Pra-
Operasi konkret
Operasi formal
operasional Umur
0-2
2-7
7 - 11
11 tahun ke atas
Dasar
Tindakan dan
Simbolis,
Transformasi
Deduktif
,
intuitif,
reversibel
dan hipotesis
dan
imaginal
kekekalan,
pemikiran meniru
induktif abstrak
masih konkret Saat
Sekarang
Mulai yang Masih
pemikiran
tidak
terbatas Meninggalkan
kekonkretan
sekarang
yang
sekarang
dan
memulai
yang mendatang Ciri-ciri
Refleks,
lain
kebiasaan,
seriasi, konsep, proporsi,
pembedaan,
bilangan, waktu reverensi ganda,
sarana,
probabilitas
hasil
Egosentris
dan
Decentering,
Kombinasi,
fleksibel
8
Dari tabel 1.1 terlihat bahwa urutan tahap itu mempunyai sifat tetap meskipun umur rata-ratanya terjadi bervariasi secara individual menurut tingkat intelegensi maupun lingkungan sosial sekarang.
Meskipun begitu tahap-tahap itu mulai
berkembang pada diri seseorang dapat berbeda-beda , ada yang berkembang lebih cepat dan ada yang lebih lambat. Penelitian ini dilakukan di sekolah Menengah Pertama yang rata-rata usia siswanya diatas 11 tahun . Menurut perkembangan intelektual piaget , pada usia ini siswa berada pada tahap operasional formal dengan demikian siswa sudah dapat merumuskan alternatif hipotesis deduktif dan induktif abstrak dalam menanggapi masalah dan mencek data terhadap hipotesis untuk membuat keputusan . Berdasarkan hal tersebut maka dapat disimpulkan bahwa metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu melalui Teknik Bermain Peran dan TekaTeki Silang. Penggunaan metode-metode tersebut akan dapat melibatkan keaktifan siswa, serta dapat menemukan dan mengaplikasikan suatu konsep yang bersifat abstrak dituangkan dalam kehidupan sehari hari secara konkrit (nyata). 3) Teori Belajar Bruner Menurut Bruner yang dikutip Ratna Wilis Dahar (1989: 97-98) ”inti dari belajar
ialah
cara-cara
bagaimana
memilih,
mempertahankan,
dan
mentransformasi informasi yang diterimanya secara aktif dan apa yang dilakukannya sesudah memperoleh informasi itu untuk mencapai pemahaman yang memberikan kemampuan padanya” Bruner mengemukakan , bahwa belajar melibatkan tiga proses yang hampir bersamaan yaitu memperoleh informasi baru dimana informasi baru dapat merupakan penghalusan informasi sebelumnya yang dimiliki seseorang, transformasi
informasi
pengetahuan
dimana
seseorang
memperlakukan
pengetahuan agar sesuai dengan tugas baru (transformasi ini menyangkut cara memperlakukan pengetahuan dengan cara eksplorasi atau dengan mengubah bentuk lain), dan menguji relevansi dan ketepatan pengetahuan dalam hal ini menguji relevansi dan ketepatan pengetahuan dengan menilai apakah cara memperlakukan pengetahuan cocok dengan tugas yang ada.
9
Di dalam proses belajar tersebut , Bruner mementingkan partisipasi aktif dari tiap siswa, dan mengenal dengan baik adanya perbedaan kemampuan. Untuk meningkatkan proses belajar perlu lingkungan yang dinamakan “discovery learning environment ” ialah
lingkungan dimana siswa dapat melakukan
eksplorasi, penemuan-penemuan baru yang belum dikenal. Bruner menganggap bahwa belajar penemuan sesuai dengan pencarian pengetahuan secara aktif dan berusaha sendiri untuk mencari pemecahan masalah
dan menghasilkan
pengetahuan yang benar-benar bermakna. Menurut Bruner yang ditulis oleh Ratna Wilis Dahar (1989: 103) Belajar yang diperoleh dengan belajar penemuan menunjukkan tiga kebaikan yaitu : pengetahuan itu bertahan lama atau lama dapat diingat atau lebih mudah diingat, hasil belajar penemuan mempunyai efek transfer yang lebih baik dari pada hasil belajar lainnya, dan secara menyeluruh belajar penemuan meningkatkan penalaran siswa dan kemampuan untuk berfikir secara bebas. Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa siswa – siswa diharapkan belajar melalui berpartisipasi secara aktif dengan konsep - konsep dan prinsip-prinsip untuk memperoleh pengalaman dan melakukan eksperimeneksperimen sehingga siswa dapat menemukan konsep dan prinsip itu sendiri. Dalam hal ini pembelajaran yang dilakukan dalam penelitian sesuai dengan teori Bruner , yaitu pembelajaran dengan penggunaan metode eksperimen sehingga siswa dilatih untuk melakukan kerja kelompok, berdiskusi, mengeluarkan pendapat dan meyimpulkan hasil kerja eksperimen atau menemukan konsep sendiri. 4) Teori Belajar Gagne Pendapat Gagne (1984) yang dikutip oleh Ratna Wilis Dahar (1989: 11) menyebutkan bahwa : belajar merupakan proses dimana suatu individu berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman. Menurut Gagne dalam teori belajarnya yang ditulis oleh Ratna Wilis Dahar ( 1989 : 141-143) , kejadian – kejadian belajar yang dilalui siswa ada delapan fase yaitu: fase motivasi memberikan semangat pada siswa dalam kegiatan belajarnya, fase pengenalan dimana siswa dituntut untuk memperhatikan
10
bagian-bagian yang penting yaitu aspek-aspek yang sesuai dengan dikatakan guru atau gagasan utama dalam buku pelajaran, fase perolehan ini siswa telah siap memperoleh bila siswa memperhatikan informasi yang sesuai dengan apa yang disampaikan oleh guru, fase retensi berfungsi agar informasi tidak mudah dilupakan maka informasi tersebut harus dipindahkan dari memori jangka pendek ke memori jangka panjang, antara lain dengan cara mengulang kembali dan mempraktekkan informasi tersebut, fase pemanggilan ada kemungkinan siswa dapat kehilangan hubungan informasi dalam memori jangka panjangnya, fase generalisasi merupakan fase pengubah informasi. Siswa dapat berhasil belajar apabila ia dapat mengubah hasil belajarnya ke dalam situasi-situasi yang sesungguhnya, sehingga siswa dapat menggunakan ketrampilan-ketrampilan untuk memecahkan masalah-masalah nyata. Kemudian untuk fase penampilan siswa mampu memperhatikan apa yang perlu dipelajari yaitu dengan cara menyampaikan secara nyata apa yang telah mereka pelajari, dan fase umpan balik siswa telah mampu memperhatikan penampilan mereka. Siswa memperoleh umpan balik dari apa yang telah dipelajarinya. c. Tujuan Belajar Tujuan belajar merupakan komponen system pembelajaran yang sangat penting karena semua komponen dalam system pembelajaran atas dasar pencapaian tujuan belajar Menurut Sardiman, AM.(2001: 28) ” Tujuan belajar itu dibagi menjadi tiga jenis yaitu untuk mendapatkan pengetahuan, penanaman konsep dan keterampilan, serta pembentukan sikap”. Belajar untuk mendapatkan pengetahuan ditandai dengan kemampuan berpikir. Belajar menanamkan konsep memerlukan suatu keterampilan baik yang berupa jasmani maupun rohani. Belajar untuk pembentukan sikap mental dan perilaku siswa tidak akan terlepas dari penanaman nilai-nilai. Dalam hal ini guru tidak sekedar sebagai pengajar tetapi juga sebagai pendidik yang memindahkan nilai-nilai pada anak didiknya sehingga siswa akan tumbuh kesadaran dan kemampuannya untuk mempraktekkan segala sesuatu yang dipelajarinya.
11
Menurut Bloom tujuan belajar dikelompokkan menjadi tiga kelompok yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik seperti yang dikutip oleh HJ Gino (1998 : 19-20): 1) Ranah kognitif, meliputi enam tingkatan yaitu: Pengetahuan mencakup ingatan akan hal-hal yang pernah dipelajari dan disimpan dalam ingatan, pemahaman mencakup kemampuan untuk menangkap makna dan arti dari bahan yang dipelajari, penerapan mencakup kemampuan untuk menerapkan suatu kaidah pada suatu kasus yang konkret dan baru, analisis mencakup kemampuan untuk merinci suatu kesatuan, sintesis mencakup kemampuan untuk membentuk satu kesatuan, dan evaluasi mencakup kemampuan untuk suatu pendapat. 2) Ranah afektif, meliputi lima tingkatan yaitu: Kemampuan menerima mencakup kepekaan adanya suatu rangsang, kemampuan menanggapi mencakup kerelaan menanggapi secara aktif, berkeyakinan mencakup kemampuan untuk menghayati nilai kehidupan, penerapan kerja mencakup kemampuan membentuk system nilai, dan ketelitian mencakup kemampuan memberikan penilaian dan membawa diri. 3) Ranah Psikomotorik, meliputi empat tingkatan yaitu: gerak tubuh mencakup kemampuan melakukan gerak yang sesuai, koordinasi gerak mencakup kemampuan melakukan serangkaian keterampilan garak dengan lancar, tepat, dan efisien. Kemudian komunikasi non verbal mencakup kemampuan subyek belajar menemtukan makna yang tersirat dalam suatu pesan, dan perilaku berbicara mencakup kemampuan menggunakan bahasa yang benar. d. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Belajar Agar tercapai hasil belajar yang optimal, perlu memperhatikan beberapa factor yang dapat mempengaruhinya. Menurut Roestiyah NK, faktor-faktor itu dapat digolongkan menjadi dua faktor yaitu: Faktor internal adalah faktor yang timbul dari dalam anak itu sendiri, seperti kesehatan, rasa aman, kemampuan, minat dan sebagainya. Sedangkan faktor eksternal adalah faktor yang datang dari luar diri anak, seperti kebersihan rumah, udara yang panas, lingkungan dan sebagainya. (Roestiyah,2001: 151)
12
2. Hakekat Mengajar a. Pengertian Mengajar Mengajar merupakan istilah kunci yang tidak pernah luput dari pembahasan mengenai pendidikan karena erat hubungannya antara belajar dan mengajar. Menurut Nana Sudjana (1992:182) ”Mengajar adalah cara guru mengembangkan dan menciptakan serta mangatur situasi yang memungkinkan siswa melakukan proses belajar sehingga dapat merubah tingkah lakunya dalam proses pengajaran”. Sedangkan menurut Tyson dan Caroll seperti dikutip oleh Muhibin Syah (1995:182) “Mengajar adalah sebuah cara dan sebuah proses hubungan timbal balik antara siswa dan guru yang sama-sama aktif melakukan kegiatan” Melalui interaksi guru dengan siswa dan interksi antar sesama siswa dalam proses belajar mengajar (PBM) akan menimbulkan perubahan perilaku siswa. Jadi apabila interaksi tersebut terjadi dengan baik, maka kegiatan belajarmengajar akan terjadi. Jika interaksi belajar buruk, maka kegiatan belajarmengajar tidak sesuai harapan. Sardiman A.M. (2001:47) menyatakan “Mengajar diartikan sebagai suatu aktivitas
mengorganisasi
atau
mengatur lingkungan
sebaik-baiknya dan
menghubungkannya dengan anak, sehingga terjadi proses belajar”. Muhibin Syah (1995:219) mengungkapkan “Mengajar adalah kegiatan mengembangkan seluruh potensi ranah psikologis melalui penataan lingkungan sebaik-baiknya dan menghubungkannya kepada siswa agar terjadi proses belajar” Dari kedua pendapat diatas maka dapat disimpulkan bahwa mengajar adalah suatu upaya menciptakan kondisi yang sesuai untuk berlangsungnya kegiatan belajar siswa di mana antara siswa dan guru sama-sama aktif. Dalam upaya menciptakan kondisi tersebut ada faktor yang mempengaruhi yaitu faktor lingkungan. b. Prinsip-Prinsip Memgajar Ada beberapa prinsip-prinsip mengajar yaitu: yang pertama perhatian di dalam mengajar guru harus dapat membangkitkan perhatian anak pada pelajaran yang disampaikan. Perhatian lebih besar bila anak mempunyai minat dan bakat.
13
Kemudian aktifitas dalam proses belajar mengajar guru perlu menimbulkan aktifitas anak dalam berfikir maupun berbuat. Bila anak menjadi partisipasi yang aktif, maka akan memiliki ilmu pengetahuan itu dengan baik, dan dapat mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Selanjutnya apersepsi
dimana
setiap guru dalam mengajar perlu menghubungkan pelajaran yang akan diberikan dengan pengetahuan yang telah dimiliki anak, ataupun pengalamannya. Dengan demikian anak akan memeperoleh hubungan antara pengetahuan yang telah menjadi miliknya dengan pelajaran yang akan diterimanya. Yang keempat peragaan saat mengajar di depan kelas, guru harus menunjukkan benda-benda yang asli. Bila mengalami kesulitan boleh menunjukkan model, gambar, benda tiruan, atau dengan menggunakan media lain seperti radio, TV, dan sebagainya. Lalu repetisi merupakan penjelasan suatu unit pelajaran perlu diulang-ulang sehingga pengertian itu makin lama semakin lebih jelas dan dapat digunakan untuk memecahkan masalah serta korelasi dimana hubungan antara setiap mata pelajaran perlu diperhatikan, agar dapat memeperkuas dan memperdalam pengetahuan siswa itu sendiri. Untuk kosentrasi terdapat hubungan antara mata pelajaran dapat diperluas yaitu dapat dipusatkan kepada salah satu pusat minat, sehingga anak memperoleh pengetahuan secara luas dan mendalam. Sedangkan untuk sosialisasi dalam perkembangannya anak perlu bergaul dengan temannya, karena anak disamping sebagai individu juga mempunyai segi yang perlu dikembangkan. Bekerja di dalam kelompok dapat meningkatkan cara berpikir sehingga dapat memecahkan masalah dengan lebih baik dan lancar. Kemudian untuk prinsip individualisasi setiap individu mempunyai perbedaan yang khas, seperti perbedaan intelektual, minat dan bakat, hobi, tingkah laku, maupun sikapnya. Sehingga guru diharapkan dapat mendalami perbedaan anak secara individu, agar dapat melayani pendidikan yang sesuai dengan perbedaan anak. Dan prinsip yang terakhir yakni tentang evaluasi dimana semua kegiatan belajar mengajar perlu dievaluasi. Evaluasi dapat memberikan motivasi bagi guru maupun murid agar lebih giat belajar dan meningkatkan proses berfikir. Evaluasi dapat menggambarkan kemajuan anak, prestasinya, hasil rata-ratanya, tetapi dapat
14
juga menjadi bahan umpan balik bagi guru. Demikian guru dapat meneliti dirinya dan berusaha memperbaiki dalam perencanaan maupun teknik penyajian.
