BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
Bangsa Indonesia akan memasuki babak baru yang berada pada awal millenium ketiga yaitu era globalisasi yang ditandai adanya perubahan yang sangat mendasar terutama dalam keterkaitan antarbangsa yang penuh persaingan dalam situasi global dengan isu-isu besar antara lain pasar bebas, hak asasi manusia, lingkungan hidup, demokrasi, penyelenggaraan pemerintahan yang baik (good governance) maupun pemberdayaan masyarakat. Indonesia berkali-kali masuk dalam kategori negara yang lamban dalam mencapai MDGs ditunjukan dari masih tingginya angka kematian ibu melahirkan, belum teratasinya laju penularan HIV/AIDS, makin meluasnya laju deforestasi, rendahnya pemenuhan air bersih dan sanitasi yang buruk serta beban utang luar negeri yang terus menggunung. Kelemahannya lainnya adalah tidak adanya pengakuan pemerintah dalam hal inisiatif masyarakat (baik organisasi masyarakat sipil maupun swasta) yang selama ini mempunyai peran dalam pencapaian MDGs. Pemerintah
Indonesia tidak pernah mendorong rasa kepemilikan bersama
(owenship) MDGs ini kepada rakyatnya, kuat kesannya bahwa pencapaian MDGs identik dengan pelaksanaannya program pemerintah (MDGs Progress Report in Asia and Pasifik, UNESCAP, 2010 dalam kompas 4 Agustus 2010). Pengembangan kapasitas masyarakat melalui pemberdayaan dan partisipasi masyarakat merupakan elemen yang sangat esensial. Pembangunan kapasitas manusia didasarkan pada spektrum membantu rakyat untuk menolong dirinya sendiri pada kualitas individu, kelompok, penguatan organisasi civil society, yang diikuti oleh sistem yang demokratis dan pemerintahan yang professional, efektif dan accountable (ESCAP, 1999 dalam Hikmat, 2004) Puskesmas sejak pertama kali diperkenalkan tahun 1968 dan hingga kini hampir di semua kecamatan di Indonesia telah memiliki puskesmas dan pukesmas pembantu. Puskesmas mempunyai peran yang strategis dalam pembangunan
1
kesehatan di Indonesia. Puskesmas mempunyai tiga fungsi dasar yaitu sebagai pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan, pusat pemberdayaan keluarga dan masyarakat dalam bidang kesehatan dan sebagai pusat pelayanan kesehatan strata pertama. Puskesmas saat ini telah didirikan hampir di seluruh pelosok tanah air, untuk menjangkau wilayah kerjanya puskesmas diperkuat dengan Puskesmas Pembantu dan Puskesmas Keliling. Tahun 2002 jumlah puskesmas sebanyak 7.277 unit, puskesmas pembantu 21.587 unit, puskesmas keliling 5.084 unit (Perahu 716 unit, Ambulance 1.302 unit). Peningkatan jumlah puskesmas ditandai dengan peningkatan rasio puskesmas dari 3,46 per 100.000 penduduk pada tahun 2003 menjadi 3,65 per 100.000 penduduk pada tahun 2007 (Profil Kesehatan, 2007). Jumlah puskesmas sampai dengan Desember 2013 sebanyak 9.655 unit yang terdiri dari 3.317 unit puskesmas rawat inap dan 6.338 unit puskesmas non rawat inap. Rasio puskesmas terhadap 30.000 penduduk pada tahun 2013 sebesar 1,17 puskesmas terhadap 30.000 penduduk (Profil Kesehatan 2013). Secara kuantitatif jumlah puskesmas sudah mencukupi dan tersebar merata di seluruh pelosok tanah air, namun secara kualitatif masih jauh dari harapan, salah satu yang menjadi penyebabnya adalah lemahnya organisasi dan manajemen puskesmas serta kurangnya dukungan sumber daya. Pemanfaatan fasilitas pelayanan kesehatan oleh penduduk meningkat dari 15,1% pada tahun 1996 menjadi 33,7% pada tahun 2006. Demikian pula kunjungan baru (contact rate) ke fasilitas pelayanan kesehatan meningkat dari 34,4% pada tahun 2005 menjadi 41,8% pada tahun 2007, sementara