1
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH
1. Permasalahan Dunia sekarang sedang mengalami krisis global terkait menurunnya daya dukung sumber daya alam. Eksploitasi sumber daya alam telah membawa dampak multidimensional yang tidak jarang menyebabkan kanibalisme suatu negara terhadap negara lain karena dipicu oleh eksploitasi sumber daya alam. Dimulai dari revolusi industri di Inggris yang menyebar dengan cepat seiring ditemukannya berbagai mesin produksi yang mampu memproduksi barang secara cepat dan dengan jumlah yang besar (Rambe, 2008: 1). Eksploitasi sumber daya alam terus menerus dilakukan dengan alasan pembangunan dan memajukan perdagangan. Proses industrialisasi yang terus berlangsung membawa konsekuensi logis berkurangnya sumber daya alam yang pada kenyataannya sulit untuk diperbaiki atau bahkan tidak mungkin diperbaiki. Bahan baku fosil yang hingga kini menyisakan konflik internasional, berkurangnya hutan hujan tropis, punahnya spesies, mencairnya es di kutub akibat pemanasan global merupakan fakta tentang menurunnya daya dukung sumber daya alam (http://www.mudofir.multiply.com. Krisis Lingkungan. Akses 25 November 2013). Faktor ekonomi merupakan salah satu faktor penting terjadinya eksploitasi sumber daya alam yang dilakukan.
2
Borrong (2000) dalam bukunya yang berjudul Etika Bumi Baru; Akses Etika dalam Pengeloloaan Lingkungan Hidup mengatakan bahwa: “Faktor yang paling penting dalam proses pengrusakan lingkungan adalah faktor ekonomi, khususnya bagi kerakusan manusia (materialisme). Segi ini paling menonjol sebagai sisi yang menyebabkan kerusakan lingkungan, karena mendorong pengeksploitasian tak terbatas terhadap sumber-sumber alam dan sekaligus menunjukkan ketidakadilan diantara umat manusia” (Borrong, 2000: 33). Indonesia khususnya, merupakan wilayah yang sangat menarik ditinjau dari segi geologi. Indonesia memiliki kekayaan sumber daya alam yang melimpah. Kelimpahan sumber daya alam terlihat dari suburnya tanah Indonesia dari Sabang sampai Merauke baik dalam segi sumber daya alam yang dapat dilestarikan maupun yang tidak. Persoalan muncul karena Indonesia tidak dapat memaksimalkan potensi sumber daya alam yang ada. Hal ini mungkin saja sudah sejak lama diduga oleh masyarakat Indonesia, tetapi ada suatu ketidakmampuan yang dihadapi untuk menyelidikinya sendiri yang akhirnya menyebabkan Indonesia tidak mengetahui pasti potensi kekayaan yang sesungguhnya tersimpan di bumi (Susilo, 2004: 53). Indonesia, selain memiliki kekayaan alam dan hutan yang subur, juga merupakan salah satu negara yang multikultur, karena terdapat banyak sekali kultur yang bertahan dan kaya akan sumber daya alam. Semua adat istiadat, budaya dan kebiasaan di masing-masing daerah di Indonesia membentuk corak dan ciri khasnya tersendiri khusus dalam masalah bagaiamana cara berinteraksi dengan alam. Budaya di Indonesia sudah banyak yang terpengaruh oleh globalisasi, terutama dalam hal kerusakan hutan dan lingkungan hidup, tetapi tidak sedikit yang masih dapat bertahan dengan kebudayaan dan adat istiadat
3
aslinya, salah satunya adalah masyarakat Kampung Naga di Kabupaten Tasikmalaya. Kampung Naga adalah salah satu kelompok masyarakat adat yang terdapat di Kabupaten Tasikmalaya dan merupakan bagian kecil dari Indonesia yang masih berpegang teguh pada adat istiadat leluhurnya. Kampung Naga bisa dikatakan sebagai miniatur masyarakat Sunda tempo dulu dengan alamnya yang masih asri dan terjaga dengan baik. Kampung Naga merupakan masyarakat yang memiliki kehidupan alamiah, sangat tradisional dan sangat mempercayai cara-cara kehidupan para leluhur. Adat istiadat tersebut dijaga oleh seluruh masyarakatnya secara turun temurun. Kehidupan yang mayoritas mengandalkan pertanian dan peternakan, menjadikan bahan makanan yang selalu dinikmati adalah padi, ikan, ayam dan sayuran. Namun, warganya sangat menikmati hasil dari usahanya, karena telah menjaga kelangsungan alamiah lingkungannya sehingga diberikan kesuburan yang tinggi serta aliran air yang tidak pernah berhenti. Kawasan hutan yang tumbuh secara alamiah dimanfaatkan secara terbatas oleh masyarakat Kampung Naga, namun, terdapat kawasan hutan yang sangat dilarang untuk dilewati ataupun dimanfaatkan yaitu hutan larangan dan hutan keramat. Hutan larangan berada di sisi arah Timur Kampung Naga atau seberang Sungai Ciwulan, sedangkan hutan keramat berada sisi Barat Kampung Naga. Makam leluhur terdapat di hutan keramat tersebut yang dapat dikunjungi hanya pada waktu ziarah saja. Seluruh masyarakat tidak dapat melakukan sesuatu yang berhubungan dengan merusak hutan atau alam