3. Pendekatan Pembelajaran Siswa mempunyai berbagai macam potensi yang dapat dikembangkan melalui proses pembelajaran dengan menggunakan pendekatan yang tepat. Penggunaan pedekatan pembelajaran tersebut harus disesuaikan dengan tujuan dan bahan pelajaran. Margono (1998:39) berpendapat bahwa ”Pendekatan didefinisikan sebagai jalan atau arah yang ditempuh oleh guru atau siswa dalam mencapai tujuan pengajaran, dilihat dari sudut bagaimana materi itu disusun dan disajikan”. Bobbi Deporter dan Mike Hernacki (2003:86) berpendapat bahwa ”Pembelajaran Kuantum (Quantum Learning) dapat didefinisikan sebagai gabungan yang sangat seimbang antara bekerja dan bermain, antar rangsangan internal dan ekstertnal, dan waktu yang dihabiskan di dalam zona aman anda berada melangkahlah keluar dari tempat itu. Berdasarkan definisi diatas, Pembelajaran Kuantum (Quantum Learning) adalah suatu kiat, petunjuk dan strategi dalam proses pembelajaran yang menggabungkan antar rangsangan internal dan eksternal untuk menciptakan suasana belajar yang menyenangkan dan bermanfaat. Prinsip yang mendasari Pembelajaran Kuantum (Quatum Learning) adalah sugestologi, yaitu sugesti dapat dan pasti mempengaruhi hasil situasi belajar, setiap sesuatu memberikan sugesti positif atau negatif. Sugesti positif dapat diperoleh dengan cara menata lingkungan belajar siswa supaya terasa nyaman dan menyenangkan. Misalnya posisi bangku siswa, pencahayaan, penempatan poster dan tulisan afirmasi, penempatan papan tulis dan sebagainya. Penataan lingkungan belajar yang demikian dimaksudkan sebagai usaha untuk mengoptimalkan potensi-potensi yang dimiliki siswa supaya berkembang secar optimal. Pembelajaran Kuantum (Quantum Learning) dalam proses pembelajaran menekankan pada pemberian pengalaman langsung kepada siswa sebelum suatu konsep didapat. Perancangan pengalaman secara langsung tersebut harus
15
disesuaikan dengan kondisi siswa dan lingkungan belajarnya. Hal lain yang harus diperhatikan dalam Pembelajaran Kuantum (Quantum Learning) adalah kegagalan siswa dalam belajar bukan suatu rintangan serta bagaimana menjadikan kegagalan tersebut sebagai umpan balik untuk mencapai keberhasilan. Sehingga setiap keberhasilan perlu diakhiri dengan kegembiraan dan tepukan.
4. Model Pembelajaran a. Pengertian Model Pembelajaran Secara khusus istilah ” model” diartikan sebagai kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan sesuatu kegiatan. Dalam pengertian lain, ”model” juga diartikan sebagai barang atau benda tiruan dari benda yang sesungguhnya, seperti ”globe” adalah model dari bumi tempat kita hidup. Dalam uraian selanjutnya, istilah model digunakan untuk menunjukkan pengertian yang pertama sebagai kerangka konseptual. Atas dasar pemikiran tersebut, maka yang dimaksud dengan Model Pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan penglaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas belajar mengajar. Dengan demikian aktivitas belajar mengajar benar-benar merupakan kegiatan bertujuan yang tertata secara sistematis. Dalam rangka pemanfaatan model yang telah ada, Bruce Joyce dan Marsha Weil (1986) telah menyajikan berbagai model belajar mengajar yang telah dikembangkan dan ditulis keberlakuannya oleh para pakar kependidikan. Walaupun judul buku yang memuat tentang model-model tersebut adalah ”Models of Teaching” akan tetapi isinya secara mendasar bukan semata-mata menyangkut kegiatan guru mengajar, akan tetapi justru lebih menitikberatkan pada aktivitas belajar murid. Dari pengertian di atas, model pembelajaran sangat berguna, khususnya bagi para guru dalam upaya peningkatan hasil belajar siswa. Dengan pengetahuan
16
guru tentang model pembelajaran dapat dijadiakan pegangan dalam memilih model pembelajaran yang baik dan tepat untuk dipakai dalam mengajar. b. Model Pembelajaran Bermain Peran (Role Playing) Khusus untuk pendidikan secara formal yang menitik beratkan pada proses belajar-mengajar, Certer for Advencement of Teaching Macquarie University
(1978)
mengembangkan
13
model
dengan
masing-masing
karakteristik, salah satunya model pembelajaran dengan ”Role Playing” atau ”Bermain Peran”, yang memiliki ciri-ciri yaitu Jumlah anggota kelompok bervariasi, waktu pertemuan bervariasi sesuai dengan peran yang harus dimainkan, dan para peserta mencoba sendiri peran-peran yang harus dimainkan dalam suasana interaktif. Sedang pada Charles Edgley BB Australia Activity Resource, Role Playing Adventures ”Role playing adventures are about acting out a story. The actors are told the initial setting to the story, and then make their own decisions as to what they want to do. As the actors proceed - finding information and achieving goals - the plot of the story unfolds. Therefore the story is dynamic and the outcome depends on what the actors choose”. Dimana Role Playing adalah tentang memerankan suatu cerita. Para aktor diberitahu awal mulai ceritanya dan kemudian membuat kesimpulan seperti apa yang mereka ingin lakukan. Seperti para aktor berproses- menemukan informasi dan menuju keberhasilan alur cerita . Oleh karena itu ceritanya adalah dinamis dan hasil tergantung pada para aktor yang memilih. c. Model Permainan dengan Teknik Teka-Teki Silang Dalam penelitian ini akan dilakukan menggunakan permainan yaitu ”Teka-Teki Silang” yang disertai dengan gambar. Teka-teki silang merupakan salah satu sarana untuk dapat mengetahui dan mengingat pengetahuan yang kita miliki untuk dituangkan dalam jawaban pertanyaan yang ada dalam baris atau kolom. Teka-teki silang yang digunakan dalam Pembelajaran Kuantum ini dimaksudkan
bahwa
selain
ada
unsur
permainannya
juga
ada
unsur
pendidikannya, dimana dengan mengisi teka-teki silang tersebut secara tidak sadar siswa sudah belajar ilmu Fisika sehingga siswa diharapkan selain
17
kesenangan juga didapatkan pengetahuan dan pemahaman materi pelajaran, khususnya materi pelajaran Gerak. Maka diharapkan dengan membuka, membaca dan mencari jawaban teka-teki silang tersebut, siswa akan selalu paham dan hafal dengan sendirinya materi Gerak. Teka-teki silang yang digunakan akan memberikan nilai yang positif bagi para siswa. Hal ini disebabkan dengan menjawab dan mengerjakan bersama, para siswa akan selalu berlomba untuk dapat menemukan jawabannya dengan benar sehingga akan muncul persaingan yag sehat. Rasa kebersamaan yang tinggi akan tumbuh, karena bagi para siswa yang menemukan jawaban akan dapat menjawab teka-teki silang tersebut, dengan demikian siswa yang lain akan dapat mengetahui jawaban yang benar dalam satu kelompoknya tersebut. Faktor ketelitian dan ketepatan yang tinggi juga menjadi sangat menentukan dalam pengisian jawaban teka-teki silang, karena huruf-huruf dalam jawaban dapat mempengaruhi jawaban yang lain baik dalam baris maupun kolom. Teka-teki silang yang digunakan pada pembelajaran ini adalah teka-teki silang yang dibuat sendiri dengan mengacu pada pokok bahasan Gerak.
5.Pembelajaran Fisika di SMP Mata pelajaran Fisika di sekolah menengah pertama (SMP) merupakan kelanjutan pelajaran IPA di Sekolah Dasar yang mempelajari tentang fenomenafenomena alam secara umum. Selain itu juga mempelajari keterkaitan konsepkonsep Fisika dengan kehidupan nyata dan pengembangan sikap, serta kesadaran terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi beserta dampaknya. Sesuai dengan perkembangan IPTEK, maka mata pelajaran Fisika di sekolah, khususnya di SMP mengalami perkembangan pula. Sejalan dengan itu, maka dilakukan usaha untuk menyempurnakan garis-garis besar program pengajaran di SMP. Sesuai dengan GBPP dalam kurikulum 2004, pemberian mata pelajaran Fisika di SMP berfungsi sebagai sarana untuk menanamkan keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keindahan yang terkandung dalam aturan alam ciptaanya. Yang kedua memupuk sikap ilmiah yang mencakup tentang sikap jujur dan obyektif terhadap data, sikap terbuka
18
(bersedia menerima pendapat orang lain serta mengubah pandangannya jika ada pandangan yang tidak benar), ulet dan tidak cepat putus asa, kritis terhadap pernyataan ilmiah (tidak mudah percaya tanpa dukungan hasil observasi empiris), dan dapat bekerja sama dengan orang lain. Kemudian yang ketiga memperoleh pengalaman dalam penerapan metode ilmiah melalui percobaan atau eksperimen, dimana siswa melakukan pengujian hipotesis dengan merancang eksperimen melalui pemasangan instrument, pengambilan, pengolahan dan inteprestasi data, serta mengkomunikasikan hasil eksperimen secara lisan dan tertulis. Yang keempat mengembangkan kemampuan berfikir analitis deduktif dengan menggunakan berbagai konsep dan prinsip Fisika untuk menjelaskan berbagai peristiwa alam dan penyelesaian masalah baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Untuk yang kelima menguasai berbagai konsep dan prinsip Fisika untuk mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap percaya diri sehingga dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari dan sebagai bekal untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi, dan pembentukan sikap yang positif terhadap Fisika, yaitu dimana merasa tertarik untuk mempelajari Fisika lebih lanjut karena merasakan keindahan dalam keteraturan perilaku alam serta keampuhan Fisika dalam menjelaskan berbagai peristiwa alam dan penerapan Fisika dalam teknologi. Bahan kajian Fisika di SMP yang diperluas sampai kepada bahan kajian yang mengandung konsep yang abstrak dan dibahas secara kuantitatif analitis. Sejalan dengan itu, mata pelajaran Fisika di SMP bertujuan agar siswa mampu menguasai konsep-konsep Fisika dan mampu menggunakan metode ilmiah yang dilandasi sikap ilmiah untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya sehingga lebih menyadari keagungan Tuhan Yang Maha Esa.
6. Semangat Belajar Fisika Siswa Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, semangat diartikan sebagai sesuatu yang mendorong kekuatan badan untuk berkemauan, bersikap, berperilaku, bekerja, bergerak, dan lain-lain. Selain itu juga dapat didefinisikan sebagai roh kehidupan yang menjiwai seluruh makhluk, baik hidup ataupun mati,
19
yang menurut kepercayaan orang dulu bisa memberi kekuatan. Kehidupan manusia semangat juang yang isi dan maksud tersirat dalam suatu perbuatan, perjanjian dan sebagainya. Dapat diartikan pula kekuatan batin, perasaan hasrat, nafsu, keinginan, dan seterusnya untuk bekerja. Sedangkan pada Jurnal Internasional tertulis “Spirit participates in mind as intuition, creativity, inspiration, healing of negative thoughts and beliefs, and as collective consciousness”(International Journal of Theoretical Physics, Thursday, January 13, 2005), yang artinya yakni semangat berpartisipasi dalam pikiran sebagai intuisi, kreativitas, inspirasi, penyembuhan pikiran negatif dan kepercayaan, dan sebagai kesadaran kolektif. Menurut Uripto Trisno S. mengatakan ”Karena semangat belajar mempengaruhi kualitas proses belajar maka tentu saja semangat belajar akan turut menentukan hasil proses belajar, yakni penguasaan materi, pengembangan materi hingga kualitas lulusan kita.(http://www.Indomedia.com.Januari 2005). Jika antusiasme, efektifitas belajar mengajar, dan semangat belajar dipandang sebagai bentuk energi (E), sedang semua individu yang terlibat, suasana, materi, dan fisik dinyatakan sebagai massa (m), interaksi keduanya dinyatakan dengan c, hubungan tersebut dinyatakan Rasyid Ridho menuliskan rumus kesebandingan sebagai berikut: E = mc 2 . (http://www.Ekifamily.bloghi. com.25 mei 2005). Berdasarkan persamaan tersebut, interaksi serta proses pembelajaran sangat berpengaruh terhadap antusiasme, efektifitas belajar mengajar, dan semangat belajar Untuk semangat belajar Fisika sendiri dapat diartikan secara lengkap yakni sebagai suatu dorongan atau sebuah motivasi yang dapat datang baik dari faktor luar yakni lingkungan atau faktor dalam diri pribadi siswa tersebut untuk tertarik terhadap pelajaran Fisika, khususnya pada penelitian ini pada pokok bahasan Gerak di SMP.