itu, jumlah masyarakat yang mencari pengobatan sendiri sebesar 45% dan yang tidak berobat sama sekali sebesar 13,3% (Riskesdas, 2007 dalam SKN 2009). Puskesmas merupakan unit pelaksana teknis dinas kesehatan Kabupaten yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah dimana salah satu fungsi puskesmas sebagai pusat pelayanan kesehatan strata pertama yang memberikan pelayanan kesehatan perorangan (private goods) dan pelayanan kesehatan masyarakat (public goods). Kinerja manajemen puskesmas diukur oleh dua konsepsi utama yaitu efisiensi dan efektifitas. Menurut
Drucker (1954) dalam Sulaeman (2011), efisiensi adalah melakukan semua pekerjaan secara benar (doing the jobs right), efektifitas adalah melakukan pekerjaan yang benar (doing the right jobs). Efisiensi lebih memfokuskan diri pada pemanfaatan, penghematan, dan pemberdayaan sumber daya (input), sedangkan efektivitas lebih memfokuskan pada output dan outcome atau hasil kinerja pegawai dan puskesmas yang diharapkan. Efisiensi terkait dengan hubungan antara output pelayanan kesehatan dengan sumber daya yang digunakan untuk menghasilkan output dan outcome (Adaptasi Handoko, 2003) dalam Sulaeman (2011). Seseuai Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 128/Menkes/SK/II/2004 tentang Kebijakan Dasar Puskesmas, menetapkan kriteria personalia yang mengisi struktur organisasi puskesmas disesuaikan dengan tugas dan tanggung jawab masing-masing unit puskesmas. Khusus untuk kepala puskesmas kriteria tersebut harus seorang sarjana di bidang kesehatan yang kurikulum pendidikannya mencakup kesehatan masyarakat. Namun dalam pelaksanaannya belum terealisasi sepenuhnya. Masa otonomi daerah sekarang ini penentuan
dan penempatan
jabatan di beberapa wilayah kabupaten/ kota lebih diwarnai “selera dan kedekatan” kurang memperhatikan kompetensi, kapabilitas dan Daftar Urutan Kepangkatan (DUK). Sering ditemukan institusi kesehatan yang dipimpin oleh orang yang tidak kompeten, kapabel dan tidak mempunyai pengalaman di bidang kesehatan dan manajemen kesehatan, sehingga kinerja pegawai dan kinerja organisasi yang dipimpinnya kurang optimal. Program pelayanan kesehatan masyarakat luar gedung puskesmas dapat diukur melalui beberapa indikator yaitu promosi kesehatan, kesehatan lingkungan, kesehatan ibu dan anak, gizi masyarakat dan pemberantasan penyakit menular. Pendekatan kemasyarakatan merupakan komponen layanan puskesmas yang disebut dengan public health di tingkat local (Kark, 1981). Kegiatan pokoknya adalah integrasi layanan preventif dan kuratif. Mempertimbangkan sosial ekonomi dan budaya determinan kesehatan, mengidentifikasi kebutuhan dan menyediakan layanan kesehatan masyarakat (Tollman, 1991). Karena tujuan utama dari primary health care adalah equity dan partisipasi. Dalam mengukur partisipasi terdapat
beberapa faktor penting yaitu need assessment, leadership, organisasi, mobilisasi sumber daya, managemen dan fokus atau pro poor (Rifkin, 1991). Tercapainya equity dalam kesehatan sangat berkaitan dengan akses partisipasi masyarakat dengan memperhatikan beberapa faktor diatas. Dengan demikian manajemen layanan luar gedung menjadi sangat penting, sebagai ukuran untuk menilai sejauh mana organisasi puskesmas membuka akses partisipasi masyarakat dalam pratek kesehatan, baik preventif, promotif maupun kuratif. Selama ini penelitian luar gedung lebih di fokuskan pada Kegiatan promotif, pemberdayaan masyarakat dan pelayanan kuratif
belum ada yang
meneliti tentang faktor manajerial karena itu peneliti tertarik untuk melakukan peneltian ini.