4
walaupun hanya sedikit saja, seperti memotong atau mengambil ranting, bila merusak atau mengambilnya masyakarat Kampung Naga percaya akan terjadi musibah pada dirinya. Hal tersebut selaras dengan pandangan hidup orang Sunda pada umumnya yang harmoni dengan alam. Alam merupakan teman atau sahabat manusia yang telah memberikan sumber kehidupan. Pengelolaan lingkungan yang baik yang sejak dulu dilakukan oleh masyarakat Kampung Naga menjadi embrio terciptanya kelestarian lingkungan di sekitarnya. Hal ini berbanding terbalik dengan kenyataan bahwa Indonesia dan dunia pada umumnya tengah mengalami krisis lingkungan hidup seperti yang telah disinggung sekilas di atas. Krisis lingkungan hidup sejak tiga dekade terakhir ini memasuki tahap yang sangat mengkhawatirkan. “Data menunjukkan bahwa sekitar 29% lahan bumi mengalami penggurunan antara ringan, sedang dan parah, sedangkan 6% lainya dikasifikasikan mengalami penggurunan sangat parah. Hutan tropis yang mencakup 6% luas permukaan bumi namun memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi yaitu sekitar 50% dari jumlah spesies yang ada, namun antara 7,6 sampai dengan 10 juta hektar pertahun mengalami kemusnahan. Pembakaran bahan bakar fosil melalui tingkat pertumbuhan industry memberikan kontribusi yang besar terhadap akumulasi CO2 di atmofer. Suhu permukaan bumi, akibat akumulasi tersebut naik rata-rata antara 1,5-1,40 Celsius yang memungkinkan peningkatan permukaan laut antara 25-140 centimeter sebagai konsekuensi dari pencarian es di daerah kutub” (Todaro, 1995: 275-277) Atas dasar inilah pengkajian persoalan pengelolaan lingkungan di Kampung Naga dalam bingkai prinsip-prinsip etika lingkungan menjadi penting untuk dilakukan. Kajian ini memang tidak sama sekali baru, bahkan sekilas kurang aktual, namun jika disadari pentingnya bagi ditemukannya pemecahan masalah terkait persoalan kerusakan lingkungan dan berkurangnya
5
daya dukung alam di Indonesia khususnya, maka mengkaji pengelolaan lingkungan senantiasa tetap aktual, bahkan menjadi kebutuhan untuk dikonsumsi setiap hari, agar seluruh masyarakat mengetahui makna dan esensi dari pentingnya pengelolaan lingkungan. Pentingnya pengeloloaan lingkungan menurut Keraf (2010) adalah pertama, lingkungan hidup merupakan masalah bersama yang sudah waktunya ditempatkan sebagai bagian utama dari arus utama pembangunan nasional. Kedua, untuk mengurangi kerusakan lingkungan hidup dubutuhkan undangundang untuk mengontrol manusia dalam rangka kegiatan pembangunan untuk tidak mengabaikan begitu saja masalah lingkungan hidup. Ketiga, aktivitas ekonomi produktif tetap diberi tempat dan harus dapat menjamin tidak akan menggangu-gugat dengan mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan perlindungan dan pengeloloaan lingkungan hidup. Keempat, undang-undang tersebut tidak akan menghambat laju pembangunan ekonomi nasional demi mewujudkan kesejahteraan bersama bagi seluruh rakyat Indonesia (Keraf, 2010: 290-291). Mengacu pada persoalan di atas, bahwa eksploitasi sumber daya alam yang dilakukan secara terus menerus tanpa adanya pertimbangan akan berkurangnya daya dukung alam secara drastis menimbulkan persoalan serius. Masyarakat Kampung Naga yang masih berpegang teguh pada adat istiadat leluhurnya akan coba ditelaah dari prinsip-prinsip etika lingkungan. Penelitian tentang “Pengelolaan Lingkungan hidup di kampung Naga dalam Tinjauan
6
Prinsip-prinsip Etika Lingkungan” yang penulis sajikan akan dideskripsikan berdasarkan berbagai persoalan akibat eksploitasi sumber daya alam. 2. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, terdapat beberapa hal yang membuat peneliti merasa tertarik untuk meneliti lebih lanjut. Persoalan utama yang akan dibahas lebih lanjut dalam penelitian ini adalah: a. Apa konsep dasar prinsip-prinsip etika lingkungan? b. Bagaimana konsep pengelolaan lingkungan hidup di Kampung Naga? c. Apa prinsip pengelolaan lingkungan hidup di Kampung Naga menurut prinsip etika lingkungan? 3.
