BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu sarana yang menentukan untuk mencapai tujuan pembangunan nasional, yaitu mewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur yang merata materiil dan spiritual berdasarkan Pancasila, di dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merdeka bersatu dan berkedaulatan rakyat dalam suasana berkehidupan bangsa yang aman, tenteram, tertib dan dinamis serta dalam lingkungan pergaulan dunia yang merdeka, bersahabat, tertib dan damai. Sistem pendidikan nasional mempunyai tujuan sekaligus sebagai alat yang amat penting dalam perjuangan mencapai cita-cita dan mencapai tujuan bangsa Indonesia dalam mencerdaskan kehidupan bangsa Indonesia dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab (Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003). Sekolah sebagai tempat anak didik belajar, dengan harapan dalam belajar akan memperoleh prestasi belajar dengan baik. Dalam belajar tersebut prestasi akan dicapai kadang dapat mencapai seperti apa yang diharapkan tetapi dapat pula tidak. Hal ini karena daya serap masing-masing siswa berbeda dalam menerima pelajaran yang disampaikan oleh guru. Kehidupan pada abad yang akan datang semakin tidak dapat dipisahkan dari kegiatan membaca. Sebagian besar informasi disampaikan dalam bentuk tulisan. Seiring dengan pernyataan di atas, bertambah pentinglah membaca di kalangan bangsa-bangsa yang ingin maju. Upaya tersebut diantaranya dilakukan melalui pendidikan dasar. 1
2
Dalam hal ini Sekolah Dasar (SD) Negeri Senden selalu melaksanakan pembelajaran, pendidikan semua mata pelajaran sesuai dengan yang telah diamanatkan dalam Undang-undang Dasar tahun 1945 alinea 4 yakni mencerdaskan kehidupan bangsa dan telah ditegaskan dalam kurikulum SD 2006 (KTSP). Kenyataan yang terjadi di SD Negeri Senden Kecamatan Selo Kabupaten Boyolali belum dapat memenuhi harapan sesuai dengan yang diharapkan oleh guru, orang tua siswa maupun pemerintah. Kenyataan di lapangan, seperti uraian di atas prestasi belajar bahasa Indonesia (membaca permulaan) belum dapat dicapai secara optimal. Berdasarkan pengamatan penulis, salah satu penyebabnya adalah para guru pada umumnya dalam menyampaikan pembelajaran hanya menggunakan salah satu metode yaitu metode cemarah. Karena metode tersebut dianggap paling mudah, praktis, dan efisien dilaksanakan tanpa memerlukan persiapan yang matang. Di samping itu para guru enggan menggunakan media pembelajaran (alat peraga). Dengan hanya menggunakan metode ceramah, siswa merasa sulit untuk memahami konsep yang dipelajari sehingga siswa cepat merasa bosan dan malas untuk latihan membaca. Hal ini terbukti bahwa sekarang di kelas I dan kelas II bahkan pada kelas yang lebih tinggi masih ada siswa yang belum bisa membaca. Menurut masa perkembangan siswa usia Sekolah Dasar pada hakekatnya berada dalam tahap operasional konkrit, karena itu untuk pembelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar, penanaman konsep membaca permulaan di kelas I dan kelas II sangat diperlukan media pembelajaran (alat peraga) yang tepat sesuai dengan karakteristik dan tingkat kemampuan siswa. Untuk menghindari hal tersebut di atas, dalam pembelajarannya guru harus pandai memilih dan menggunakan media atau alat peraga yang tepat. Dalam pembelajaran membaca permulaan penggunaan alat peraga yang tepat adalah mengenai penggunaan alat peraga pias-pias kata atau kartu huruf. Pengaruh penggunaan alat peraga pada proses pembelajaran bahasa memberikan dorongan pada guru dalam menyampaikan pembelajaran membaca
3
