BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Infeksi tidak hanya menjadi masalah kesehatan bagi Indonesia bahkan di dunia. Pengobatan infeksi erat hubungannya dengan penggunaan antibiotika. Penggunaan antibiotika yang tidak rasional seperti peresepan yang tidak tepat akan menyebabkan masalah resistensi bakteri terhadap beberapa antibiotik. Oleh karena itu, penggunaan antibiotika secara rasional mutlak menjadi keharusan (Sutrisna, 2012). Masa kejayaan antibiotika mulai hilang setelah dilaporkan bahwa antibiotika tidak mampu mengatasi beberapa bakteri patogen karena bakteri mulai resisten terhadap antibiotika (Kuswandi, 2011). Di Amerika, penggunaan antibiotika sebagai pengobatan penyakit hanya sekitar 10% sedangkan 90% digunakan untuk mendorong sektor pertanian dan peningkatan reproduksi hewan (Graves et al., 2011). Hal inilah yang menjadi penyebab terjadinya transmisi penyakit dari hewan ke manusia, sehingga resistensi bakteri terhadap antibiotik dapat diakui menjadi masalah global dalam dunia kesehatan (Maynard et al., 2003). Pasien diabetes berpotensi memiliki resiko yang lebih tinggi untuk terkena infeksi bakteri. Hubungan antara diabetes dengan gangren bahkan sudah dikenal sejak lama (Joshi et al., 2007). Resiko terkena gangren dapat meningkat seiring dengan meningkatnya usia atau lama waktu penyakit diabetes yang dialami oleh seseorang. Infeksi dapat bertambah parah jika tidak dilakukan dengan pengobatan yang tepat. Diabetes yang berkepanjangan dapat menyebabkan resiko komplikasi kronis diberbagai organ diantaranya organ mata, ginjal dan infeksi kaki yang dapat meningkatkan biaya pengobatan (Singh, 2006). Ulkus diabetik merupakan penyebab paling umum rawat inap pasien diabetes di rumah sakit (Snyder & Hanft, 2009). Penelitian menunjukkan bahwa 15% penderita diabetes akan
1
2
mengalami ulkus diabetik kaki yang dapat terjadi disepanjang hidupnya (Aulia, 2008). Bakteri yang paling umum diisolasi dari infeksi kaki penderita diabetes adalah Gram positif cocci maupun anggota Gram negatif Enterobacteriaceae (Reygaert, 2013). Penelitian yang dilakukan oleh Hena & Gowter (2010) di Government Hospital Coimbatore, India pada 100 penderita ulkus diabetik, diperoleh bakteri S.aureus (43,2%) sebagai isolat dominan, diikuti bakteri basil Gram negatif Pseudomonas aeruginosa (24,3%), Escherichia coli (15,3%), Citrobacter koseri (2,7%), Proteus vulgaris (6,3%) dan Klebsiella pneumoniae (9%). Resistensi bakteri yang diperoleh dari 53 isolat spesimen pus di RSUD Dr. Moewardi periode Agustus-Oktober 2012, Staphylococcus aureus (30,19%) resisten terhadap beberapa antibiotika, khususnya terhadap amoksisilin (93,75%) dan tetrasiklin (87,5%) (Chudlori, 2012). Banyaknya masalah yang sering terjadi pada penderita diabetes terutama jika terjadi infeksi dan diikuti dengan jumlah resistensi bakteri terhadap berbagai antibiotika yang semakin bertambah, maka dibutuhkan informasi terbaru terkait dengan peta kuman dan resistensinya terhadap antibiotik khususnya pada penderita gangren diabetik. Antibiotik yang tidak digunakan secara tepat dapat menyebabkan kerugian yang luas dari segi biaya, ekonomi maupun dari segi mendatang.
B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang maka dapat dirumuskan permasalahan, yaitu: 1.
Apakah kuman yang dominan berdasarkan peta kuman yang diperoleh dari pus penderita gangren diabetik di RSUD Dr. Moewardi tahun 2014?
2.
Bagaimana resistensi kuman yang paling dominan terhadap berbagai antibiotika pada penderita gangren diabetik di RSUD Dr. Moewardi tahun 2014?
3.
Antibiotika apakah yang paling poten terhadap kuman pada penderita gangren diabetik di RSUD Dr. Moewardi tahun 2014?
3
C. Tujuan Penelitian Tujuan yang dilakukan untuk penelitian ini, yaitu : 1.
Mengetahui kuman yang dominan berdasarkan peta kuman yang diperoleh dari pus penderita gangren diabetik di RSUD Dr. Moewardi periode tahun 2014.
2.
Mengetahui resistensi kuman yang dominan terhadap berbagai antibiotik pada penderita gangren diabetik di RSUD Dr. Moewardi tahun 2014.
3.
Mengetahui antibiotika yang paling poten terhadap kuman pada penderita gangren diabetik di RSUD Dr. Moewardi tahun 2014.