Keaslian Penelitian Sejauh pengamatan dan penelusuran penulis, terdapat beberapa karya baik buku, jurnal, artikel maupun skripsi yang membahas Kampung Naga dan etika lingkungan, antara lain: 1. Skripsi dengan judul “Pembangunan dan Pengelolaan Lingkungan dalam Perspektif Etika Lingkungan”, penulis Arih Arbuana Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada tahun 1993. 2. Skripsi dengan judul “Elaborasi Konsep Etika Lingkungan: Sebuah Perspektif bagi Pembangunan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup di Indonesia”, penulis Wahab Teguh Setiawan Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada tahun 2003.
7
3. Skripsi dengan judul “Peranan Etika Lingkungan dalam Pengelolaan Kawasan Gunung Lawu”, penulis Eko Cahyo Sukarno Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada tahun 2005. 4. Skripsi dengan judul “Pelaksanaan Hukum Kewarisan di Lingkungan Adat Kampung Naga, Desa Neglasari, Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya ditinjau dari Hukum Islam”, penulis Harpat Ade Yandi Fakultas Syari’ah Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta tahun 2008. 5. Skripsi dengan judul “Upacara Perkawinan dalam Masyarakat Kampung Naga, Desa Neglasari, Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat”, penulis Eka Qaanitaatin jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta tahun 2008. Berdasarkan
penelusuran
yang
telah
dilakukan,
penulis
belum
menemukan tulisan skripsi baik di Fakultas Filsafat maupun di fakultas lain di Universitas Gadjah Mada yang meneliti tentang “Pengelolaan Lingkungan Hidup di kampung Naga dalam Tinjauan Prinsip-prinsip Etika Lingkungan”. Di media lain pun seperti media internet, memang ada beberapa situs yang berisikan tentang Kampung Naga, namun belum ada yang secara spesifik mengkajinya dengan menggunakan kacamata etika, sehingga penelitian ini dapat dipertanggung jawabkan keasliannya. 4. Manfaat Penelitian Penelitian tentang “Pengelolaan Lingkungan Hidup di kampung Naga dalam Tinjauan Prinsip-prinsip Etika Lingkungan” dengan objek material
8
pengelolaan hidup di Kampung Naga dan objek formal prinsip etika lingkungan diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: a. Bagi ilmu pengetahuan Penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi positif dan melengkapi pandangan-pandangan yang telah ada tentang etika serta memberikan perspektif yang berbeda terhadap hakikat pengelolaan lingkungan hidup. b. Bagi filsafat Penelitian ini diharapkan dapat menambah pembendaharaan informasi tentang kajian etika di Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada. Sumbangan bagi perkembangan filsafat bahwa masih banyak sumber ajaran moral yang dapat dijadikan alternatif pemecahan masalah dalam kehidupan. c. Bagi bangsa Indonesia Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan masyarakat Indonesia tentang etika dan lingkungan hidup. Penulis juga berharap penelitian ini dapat memberikan pemahaman kepada masyarakat Indonesia bahwa pengelolaan lingkungan adalah hal yang sangat penting dan berarti bagi kelangsungan kehidupan di dunia ini.
