BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan proses pembelajaran yang dilaksanakan secara sadar untuk meningkatkan harkat dan martabat manusia. Pendidikan menjadi sesuatu hal yang sangat penting bagi setiap individu karena dengan adanya pendidikan seseorang akan memiliki status dalam kehidupan bermasyarakat. Pendidikan berlangsung seumur hidup (long life education) dan berlaku untuk semua individu tidak terkecuali anak berkebutuhan khusus. Anak
berkebutuhan
keterbatasan/keluarbiasaan
baik
khusus fisik,
adalah
anak
mental-intelektual,
yang
mengalami
sosial,
maupun
emosional yang berpengaruh secara signifikan dalam proses pertumbuhan dan perkembangannya dibandingkan dengan anak-anak lain seusianya. Efendi (2006:26) mengemukakan bahwa anak dengan disabilitas atau anak berkelainan atau anak luar biasa adalah anak yang memiliki kelainan atau penyimpangan dari rata-rata anak normal dalam aspek fisik, mental, dan social, sehingga untuk perkembangan potensinya perlu layanan pendidikan khusus sesuai dengan karakteristiknya. Hal ini sesuai dengan apa yang tercantum dalam UndangUndang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 5 ayat 2 yang menyebutkan bahwa, “Warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan/atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus”. Anak tunagrahita merupakan salah satu anak berkebutuhan khusus dengan kelainan mental intelektual. Anak tunagrahita adalah anak yang mengalami keterbatasan mental intelektual di bawah rata-rata anak pada umumnya dan kesulitan dalam penyesuaian diri dengan lingkungan. Hal ini sesuai dengan pendapat Hallahan & Kauffman dalam Rochyadi (2008:6.5) yang mengemukakan bahwa ketunagrahitaan mengacu pada fungsi intelektual yang berada di bawah rata-rata dan kekurangan dalam perilaku adaptif yang terjadi pada masa perkembangan. 1
2 Anak
tunagrahita
diklasifikasikan
berdasarkan
berat
ringannya
ketunagrahitaan yang dimilikinya menjadi kelompok yaitu tunagrahita ringan, tunagrahita sedang, dan tunagrahita berat. Masing-masing dari kelompok tersebut memiliki
kecerdasan
intelektual
yang
berbeda,
semakin
berat
tingkat
ketunagrahitaan seseorang, maka semakin rendah IQ yang dimilikinya. Rendahnya
tingkat
kecerdasan
yang
dimiliki
anak
tunagrahita
ringan
menyebabkan berbagai hambatan yaitu perhatian (attention), daya ingat (memory), bahasa (language), dan akademik (academic). Hambatan yang dimiliki anak tunagrahita dapat menjadi masalah apabila tidak ditangani dengan benar. Terdapat berbagai masalah yang dapat ditimbulkan dari hambatan yang dimiliki anak tunagrahita antara lain masalah belajar, masalah penyesuaian diri, gangguan bicara dan bahasa, dan masalah kepribadian. Salah satu masalah yang dapat berdampak buruk bagi anak tunagrahita yaitu gangguan bicara dan bahasa. Masalah tersebut muncul karena adanya hambatan pada ingatan dan pemahaman yang berakibat pada keterampilan berbahasa menjadi rendah. Anak tunagrahita yang menguasai keterampilan berbahasa dapat dianggap mampu berkomunikasi dengan baik. Menurut Tarigan (2008:1), keterampilan berbahasa dalam kurikulum di sekolah mencangkup empat segi, yaitu keterampilan menyimak/mendengarkan (listening skills), keterampilan berbicara (speaking skills), keterampilan membaca (reading skills), dan keterampilan menulis (writing skills). Setiap keterampilan tersebut saling berhubungan dengan tiga keterampilan lainnya dengan cara yang beragam. Mengingat tingkat kecerdasan anak tunagrahita yang di bawah rata-rata (IQ 70 ke bawah), menurut Bratanata dalam Efendi (2008:90) anak tunagrahita masih mempunyai kemungkinan untuk memperoleh pendidikan pada bidang akademik sampai pada tingkat tertentu, serta mampu mempelajari keterampilan berbahasa terutama pada anak tunagrahita tingkat ringan (tunagrahita ringan). Anak tunagrahita ringan memiliki hambatan dalam mentransfer pengetahuan yang bersifat abstrak menjadi suatu informasi. Kenyataannya, keterampilan membaca merupakan keterampilan yang sulit dikuasai anak tunagrahita ringan sehingga menyebabkan hasil belajar rendah.