permualaan. Hal yang perlu diperhatikan dalam pembelajaran membaca permulaan adalah mengenai penggunaan alat peraga pias-pias kata. Guru harus pandai memilih dan menggunakan alat peraga yang sesuai dengan karakteristik siswa sehingga dapat membantu siswa dalam mengenal huruf. Penggunaan alat peraga tersebut harus disesuaikan dengan materi atau pokok bahasan yang akan disampaikan, misalnya kartu gambar, kartu nama, kartu huruf, kartu suku kata, kartu kata atau pias-pias kata, kartu kalimat. Alat peraga tersebut digunakan dalam pembelajaran membaca permulaan pada siswa kelas I dan kelas II Sekolah Dasar. Dengan menggunakan alat peraga kartu huruf, kartu suku kata, kartu kata atau pias-pias kata, kartu kalimat serta kartu gambar, siswa akan mudah mengenal dan memahaminya dari pada hanya menghafal. Pias-pias kata adalah alat peraga berbentuk huruf, suku kata, dan kata. Untuk mengetahui seberapa dalam dan luas pengetahuan serta seberapa dalam penguasaan kemampuan siswa yang telah diberikan, guru memberikan evaluasi atau tes tentang membaca. Melalui tes membaca dapat diketahui lancar tidaknya kemampuan siswa dalam membaca permulaan. Pembelajaran pendidikan Bahasa Indonesia masih terlalu jauh dari harapan tersebut di atas. Terlebih dalam hal membaca permulaan. Membaca permulaan boleh dikatakan bahwa siswa kelas II SD Negeri Senden Kecamatan Selo Kabupaten Boyolali belum semuanya sudah bisa membaca permulaan. Kenyataan yang ada di SD Negeri Senden sesuai dengan pengamatan penulis pada beberapa tahun terakhir masih banyak siswa yang nilai ulangan, tugas membaca permulaan belum dapat memenuhi ketentuan yang telah ditetapkan oleh Sekolah (Kriteria Ketuntasan Minimal / KKM) yaitu sebesar 6,5 atau 65. Kenyataan tersebut dapat penulis paparkan data nilai siswa khusus kelas II SD Negeri Senden tahun pelajaran 2008/2009 tentang kemampuan membaca permulaan dengan jumlah siswa L = 12 siswa P = 9 siswa sedang KKM yang ditetapkan untuk kelas II adalah 6,5 atau 65 sebagai berikut:
4
Tabel 1. Nilai Kemampuan Membaca Permulaan Siswa Kelas II Semester I SD Negeri Senden Tahun Pelajaran 2008/2009. No 1
Nilai > 80
Jumlah Siswa 0
2
65 – 79
3 4
Kriteria Sangat baik
Keterangan Tuntas
4
Baik
Tuntas
50 – 64
10
Cukup
Belum tuntas
≤ 49
7
Kurang
Belum tuntas
Tabel 2. Nilai Kemampuan Membaca Permulaan Siswa Kelas II Semester II SD Negeri Senden Tahun Pelajaran 2008/2009 KKM 6,5 atau 65. No
Nilai
Jumlah Siswa
Kriteria
Keterangan
1
> 80
8
Sangat baik
Tuntas
2
65 – 79
4
Baik
Tuntas
3
50 – 64
5
Cukup
Belum tuntas
4
≤ 49
4
Kurang
Belum tuntas
Berdasarkan tabel nilai membaca permulaan (tabel 1 dan 2), dapat disimpulkan bahwa kemampuan membaca permulaan siswa kelas II SD Negeri Senden masih sangat kurang, karena belum dapat memenuhi KKM 65 yang telah ditentukan SD Negeri Senden secara keseluruhan. Berarti masih menunjukkan 9 siswa (43%) yang belum bisa mencapai KKM. Membaca permulaan sangat penting bagi setiap siswa, karena dengan siswa mampu membaca permulaan, akan dapat menguasai semua mata pelajaran yang diajarkan oleh guru pada siswa di sekolah. Dengan berdasar pada uraian tersebut di atas maka perlu segeralah di SD Negeri Senden di tangani tentang peningkatan kemampuan belajar membaca permulaan dengan menggunakan pias-pias kata dan diadakan pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Penelitian tindakan kelas yang segera akan dilaksanakan peneliti adalah Peningkatan Kemampuan Membaca Permulaan dengan Pias-Pias Kata pada Siswa
5
Kelas II SD, khususnya pada SD Negeri Senden Kecamatan Selo Kabupaten Boyolali Tahun Pelajaran 2009/2010. Membaca permulaan merupakan tahap awal yaitu sejak siswa masuk sekolah dasar pada kelas I dan kelas II. Kemampuan membaca permulaan merupakan dasar untuk menguasai berbagai mata pelajaran. Kemampuan membaca permulaan akan sangat berpengaruh terhadap membaca lanjut. Apabila dasar itu tidak kuat, siswa akan mengalami kesulitan untuk dapat memiliki kemampuan membaca yang memadai.