B. TUJUAN PENELITIAN Sebagai suatu penelitian ilmiah, penelitian ini bertujuan untuk menjawab persoalan yang terdapat dalam rumusan masalah, yaitu:
9
1. Mendeskripsikan dan menganalisis konsep dasar prinsip etika lingkungan. 2. Mendeskripsikan dan menganalisis konsep pengelolaan lingkungan hidup di Kampung Naga. 3. Menganalisis tentang prinsip pengelolaan lingkungan hidup di Kampung Naga menurut prinsip etika lingkungan.
C. TINJAUAN PUSTAKA Undang-Undang Rl Nomor 32 Tahun 2009 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, menyatakan bahwa lingkungan hidup merupakan kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan
perilakunya
yang
mempengaruhi
kelangsungan
perikehidupan
dan
kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya. Kampung Naga merupakan kampung adat yang secara khusus menjadi tempat tinggal warga masyarakat Naga, yang meliputi tidak lebih dari sebelas kali luas lapangan sepak bola. Kampung kecil tersebut merupakan kampung indah dan asri, sejuk, dan damai yang dialiri oleh sungai Ciwulan. Kampung Naga menyimpan khazanah budaya dan lingkungan yang tidak kalah oleh kampung adat lainnya di tatar Sunda lainnya, seperti Kampung Dukuh dan Kampung Pulo di Garut, Kampung Kuta di Ciamis, Kampung Mahmud di Kabupaten Bandung, Kampung Urug di Bogor, Kampung Ciptarasa-Sirnarasa di Sukabumi, juga Baduy di Kanekes Banten (Suryani, 2011:54). Masyarakat Kampung Naga adalah sekelompok masyarakat yang menempati areal lahan seluas kurang lebih 10,5 hektar. Kampung Naga merupakan tanah warisan nenek moyang yang terletak di Desa Neglasari
10
kecamatan Salawu Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat. Letaknya berada di antara bukit-bukit di daerah Salawu. Berdasarkan dengan keadaan alam dan lingkungannya, Kampung Naga seolah-olah tersembunyi di suatu areal yang berbentuk lembah, sehingga jauh dari kebisingan dan hiruk-pikuk lalu lintas jalur Garut-Tasikmalaya (Suganda, 2006: 17). Dusun Naga berada di suatu lembah berketinggian rat-rata 500 meter di atas permukaan laut. Sehingga bentuknya menyerupai mangkok besar. Udaranya sejuk dengan suhu rata-rata 21,5-23 derajat Celsius. Angka curah hujan setiap tahun mencapai 3.468 mm. di sebelah utara berbatasan dengan Kampung Nangtang, Desa/Kecamatan Cigalontang. Sebelah selatan berbatasan dengan bukit dan jalan raya Tasikmalaya-Garut. Sedangkan di sebelah timur dibatasi oleh bukit Naga yang sekaligus menjadi batas pemisah Kampung Naga dengan Kampung Babakan. Jarak tempuh dari kota Tasikmalaya sekitar 30 km dan 90 km dari Bandung (Disbudpar, 2008: 14). Masyarakat Kampung Naga secara adat membagi wilayahnya menjadi tiga wilayah atau zona. Pertama, adalah wilayah suci, tempat hutan keramat yang dikonservasi secara adapt. Kedua, adalah wilayah bersih atau daerah pemukiman. Ketiga, adalah wilayah kotor, yaitu tempat mandi, mencuci, kolam, pekarangan, dan kandang ternak (Suganda, 2006: 27). Masyarakat Kampung Naga yang dipersatukan oleh kebudayaannya yang terus dipertahankan, secara implisit terdiri dari tiga subsistem, yaitu sistem budaya, sistem sosial, dan sistem kepribadian (Koentjaraningrat, 1983: 23-26). Budaya papagon hirup atau falsafah hidup dan pamali merupakan suatu upaya
11
yang bersifat spiritual mempertahankan kelestarian lingkungan, yang menjadi senjata untuk mempertahankan eksistensinya dalam lingkungan alam biologik, dan fisik, kemudian mewariskannya kepada generasi berikutnya sehingga terbentuk tradisi. Falsafah hidup yang terdiri dari wasiat, amanat, dan akibat, serta pamali telah mengekspresikan manusia sebagai makhluk Tuhan, sosial, dan bagian dari alam semesta. Pandangan hidup tersebut telah mampu mengantisipasi kehidupan masa depan selaras dengan lingkungan. Hal tersebut tercermin dalam kehidupan masyarakat Kampung Naga dalam mengharmonikan kehidupannya dengan alam (Ningrum, 2002: 2-3). Menerima dan mematuhi budaya papagon hirup bagi warga masyarakat Kampung Naga adalah keharusan yang sifatnya dogmatis, diwariskan melalui proses sosialisasi dan enkulturasi hingga terbentuk internalisasi. Dalam proses tersebut lebih menekankan pada ketaatan terhadap budaya wasiat, amanat, akibat, dan, pamali, sebagai pedoman berperilaku. Pola perilaku tersebut telah menciptakan kehidupan yang harmonis antar anggota masyarakat dan serasi dengan lingkungan alam sebagai sekutu yang harus diperlakukan dengan bijaksana,