20
7. Prestasi Belajar Fisika a. Pengertian Prestasi Belajar Berhasil atau tidaknya suatu proses belajar mengajar dapat dilihat dari hasil belajarnya. Sedangkan hasil belajar siswa dapat ditunjukkan dari prestasi yang dicapainya. Menurut Sutratinah Tirtonegoro (1984: 43) ”Prestasi belajar adalah penilaian hasil usaha kegiatan belajar yang dinyatakan dalam bentuk simbol, angka, huruf maupun kalimat yang dapat mencerminkan hasil yang sudah dicapai oleh setiap anak dalam periode tertentu”. b. Prestasi Belajar Fisika Fisika merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan alam. Sememtara itu, IPA merupakan kumpulan pengetahuan yang tersusun secara sistematis tentang gejala alam. Perkembangan IPA tidak hanya ditunjukkan oleh kumpulan fakta, tetapi juga oleh timbulnya metode ilmiah dan sikap ilmiah. Menurut Margono (1997: 20): Pengertian IPA meliputi 3 hal pokok, yaitu produk, proses dan sikap ilmiah : a. Hasil-hasil IPA yaitu berupa fakta, konsep, prinsip, hukum dan teori; b. Proses IPA atau metode ilmiah yaitu cara kerja yang dilakukan untuk memperoleh hasil-hasil IPA atau produk IPA; c. Nilai dan sikap ilmiah yaitu semua tingkah laku yang diperlukan selama melakukan proses IPA, sehingga diperoleh hasil IPA. Dari uraian di atas, IPA dapat dipandang sebagai suatu produk, proses, dan sikap ilmiah atau nilai ilmiah. IPA sebagai produk sebab IPA merupakan pengetahuan yang di.peroleh melalui metode ilmiah, berupa konsep, prinsip, hukum, dan teori. IPA sebagai proses karena IPA merupakan kegiatan untuk memahami alam beserta isinya dengan logis dan obyektif. Pemecahan masalah dilakukan melalui kegiatan eksperimen dan pengamatan (metode ilmiah). IPA dipandang sebagai nilai karena dalam memperoleh produk IPA diperlukan sikap ingin tahu, pola pikir kritis dan logis, jujur, terbuka, obyektif dan komunikatif, sehingga diperoleh hasil yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Menurut Herbert Druxes et al (1986 : 3) ”Fisika adalah suatu teori yang menerangkan gejala-gejala alam yang sederhana dan berusaha menemukan
21
hubungan antara kenyataankenyataannya”. Persyaratan dasar untuk pemecahan persoalannya ialah mengamati gejala-gejala tersebut Dari beberapa pendapat diatas, dapat disimpulakn bahwa Fisika merupakan bagian IPA yang memiliki karakteristik tertentu, yaitu produk, proses, dan memerlukan sikap ilmiah. Fisika digali dari fenomene-fenomena yang terjadi di alam. Kejadian-kejadian tersebut diteliti dan dipelajari kemudian hasil yang diperoleh diterapkan pada kondisi yang lain tanpa merubah kejadiannya. Untuk selanjutnya ditemukan pengetahuan-pengetahuan baru serta aspek-aspek yang saling berhubungan. Dengan demikian secara keseluruhan dapat dapat dikemukakan bahwa prestasi belajar Fisika adalah bukti atau hasil yang dicapai oleh seseorang dalam melakukan usaha untuk merubah dirinya dalam bentuk penambahan ilmu penetahuan tentang zat dan segala sifat dan kelakuannya serta energi dalam segala manifestasinya.
8. Materi Gerak Di SMP a. Pengertian Gerak Suatu Benda Dalam Fisika gerak suatu benda harus dikaitkan dengan titik acuan. Jika kedudukan benda tersebut terhadap titik acuan berubah, maka benda tersebut bergerak terhadap titik acuan itu. Jika kedudukan benda tersebut terhadap titik acuan tetap, maka benda tersebut tidak bisa dikatakan bergerak terhadap titik acuan tersebut. Untuk ujung jarum jam bergerak berputar, jarak antara ujung jarum dengan pusat putaranya tetap namun, posisi ujung jarum jam dengan pusat putaranya selalu berubah. Ujung jarum jam dapat dikatakan bergerak terhadap pusat putaranya walaupun jaraknya tetap. Jadi, suatu benda dikatakan bergerak terhadap suatu acuan (terhadap benda lain) jika jarak atau posisi (kedudukan) antara keduanya berubah. b. Gerak Lurus Lintasan dapat berbentuk garis lurus atau garis lengkung. Gerak yang menghasilkan lintasan garis lurus dinamakan gerak lurus. Contoh gerak lurus
22
adalah gerak mobil yang tidak berbelok-belok pada jalan mendatar, gerak buah kelapa yang jatuh bebas dari tangkainya. c. Jarak dan Perpindahan. Jika suatu benda bergerak terhadap titik acuan, benda tersebut pasti melewati lintasan dengan panjang tertentu. Misalnya sebuah benda bergerak dari A ke B dengan lintasan seperti gambar di bawah ini dengan 0 sebagai titik acuannya.
lintasan perpindahan
A
B
0 Gb.2.1 Perpindahan Jadi, jarak adalah panjang lintasan yang ditempuh oleh benda yang bergerak. Jarak dihitung dari seberapa jauh benda itu telah bergerak terhadap titik acuan. Sedangkan perpindahan adalah seberapa jauh benda tersebut berpindah dari titik acuan tanpa memperhatikan bentuk lintasan. Perpindahan ini diukur dengan menarik garis lurus dari titik awal ke titik akhir. d. Kelajuan dan Kecepatan Kelajuan adalah besar jarak yang ditempuh oleh suatu benda yang bergerak dalam satu satuan waktu. Dengan demikian, berlaku persamaan: Kelajuan rata - rata = v=
jarak tempuh total waktu tempuh s t
dengan, v = kelajuan rata-rata (m/s) s = jarak (m) t = waktu (s)
dapat juga ditulis
s = vt
jika pada posisi awal gerak jarak benda terhadap titik acuan adalah s0 , s = s0 + vt Kecepatan menyatakan perpindahan per satuan waktu. Kecepatan merupakan besaran vektor yang memiliki nilai dan arah.
23
Kecepa tan rata - rata = v=
perpindahan waktu tempuh Ds Dt
dengan, v = kecepatan raa-rata (m/s) Ds = perpindahan (m) Dt = waktu (s)
e. Gerak Lurus Beraturan (GLB) Gerak lurus beraturan yaitu gerak sautu benda yang mempunyai lintasan lurus memiliki kecepatan tetap. Artinya pada tiap selang waktu yang sama menempuh jarak yang sama pula. Hubungan antara kecepatan (v) dan waktu (t) pada gerak yang beraturan mempunyai grafik seperti gambar dibawah ini: v (m/s)
v
0
t
t(s)
Gambar 2.2 Gerak Lurus Beraturan Kecepatan benda selalu tetap walaupun waktu bertambah. Luas bidang segi empat yang diarsir merupakan perpindahan benda. Jadi: Luas bidang = perpindahan s = vxt f. Percepatan Pada gerak lurus beraturan, kita telah mengenal kelajuan tetap. Adakalanya kelajuan dapat berubah secara teratur. Kelajuan gerak benda yang berubah secara teratur ini setiap saat kelajuaanya selalu bertambah dengan bilangan yang tetap. Benda yang demikian ini berarti mengalami percepatan. Percepatan adalah bertambahnya kelajuan tiap satu satuan waktu. Dapat dirumuskan sebagai berikut: a=
dengan,
(v - v0 ) t
=
Dv t
a = percepatan (m/s2)
24
v - v0 = pertambahan kelajuan (m/s)
t = waktu (s) Adakalanya benda juga mengalami pengurangan kelajuan yang berkurang secara teratur. Benda yang demikian ini berarti mengalami perlambatan. Perlambatan adalah berkurangnya laju tiap satu satuan waktu. Untuk gerak dipercepat beraturan nilai a = positif, sedang untuk gerak diperlambat beraturan nilai a = negatif. Satuan dalam SI adalah m/s2. v = v0 + at
a = percepatan (m/s2)
dengan,
v = kelajuan akhir (m/s) v0 = kelajuan awal (m/s)
t = waktu (s) Jarak yang ditempuh oleh benda yang mengalami percepatan dapat dihitung dengan rumus: dengan,
1 st = v0t + at 2 2
st = jarak akhir (m) v0 = kelajuan awal (m/s)
a = percepatan (m/s2) t = waktu (s) g. Gerak Lurus Berubah Beraturan (GLBB) Gerak Lurus Berubah Beraturan (GLBB) ialah gerak bernda yang membentuk lintasan lurus dengan kelajuan yang selalu berubah secara teratur. Dengan kata lain, Gerak Lurus Berubah Beraturan ialah gerak benda dengan lintasan lurus dan dengan percepatan tetap. Gerak lurus berubah beratuaran ada dua jenis, yaitu gerak dipercepat dan gerak diperlambat. Percepatan ialah perbandingan antara pertambahan kecepatan dengan waktu yang dibutuhkan untuk berubah. Percepatan dirumuskan: a=
dengan,
Dv t
a = percepatan (m/s2)
t = waktu (s)
25
Dv = perubahan kecepatan (m/s)
Gerak lurus berubah beraturan (GLBB) dipercepat percepatannya bernilai positif. Hubungan kecepatan (v) dengan waktu (t) untuk gerak GLBB dibedakan menjadi dua yaitu grafik GLBB tanpa kecepatan awal dan grafik GLBB dengan kecepatan awal, seperti pada gambar dibawah ini: 1) Grafik kecepatan (v) terhadap waktu (t) pada GLBB tanpa kecepatan awal v (m/s) v1
0
t(s)
Gambar 2.3 Grafik gerak GLBB tanpa kecepatan awal Kecepatan benda selalu berubah, bertambah seiring bertambahnya waktu. Luas bidang segitiga yang diarsir merupakan perpindahan benda. Jadi, Luas segi tiga = perpindahan benda s = 1/2 x t x vt Sedangkan
pada
gerak
lurus
berubah
beraturan
diperlambat
percepataanya bernilai negative. 2) Grafik kecepatan (v) terhadap waktu (t) pada GLBB dengan kecepatan awal v (m/s)
vt v0 0
t(s)
Gambar 2.4 Grafik gerak GLBB dengan kecepatan awal Kecepatan benda selalu berubah, bertambah seiring bertambahnya waktu. Luas trapesium yang diarsir merupakan perpindahan benda. Jadi: Luas segi tiga = perpindahan benda s = 1/2 x t x ( v0 + vt )
26
Untuk penerapan konsep GLBB dalam kehidupan sehari hari yaitu dapat dijumpai pada benda jatuh, peluru yang ditembakkan vertikal ke atas, benda bergerak turun atau naik diatas bidang miring.
B. Berkaitan
dengan
Penelitian yang Relevan penggunaan
pembelajaran
kuantum
(quantum
learning) dalam penelitian ini, sebelumnya juga pernah dilakukan beberapa penelitian yang serupa. Pada tahun 2006, Demes Nuril Anisa melakukan penelitian tentang penggunaan pendekatan quantum learning dan deduktif pada pembelajaran sain pokok bahasan benda dan sifatnya ditinjau dari keadaan awal siswa klas 1 SDIT Nurhidayah Surakarta Tahun Ajaran 2005/2006. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa: Penggunaan pendekatan quantum learning melalui metode eksperimen dengan pendekatan induktif melalui metode eksperimen mempunyai pengaruh yang berbeda terhadap pemahaman konsep benda dan sifatnya. Penggunaan pendekatan quantum learning melalui metode eksperimen menghasilkan pemahaman konsep benda dan sifatnya yang lebih baik dibandingkan pendekatan induktif melalui metode eksperimen.( Demes Nuril Anisa, 2006 : V) Penelitian mengenai pembelajaran kuantum (quantum learning) juga pernah diterapkan dengan menggunakan metode eksperimen yang masing-masing menggunakan pendekatan quantum learning dan ketrampilan proses seperti yang telah dilakukan oleh Dwi Astuti. Dari penelitiannya, disimpulkan ”.....siswa yang diberi perlakuan pendekatan quantum learning lebih efektif dibandingkan dengan pendekatan ketrampilan proses” (Dwi Astuti,2008 : V).
C.
Kerangka Berfikir
Berdasarkan kajian teori yang telah diuraikan diatas, maka dapat dikemukakan kerangka berpikir dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.
Pengaruh antara pembelajaran kuantum melalui teknik bermain peran dan teka-teki silang terhadap prestasi belajar siswa Pendekatan adalah jalan atau arah yang ditempuh oleh guru atau siswa
dalam mencapai tinjauan pembelajaran, dilihat bagaimana materi disusun dan
27
disajikan. Dengan pembelajaran kuantum dalam proses pembelajaran menekankan pada pemberian pengalaman langsung kepada siswa sebelum suatu konsep didapat. Perancangan pengalaman secara langsung tersebut harus disesuaikan dengan kondisi siswa dan lingkungan belajarnya. Sehingga sugesti yang didapat dari proses belajar tersebut dapat dan pasti mempengaruhi hasil belajar. Setiap sesuatu memberikan sugesti positif atau negatif. Sugesti positif dapat diperoleh dengan cara menata lingkungan belajar siswa supaya terasa nyaman dan menyenangkan. Untuk itu dengan Pembelajaran Kuantum diharapkan dapat membantu siswa untuk lebih aktif, bekerja sama dan menjalin hubungan pribadi yang positif antar siswa dalam sebuah kelompok.. Dalam model pembelajaran role playing (bermain peran) yaitu siswa mencoba sendiri peran-peran yang harus dimainkan dalam suasana interaktif sehingga siswa mampu menemukan dan membangun konsep yang akan ditanamkan berdasarkan praktek bermain peran terhadap konsep yang akan dipelajari. Sedangkan dalam model pembelajaran teka-teki silang dimaksudkan bahwa selain ada unsur permainannya juga ada unsur pendidikannya, dimana dengan mengisi teka-teki silang tersebut secara tidak sadar siswa sudah belajar ilmu Fisika sehingga siswa diharapkan selain kesenangan juga didapatkan pengetahuan dan pemahaman materi pelajaran, khususnya materi pelajaran Gerak Lurus. Maka diharapkan dengan membuka, membaca dan mencari jawaban tekateki silang tersebut, siswa akan selalu paham dan hafal dengan sendirinya materi Gerak Lurus. Dari penggunaan pembelajaran kuantum melalui model pembelajaran role playing (bermain peran) dan teka-teki silang dimungkinkan dapat berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa. Dari kerangka pemikiran di atas dapat dituliskan hipotesis alternatif sebagai berikut : Ada perbedaan pengaruh antara Pembelajaran Kuantum melalui teknik bermain peran dan teka-teki silang terhadap prestasi belajar siswa.
28
2.