B. Rumusan Masalah Apakah dengan pias-pias kata dapat meningkatkan kemampuan membaca permulaan pada siswa kelas II SD Negeri Senden Kecamatan Selo Kabupaten Boyolali Tahun Pelajaran 2009/2010?
C. Tujuan Penelitian Berdasarkan masalah yang telah dirumuskan, tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah: Untuk mengetahui apakah dengan pias-pias kata dapat meningkatkan kemampuan membaca permulaan pada siswa kelas II SD Negeri Senden Kecamatan Selo Kabupaten Boyolali Tahun Pelajaran 2009/2010.
D. Manfaat Penelitian Dari hasil penelitian tindakan kelas ini, diharapkan dapat memberikan manfanfaat sebagai berikut: 1. Manfaat Teoretis a. Dapat meningkatkan kualitas pembelajaran. b. Sebagai bahan referensi penelitian selajutnya. c. Dapat memberikan sumbangan kepada dunia pendidikan dalam pengajaran Bahasa Indonesia pada kemampuan membaca permulaan.
6
2. Manfaat Praktis a. Bagi Guru Bermanfaat menemukan solusi untuk meningkatkan kemampuan membaca permulaan pada siswa kelas II SD. b. Bagi Siswa Meningkatnya memotivasi siswa dalam belajar Bahasa Indonesia khususnya membaca permulaan. c. Bagi Lembaga Memberi masukan kepada guru dan Kepala Sekolah betapa pentingnya peningkatan kemampuan membaca permulaan untuk siswa kelas II SD.
7
BAB II LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka 1. Hakikat Kemampuan Membaca Permulaan a. Pengertian Kemampuan Menurut Nurhasanah (2007: 423) mampu artinya kuasa (bisa, sanggup) melakukan sesuatu; sedangkan kemampuan artinya kesanggupan; kecakapan; kekuatan. Menurut Poerwadarminta (2007: 742) mampu artimnya kuasa (sanggup melakukan sesuatu); sedangkan kemampuan artinya kesanggupan; kecakapan; kekuatan. Dari pengertian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa yang dimaksud kemampuan adalah kesanggupan melakukan seuatu yang dilakukan oleh siswa dengan jalan keuletan dari sesuatu kegiatan yang telah dikerjakan secara individu. b. Pengertian Membaca Di dalam Reading the Media Source: Internet Book watch (July 2007) (216 words) From Expanded Academic ASAP (http://find.galegroup.com/ips/ start.co?prodid=IPS) disebutkan bahwa: Reading the media is an excellent Source for devising one’s own media literacy curriculum, and why media literacy mat ters. (Membaca merupakan sumber yang bagus dalam memikirkan/menentukan Kemampuan membaca seseorang dan mengapa kemampuan membaca tersebut berarti. Mempersiapkan anak untuk belajar, menurut Lerner dalam St. Y. Slamet (2006: 159) membaca bukan hanya mengucapkan bahasa tulis tetapi juga memahami maknanya. Kemampuan membaca merupakan dasar untuk menguasai berbagai bidang studi. Jika anak pada usia sekolah permulaan tidak segera memiliki kemampuan membaca, maka anak mengalami banyak kesulitan dalam mempelajari berbagai bidang studi pada kelas-kelas berikutnya. Ada lima tahapan perkembangan membaca, yaitu (1) kesiapan 7
8
membaca, (2) membaca permulaan, (3) keterampilan membaca cepat, (4) membaca luas, dan (5) membaca yang sesungguhnya. Oleh karena itu, anak harus belajar membaca agar ia dapat belajar. Kemampuan membaca merupakan suatu kemampuan untuk memahami informasi atau wacana yang disampaikan pihak lain melalui tulisan. Kemampuan
membaca
tidak
hanya
memungkinkan
seseorang