yang
mampu
menopang
dan
mampu
menyediakan
sumber
penghidupan, hidup sebagai satu kesatuan dan saling ketergantungan dalam kelestarian lingkungan hidup (Ningrum, 2002: 5). Skripsi dengan judul “Pelaksanaan Hukum Kewarisan di Lingkungan Adat Kampung Naga, Desa Neglasari, Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya ditinjau dari Hukum Islam”, yang ditulis oleh Harpat Ade Yandi pada Fakultas Syari’ah Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga
12
Yogyakarta tahun 2008 menjelaskan bahwa hukum kewarisan yang dianut oleh masyarakat Kampung Naga tidak bertentangan dengan aturan agama Islam. Adat dan agama merupakan dua hal yang tidak boleh berseberangan. Hukum kewarisan yang dilaksanakan di Kampung Naga pada dasarnya berpedoman pada aturan kewarisan agama Islam. Skripsi dengan judul “Upacara Perkawinan dalam Masyarakat Kampung Naga, Desa Neglasari, Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat” yang ditulis oleh Eka Qaanitaatin pada jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta tahun 2008, menjelaskan bahwa upacara perkawinan yang dilakukan di masyarakat Kampung Naga sama dengan upacara perkawinan adat Sunda pada umumnya. Ritual-ritual yang dilakukannya pun sama seperti halnya ada istilah huap lingkung, meupeus enog, siraman, dan ijab kabulnya pun sama.
D. LANDASAN TEORI Pengertian lingkungan meliputi tempat dan segala apa yang terdapat di sekitar manusia, mulai dari yang terbatas di rumah tangga sampai yang terluas, yaitu ruang angkasa dan alam semesta. Manusia mengenal lingkungannya karena mendayagunakan panca indra yang menjadi pengetahuan (Dwidjoseputro, 1990:1). Etika lingkungan berperan sebagai sebuah konservasi alam yang berkepentingan untuk kesejahteraan hidup manusia, dalam pengubahan yang menuju keperbaikan keadaan bumi yang perlu mendapat perhatian terus menerus.
13
Hubungan manusia
dan
lingkungan
itu
tidak
hanya
suatu
hubungan
ketergantungan saja, tetapi juga saling mempengaruhi dan mampu merubah lingkungan biogeofisik tersebut (Purwanto, 200: 166). Hampir semua filsuf moral yang berpendapat antroposentris melihat etika lingkungan hidup sebagai sebuah disiplin filsafat yang berbicara tentang hubungan moral antara manusia dengan lingkungan atau alam semesta, dan bagaimana perilaku manusia yang seharusnya terhadap lingkungan. Jadi, yang terutama menjadi fokus perhatian etika lingkungan, menurut pengertian ini, bagaimana manusia harus bertindak atau bagaimana perilaku manusia yang seharusnya terhadap lingkungan hidup. Etika lingkungan hidup di sini dipahami sebagai disiplin ilmu yang berbicara tentang norma dan kaidah moral yang mengatur perilaku manusia dalam berhubungan dengan alam serta nilai dan prinsip moral yang menjiwai perilaku manusia dalam berhubungan dengan alam tersebut (Keraf, 2010: 40). Albert Schwitzer (1994) mengatakan bahwa kesalahan terbesar semua etika sejauh ini adalah etika-etika tersebut hanya berbicara tentang hubungan antara manusia dengan manusia. Dengan kata lain, etika lingkungan tidak hanya dipahami dalam pengertian yang sama dengan pengertian moralitas sebagaimana telah dijelaskan. Etika lingkungan hidup lebih dipahami sebagai sebuah kritik atas etika yang selama ini telah dianut oleh manusia, yang dibatasi pada komunitas sosial manusia. Etika lingkungan hidup menuntut agar etika dan moralitas tersebut diberlakukan juga bagi komunitas biotis atau komunitas lingkungan. Etika lingkungan hidup juga dipahami sebagai refleksi kritis atas norma-norma dan
14