Pengaruh antara semangat belajar Fisika siswa kategori tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar siswa. Uji semangat belajar diberikan sebelum materi disampaikan. Pengujian
ini untuk mengetahui seberapa besar semangat belajar siswa dalam mengikuti pelajaran Fisika., jika siswa memiliki semangat tentunya siswa memiliki kesiapan yang berbeda dalam mengikuti materi yang akan disampaikan. Siswa yang memiliki semangat tinggi dapat dimungkinkan dalam mengikuti pelajaran lebih antusias karena siswa tersebut mempunyai kekuatan dorongan yang besar. Sedangkan siswa yang memiliki semangat rendah, dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar tentunya sudah merasa malas sebelum mengikuti sehingga cenderung tidak memperhatikan apa yang disampaikan oleh seorang guru. Dari kesiapan belajar ini dapat dimungkinkan pula berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa tersebut. Dari kerangka pemikiran di atas dapat dituliskan hipotesis alternatif sebagai berikut : Ada perbedaan pengaruh antara semangat belajar Fisika kategori tinggi, sedang, dan rendah terhadap prestasi belajar siswa.
3.
Interaksi antara pengaruh penggunaan pembelajaran kuantum semangat belajar Fisika siswa terhadap prestasi belajar siswa. Pemilihan pendekatan pembelajaran yang tepat mempengaruhi prestasi
belajar siswa. Pendekatan dan model pembelajaran yang tepat sesuai dengan kondisi dan situasi materi akan membantu siswa dalam mentransfer segala yang disajikan guru, sehingga diharapkan dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Ketika melihat semangat belajar sebagai pendorong siswa untuk berprestasi maka dimungkinkan dengan semangat belajar yang tinggi ditunjang dengan pendekatan dan model pembelajaran dari seorang guru dalam proses belajar
mengajar
dengan
menggunakan
pembelajaran
kuantum
dapat
mempengaruhi prestasi belajar siswa Dari kerangka pemikiran di atas dapat dituliskan hipotesis alternatif sebagai berikut : Ada interaksi pengaruh antara penggunaan Pembelajaran Kuantum dan semangat belajar Fisika siswa terhadap prestasi belajar siswa
29
Adapun alur pemikiran dapat dibuat paradigma penelitian seperti berikut :
Semangat bljr.Fis kategori tinggi Pembelajaran Kuantum mel T. Bermain Peran
Populasi
Semangat bljr.Fis kategori sedang
Semangat bljr.Fis kategori rendah
Sampel
Semangat bljr.Fis kategori tinggi
Pembelajaran Kuantum mel T. Teka-teki Silang
Semangat bljr.Fis kategori sedang
Semangat bljr.Fis kategori rendah Gambar 2.5 Paradigma Penelitian
D.
Perumusan Hipotesis
Berdasarkan uraian landasan teori dan kerangka pemikiran tersebut di atas, dapat disusun hipotesis sebagai berikut: 1. Ada perbedaan pengaruh antara Pembelajaran Kuantum melalui teknik bermain peran dan teka-teki silang terhadap prestasi belajar siswa. 2. Ada perbedaan pengaruh antara semangat belajar Fisika kategori tinggi, sedang, dan rendah terhadap prestasi belajar siswa 3. Ada interaksi pengaruh antara penggunaan Pembelajaran Kuantum dan semangat belajar Fisika siswa terhadap prestasi belajar siswa.
Prestasi belajar
30
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian l. Tempat Penelitian Penelitian dan pengambilan data ini dilaksanakan di SMP N 1 Sawit Boyolali. Penelitian ini menggunakan dua kelas pada semester II Tahun Ajaran 2008/2009, sedangkan sebagai subjek try out adalah siswa kelas VII SMP N 1 Ngemplak Boyolali Tahun Ajaran 2008/2009. 2. Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2008 sampai bulan Maret 2008. Penelitian ini dilaksanakan secara bertahap di tahun 2007-2009, yang secara garis besarnya dibagi menjadi tiga tahap, yaitu : a. Tahap persiapan, meliputi : pengajuan judul, permohonan pembimbing, pembuatan proposal, survei ke sekolah yang digunakan untuk penelitian, permohonan ijin, menyusun instrumen penelitian yang terdiri dari Satuan Pelajaran, Rencana Pembelajaran, Lembar Kerja Siswa, soal-soal kognitif, tes observasi kemampuan afektif dan psikomotorik serta tes observasi semangat belajar Fisika siswa. b. Tahap penelitian, meliputi : semua kegiatan yang berlangsung di lapangan antara lain : uji coba tes, pelaksanaan eksperimen dan pelaksanaan tes. c. Tahap penyelesaian, meliputi : analisis data dan penyusunan laporan serta penggandaan.
B. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen dengan desain faktorial 2 x 3. Kriteria A x B. Kriteria pertama adalah pendekatan pembelajaran (A), meliputi Pembelajaran Kuantum melalui teknik bermain peran (A1) dan Pembelajaran Kuantum melalui teknik teka-teki silang (A2). Kriteria kedua adalah semangat belajar Fisika siswa (B), yaitu semangat belajar Fisika siswa tinggi (B1), semangat belajar Fisika siswa sedang (B2) dan 30
31
semangat belajar Fisika siswa rendah (B3). Penelitian ini mengunakan metode penelitian eksperimen yang melibatkan dua kelas yaitu kelas kontrol dan kelas eksperimen. Untuk mengetahui semangat belajar Fisika siswa diperoleh dari tes observasi semangat belajar Fisika siswa yang kemudian dikelompokkan menjadi tingkat semangat belajar Fisika siswa tinggi , sedang dan rendah. Kedua kelas tersebut diberi perlakuan yang berbeda yaitu teknik bermain peran dan teka-teki silang. Kemudian diberi perlakuan yaitu kelompok eksperimen dengan menggunakan teknik bermain peran dan kelompok kontrol dengan menggunakan teka-teki silang. Setelah diberi perlakuan, kelas kontrol dan eksperimen diberi tes untuk mengukur prestasi belajar siswa tentang sub pokok bahasan Gerak dan mengetahui perbedaan dan keefektifan dari dua teknik yang digunakan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 3.1. Desain Penelitian B
B1
B2
B3
A1
A1B1
A1B2
A1B3
A2
A2B1
A2B2
A2B3
A
Keterangan : A1
: Pembelajaran Kuantum melalui teknik bermain peran
A2
: Pembelajaran Kuantum melalui teknik teka-teki silang
B1
: Semangat belajar Fisika siswa tinggi
B2
: Semangat belajar Fisika siswa sedang
B3
: Semangat belajar Fisika siswa rendah
C. Populasi dan Sampel 1. Populasi Menurut Suharsimi Arikunto (1998 : 115) ”Populasi adalah keseluruhan obyek penelitian”. Dari pengertian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa yang
32
dimaksud dengan populasi adalah seluruh individu yang menjadi obyek penelitian dan memiliki karakteristik tertentu seperti yang hendak diteliti. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas VII SMP N 1 Sawit Boyolali Tahun Ajaran 2007/2008. Masing-masing kelas diasumsikan homogen karena dalam pembagian kelas tidak membedakan antara siswa yang pandai dan siswa yang kurang pandai. Alasan peneliti menggunakan populasi ini karena kondisi anak yang heterogen dari segi status sosial dan tempat tinggalnya. 2. Sampel Dalam penelitian ini tidaklah selalu perlu untuk meneliti semua individu dalam populasi, karena disamping memerlukan biaya yang besar, juga membutuhkan waktu yang lama. Dengan penelitian dari sebagian populasi, kita harapkan bahwa hasil yang didapat sudah dapat menggambarkan sifat populasi yang bersangkutan. Sebagian populasi yang diambil tersebut dinamakan sampel, Suharsimi Arikunto (1998: 117) menyatakan bahwa ”Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti”. Hasil penelitian terhadap sampel ini digunakan untuk melakukan generalisasi terhadap seluruh populasi yang ada. Drs. Sumanto M.A ( - : 28) ”Sampel sebaiknya sebanyak mungkin, pada umumnya makin besar sampel makin representatif dan hasil penelitian lebih dapat disamaratakan. Sebenarnya tidak ada ketentuan besar sampel minimum yang dapat dipakai sebagai pedoman. Pada prinsipnya, makin besar sampel makin baik. Pertimbangan dalam menentukan besar kecilnya sampel adalah: a. Derajat keseragaman populasi yang dikehendaki. b. Ketelitian hasil penelitian yang dikehendaki. c. Pertimbangan waktu, tenaga dan biaya. Jumlah sampel terkecil yang dapat diterima tergantung jenis riset: riset deskriptif-10% dari populasi; riset korelasi-30 subyek; riset kausalkomparatif-30 subyek/ kelompok; dan riset eksperimen-50 subyek / kelompok.(L.R.Gay, 1997 dari Drs. Sumanto M.A). Penelitian ini termasuk jenis penelitian eksperimen, jadi jumlah sampel terkecil yang dapat diterima adalah sebanyak 50 orang. Sampel dalam penelitian ini diambil secara acak dari 7 kelas, dengan jumlah siswa
33
sebanyak 40 siswa per kelas, pada kelas VII SMP Negeri 1 Sawit Boyolali tahun ajaran 2008/2009.
3. Teknik Pengambilan Sampel Pengambilan sampel dilakukan dengan cluster random sampling terhadap kelas dengan cara acak kemudian dijadikan sebagai kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.
D. Variabel Untuk keperluan pengumpulan data, dalam penelitian ini terdapat dua buah variabel, yang terdiri dari satu variabel bebas dan satu variabel terikat. Variabel-variabel tersebut adalah sebagai berikut: 1. Variabel Bebas a. Penggunaan Pembelajaran Kuantum melalui metode mengajar. 1) Definisi operasional : Cara yang berisi prosedur baku untuk melaksanakan kegiatan pembelajaran dengan Pembelajaran Kuantum 2) Skala pengukuran : Nominal dengan dua kategori, yaitu: a) Pembelajaran Kuantum melalui teknik bermain peran. b) Pembelajaran Kuantum melalui teknik teka-teki silang. b. Semangat belajar Fisika siswa. 1) Definisi operasional : Sebuah motivasi yang muncul dengan sendirinya. 2) Skala pengukuran: interval dengan tiga kategori: a) Semangat belajar Fisika kategori tinggi. b) Semangat belajar Fisika kategori sedang. c) Semangat belajar Fisika kategori rendah. c. Indikator adalah nilai tes observasi semangat belajar Fisika. 2. Variabel Terikat Variabel terikat adalah kondisi yang menunjukkan akibat atau pengaruh dikarenakan variabel bebas. Dalam penelitian ini variabel terikatnya adalah prestasi belajar siswa.
34
a. Definisi Operasional Prestasi belajar merupakan hasil yang telah dicapai siswa, yang berupa seperangkat pengetahuan atau keterampilan, setelah siswa tersebut mengalami proses belajar. Dalam penelitian ini prestasi siswa meliputi kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik. b. Indikator Tes kemampuan kognitif dan penilaian melalui observasi kemampuan afektif dan psikomotorik siswa pada sub pokok bahasan Gerak. Nilai hasil tes dan observasi kemudian dijumlahkan sebagai nilai prestasi belajar. c. Skala Pengukuran Skala pengukuran variabel ini adalah interval. E. Instrumen Penelitian dan Teknik Pengumpulan Data 1. Instrumen penelitian Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah: a. Instrumen pelaksanaan penelitian, meliputi Satuan Pelajaran (SP), Rencana Pembelajaran (RP), dan Lembar Kerja Siswa (LKS). b. Instrumen pengambilan data, yaitu soal tes berbentuk objektif dengan alternatif empat jawaban, dan lembar observasi. Rencana pembelajaran dibedakan antara kelompok eksperimen dan kontrol. Sedangkan LKS, soal tes dan lembar observasi dibuat sama. Untuk menjaga kualitas instrumen penelitian dilakukan konsultasi.
2. Teknik Pengumpulan Data Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data yang digunakan adalah sebagai berikut: a. Metode Angket Definisi angket definisi kuesioner. Suharsimi Arikunto (1998 : 140) mendefinisikan ”Kuesioner adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk rnemperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya, atau hal-hal yang ia ketahui”. Angket ini berupa daftar pertanyaan,
35
dan responden hanya memberikan tanda pada salah satu jawaban yang sudah tersedia sesuai dengan kenyataan yang sebenarnva. Kegunaan angket ini adalah untuk memperoleh data mengenai kemampuan afektif dan psikomotorik siswa. Langkah-langkah penyusunan angket adalah sebagai berikut: 1) Spesifikasi Data Merupakan langkah awal dan utama yang mendahului penyusunan angket. Spesifikasi data dan sumbernya akan langsung menentukan apa-apa yang akan ditanyakan dalam angket dan kepada siapa angket ditujukan. 2) Pembuatan Kisi-Kisi Angket Dalam pembuatan kisi-kisi angket ini terlebih dahulu harus diperjelas konsep dari angket tersebut, dimana konsep dari angket ini adalah tentang semangat belajar siswa terhadap mata pelajaran Fisika. Kemudian konsep yang telah ditentukan dijabarkan dalam aspek-aspek. Dari setiap aspek yang ada kemudian dijabarkan lagi menjadi indikator-indikator dan dispesifikasikan lagi menjadi item-item soal, dimana item soal ini bisa bersifat positif (+) atau negatif (-). Pembuatan kisi-kisi angket ini untuk memperjelas materi dari angket yang akan disusun. 3) Penyusunan Angket Penyusunan angket meliputi pembuatan item-item pernyataan, alternatif jawaban, surat pengantar angket dan petunjuk pengisian angket. Penentuan skor dengan menggunakan skala Likert, Riduwan (2005 : 87) menjelaskan bahwa: Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan persentasi seseorang atau sekelompok tentang kejadian atau gejala social. Setiap jawaban dihubungkan dengan bentuk pernyataan atau dukungan sikap yang diungkapkan dengan kata-kata sebagai berikut: Pernyataan Positif
Pernyataan negatif
Sangat setuju (SS)
= 5
Sangat setuju (SS)
= 1
Setuju (S)
= 4
Setuju (S)
= 2
Netral (N)
= 3
Netral (N)
= 3
Tidak Setuju (TS)
= 2
Tidak Setuju (TS)
= 4
Sangat Tidak Setuju (STS) = 1
Sangat Tidak Setuju (STS) = 5
36
4) Perbaikan Angket Perbaikan angket dilakukan untuk mendapatkan angket yang valid dan reliable. Sebelum angket tersebut diberikan kepada responden, terlebih dahulu dilakukan uji coba dari populasi penelitian di luar sampel. Uji coba angket dimaksudkan untuk mendapatkan angket yang benar-benar baik serta dapat dipertanggungjawabkan sebagai alat pengungkap data. 5) Pengujian Validitas dan Reliabilitas Angket a) Uji Reliabilitas Reliabilitas suatu soal menunjukkan tingkat keterandalan keajekan soal. Untuk mengetahui reliabilitas angket pada penelitian ini, maka digunakan Rumus Alpha menurut Riduwan (2005 : 115), sebagai beirkut: æ k öæç å S i r11 = ç ÷ 1Si è k - 1 øçè
ö ÷ ÷ ø
Keterangan: r11
= Koefisien reliabilitas instrument
k
= Banyaknya butir pertanyaan atau banyaknya soal
åS
i
Si
= Jumlah varians skor tiap-tiap item = Varians total
Kriteria reliabilitas: r11 < 0,20 = sangat rendah 0,20 < r11 < 0,40 = rendah 0,40 < r11 < 0,60 = cukup rendah 0,60 < r11 < 0,80 = cukup 0,80 < r11 < 1,00 = tinggi b) Uji Validitas Uji validitas angket atau uji kesahihan butir menggunakan rumus korelasi produk momen Karl Person, sebagai berikut:
rxy =
{(N å X
N å XY - (å X )(å Y ) 2
)(
- (å X ) N å Y 2 - (å Y ) 2
2
)} Suharsimi Arikunto (2002 : 146)
37
Keterangan: rxy = Koefisien korelasi antara skor item dengan skor total N
= banyaknya subyek
X
= skor item
Y
= skor toal
Kriteria uji, jika rhit < rtabel maka tidak signifikan atau tidak valid. b. Metode Tes Menurut Suharsimi Arikunto (1998: 139) ”Tes adalah serentetan pertanyaan atau latihan atau alat lain yang digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan. intelegensi, kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh individu atau kelompok”. Dapat diambil pengertian bahwa tes adalah salah satu alat pengumpulan data yang berupa pertanyaan atau latihan sebagai alat ukur. Teknik ini digunakan untuk mengumpulkan data prestasi belajar siswa khususnya untuk kemampuan kognitif. Teknik ini dilakukan dengan memberikan sejumlah soal tes berupa tes objektif kepada sampel. Untuk mendapatkan soal yang layak, dilakukan uji coba terlebih dahulu pada subjek lain di luar populasi dan dianalisa tentang uji taraf kesukaran, daya pembeda, validitas, dan reliabilitas. 1) Derajat kesukaran Soal yang baik adalah soal yang mempunyai derajat kesukaran memadai dalam arti tidak terlalu sukar dan tidak terlalu mudah. Untuk mengetahui derajat kesukaran digunakan rumus : P= B
JS
(Suharsimi Arikunto, 1995 : 212)
di mana : P
: Derajat kesukaran
B
: Siswa yang menjawab benar untuk setiap soal.