B. Perumusan Masalah
Apakah faktor manajerial mempengaruhi
layanan luar gedung puskesmas
perkotaan dan pedesaan?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum Untuk mengetahui faktor manajerial yang mempengaruhi layanan luar gedung puskesmas perkotaan dan pedesaan. 2. Tujuan Khusus a. Untuk mengetahui pengaruh gender kepala puskesmas mempengaruhi pelayanan luar gedung. b. Untuk mengetahui pendidikan kepala puskesmas mempengaruhi pelayanan luar gedung. c. Untuk mengetahui profesi kepala puskesmas mempengaruhi pelayanan luar gedung. d. Untuk mengetahui asal universitas kepala puskesmas mempengaruhi pelayanan luar gedung.
e. Untuk mengetahui penguasaan
bahasa daerah kepala puskesmas
mempengaruhi pelayanan luar gedung. f. Untuk mengetahui masa kerja kepala puskesmas mempengaruhi pelayanan luar gedung. g. Untuk mengetahui jumlah staf mempengaruhi pelayanan luar gedung. h. Untuk mengetahui lokasi mempengaruhi pelayanan luar gedung.
D. Manfaat Penelitian
Adapun penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain : 1. Sebagai sumber informasi dalam penyusunan dan pengembangan manajemen di tingkat puskesmas 2. Sebagai bahan advokasi dan negosiasi bagi praktisi kesehatan baik pemerintah, swasta dan masyarakat dalam menyusun kebijakan kesehatan terutama di daerah. E. Keaslian Penelitian Tabel 1. Tabel Keaslian Penelitian No. Peneliti
1.
2.
Judul
Program Pelayanan Kesehatan Videlis Masyarakat Koi Tahun Luar Gedung 2007 di Puskesmas Prambanan Kabupaten Sleman
Supardi Tahun 2008
Kemampuan Manajerial Kepala Puskesmas Dalam
Hasil Penelitian Pelaksanaan program pelayanan kesehatan masyarakat luar Gedung Puskesmas Prambanan dalam menangani sumber daya manusia masih kurang pelatihan terbukti dalam kurun waktu 5 tahun hanya rata-rata 1 kali Peran kepala puskesmas yang kurang dalam pemerosesan informasi adalah
Penjelasan Perbedaannya pada jenis penelitiannya menggunakan rancangan case study untuk menggambarkan kegiatan pelayanan luar gedung di puskesmas prambanan, serta perbedaan pada variabel yang diteliti. Perbedaan pada jenis penelitiannya menggunakan metode kuantitatif dan didukung
Meningkatkan Mutu Pelayanan Di Puskesmas Kota Mataram
3.
Avriazar Beng Kiuk Tahun 2012
4.
Thomas Johannes Maria Laka Tahun 2008
peran juru bicara, kurang peran negosiator, kurangnya peran penghubung, sedangkan pendidikan dan masa kerja kerja tidak mempunyai relevansi terhadap kemampuan manajerial kepala puskesmas, yang dinilai mempunyai tingkat relevansi terhadap kemampuan manajerial adalah pelatihan.
kualitatif , serta fokus pada peneltian ini lebih kepada kemampuan manajerial kepala puskesmas dalam meningkatkan mutu pelayanan
Perbedaan pada jenis penelitian dengan menggunakan Kepala Puskesmas Kemampuan rancangan study belum dapat Manajerial kasus guna memaksimalkan Kepala mengkaji kemampuan dalam Puskesmas kemampuan mengembangkan tim Membangun manajerial kepala karena tidak adanya Team Work puskesmas dalam otonomi bagi kepala Yang Efektif Di membangun team puskesmas dalam Kabupaten work pada pengelolaan sumber Kotawaringin pelayanan daya tenaga kesehatan Barat kesehatan di di tingkat puskkesmas puskesmas, serta perbedaan pada variabel yang diteliti. Kepala Puskesmas Perbedaan pada dari aspek manajerial jenis penelitian nya Peran Kepala dalam pencapaian menggunakan Puskesmas program KIA, berbeda rancangan study Dalam dari segi planning dan kasus, serta Meningkatkan pengorganisasian. Hal perbedaan pada Cakupan ini disebabkan oleh fokus penelitian ini Program KIA faktor geografis, lebih ke peran di Kabupaten lingkungan dan kepala puskesmas Timor Tengah tingkat pendidikan dari aspek Utara masing-masing kepala planning, puskesmas organizing,
actuating dan controlling dalam meningkatkan cakupan program KIA