3 Rendahnya keterampilan membaca dipengaruhi oleh hambatan intelektual yang dialami oleh anak tunagrahita ringan. Hal ini menunjukkan bahwa anak tunagrahita ringan meskipun dapat dikembangkan kemampuan akademiknya, tetapi anak tunagrahita ringan memiliki ruang lingkup yang sempit untuk menerima materi pelajaran. Membaca merupakan suatu keterampilan yang melibatkan banyak hal, tidak hanya sekedar melafalkan tulisan, tetapi juga melibatkan aktivitas visual, berpikir, psikolinguistik, dan metakognitif (Rahim, 2008:2). Selain itu membaca membutuhkan keterikatan antara fisik dan mental. Secara fisik membaca memerlukan indera penglihatan dan secara mental membaca memerlukan pemahaman dan daya ingat. Berdasarkan penjelasan tersebut, bagi anak tunagrahita ringan membaca merupakan aktivitas yang rumit dan kompleks karena melibatkan ingatan, daya ingat, dan proses mental yang tinggi dimana anak tunagrahita kurang cakap dalam memikirkan hal-hal yang abstrak, sulit dan berbelit-belit. Hal ini didukung oleh pernyataan Katims dalam Gargiulo (2012:166) bahwa anak tunagrahita mengalami kesulitan pada semua mata pelajaran, tetapi membaca tampaknya menjadi aspek yang paling lemah, terutama membaca pemahaman. Keterampilan membaca pemahaman diperlukan untuk dapat memahami suatu informasi atau bacaan. Pembaca tidak akan memahami dan memperoleh informasi dari bacaan jika pembaca tidak mempunyai kemampuan membaca pemahaman yang memadai. Membaca pemahaman bukan hanya sekedar membaca, tetapi perlu adanya kebermaknaan dari kegiatan membaca pemahaman tersebut agar dapat terampil, kreatif dalam menguasai isi bacaan dengan tepat. Kenyataan yang ada menunjukkan bahwa untuk menyampaikan materi kepada anak tunagrahita ringan tidaklah mudah, meskipun bidang akademik tidak menjadi prioritas. Hal ini merujuk pada tujuan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus untuk mengoptimalkan segala potensi yang dimiliki. Selain hambatan mental intelektual, kemampuan membaca pemahaman anak tunagrahita ringan juga dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yaitu faktor penghambat yang berasal dari dalam diri individu
4 tersebut seperti minat dan motivasi dalam belajar, sedangkan faktor eksternal yaitu faktor penghambat yang berasal dari lingkungan sekitar individu tersebut misalnya keluarga yang tidak memperhatikan anaknya, strategi dan media yang digunakan guru belum optimal. Banyak kendala yang dihadapi guru ketika berhadapan dengan siswa sehingga perlu dicarikan jalan keluar. Hal terpenting dalam mengajar membaca pemahaman adalah bagaimana cara agar siswa mampu memahami isi bacaan. Peran guru sangat diharapkan untuk dapat menemukan berbagai ide kreatif dalam mengajar agar siswa mampu memahami isi bacaan yang dibacanya. Menurut peneliti, salah satu strategi pembelajaran yang dapat diterapkan adalah dengan strategi Directed Reading Thinking Activity (DRTA). Strategi Directed Reading Thinking Activity (DRTA) merupakan strategi membaca yang memfokuskan keterlibatan peserta didik dengan teks bacaan karena peserta didik mempredikasi isi bacaan dan membuktikannya ketika peserta didik membaca. Adanya aktivitas memprediksi yang ada dalam strategi Directed Reading Thinking Activity (DRTA), siswa secara otomatis mempertanyakan pertanyaan mereka sendiri yang merupakan bagian dari proses pemahaman suatu teks. Siswa akan cermat dan berpikir kritis dalam membaca sehingga siswa memahami teks bacaan. Hal ini diperkuat dengan penelitian yang dilaksanakan oleh Somadayo (2013) bahwa tingkat membaca pemahaman dan minat baca siswa yang menggunakan strategi DRTA lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang tidak menggunakan strategi DRTA. Penelitian lain juga dilakukan oleh Wijayanti (2011) yang menunjukkan bahwa strategi DRTA selain meningkatkan kemampuan membaca pemahaman juga meningkatkan keaktifan dan antusias siswa dalam mengikuti pembelajaran. Selain itu, jika dikolaborasikan dengan berbagai media pembelajaran dapat meningkatkan konsentrasi dan keterlibatan siswa dalam kegiatan belajar mengajar. Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti melakukan penelitian dengan judul “Efektivitas Strategi Directed Reading Thinking Activity (DRTA) Untuk