JS : Jumlah seluruh peserta tes. Penggolongan derajat kesukaran soal tes adalah sebagai berikut : 0,00 £ P < 0,30 : soal sukar 0,30 £ P < 0,70 : soal sedang 0,70 £ P < 1,00 : soal mudah
38
Hasil tes uji coba prestasi belajar (kemampuan kognitif), dari 40 soal yang diujicobakan, setelah dilakukan analisis untuk mengetahui tingkat kesukaran dari masing-masing item diperoleh hasil sebagai berikut: 7 soal dikategorikan mudah, yaitu nomor 2, 5, 24, 31, 37, 39 dan 40; 33 soal dikategorikan mempunyai tingkat kesukaran sedang, yaitu nomor 1, 3, 4, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 23, 25, 26, 27, 28, 29, 30, 32, 33, 34, 35 ,36, dan 38. 2) Daya pembeda Perhitungan daya pembeda adalah untuk mengetahui sejauh mana suatu butir soal mampu membedakan siswa yang berkemampuan tinggi dan siswa yang berkemampuan rendah berdasarkan kriteria tertentu. Adapun rumus yang digunakan untuk menguji daya pembeda soal adalah : D=
BA BB = PA – PB JA JB
(Suharsimi Arikunto, 1995 : 218) di mana : J
: Jumlah pengikut tes
BA
: Jumlah peserta kelompok atas yang menjawab benar.
BB
: Jumlah peserta kelompok bawah yang menjawab benar.
JA
: Jumlah semua peserta yang tergolong kelompok atas.
JB
: Jumlah semua peserta yang tergolong kelompok bawah.
PA
: Proporsi peserta kelompok atas yang menjawab benar.
PB
: Proporsi peserta kelompok bawah yang menjawab benar.
Daya pembeda (nilai D) diklasifikasikan sebagai berikut : 0
£ D £ 0,20 : item soal jelek
0,20 < D £ 0,40 : item soal cukup 0,40 < D £ 0,70 : item soal baik 0,70 < D £ 1,00 : item soal baik sekali Hasil tes uji coba prestasi belajar (kemampuan kognitif), dari 40 soal yang diujicobakan, setelah dilakukan analisis untuk mengetahui daya pembeda dari masing-masing item diperoleh hasil sebagai berikut: 22 soal mempunyai daya pembeda baik, yaitu nomor 3, 5, 6, 7, 9, 11,12, 13, 15, 16, 18, 19, 22, 26, 27, 29,
39
30, 32, 33, 35, 36, dan 40; 13 soal mempunyai daya pembeda cukup, yaitu; 1, 2, 4, 8, 10, 14, 17, 20, 21, 25, 31, 34, 38, dan 5 soal mempunyai daya pembeda jelek, yaitu nomor 23, 24, 28, 37, 39,. 3) Validitas Uji validitas dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui apakah soal yang dibuat sudah valid atau belum, artinya apakah soal yang dibuat sudah tepat mengukur apa yang hendak diukur ataukah belum. Uji validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji validitas item. Pengertian umum untuk validitas item adalah sebuah item dikatakan valid apabila mempunyai dukungan yang besar terhadap skor total. Dengan kata lain, suatu item memiliki validitas yang tinggi jika skor pada item mempunyai kesejajaran dengan skor total. Untuk menguji validitas soal uji coba prestasi belajar Fisika pada penelitian ini digunakan rumus korelasi Point Bisserial:
rpbis =
Mp - Mt St
p q
(Suharsimi Arikunto, 1995 : 76) dengan: rpbis : koefisien korelasi Bisserial Mp
: rerata skor dari siswa yang menjawab benar bagi item yang dicari validitasnya.
Mt
: rerata skor total
St
: standar deviasi dan skor total.
p
: proporsi siswa yang menjawab benar pada suatu butir.
q
: proporsi siswa yang menjawab salah pada suatu butir (q = 1 – p)
Kriteria pengujian : Jika rpbis ³ rharga tabel, berarti item soal valid Jrpbis < rharga tabel, berarti item soal tidak valid Hasil tes uji coba prestasi belajar (kemampuan kognitif), dari 40 soal yang diujicobakan, setelah dilakukan analisis untuk mengetahui kevalidan dari
40
masing-masing item diperoleh hasil sebagai berikut: 30 soal tergolong valid, yaitu nomor 1, 2, 4, 6, 7, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 18, 19, 20, 21, 22, 24, 25, 27, 28, 30, 31, 32, 34, 35, 36, 38, 39 dan 40; 10 soal tergolong invalid, yaitu nomor 3, 5, 8, 16, 17, 23, 26, 29, 33 dan 37. 4) Reliabilitas Uji reliabilitas dilakukan untuk mengetahui soal yang dibuat sudah reliabel (dapat dipercaya) atau belum. Artinya soal tersebut dapat memberikan hasil yang tetap bila diteskan berkali-kali ataukah tidak. “Sebuah tes dikatakan reliabel jika tes tersebut dapat memberikan hasil yang tetap”. (Suharsimi Arikunto, 1995: 83). Atau seandainya terjadi perubahan, perubahan tersebut sangat kecil atau tidak berarti. Untuk mengetahui ketetapan ini dapat dilihat dari kesejajaran hasil, yaitu dengan menggunakan korelasi. Untuk menghitung reliabilitas digunakan rumus Kuder dan Richardson, sebagai berikut: 2 æ n öæç S - å pq ö÷ r11 = ç ÷ ÷ S2 è n - 1 øçè ø
di mana :
(Suharsimi Arikunto, 1995: 98)
r11
: koefisien reliabilitas.
p
: proporsi subjek yang menjawab benar dalam tiap butir soal.
q
: proporsi subjek yang menjawab salah dalam tiap butir soal.
å pq : jumlah hasil perkalian antara p dan q n
: banyaknya item.
S
: standar deviasi dari tes.
Kriteria pengujian : Jika r11 > r tabel maka instrumen dinyatakan reliabel. Kategori realibilitas adalah : 0,00 < r11 £ 0,20 : sangat rendah 0,20 < r11 £ 0,40 : rendah 0,40 < r11 £ 0, 60 : cukup 0,60 < r11 £ 0,80 : tinggi
41
0,80 < r11 £ 1,00 : sangat tinggi Setelah dilakukan analisis untuk mengetahui realibilitas dari keseluruhan soal uji coba, diperoleh hasil bahwa untuk soal uji coba prestasi belajar (kemampuan kognitif) r11 lebih besar dari r
tabel
(0,819>0,312), sehingga soal
dikatakan reliabel dengan tingkat realibilitas sangat tinggi. Soal-soal digunakan dalam penelitian apabila memenuhi syarat : a) Soal tersebut valid (harga rxy > harga kritik). b) Harga daya pembeda ³ 0,20 Dari
40 soal tes prestasi belajar (kemampuan kognitif) yang telah
diujicobakan, diambil 35 soal untuk pengambilan data penelitian.
F. Teknik Analisis Data Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis variansi 2 jalan dengan frekuensi sel tidak sama. Teknik analisis tersebut digunakan untuk menguji hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini. Untuk menguji hipotesis dengan anava ini, sebelumnya dilakukan uji prasyarat analisis yaitu normalitas dan homogenitas, dan diasumsikan sampel mempunyai keadaan awal sama. 1. Uji Pendahuluan/Prasyarat Analisis a. Uji Normalitas Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah sampel penelitian berasal dari populasi yang berdistribusi normal atau tidak berdistribusi normal. Uji yang digunakan adalah uji Lilliefors, yaitu: 1) Hipotesis H1 : sampel tidak berasal dari populasi yang berdistribusi normal H0 : sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal 2) Pengujian hipotesis, langkah-langkahnya sebagai berikut: Pengamatan X1, X2, X3, ..... Xn dijadikan bilangan baku Z1, Z2, Z3, ..... Zn menggunakan rumus: Z1 =
Xi - X ( X dan SD merupakan rata-rata dari simpangan baku sampel) SD
42
Untuk data sampel tersebut kemudian diuraikan dari skor terendah sampai skor tertinggi, sedangkan untuk tiap bilangan baku dengan menggunakan daftar distribusi normal kemudian dihitung peluang F(Zi) = P (Z £ Zi) Adapun untuk menghitung perbandingan antara nomor subyek i dengan subjek n yaitu: S(Zi) = i . n Selanjutnya mencari selisih antara F(Z1) – S(Z1) dan ditentukan harga mutlaknya, kemudian mengambil harga yang paling besar di antara harga-harga mutlak, selisih tersebut sebagai Lo. Rumus : Lo = maksimum |F(Zi) – S(Zi)| (Sudjana, 1996 : 466 – 467) 3) Daerah kritik DK = { L | Lo > Lα : n } dengan n adalah ukuran sampel Harga Lα:n dapat diperoleh dari tabel Lilliefors pada tingkat signifikansi α dengan derajat kebebasan n. 4) Keputusan Uji H0 diterima jika Lobs < Lα : n : sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal. H0 ditolak jika Lobs ³ Lα
: n
: sampel tidak berasal dari populasi yang
berdistribusi normal. b. Uji Homogenitas Uji ini digunakan untuk mengetahui apakah sampel penelitian berasal dari populasi yang homogen atau tidak homogen. Uji yang digunakan adalah uji Bartlett, yaitu: 1) Hipotesis H1 : sampel tidak berasal dari populasi yang homogen H0 : sampel berasal dari populasi yang homogen 2) Statistik uji X2 =
2,303 (f log MSerr - S fj log S2j ). c
43
c = 1+
1 é 1 1ù - ú êS 3(k - 1) ëê f j f úû
dimana : c 2 = harga uji Bartlett dan k = cacah sampel group
c 2 = c 2 (k - 1) k
: banyaknya populasi
f
: derajat kebebasan untuk MSerr =N-1
fj
: derajat kebebasan untuk sj2 = nj – 1
j
: 1, 2, ..., k
N
: banyaknya seluruh nilai (ukuran)
Nj
: banyaknya nilai ( ukuran ) sampel ke-j = ukuran sampel ke-j
MSerr =
SSS j f
(å X ) -
2
SS j = SC
2 j
j
nj
3) Daerah Kritik DK = { χ2 | χ2 ³ χ2α; n } 4) Keputusan Uji H0 diterima jika χ2 < χ2α; k-1: sampel berasal dari populasi yang homogen. H0 ditolak jika χ2 ³ χ2α; k-1: sampel tidak berasal dari populasi yang homogen.
2. Pengujian Hipotesis a. Analisis Variansi Dua Jalan dengan Sel Tak Sama Dalam penelitian ini untuk menganalisa data sampel digunakan uji analisis variansi (Anava) dua jalan sel tak sama. Rancang anava dua jalan: Asumsi Anava adalah populasi terdistribusi normal dan homogen. 1) Model Model observasi yang digunakan adalah model observasi pada subyek dekat di bawah faktor satu kategori ke-I dan faktor dua kategori ke-j dirumuskan : Xijk = m + ai + bj + abij + åijk di mana :
44
i
: 1, 2, ...p
j
: 1, 2, ... q
k
: 1, 2, ... r
m
: grand mean (mean pada populasi)
ai
: efek faktor 1 kategori ke-i terhadap Xijk
bj
: efek faktor 2 kategori ke-j terhadap Xijk
abij
: kombinasi efek faktor satu dan dua terhadap Xijk
Xijk
: pengukuran pada elemen ke-k yang terletak pada baris ke-i kolom ke-j.