D. Tinjauan Pustaka 1.
Gangren Diabetik Gangren diabetik merupakan suatu keadaan komplikasi jaringan jangka
panjang yang diderita oleh penderita diabetes. Jaringan ini tidak mendapatkan aliran darah yang cukup sehingga jaringan tersebut akan mati dan menyebabkan gangren (Aulia, 2008). Gangren pada kaki penderita diabetik merupakan manifestasi gabungan dari beberapa faktor resiko. Faktor-faktor tersebut adalah angiopati, neuropati, kerentanan terhadap infeksi, dan faktor mekanis. Terdapat beberapa hal yang mempengaruhi meningkatnya kerentanan pasien diabetik terhadap infeksi, yaitu tingginya kadar glukosa darah, gangguan fungsi leukosit, gangguan hormonal, angiopati, neuropati dan mekanik (Suyono, 1996). Menurut American Diabetes Association (2004), klasifikasi yang lebih mutakhir dianjurkan adalah klasifikasi menurut International Working Group on Diabetic Foot. Klasifikasi ini lebih dikenal dengan PEDIS (perfusion, extent/size, depth/tissue loss, infection, and sensation). Infeksi dikatagorikan sebagai derajat 1 (tanpa infeksi), derajat 2 (infeksi ringan: melibatkan jaringan kulit dan subkutis), derajat 3 (infeksi sedang: terjadi selulitis luas atau infeksi lebih dalam) dan derajat 4 (infeksi berat: dijumpai adanya sepsis).
4
2. Kuman Penyebab Gangren Kuman penyebab gangren diabetik dapat berasal dari kuman Gram positif maupun kuman Gram negatif. Dominasi kuman penyebab gangren diabetik berbeda-beda di setiap daerah atau rumah sakit. Pelczar & Chan (1988), mengungkapkan beberapa perbedaan antara kuman Gram positif dan negatif (Tabel 1). Tabel 1. Perbedaan antara kuman Gram positif dan negatif
Ciri Struktur dinding sel Komposisi dinding sel
Perbedaan Relatif Gram Negatif Tipis (10-15 nm) Berlapis tunggal (mono) Berlapis tiga (multi) Kandungan lipid rendah (1- Kandungan lipid tinggi (114%) 22%) Peptidoglikan ada sebagai Peptidoglikan ada di dalam lapisan tunggal; komposisi lapisan kaku sebelah dalam; utama merupakan lebih dari jumlahnya sedikit, komposisi 50% berat kering pada utama merupakan sekitar 10% berat kering beberapa sel kuman Asam tekoat Tidak ada asam tekoat Gram Positif
Kerentanan terhadap penisilin
Lebih rentan
Kurang rentan
Pertumbuhan dihambat oleh zat-zat warna dasar
Pertumbuhannya dihambat dengan nyata
Pertumbuhan tidak begitu dihambat
Persyaratan nutrisi
Relatif rumit pada banyak spesies
Relatif sederhana
Resistensi terhadap gangguan fisik
Lebih resisten
Kurang resisten
3. Antibiotik Penggunaan antibiotik paling banyak digunakan di seluruh dunia untuk mengobati infeksi kuman. Antibiotik umum untuk infeksi kaki yang parah dapat diberikan ampisillin atau sulbaktam, klindamisin yang dikombinasikan dengan seftazidim, siprofloksasin atau levofloksasin, imipenem, piperasillin atau tazobaktam, jika infeksi sangat parah atau mengancam kehidupan dapat diberikan kombinasi antara vankomisin dengan aztreonam atau seftazidim. Jika terdapat kuman anaerob, antibiotik yang dapat diberikan adalah metronidazol (Reygaert, 2013).
5
Mekanisme aksi dari beberapa golongan antibiotika yaitu: a.
Antibiotik yang menghambat sintesis dinding sel kuman Mekanisme senyawa antibiotik senyawa ini dengan merusak lapisan
peptidoglikan yang menyusun dinding sel kuman Gram positif maupun Gram negatif. Contoh antibiotik yang menghambat dinding sel kuman adalah penisilin, sefalosporin, monobaktam, karbapenem, basitrasin, vankomisin dan INH (Pratiwi, 2008). b.
Antibiotik yang merusak membran plasma Golongan antibiotik polipeptida merupakan antibiotik yang bekerja
dengan mengubah permeabilitas membran plasma kuman. Membran plasma berfungsi untuk mengendalikan transpor metabolit ke dalam dan ke luar sel, jika membran plasma rusak terjadi penghambatan atau penghalang osmosis dan mengganggu sejumlah proses biosintesis yang diperlukan dalam membran (Pratiwi, 2008). c.
Antibiotik yang menghambat sintesis protein Antibiotik yang mempunyai kemampuan aksi dengan menghambat
sintesis protein antaralain golongan aminoglikosida, tetrasiklin, kloramfenikol dan makrolid (Pratiwi, 2008). d.
Antibiotik yang menghambat sintesis asam nukleat kuman (DNA/RNA) Penghambatan pada sintesis asam nukleat berupa penghambatan terhadap
transkripsi dan replikasi mikroorganisme. Antibiotik golongan kuinolon dan rifampin merupakan golongan antibiotik yang bekerja dengan mekanisme aksi tersebut (Pratiwi, 2008). e.