prinsip atau nilai moral yang selama ini dikenal dalam komunitas manusia untuk diterapkan secara lebih luas dalam komunitas biotis atau komunitas lingkungan. Etika lingkungan hidup juga dipahami sebagai refleksi kritis tentang apa yang harus dilakukan manusia dalam menghadapi pilihan-pilihan moral yang terkait dengan isu lingkungan hidup, termasuk yang harus diputuskan manusia dalam membuat pilihan moral dalam memenuhi kebutuhan hidupnya yang berdampak pada lingkungan hidup, juga yang harus diputuskan pemerintah dalam kebijakan ekonomi dan politiknya yang berdampak pada lingkungan hidup (Keraf, 2010: 41). Prinsip etika lingkungan bertumpu pada dua unsur pokok dari teori biosentrisme dan ekosentrisme. Pertama, Komunitas moral tidak hanya dibatasi pada komunitas sosial, melainkan mencakup komunitas lingkungan seluruhnya. Kedua, hakikat manusia bukan hanya sebagai makhluk sosial, melainkan juga makhluk ekologis. Kedua unsur pokok tersebut mewarnai hampir seluruh prinsip etika lingkungan (Keraf, 2010: 166). Sebenarnya terdapat sembilan prinsip etika lingkungan sebagaimana yang tertulis pada karya Sony Keraf (2010) yang berjudul Etika Lingkungan Hidup, yaitu sikap hormat terhadap alam, tanggung jawab moral, solidaritas kosmis, prinsip kasih sayang dan kepedulian terhadap alam, prinsip “no harm”, hidup sederhana dan selaras dengan alam, prinsip keadilan, prinsip demokrasi, dan prinsip integritas moral, akan tetapi, tulisan ini hanya dibatasi pada empat prinsip saja, yaitu sikap hormat terhadap alam, tanggung jawab moral, solidaritas kosmis, dan hidup sederhana dan selaras dengan alam.
15
E. METODE PENELITIAN 1.
Bahan dan materi penelitian Penelitian ini merupakan bentuk penelitian kualitatif bidang filsafat yang bersumber dari data pustaka. Bahan dan materi penelitian ini diperoleh melalui penelusuran pustaka yaitu dari buku-buku yang berkaitan dengan Kampung Naga dan etika lingkungan. Setelah diperoleh data pustaka, kemudian pustaka terbagi menjadi dua yaitu pustaka primer dan pustaka sekunder. Kepustakaan primer merupakan sumber utama dari bahan dan objek material penelitian. Pustaka primer yang digunakan adalah sebagai berikut: a. Buku Kampung Naga Mempertahankan Tradisi, karya Her Suganda, 2006, PT Kiblat: Bandung. b. Buku Menguak Tabir Kampung Naga, karya Elis Suryani dan Anton Charliyan, 2010, CV Danan Jaya. c. Buku Sistem Keyakinan pada Masyarakat Kampung Naga dalam Mengelola Lingkungan Hidup (Studi tentang Pantangan dan Larangan), Siti Maria dkk, 1995, CV Eka Putra. d. Buku Ragam Pesona Budaya Sunda, karya Elis Suryani, 2010, Ghalia Indonesia: Bogor. Pustaka sekunder berupa buku-buku, artikel, jurnal dan bahan-bahan lainnya yang berhubungan dengan tema yang diangkat oleh penulis. Pustaka sekunder yang digunakan adalah sebagai berikut:
16
a. Buku Etika Lingkungan, karya Sonny Keraf, 2010, Kompas Media Nusantara: Jakarta. b. Buku Ekologi, Lingkungan Hidup dan Pembangunan, karya Otto Soemarwoto, 1983, Djambatan: Jakarta. c. Buku Etika Bumi Baru, karya Robert Borrong, 2000, PT BPK Gunung Mulia: Jakarta. d. Skripsi atau hasil penelitian yang berkaitan dengan tema. e. Observasi atau pengamatan secara langsung ke Kampung Naga. 2. Jalan Penelitian Penulis dalam penelitian ini mencoba untuk memahami objek materi baik secara tekstual maupun kontekstual, kemudian penulis akan menganalisisnya menggunakan objek formal dan menyampaikannya kembali. Langkah yang diambil dalam penelitian ini berjalan berdasarkan tahap demi tahap yaitu sebagai berikut: a. Tahap persiapan, diawali dengan mengumpulkan data yang berhubungan dengan kajian penelitian, data yang telah berhasil dikumpulkan kemudian dipisahkan dan diklasifikasikan berdasarkan kesesuaian dengan objek material dan objek formal. b. Tahap pembahasan, mencakup penguraian masalah sesuai dengan objek material dan objek formal kemudian dideskripsikan. c. Tahap akhir merupakan penulisan yang akan dilakukan secara sistematis dan koreksi penelitian.