Meningkatkan
Kemampuan
Membaca
Pemahaman
Anak
5 Tunagrahita Ringan Kelas VIII Di SLB C Setya Darma Surakarta Tahun Ajaran 2015/2016”.
B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka peneliti mengidentifikasi masalah dalam penelitian yang dilakukan, yaitu: 1. Anak tunagrahita adalah anak yang mengalami keterbatasan mental intelektual di bawah rata-rata anak pada umumnya dan kesulitan dalam penyesuaian diri dengan lingkungan. 2. Anak tunagrahita ringan mengalami hambatan mental intelektual yang berpengaruh pada keterampilan berbahasa. 3. Anak tunagrahita ringan memiliki keterbatasan daya ingat, perhatian yang mudah teralihkan, kurang cakap dalam memikirkan hal-hal yang abstrak, sulit dan berbelit-belit. 4. Kemampuan membaca pemahaman anak tunagrahita ringan yang rendah. 5. Hasil belajar siswa yang rendah karena kemampuan membaca pemahaman yang kurang. 6. Minat dan motivasi siswa untuk membaca yang rendah karena lingkungan yang tidak mendukung. 7. Proses pembelajaran yang belum optimal di karenakan strategi belajar dan penggunaan media pembelajaran yang belum sesuai.
C. Batasan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah di atas, supaya penelitian terarah dan mencapai sasaran yang diharapkan maka peneliti membatasi masalah dalam penelitian ini, yaitu: 1. Subjek penelitian ini adalah anak tungrahita ringan kelas VIII di SLB C Setya Darma Surakarta tahun ajaran 2015/2016 yang berjumlah 1 orang. 2. Kemampuan yang ditingkatkan dalam penelitian ini adalah kemampuan membaca pemahaman
6 3. Strategi yang digunakan dalam penelitian ini melalui strategi Directed Reading Thinking Activity (DRTA). D. Rumusan Masalah Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut: Apakah strategi Directed Reading Thinking Activity (DRTA) efektif untuk meningkatkan kemampuan membaca pemahaman anak tunagrahita ringan kelas VIII di SLB C Setya Darma Surakarta tahun ajaran 2015/2016?
E. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian yang dicapai adalah untuk mengetahui efektivitas strategi Directed Reading Thinking Activity (DRTA) dalam meningkatkan kemampuan membaca pemahaman anak tunagrahita ringan kelas VIII di SLB C Setya Darma Surakarta tahun ajaran 2015/2016.
F. Manfaat Penelitian Penelitian yang dilaksanakan ini dapat memberikan manfaat bagi dunia pendidikan yang bersifat teoritis maupun praktis. Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Manfaat teoritis Manfaat penelitian ini secara teoritis dapat menambah wawasan mengenai strategi Directed Reading Thinking Activity (DRTA) dalam kaitan peningkatkan kemampuan membaca pemahaman pada anak tunagrahita ringan. 2. Manfaat praktis Manfaat penelitian ini secara praktis, yaitu: a. Bagi Siswa Memberikan pengalaman belajar bagi anak tunagrahita ringan terutama dalam kegiatan membaca pemahaman dengan menggunakan strategi Directed Reading Thinking Activity (DRTA)
7 b. Bagi Guru 1) Memperluas wawasan guru mengenai strategi Directed Reading Thinking Activity (DRTA) untuk anak tunagrahita ringan 2) Menambah alternatif strategi pembelajaran yang dapat digunakan dalam kegiatan membaca bagi anak tunagrahita ringan.