åijk
: kesalahan pada Xijk yang berdistribusi normal N. 2) Asumsi Dasar Data prestasi belajar Fisika yang diperoleh dari hasil tes, kemudian
dilakukan uji hipotesis dengan analisis variansi dua jalan dengan sel tak sama. Data tersebut dimasukkan dalam tabel persiapan uji anava sebagai berikut : Tabel. 3.2. Penyusunan Tabel Persiapan A
B1
B2
B3
A1
A1B1
A1B2
A1B3
A2
A2B1
A2B2
A2B3
B
Keterangan : A : Penggunaan Pembelajaran Kuantum B : Semangat belajar Fisika siswa A1 : Penggunaan pendekatan Pembelajaran Kuantum dengan teknik bermain peran A2 : Penggunaan Pembelajaran Kuantum dengan teknik teka-teki silang B1 : Semangat belajar Fisika siswa tinggi B2 : Semangat belajar Fisika siswa sedang B3 : Semangat belajar Fisika siswa rendah A1B1 : Penggunaan Pembelajaran Kuantum dengan teknik bermain peran untuk Semangat belajar Fisika siswa tinggi. A1B2 : Penggunaan Pembelajaran Kuantum dengan teknik bermain peran untuk Semangat belajar Fisika siswa sedang.
45
A1B3 :Penggunaan Pembelajaran Kuantum dengan teknik bermain peran untuk Semangat belajar Fisika siswa rendah A2B1 : Penggunaan Pembelajaran Kuantum dengan teknik teka-teki silang untuk Semangat belajar Fisika siswa tinggi. A2B2 : Penggunaan Pembelajaran Kuantum dengan teknik teka-teki silang untuk Semangat belajar Fisika siswa sedang A2B3 : Penggunaan Pembelajaran Kuantum dengan teknik teka-teki silang untuk Semangat belajar Fisika siswa rendah 3) Hipotesis H 01 : a i = 0, untuk semua harga i, tidak ada perbedaan pengaruh antara
Pembelajaran Kuantum melalui teknik bermain peran dan teka-teki silang terhadap prestasi belajar siswa. H11 : a i ¹ 0, untuk paling sedikit satu harga j, ada perbedaan pengaruh antara
Pembelajaran Kuantum melalui teknik bermain peran dan teka-teki silang terhadap prestasi belajar siswa. H 01 : b j = 0, untuk semua harga j, tidak ada perbedaan pengaruh antara semangat
belajar Fisika kategori tinggi, sedang dan rendah terhadap prestasi belajar siswa. H12 : b j ¹ 0, untuk paling sedikit satu harga j, maka ada perbedaan pengaruh
antara semangat belajar Fisika kategori tinggi, sedang dan rendah terhadap prestasi belajar siswa. H 03 : ab ij = 0, untuk semua harga ij, tidak ada interaksi pengaruh antara
penggunaan Pembelajaran Kuantum dan semangat belajar Fisika siswa terhadap prestasi belajar siswa. H13 : ab ij = 0, untuk paling sedikit satu harga ij, maka ada interaksi pengaruh
antara penggunaan Pembelajaran Kuantum dan semangat belajar Fisika siswa terhadap prestasi belajar siswa.
46
4) Komputasi a) Tabel 3.3 Rerata sel AB B1
B2
B3
Total
A1
A1B1
A1B2
A1B3
A1 = …
A2
A2B1
A2B2
A2B3
A2 = …
B1 = …
B2 = …
B3 = …
G=…
B
Total
b) Rerata harmonik. n h =
pq å1
nij
c) Komponen jumlah kuadrat 2 a) G
pq
b) å SSij
åA
2
i
i
c)
q
åB j
d) e)
2 j
p
å AB
2 ij
ij
d) Jumlah kuadrat SSa
= nh {
SSb
= nh
{
(4)
SSab = n h
{
(5) - (4)
SSer =
(3)
å SS
-(3)
– (1)
}
– (1)
}
+ (1)
}
ij
ij
_______________________________________+ SStot
ì = n h íå SSij + (4) î ij
-(1)
}
47
e) Derajat kebebasan dfa = p – 1 dfb = q – 1 dfab = (p – 1) (q – 1) dfer = pq (n-1) = N – pq __________________________________+ dftot
=N–1
f) Rerata kuadrat MSa
=
SS a df a
MSb
=
SSb df b
MSab
=
SS ab df ab
MSer
=
SS er df er
g) Statistik uji Fa
= MSa
Fb
= MSb
Fab
= MSab
MSer MSer MSer
h) Daerah kritik DKa
= Fa ≥ Fα ; p – 1, N – pq
DKb
= Fb ≥ Fα ; q – 1, N – pq
DKab
= Fab ≥ Fα ; (p – 1)(q – 1), N – pq
i) Keputusan uji Kriteria Hipotesis Ho ditolak jika : H0A
ditolak jika Fa ³ Fa ; p – 1 , N – pq
H0B
ditolak jika Fb ³ Fa ; q –1 , N – pq
48
ditolak jika Fab ³ Fa ; (p –1) (q – 1) , N – pq
H0AB
j) Rangkuman Analisis Tabel 3.4 Rangkuman Analisis Sumber
P
SS
Df
MS
F
A (baris)
SSa
Dfa
MSa
Fa
a
B ( kolom)
SSb
Dfb
MSb
Fb
a
SSab
Dfab
MSab
Fab
a
Kesalahan total
SSer
Dfer
MSer
-
Total
SStot
Dftot
-
-
Variansi Efek Utama
Interaksi AB
-
(Nonoh Siti Aminah, 2004: 27-30)
b. Uji Lanjut Anava Uji lanjut Anava (komparasi ganda) digunakan sebagai tindak lanjut dari analisis variansi.
Anava hanya dapat mengetahui ditolak atau diterimanya
hipotesis nol. Hal ini berarti, jika hipotesis nol ditolak, maka belum dapat diketahui rerata mana yang berbeda. Karena jika hipotesis nol ditolak, maka diperoleh kesimpulan bahwa paling sedikit terdapat satu rerata yang berbeda dengan rerata lainnya. Tujuan Uji lanjut Anava ini untuk mengetahui lebih lanjut rerata yang berbeda dan yang sama. Dalam penelitian ini digunakan uji Scheffe, yaitu : 1) Komparasi antar baris Fi. - j.
(X
)
2
- X j. = é1 1 ù MSer ê + ú ëê n1 n j ûú i.
2) Komparasi antar kolom F.i -. j .
(X
)
2
- X .j = é1 1ù MS er ê + ú ëê n1 n j ûú .i
49
3) Komparasi antar sel Fij - kl =
(X
ij
- X kl
)
2
é1 1ù MS er ê + ú êë nij nkl úû
dengan : X i. X
j.
: rerata pada baris ke-i : rerata pada baris ke-j
X .i
: rerata pada kolom ke-i
X .j
: rerata pada kolom ke-j
X ij
: rerata pada sel ij
X kl
: rerata pada sel kl
ni.
: cacah observasi pada baris ke-i
n j.
: cacah observasi pada baris ke-j
n.i
: cacah observasi pada kolom ke-i
n. j
: cacah observasi pada kolom ke-j
nij
: cacah observasi pada sel ij
n kl
: cacah observasi pada sel kl
(Nonoh Siti Aminah, 2004: 52) 4) Daerah Kritik: a) Komparasi antar baris DKi. - j. : Fi. – j. ³ (p-1) F a ;;p-1,N-pq b) Komparasi antar kolom DK.i - .j : F.i - .j ³ (q-1) F a ; q-1,N-pq c) Komparasi antar sel DKij-kl : Fij-kl ³ (p-1) (q-1) F a ; (p-1)(q-1),N-pq 5) Keputusan uji: 1) Komparasi antar baris Ho ditolak jika Fi. – j. ³ (p-1) F a ;;p-1,N-pq
50
Ho diterima jika Fi. – j. < (p-1) F a ;;p-1,N-pq 2) Komparasi antar kolom Ho ditolak jika F.i - .j ³ (q-1) F a ; q-1,N-pq Ho diterima jika F.i - .j < (q-1) F a ; q-1,N-pq 3) Komparasi antar sel Ho ditolak jika Fij-kl ³ (p-1) (q-1) F a ; (p-1)(q-1),N-pq Ho diterima jika Fij-kl < (p-1) (q-1) F a ; (p-1)(q-1),N-pq
51
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Data Pada penelitian ini ada 2 variabel yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebasnya adalah Pembelajaran Kuantum melalui metode pembelajaran dan semangat belajar Fisika siswa, variabel terikatnya adalah prestasi belajar Fisika siswa pada sub pokok bahasan Gerak. Pada penelitian ini jumlah siswa yang dilibatkan sebanyak 80 siswa dari kelas VIIC dan VIID SMP Negeri 1 Sawit Boyolali Tahun Pelajaran 2007/2008. Data dari setiap variabel dalam penelitian ini yaitu data semangat belajar Fisika siswa dan data prestasi belajar Fisika siswa pada sub pokok bahasan Gerak. Data yang terkumpul dikelompokkan menjadi dua yaitu kelas eksperimen (kelas VIIC) dan kelas kontrol (kelas VIID). Agar lebih jelas, berikut ini disajikan deskripsi data hasil penelitian dari masing-masing variabel.
1. Semangat Belajar Fisika Siswa a. Rerata dan Simpangan Baku Dalam penelitian ini, data kemampuan menggunakan alat ukur diperoleh melalui observasi pada sub pokok bahasan Gerak. Pembagian kategori semangat belajar Fisika siswa tinggi, sedang, dan rendah pada masing-masing kelas eksperimen dan kontrol menggunakan perhitungan dengan data nilai rata-rata dan simpangan baku kedua kelas digabung sebagai berikut: Jumlah siswa keseluruhan (gabungan kelas eksperimen dan kontrol) adalah 80 siswa, rata-rata (Mean) nilai semangat belajar Fisika siswa seluruh siswa ( X ) berdasarkan perhitungan diperoleh 52,9375 dengan standar deviasi gabungan (kelas eksperimen dan kontrol) sebesar 7,9738. Batas kategori diperoleh dengan cara: 1) Mean – SDgab = 52.9375 – 3.6399 = 49.2976 2) Mean + SDgab = 52.9375 + 3.6399 = 56.5774
51
52
Dari batas kategori tersebut semangat belajar Fisika siswa dikategorikan sebagai berikut: 1) Tinggi : X > (Mean + 0,5SDgab) Jika nilai semangat belajar Fisika siswa lebih dari 56,5774, maka dikategorikan tinggi. 2) Sedang : (Mean – 0,5SDgab) £ X £ (Mean + 0,5SDgab) Jika nilai semangat belajar Fisika siswa antara 49,2976 sampai dengan 56,5774, maka dikategorikan sedang. 3) Rendah : X < (Mean – 0,5SDgab) Jika nilai semangat belajar Fisika siswa kurang dari 49,2976, maka dikategorikan rendah. Deskripsi data semangat belajar Fisika siswa dapat dilihat pada tabel 4.1. Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 33. Tabel 4.1. Deskripsi Data Semangat Belajar Fisika Siswa Kelas
Jumlah
Nilai
Nilai
Rata-rata
Standar
Variansi
Data
Tertinggi
Terendah
Eksperimen
40
68
40
54,5500
7,4626
55,6897
Kontrol
40
63
36
51,3250
6,8084
46,3276
Deviasi
Distribusi frekuensi data semangat belajar Fisika siswa pada kelas eksperimen disajikan pada tabel 4.2, sedangkan distribusi frekuensi data semangat belajar Fisika siswa kelas kontrol disajikan pada tabel 4.3. Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Data Semangat Belajar Fisika Siswa Kelas Eksperimen Frekuensi Interval Kelas
Titik Tengah
40 – 44
Mutlak
Relatif
42
4
10 %
45 – 49
47
6
15 %
50 – 54
52
10
25 %
53
55 – 59
57
9
22,5 %
60 – 64
62
7
17,5 %
65 – 69
67
4
10 %
40
100 %
Jumlah
Data semangat belajar Fisika siswa kelas VII semester II kelas eksperimen memiliki rentang antara 40 sampai 44 dengan rata-rata 54,5500, standar deviasi 7,4626 dan variansinya 55,6897. Hasil selengkapnya disajikan pada lampiran 33. Deskripsi datanya dapat dilihat dalam histrogram berikut :
12
Frekuensi
10 8 6 4 2 0
42
42
52 1 57
52
67
Tengah Interval Gambar 4.1. Histogram semangat belajar Fisika siswa Kelas Eksperimen
Tabel 4.3. Distribusi Frekuensi semangat belajar Fisika siswa Kelas Kontrol Frekuensi Interval Kelas
Titik Tengah
36 –41
Mutlak
Relatif
38,5
4
10 %
42 – 47
44,5
7
17,5 %
48 – 53
50,5
13
32,5 %
54 – 59
56,5
11
27,5 %
54
60 – 65
62,5
Jumlah
5
12,5 %
40
100 %
Data semangat belajar Fisika siswa kelas VII semester II kelas kontrol memiliki rentang antara 36 sampai 41 dengan rata-rata 51,3250, standar deviasi 6,8064dan variansinya 46,3276. Hasil selengkapnya disajikan pada lampiran 33. Deskripsi datanya dapat dilihat dalam histrogram berikut:
14
Frekuensi
12 10 8 6 4 2 0 38,5
44,5
50,5 1
56,5
62,5
Tengah Interval Gambar 4.2. Histogram semangat belajar Fisika siswa Kelas Kontrol Hasil data semangat belajar Fisika siswa pada kelas eksperimen didapat bahwa untuk kategori tinggi sebanyak 16 anak, kategori sedang sebanyak 14 anak dan kategori rendah sebanyak 10 anak, sedangkan pada kelas kontrol untuk kategori tinggi sebanyak 10 anak, kategori sedang sebanyak 15 anak dan kategori rendah sebanyak 15 anak. Perhitungan selengkapnya dapat dilihat di lampiran 33.
2. Prestasi Belajar Siswa Deskripsi nilai prestasi belajar siswa hasil penelitian dari masing-masing kelas eksperimen dan kontrol disajikan dalam tabel 4.4. Adapun data selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 33.