Antibiotik yang menghambat sintesis metabolit esensial Penghambatan terhadap sintesis metabolit esensial antara lain dengan
adanya kompetitor berupa antibtebolit, yaitu substansi yang secara kompetitif menghambat metabolit mikroorganisme (Pratiwi, 2008). 4.
Resistensi Kuman terhadap Antibiotik Resistensi antibiotik terjadi berdasarkan beberapa faktor penentu
misalnya inaktivasi enzimatik obat, perubahan pada stukur sisi target antibiotik, perubahan yang mencegah akses dari konsentrasi yang memadai dari agen
6
antimikroba ke sisi aktif (Mulvey & Simor, 2009). Gen untuk mekanisme resistensi terletak pada kromosom atau pada plasmid, DNA kromosomal bersifat relatif stabil sedangkan DNA plasmid bersifat dapat ditransfer dari satu strain ke strain lainnya atau dari satu spesies ke spesies lainnya (Jawetz et al., 2001). Ada dua hal yang menjadi asal penyebab kuman resisten, yaitu : a.
Resisten secara non genetik Antibiotik bekerja secara optimal pada fase aktif pembelahan kuman.
Resistensi antibiotik secara non genetik biasanya terjadi pada kuman yang tidak berada di fase aktif pembelahan. b.
Resistensi secara genetik Resistensi secara genetik terjadi karena adanya perubahan faktor genetik,
baik secara kromosomal, ekstra kromosomal maupun dari transfer atau perpindahan antara kuman dengan yang lainnya melalui berbagai mekanisme. Resistensi secara kromosomal terjadi akibat mutasi kromosom secara spontan sedangkan resistensi ekstra kromosomal terjadi akibat adanya pengaruh elemen faktor pembawa seperti plasmid. Resistensi juga dapat terjadi secara silang. Resistensi silang terjadi jika kuman atau kuman yang resisten terhadap suatu obat tertentu menyerang obat yang berlainan struktur kimia maupun mekanisme kerja dengan obat sebelumnya (Jawetz et al., 2001).
Gambar 1. Mekanisme resistensi kuman Gram negatif (Peleg & Hooper, 2010)
7
Terdapat beberapa mekanisme resistensi kuman Gram negatif terhadap antibiotika. Mekanisme-mekanisme tersebut adalah resistensi melalui penutupan celah atau pori (loss of porins) pada dinding sel kuman, sehingga menurunkan jumlah obat yang melintasi membran sel; peningkatan produksi betalaktamase dalam periplasmik yang akan merusak struktur betalaktam; peningkatan aktivitas efflux pump pada trans membran yang mengakibatkan kuman akan membawa obat keluar sebelum memberikan efek; modifikasi enzim-enzim sehingga antibiotika tidak dapat berinteraksi dengan tempat target; mutasi tempat target yang dapat menghambat bergabungnya antibiotika dengan tempat aksi; modifikasi atau mutasi ribosomal untuk mencegah bergabungnya antibiotika yang menghambat sistesis protein kuman; mekanisme langsung terhadap metabolik (metabolic bypass mechanism) yang merupakan enzim alternatif untuk melintasi efek penghambatan antibiotika dan mutasi dalam lipopolisakarida yang biasanya terjadi pada antibiotika polimiksin, sehingga tidak dapat berikatan dengan targetnya (Gambar 1). Mekanisme resistensi yang terjadi pada kuman Gram positif dapat ditempuh melalui 4 jalur (Gambar 2), yaitu peningkatkan produksi enzim betalaktamase (penisilinase), sehingga menurunkan afinitas penicillin-binding protein (PBP) terhadap antibiotika betalaktam; resistensi tingkat tinggi pada glikopeptida yang menyebabkan pemindahan atau mutasi asam amino terakhir dari prekursor peptidoglikan (D-alanine [D-Ala] ke D-lactate [D-Lac]); resistensi tingkat rendah pada glikopeptida yang berhubungan dengan peningkatan sintesis peptidoglikan, yaitu penambahan lapisan dinding kuman yang menyebabkan terjadinya pengentalan dinding sel, sehingga menghambat antibiotika melintasi membran sel dan tidak dapat berinteraksi dengan prekursor yang ada dalam sitoplasma; dan modifikasi atau mutasi dari DNA atau ribosomal RNA (rRNA) (Arias & Murray, 2009).
8
Gambar 2. Mekanisme resistensi kuman Gram positif (Arias & Murray, 2009)
E. Keterangan Empiris Penelitian ini diharapkan dapat memperoleh data ilmiah tentang kuman yang dominan dan resistensi kuman terhadap beberapa antibiotika berdasarkan peta kepekaan kuman dan resistensinya pada spesimen pus penderita gangren diabetik terhadap beberapa antibiotika di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi. Kepekaan kuman diuji dengan mengukur zona hambat tiap-tiap disk antibiotik dan dibandingkan dengan standar resistensi kuman terhadap beberapa antibiotik serta didukung oleh data sekunder dari Laboratorium Mikrobiologi Klinik RSUD Dr. Moewardi tahun 2014.