17
2.
Analisis Data Penelitian ini menggunakan metode hermeneutika dan unsur-unsur metodis yang mengacu pada buku yang ditulis oleh Anton Bakker dan Achmad Charris Zubair (1990:114-119) dan Kaelan (2005: 272), yaitu dengan menggunakan unsur-unsur metodis sebagai berikut: a.
Verstehen, penulis mencoba menangkap dan memahami makna yang terkandung dalam konsep pengelolaan lingkungan hidup di Kampung Naga dan prinsip etika lingkungan sehingga didapatkan gambaran yang jelas tentang objek material dan objek formal penelitian.
b.
Analisis, usaha menguraikan konsep pengelolaan lingkungan hidup di Kampung Naga dan prinsip etika lingkungan untuk mendapatkan pemahaman yang mendalam.
c.
Interpretasi, penulis berusaha membangun pemahaman yang mendalam atas konsep pengelolaan lingkungan hidup di Kampung Naga sehingga diperoleh suatu pemahaman yang filosofis.
d.
Heuristika, proses interpretasi dilanjutkan dengan proses analisis heuristika untuk menangkap makna esensial dengan melakukan penafsiran terhadap konsep pengelolaan lingkungan hidup di Kampung Naga sehingga esensi di dalamnya dapat dipahami sesuai dengan waktu dan konteks keadaan sekarang.
F. HASIL YANG DICAPAI Hasil dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
18
1. Deskripsi tentang prinsip dasar etika lingkungan. 2. Deskripsi secara komprehensif tentang konsep dasar pengelolaan lingkungan hidup di Kampung Naga. 3. Deskripsi tentang prinsip pengelolaan lingkungan hidup di Kampung Naga menurut prinsip etika lingkungan.
G. SISTEMATIKA PENULISAN Hasil penelitian ini terdiri dalam lima bab, yaitu sebagai berikut: Bab pertama berisi tentang latar belakang dilakukannya penelitian ini, rumusan masalah yang hendak dijawab, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan terhadap pustaka sebelumnya, landasan teori, dan metode yang digunakan dalam melakukan penelitian ini. Bab kedua berisi uraian tentang hakikat dan dasar prinsip-prinsip etika lingkungan, dengan sub judul konsep dasar etika lingkungan, pengelolaan lingkungan hidup dan empat prinsip etika lingkungan. Bab ketiga berisi uraian tentang sekilas seputar Kampung Naga, dengan sub bab asal usul, letak geografis dan keadaan demografi Kampung Naga, pola kehidupan masyarakat Kampung Naga dan konsep pengelolaan lingkungan hidup di Kampung Naga. Bab keempat merupakan uraian dan inti pembahasan dalam penelitian serta analitis kritis tentang kesesuaian antara pengelolaan lingkungan hidup di Kampung Naga dengan prinsip-prinsip etika lingkungan. Analitis kritis akan berusaha menampilkan seperti yang diharapkan dalam analisis hasil, yaitu verstehen, analisis, interpretasi, dan heuristika.
19
Bab kelima berisi tentang kesimpulan yang merupakan jawaban dan analisis atas konsep dasar pengelolaan lingkungan hidup di Kampung Naga yang mengacu pada rumusan masalah dan tujuan penelitian, sehingga sedapat mungkin akan ditemukan kesesuaian antara rumusan masalah, tujuan, analisis pembahasan dan hasilnya.