55
Tabel 4.4. Deskripsi Data Nilai Prestasi Belajar Fisika Kelas Eksperimen dan Kontrol Kelas
Jumlah Nilai
Nilai
Rata-rata Standar
Data
Tertinggi
Terendah
Variansi
Deviasi
Eksperimen
40
264
178
210,550
15,3405
235,3309
Kontrol
40
224
154
187,6250 16,4203
269,6262
Distribusi frekuensi nilai prestasi belajar Fisika siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol disajikan pada tabel 4.5 dan tabel 4.6. Untuk memperjelas distribusi frekuensi nilai prestasi belajar tersebut, disajikan histogram pada gambar 4.3 dan 4.4. Tabel 4.5. Distribusi Frekuensi Prestasi Belajar Fisika Siswa Kelas Eksperimen Frekuensi Interval Kelas
Titik Tengah
178 – 188
Mutlak
Relatif
183
2
5%
189 – 199
194
7
17,5 %
200 – 210
205
13
32,5 %
211 – 221
216
9
22,5 %
222 – 232
227
6
15 %
233 – 243
238
1
2,5 %
244 - 254
249
2
5%
40
100 %
Jumlah
Nilai prestasi belajar Fisika siswa kelas eksperimen yang diberi pembelajaran dengan Pembelajaran Kuantum melalui teknik bermain peran memiliki rentang antara 178 sampai 188 dengan rata-rata 210,550, standar deviasinya 15,3405 dan variansinya 235,3309. Hasil selengkapnya disajikan pada lampiran 33. Deskripsi datanya dapat dilihat histrogram berikut ini :
56
14
Frekuensi
12 10 8 6 4 2 0 183
194
205
216 1
227
238
249
Tengah Interval Gambar 4.3. Histogram Nilai Prestasi Belajar Fisika Siswa Kelas Eksperimen Tabel 4.6. Distribusi Frekuensi Nilai Prestasi Belajar Fisika Siswa Kelas Kontrol Frekuensi Interval Kelas Titik Tengah Mutlak Relatif 154 –164
159
3
7,5 %
165 – 175
170
6
15 %
176 – 186
181
11
27,5 %
187 – 197
192
8
20 %
198 – 208
203
8
20 %
209– 219
214
3
7,5 %
220 - 230
225
1
2,5%
40
100 %
Jumlah
Nilai prestasi belajar Fisika kelas kontrol yang diberi pembelajaran dengan Pembelajaran Kuantum melalui teknik teka-teki silang memiliki rentang antara 154 sampai 164 dengan rata-rata 187,6250, standar deviasinya 16,4203 dan variansinya 269,6262. Hasil selengkapnya disajikan pada lampiran 33. Deskripsi datanya dapat dilihat histrogram berikut ini :
57
12
Frekuensi
10 8 6 4 2 0 159
170
181
192 1
203
214
225
Tengah Interval Gambar 4.4. Histogram Nilai Prestasi Belajar Fisika Siswa Kelas Kontrol
B. Hasil Analisis Data 1. Hasil Uji Prasyarat Analisis Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis variansi dua jalan (2 x 3). Prasyarat analisis yang harus dipenuhi untuk menggunakan anava adalah populasi yang normal dan homogen yang dapat diketahui dengan melakukan uji prasyarat yang terdiri dari uji normalitas dengan teknik uji Lilliefors dan uji homogenitas dengan uji Bartlett. a. Uji Normalitas Uji Normalitas dimaksudkan untuk mengetahui apakah sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal atau tidak. Hasil uji normalitas dengan metode Lilliefors prestasi belajar Fisika siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol dengan taraf signifikansi 5 % dapat dilihat pada tabel 4.7. Tabel 4.7 Harga Statistik Uji Beserta Harga Kritik pada Uji Normalitas. Kelas
Statistik Uji Lo
Harga Kritik
1. Eksperimen
0.0910
0.1401
2. Kontrol
0.0853
0.1401
58
Dari tabel 4.7 di atas tampak bahwa harga statistik uji Lo dari masing-masing kelas tidak melebihi harga kritiknya. Dengan demikian diperoleh keputusan bahwa Ho diterima. Ini berarti bahwa “sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal”. Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 34 dan 28. b. Uji Homogenitas Uji homogenitas digunakan untuk mengetahui apakah sampel berasal dari populasi yang homogen atau tidak homogen. Uji homogenitas menggunakan uji Bartlett diperoleh harga statistik uji c2
hitung
taraf signifikansi 0.05 adalah 3.841. Karena c2
= 0.178, sedangkan c2
hitung
tidak melebihi c2
tabel
tabel
pada
, maka
Ho diterima, hal ini menunjukkan bahwa “sampel berasal dari populasi yang homogen”. Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 36
2. Hasil Pengujian Hipotesis a. Analisis Variansi Dua Jalan dengan Sel Tak Sama Dari hasil uji normalitas dan uji homogenitas dapat diketahui bahwa prasyarat uji telah terpenuhi, maka data yang telah diperoleh dapat dianalisis dengan anava dua jalan. Ada dua variabel yang dilibatkan dalam penelitian ini yaitu variabel bebas dan terikat. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah Pembelajaran Kuantum melalui teknik bermaian peran dan teka-teki silang dan semangat belajar Fisika siswa. Dalam penelitian ini, kemampuan semangat belajar Fisika siswa dibagi dalam tiga kategori, yaitu semangat belajar Fisika siswa tinggi, semangat belajar Fisika siswa sedang, dan semangat belajar Fisika siswa rendah. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah prestasi belajar Fisika siswa untuk sub pokok bahasan Gerak. Dari hasil uji anava dua jalan diperoleh harga FA sebesar 38,667; FB sebesar 9,421; dan FAB sebesar 0,314. Harga Ftabel pada taraf signifikansi α = 0.05 dengan dka = 1, dkb = dkab = 2 dan derajat kebebasan galat (error) = 74 atau F(0.05; 2,74) diperoleh harga 3.13. Hasil pengujian ini terangkum dalam tabel 4.8 sebagai berikut:
59
Tabel 4.8 Rangkuman Anava Dua Jalan dengan Sel Tak Sama Sumber
SS
df
MS
F
P
A (Baris)
8217.0168
1
8217,0168
38,667
< 0.05
B (Kolom)
3927.3149
2
1963,6575
9,241
< 0.05
56.9710
2
28,4855
0,134
> 0.05
21,5052
Variansi Efek Utama
AB (Interaksi) Galat
15725.3851
74
Total
27926.6879
79
Perhitungan selengkapnya di lampiran 37. Berdasarkan tabel 4.8. analisis variansi dua jalan didapatkan hasil-hasil sebagai berikut : 1) Uji Hipotesis Pertama H0A : Tidak ada perbedaan pengaruh antara Pembelajaran Kuantum melalui teknik bermain peran dan teka-teki silang terhadap prestasi belajar siswa pada sub pokok bahasan Gerak. H1A : Ada perbedaan pengaruh antara Pembelajaran Kuantum melalui teknik bermain peran dan teka-teki silang terhadap prestasi belajar siswa pada sub pokok bahasan Gerak. Setelah dianalisis, faktor penggunaan metode pembelajaran yaitu metode bermaian peran dan teka-teki silang terhadap prestasi belajar siswa untuk sub pokok bahasan Gerak diperoleh harga FA = 38,667. Nilai tersebut dikonsultasikan dengan harga tabel F untuk taraf signifikasi 5% diperoleh F0,05 : 1,74 = 3,97. Karena FA > F0,05
: 1,74
maka H0A ditolak atau H1A diterima. Ini berarti ada perbedaan
pengaruh antara Pembelajaran Kuantum melalui teknik bermain peran dan tekateki silang terhadap prestasi belajar siswa pada sub pokok bahasan Gerak. Perhitungan anava tercantum pada lampiran 37.
60
2) Uji Hipotesis kedua H0B : Tidak ada perbedaan pengaruh antara semangat Fisika belajar siswa kategori tinggi, sedang dan rendah terhadap prestasi belajar siswa pada sub pokok bahasan Gerak. H1B :
Ada perbedaan pengaruh antara semangat belajar Fisika siswa kategori tinggi, sedang dan rendah terhadap prestasi belajar siswa pada sub pokok bahasan Gerak.
Setelah dianalisis, faktor semangat belajar Fisika siswa terhadap prestasi belajar siswa untuk sub pokok bahasan Gerak diperoleh harga FB = 9,421. Nilai tersebut dikonsultasikan dengan harga tabel F untuk taraf signifikasi 5% diperoleh F0,05 : 2,74
= 3,13. Karena FB > F0,05
: 2,74
maka H0B ditolak atau H1B diterima. Hal ini
berarti ada perbedaan pengaruh antara semangat belajar Fisika siswa kategori tinggi, sedang dan rendah terhadap prestasi belajar siswa pada sub pokok bahasan Gerak. 3) Uji Hipotesis Ketiga H0AB: Tidak ada interaksi antara penggunaan Pembelajaran Kuantum dan semangat belajar Fisika siswa terhadap prestasi belajar Fisika pada sub pokok bahasan Gerak. H1AB: Ada interaksi antara penggunaan Pembelajaran Kuantum dan semangat belajar Fisika siswa terhadap prestasi belajar siswa pada sub pokok bahasan Gerak. Setelah dianalisis, interaksi antara penggunaan Pembelajaran Kuantum dan semangat belajar fisika siswa terhadap prestasi belajar siswa pada sub pokok bahasan Gerak diperoleh harga FAB = 0,314. Nilai tersebut dikonsultasikan dengan harga tabel F untuk taraf signifikasi 5% diperoleh F0,05: 2,74 = 3,13. Karena FAB < F0,05
: 2,74
maka H0AB diterima atau H1AB ditolak. Ini berarti tidak ada interaksi
antara penggunaan Pembelajaran Kuantum dan semangat belajar Fisika siswa terhadap prestasi belajar pada sub pokok bahasan Gerak b. Hasil Uji Lanjut Anava Uji lanjut Anava (komparasi ganda) digunakan sebagai tindak lanjut dari analisis variansi. Anava hanya dapat mengetahui ditolak atau diterimanya
61
hipotesis nol. Hal ini berarti, jika hipotesis nol ditolak, maka belum dapat diketahui rerata mana yang berbeda. Karena jika hipotesis nol ditolak, maka diperoleh kesimpulan bahwa paling sedikit terdapat satu rerata yang berbeda dengan rerata lainnya. Tujuan Uji lanjut Anava ini untuk mengetahui lebih lanjut rerata yang berbeda dan yang sama. Dari hasil perhitungan anava, diperoleh bahwa H0 yang ditolak adalah pada hipotesis pertama yaitu ada perbedaan pengaruh antara Pembelajaran Kuantum melalui teknik bermain peran dan tekateki silang terhadap prestasi belajar siswa pada sub pokok bahasan Gerak dan hipotesis kedua yaitu ada perbedaan pengaruh antara semangat belajar Fisika siswa kategori tinggi, sedang dan rendah terhadap prestasi belajar siswa pada sub pokok bahasan Gerak., sehingga uji lanjut yang dilakukan adalah untuk melacak perbedaan rerata antar baris dan antar kolom. Uji lanjut anava pada penelitian ini menggunakan metode komparasi ganda (metode Scheffe). Berikut ini tabel rangkuman komparasi ganda: Tabel 4.9 Rangkuman Uji Komparasi Ganda Rerata
i - X j ) Fij = 1 1 MS err ( + ) ni n j
Harga
(X
Komparasi Rerata
Statistik Uji
Xi
Xj
2
P
Kritik
µA1 vs µA2
210.5503 187.6250
49,463
3.97
< 0.05
µB1 vs µB2
209.2069 199.2069
7,355
6.26
< 0.05
µB1 vs µB3
209.2069
187.720
29,464
6.26
< 0.05
µB2 vs µB3
199.2069
187.720
8,336
6.26
< 0.05
Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 38. Berdasarkan tabel 4.9 di atas dapat disimpulkan hasil uji beda rerata yaitu: 1) FA12 = 49.463 > F0.05; 1.74 = 3.97 maka Ho ditolak.
62
Hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan rerata yang signifikan antara baris A1 (Pembelajaran Kuantum melalui teknik bermain peran) dengan baris A2 (Pembelajaran Kuantum melalui teknik teka-teki silang). 2) FB12 = 7.355 > 2F0.05; 2.74 = 6.26 maka Ho ditolak. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan rerata yang signifikan antara kolom B1 (semangat belajar tinggi) dan kolom B2 ( semangat belajar sedang). 3) FB13 = 29.464 > 2F0.05; 2.74 = 6.26 maka Ho titolak. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan rerata yang signifikan antara kolom B1 (semangat belajar tinggi) dan kolom B3 ( semangat belajar rendah). 4) FB23 = 8.336 > 2F0.05; 2.74 = 6.26 maka Ho ditolak. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan rerata yang signifikan antara kolom B2 (semangat belajar sedang) dan ( semangat belajar rendah). Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa : kolom B3 1) Dari hasil uji lanjut FA12 = 49.463 > F0.05;1.74 = 3.97, berarti ada perbedaan rerata yang signifikan antara baris A1 (Pembelajaran Kuantum melalui teknik bermain peran) dengan baris A2 (Pembelajaran Kuantum melalui teknik tekateki silang). Rerata prestasi belajar Fisika siswa yang melalui teknik bermain peran X A1 = 210.550 sedangkan rerata prestasi belajar Fisika siswa yang melalui teka-teki silang
X A 2 =187.6250.
penggunaan
Dengan
Pembelajaran
demikian,
Kuantum
dapat
melalui
disimpulkan
teknik
bermain
bahwa peran
memberikan pengaruh yang lebih baik dibanding dengan teka-teki silang terhadap prestasi belajar Fisika siswa pada sub pokok bahasan Gerak siswa SMP Negeri 1 Sawit Boyolali kelas VII Semester II Tahun Ajaran 2008/2009. 2) Dari hasil uji lanjut FB12 = 7.355 > 2F0.05; 2.74 = 6.26, berarti ada perbedaan rerata yang signifikan antara kolom B1 (semangat belajar Fisika tinggi) dan kolom B2 (semangat belajar Fisika sedang). Rerata prestasi belajar Fisika siswa yang mempunyai semangat belajar Fisika siswa kategori tinggi X B1 = 209.2069 sedangkan rerata prestasi belajar Fisika siswa yang mempunyai semangat belajar Fisika siswa kategori sedang X B 2 = 199.2069. Dengan
63
demikian dapat disimpulkan bahwa semangat belajar Fisika siswa kategori tinggi memberikan pengaruh yang lebih baik dibanding dengan semangat belajar Fisika siswa kategori sedang terhadap prestasi belajar Fisika siswa pada sub pokok bahasan Gerak siswa SMP Negeri 1 Sawit Boyolali Kelas VII Semester II Tahun Ajaran 2008/2009. 3) Dari hasil uji lanjut FB13 = 29.464 > 2F0.05; 2.74 = 6.26, berarti ada perbedaan rerata yang signifikan antara kolom B1 (semangat belajar Fisika tinggi) dan kolom B3 (semangat belajar Fisika rendah). Rerata prestasi belajar Fisika siswa yang mempunyai semangat belajar Fisika kategori tinggi X B1 = 209.2069, sedangkan rerata prestasi belajar Fisika siswa yang mempunyai kemampuan menggunakan alat ukur kategori rendah X B 3 = 187.720. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa semangat belajar Fisika kategori tinggi memberikan pengaruh yang lebih baik dibanding dengan siswa yang mempunyai semangat belajar Fisika tinggi kategori rendah terhadap prestasi belajar Fisika siswa pada sub pokok bahasan Gerak di SMP Negeri 1 Sawit Boyolali Kelas VII Semester II Tahun Ajaran 2008/2009. 4) Dari hasil uji lanjut FB23 = 8.336 > 2F0.05;
2.74
= 6.26, berarti terdapat
perbedaan rerata yang signifikan antara kolom B2 (semangat belajar Fisika sedang) dan kolom B3 ( semangat belajar Fisika rendah). Rerata prestasi belajar Fisika siswa yang mempunyai semangat belajar Fisika kategori sedang X B 2 = 199.2069, sedangkan rerata prestasi belajar Fisika siswa yang
mempunyai semangat belajar Fisika kategori rendah X B 3 = 187.720. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa semangat belajar Fisika siswa kategori sedang memberikan pengaruh yang lebih baik dibanding dengan semangat belajar Fisika siswa kategori rendah terhadap prestasi belajar Fisika siswa pada sub pokok bahasan Gerak siswa SMP Negeri 1 Sawit Boyolali Kelas VII Semester II Tahun Ajaran 2008/2009.