meningkatkan keterampilan kerja dan penguasaan berbagai bidang akademik, tetapi juga memungkinkan berpartisipasi dalam kehidupan sosial budaya, politik dan memenuhi kebutuhan emosional. Membaca juga bermanfaat untuk rekreasi atau memperoleh kesenangan. Menurut A.S. Broto dalam Mulyono Abdurrahman (2003: 200) mengemukakan bahwa membaca bukan hanya mengucapkan bahasa tulisan atau lambang bunyi bahasa, melainkan juga menanggapi dan memahami isi bahasa tulisan. Dengan demikian, membaca pada hakikatnya merupakan suatu bentuk komunikasi tulis. Soedarso dalam Mulyono Abdurrahman (2003:200) mengemukakan bahwa membaca merupakan aktivitas kompleks yang memerlukan sejumlah besar tindakan terpisah-pisah, mencakup penggunaan pengertian, khayalan, pengamatan, dan ingatan. Manusia tidak mungkin dapat membaca tanpa menggerakkan mata dan menggunakan pikiran. Bond dalam Mulyono Abdurrahman (2003: 200) mengemukakan bahwa membaca merupakan pengenalan simbol-simbol bahasa tulis yang merupakan stimulus yang membantu proses mengingat tentang apa yang dibaca, untuk membangun suatu pengertian melalui pengalaman yang telah dimiliki. c. Pengertian Membaca Permulaan Membaca permulaan adalah membaca yang dititik beratkan pada aspekaspek yang bersifat teknis seperti ketepatan menyuarakan tulisan, lafal dan intonasi yang wajar, kelancaran dan kejelasan suara. Membaca permulaan diberikan secara bertahap yakni pra membaca dan membaca. Pada tahap pra membaca kepada siswa diajarkan (1) sikap duduk
9
yang baik pada waktu membaca, (2) cara meletakkan buku dimeja, (3) cara memegang buku, (4) cara membuka dan membalik halaman buku dan (5) melihat dan memperhatikan tulisan. Pembelajaran membaca di kelas I dan kelas II merupakan pembelajaran membaca tahap awal kemampuan membaca yang diperoleh siswa di kelas I dan kelas II tersebut akan menjadi dasar pembelajaran membaca di kelas berikutnya. Jadi ada dua jenis membaca di sekolah dasar yaitu membaca permulaan yang dilaksanakan di kelas I dan kelas II, sedangkan membaca lanjut dilaksanakan di kelas tinggi atau kelas III, IV, V, dan VI. Kemampuan membaca yang diperoleh pada membaca permulaan akan sangat
berpengaruh
terhadap
kemampuan
membaca
lanjut.
Sebagai
kemampuan yang mendasari kemampuan berikutnya, maka kemampuan membaca permulaan benar-benar memerlukan perhatian guru. Sebab jika dasar itu tidak kuat, pada tahap membaca lancar, siswa akan mengalami kesulitan untuk dapat memiliki kemampuan membaca yang memadai. d. Pengertian Bahasa Indonesia Bahasa adalah salah satu alat komunikasi. Melalui bahasa manusia dapat saling berhubungan (berkomunikasi), saling berbagi pengalaman, saling belajar dari yang lain, dan meningkatkan kemampuan intelektual. Pelajaran Bahasa Indonesia adalah program untuk mengembangkan pengetahuan, keterampilan berbahasa. Kedudukan Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional, bahasa resmi negara. Fungsi Bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar di setiap lembagalembaga pendidikan, sebagai pemersatu bangsa, sebagai alat perhubungan di tingkat nasional, sebagai alat untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hakikat bahasa merupakan salah satu kemampuan terpenting manusia yang memungkinkan seseorang unggul atas makhluk-makhluk lain di muka bumi. Bahasa merupakan suatu sistem komunikasi yang terintegrasi, mencakup bahasa ujaran, membaca dan menulis.