64
C. Pembahasan Hasil Analisis 1. Hipotesis Pertama Berdasarkan hasil analisis variansi dan uji lanjut anava diperoleh bahwa untuk hipotesis pertama ada perbedaan pengaruh antara penggunaan Pembelajaran Kuantum melalui teknik bermain peran dan teka-teki silang terhadap prestasi belajar Fisika siswa pada pokok sub bahasan Gerak. Dari uji lanjut anava menunjukkan bahwa pembelajaran dengan pendekatan Pembelajaran Kuantum melalui teknik bermain peran lebih efektif daripada pembelajaran dengan menggunakan Pembelajaran Kuantum melalui teka-teki silang. Penggunaan Pembelajaran Kuantum melalui teknik bermain peran ternyata memberikan hasil yang lebih baik dibanding penggunaan Pembelajaran Kuantum melalui teka-teki silang. Hal ini dikarenakan pada Pembelajaran Kuantum melalui teknik bermain peran siswa dituntut untuk lebih aktif dalam kegiatan pembelajaran, sehingga akan memudahkan siswa untuk menemukan jawaban dari konsep yang dipelajari sehingga siswa dapat memahami makna materi pelajaran yang dipelajarinya dan dapat mengaitkan materi yang diperolehnya baik dalam konteks pribadi, sosial, dan kultural. Akan tetapi dalam teknik teka-teki silang siswa kurang begitu aktif dalam kegiatan pembelajaran karena siswa hanya mencoba menebak jawaban dari pertanyaan yang diberikan oleh guru. Dengan teknik bermain peran pembelajaran berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami serta mengetahui sendiri masalah apa yang dihadapi dan bagaimana cara menyelesaikan masalahnya, sehingga Pembelajaran Kuantum sangat mendukung jika dilakukan dengan menggunakan teknik bermain peran karena dengan teknik bermain peran siswa akan selalu dapat melakukan kegiatan sendiri sehingga konsep-konsep yang didapat secara bertahap melalui serangkaian proses bermain peran akan selalu tetap melekat kuat pada ingatannya. Dengan demikian, serangkaian kegiatan bermain peran secara teratur dan terpadu akan menghasilkan suatu konsep Fisika yang benar dan mudah dipahami. Dengan melakukan teknik bermain peran, siswa akan lebih percaya atas kegiatan atau kesimpulan berdasarkan percobaannya sendiri. Selain itu dengan teknik ini diharapkan siswa akan lebih memahami konsep Fisika, sedangkan
65
penggunaan teknik teka-teki silang pada Pembelajaran Kuantum kurang cocok, karena dengan teknik teka-teki silang siswa tidak dapat melakukan percobaan sendiri, siswa hanya dapat menjawab pertanyaan dari seorang guru dalam bentuk pengisian teka-teki silang. Dengan demikian, siswa sulit untuk memahami arah konsep yang ditanamkan oleh guru. Selain itu sub pokok bahasan Gerak juga merupakan sub pokok bahasan yang mempelajari hal-hal yang abstrak, sehingga apabila hanya dengan demonstrasi siswa kurang dapat memahami konsep Fisika.
2. Hipotesis Kedua Ada perbedaan pengaruh antara semangat belajar Fisika siswa kategori tinggi, sedang, dan rendah terhadap prestasi belajar Fisika siswa pada sub pokok bahasan Gerak. Dari uji lanjut menunjukkan bahwa siswa yang mempunyai semangat belajar Fisika siswa kategori tinggi mempunyai prestasi belajar Fisika yang lebih baik daripada siswa yang mempunyai semangat belajar Fisika siswa kategori sedang. Siswa yang mempunyai semangat belajar Fisika siswa kategori sedang mempunyai prestasi belajar Fisika yang lebih baik daripada siswa yang mempunyai semangat belajar Fisika siswa kategori rendah dan siswa yang mempunyai semangat belajar Fisika siswa kategori tinggi mempunyai prestasi belajar Fisika yang lebih baik daripada siswa yang mempunyai semangat belajar Fisika siswa kategori rendah. Siswa yang mempunyai semangat belajar Fisika siswa kategori tinggi lebih cermat dalam kegiatan pembelajaran, mudah memahami
dalam
melakukan
percobaan
dengan
petunjuk
LKS
dalam
membuktikan suatu produk Fisika baik hukum, konsep maupun teori, lebih kritis dalam berargumen dan merespon suatu tindakan baru dan memperoleh hasil yang ilmiah, yang pada akhirnya berpengaruh pada prestasi belajar siswa. Sedangkan siswa yang mempunyai semangat belajar Fisika siswa rendah akan mengalami kesulitan dalam melakukan kegiatan, kurang dalam menanggapi suatu permasalahan konsep yang ada dan memperoleh hasil yang kurang sesuai dengan teori.
66
3. Hipotesis Ketiga Tidak ada interaksi antara pengaruh penggunaan Pembelajaran Kuantum dan semangat belajar Fisika siswa terhadap prestasi belajar Fisika pada sub pokok bahasan Gerak Jadi, penggunaan Pembelajaran Kuantum dan semangat belajar Fisika siswa mempunyai pengaruh sendiri – sendiri terhadap prestasi belajar Fisika siswa pada sub pokok bahasan Gerak. Dengan demikian dapat diketahui bahwa prestasi belajar Fisika siswa yang diajar dengan Pembelajaran Kuantum melalui teknik bermain peran selalu lebih baik daripada dengan teka-teki silang, baik pada siswa yang memiliki semangat belajar Fisika tinggi, sedang, maupun rendah. Di samping itu, nilai prestasi belajar Fisika siswa yang memiliki semangat belajar Fisika kategori tinggi selalu lebih baik daripada siswa yang memiliki semangat belajar Fisika kategori rendah baik yang diberi pembelajaran dengan teknik bermain peran dan teka-teki silang. Dan nilai prestasi belajar Fisika siswa yang memiliki semangat belajar Fisika kategori tinggi lebih baik daripada siswa yang memiliki semangat belajar Fisika kategori sedang baik yang diberi pembelajaran dengan teknik bermain peran dan teka-teki silang, sedangkan prestasi belajar Fisika siswa yang memiliki semangat belajar Fisika kategori sedang lebih baik daripada siswa yang memiliki semangat belajar Fisika kategori rendah baik yang diberi pembelajaran dengan teknik bermain peran dan teka-teki silang.
67
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
A. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan dalam penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Pembelajaran Kuantum melalui teknik bermain peran dan teka-teki silang terhadap prestasi belajar Fisika siswa pada sub pokok bahasan Gerak, menghasilkan perbedaan prestasi belajar siswa, sehingga siswa yang diberi pembelajaran dengan Pembelajaran Kuantum melalui teknik bermain peran mempunyai prestasi belajar Fisika lebih baik daripada melalui teka-teki silang 2. Prestasi belajar siswa pada sub pokok bahasan Gerak yang mempunyai semangat belajar Fisika siswa kategori tinggi lebih baik daripada siswa yang mempunyai semangat belajar Fisika kategori rendah. Demikian juga siswa yang mempunyai semangat belajar Fisika kategori sedang mempunyai kemampuan prestasi belajar lebih baik daripada siswa yang mempunyai semangat belajar Fisika kategori rendah. 3. Pada pembelajaran kuantum melalui metode pembelajaran dan semangat belajar Fisika tidak terdapat interaksi terhadap prestasi belajar siswa pada sub pokok bahasan Gerak. Jadi antara semangat belajar Fisika siswa dan penggunaan Pembelajaran Kuantum melalui metode pembelajaran mempunyai pengaruh sendiri-sendiri terhadap prestasi belajar siswa.
B. Implikasi Hasil Penelitian 1. Implikasi Teoritis Dalam pembelajaran Fisika pada semangat belajar Fisika yang tinggi dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Oleh karena itu, setiap siswa harus menumbuhkan perasaan tertarik dan senang terhadap mata pelajaran Fisika sehingga semangat belajar Fisika akan tumbuh dalam diri siswa. Untuk menumbuhkan
semangat
belajar Fisika siswa dapat
dilakukan
dengan
menggunakan metode pembelajaran yang menarik dalam proses pembelajaran 67
68
salah satunya dengan melalui permainan yang menarik atau materi disampaikan dengan terstruktur, atau dengan menggunakan media komputer animasi sehingga proses pembelajaran menyenangkan dan tidak membosankan. 2. Implikasi Praktis Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan bagi guru dan calon guru untuk meningkatkan kualitas proses belajar mengajar dan membenahi dirinya sehubungan dengan pembelajaran yang telah dilakukan dengan prestasi belajar siswa yang telah dicapai. Dengan memperhatikan metode yang tepat dan semangat belajar siswa akan dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Untuk meningkatkan semangat belajar siswa, guru bersama siswa sendiri mencari hal yang dapat mengurangi kejenuhan siswa dalam belajar.
C. Saran-saran Berdasarkan kesimpulan dan implikasi hasil penelitian ini, serta dalam usaha mengembangkan dan memajukan proses pembelajaran di sekolah, maka peneliti mengajukan beberapa saran: 1. Kepada Guru Dalam pembelajaran Fisika hendaknya guru dapat menerapkan pendekatan dan metode yang tepat, efisien, dan efektif, untuk mengembangkan kemampuan siswa, baik kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik. Untuk pokok bahasan Gerak sebaiknya menggunakan pendekatan Pembelajaran Kuantum, karena dengan pendekatan ini akan membantu siswa mengaitkan materi dengan konteks kehidupan sehari – hari baik konteks pribadi, sosial dan kultural 2. Kepada Sekolah Pihak sekolah hendaknya mengusahakan terciptanya lingkungan yang kondusif untuk kegiatan pembelajaran siswa, meliputi: penyediaan sarana dan prasarana yang lengkap dan baik, untuk mendukung dan memberi kemudahan dalam proses pembelajaran di sekolah.
69
DAFTAR PUSTAKA
Demes Nuril Anisa. 2006. Penggunaan pendekatan Quantum Learning dan Deduktif pada Pembelajaran Sain Pokok Bahasan Benda dan Sifatnya Ditinjau dari Keadaan Awal Siswa Klas 1 SDIT Nurhidayah Surakarta Tahun Ajaran 2005/2006. Surakarta DePoter Bobbi, Mike Hernacki. 1992. Quantum Learning. New York: Dell Publishing Dwi Astuti. 2008. Quantum Learning dengan Menggunakan Metode Eksperimen yang Menggunakan Pendekatan Quantum Learning dan Ketrampilan Proses. Surakarta FKIP UNS. 2007. Pedoman Penyusunan Skripsi. Surakarta : UNS press. Gino. H.J.,et.al. 1997. Belajar dan Pembelajaran I. Surakarta : UNS Press. Herbert, Druxes, Fritz Slemsen, dan Garnor Born. 1986. Kependidikan Didaktik Fisika. Terjemahan Suparmo. Bandung : Remadja Rosidakarya. Margono, dkk. 1997. Strategi Belajar Mengajar. Surakarta : UNS Press. Muhibbin, Syah.1995. Psikologi Pendidikan Suatu Pendekatan Baru. Bandung : Remaja Rosdakarya. Nana Sudjana. 1996. Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar .Bandung : Remaja Rosdakarya. Nonoh Siti Aminah.2004. Penggunaan Anava Pada Penelitian Pembelajaran Oemar Hamalik. 2003. Metodologi Pengajaran Ilmu Pendidikan. Bandung : Mandar Maju. Paul Suparno. 2001. Teori Perkembangan Kognitif, Jean Piaget, Kanisius.______ Ratna Wilis Dahar. 1989. Teori-Teori Belajar. Jakarta: Erlangga Rini Budiharti. 1990. Strategi Belajar Mengajar Bidang Studi. Surakarta : UNS Press. Roestriyah Nk. 1989. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : Rineka Cipta. Sardiman, A.M. 2000. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Bandung : Raja Grafindo Persada.
69
70
Sudjana, Nana. 1991. Penelitian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung : Remadja Rosidakarya. Suharsimi, Arikunto.1995. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta : Budi Aksara. Suharsimi, Arikunto. 1998. Prosedur Penelitian. Jakarta : PT. Rineka Cipta Sumanto, M.A. Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan. Yogyakarta : Andi Offset. Winkel, W.S. 1996. Psikologi Pengajaran. Jakarta: PT Gramedia Widia Sarana Indonesia. http://www.indomedia.com. Diakses 19 Januari 2005 http://www.Ekifamily.bloghi Diakses 19 Januari 2005