10
Menurut Owens dalam Mulyono Abdurrahman, (2003: 183) disebutkan bahwa: Bahasa merupakan kode atau system konvensional yang disepakati secara sosial untuk menyajikan berbagai pengertian melalui penggunaan simbol-simbol sembarang dan tersusun berdasarkan aturan yang telah ditentukan. Bahasa memiliki cakupan yang luas (bahasa isyarat, kode morse, bahasa ujaran, bahasa tulis) sedangkan wicara hanya merupakan makna verbal dari penyampaian bahasa. Ekspresi bahasa memiliki enam komponen, yaitu (1) fonem, (2) morfem, (3) sintaksis, (4) semantic, (5) prosodi, dan (6) pragmatic. Menurut Gorys Keraf dalam Mulyono Abdurrahman (2003: 183) fonem adalah satuan bahasa terkecil dari bunyi ujaran yang dapat membedakan arti. Contohnya adalah fonem l dan r pada kata “laga” dan “raga” yang membedakan arti dari kedua kata tersebut. Menurut Lovitt dalam Mulyono Abdurrahman (2003: 183) morfem merupakan unit terkecil dari bahasa yang mengandung makna. Contoh kata “unnatural” yang terdiri dari dua morfem “un” dan “natural”. Dalam bahasa Inggris, “un, re, de” dinamakan prefiks atau disebut pembubuh depan (Parera, 1990: 19), sedangkan Gorys Keraf dalam Mulyono Abdurrahman, (2003: 183) menyebutkan awalan. Menurut kedua ahli tersebut, prefiks atau pembubuh depan atau awalan disebut morfem terikat. Dalam kata “unnatural” terdiri dari dua macam morfem, “un” sebagai mofem terikat sedangkan “natural” sebagai morfem bebas atau kata dasar. Dalam bahasa Indonesia dikenal adanya empat morfem terikat, yaitu: 1) Prefiks atau awalan (misalnya ber, me) 2) Infiks atau sisipan (misalnya el, er, em) 3) Sufiks atau akhiran (misalnya kan, an) 4) Konfiks atau yang merupakan gabungan dari dua atau tiga morfem terikat yang lain. Morfem bebas atau morfem dasar dalam bahasa Indonesia juga kata dasar, sedangkan morfem terikat disebut imbuhan. Morfem adalah suatu kesatuan yang ikut serta dalam pembentukan kata yang dapat membedakan arti. Contoh dari kata dasar adalah “jalan” yang artinya berubah jika diberi awalan “per” dan akhiran “an” sehingga menjadi “perjalanan”.
11
Sintaksis berkenaan dengan tata bahasa, yaitu bagaimana kata-kata disusun untuk membentuk kalimat. Menurut Keraf, sintaksis membicarakan frasa, klausa dan kalimat. Frasa adalah satu konstruksi yang terdiri dari dua kata atau lebih yang membentuk satu kesalahan. Contoh frasa adalah “rumah makan” yang artinya tempat. Klausa merupakan suatu konstruksi yang di dalamnya terdapat beberapa kata yang mengandung hubungan fungsional, dalam tata bahasa dikenal dengan pengertian subjek, predikat, objek dan keterangan. Contoh satu klausa adalah “ibu menanak nasi”. Contoh dua klausa adalah “ketika ibu menanak nasi, adik menggambar gelas di dekatnya”. Prosodi berkenaan dengan penggunaan irama yang layak, intonasi dan tekanan pola-pola bahasa. Menurut Lovitt dalam Mulyono Abdurrahman, (2003: 185), prosodi memiliki fungsi yang sama dengan penggunaan tanda baca dalam bahasa tulis. Pragmatik berkenaan dengan cara menggunakan bahasa dalam situasi sosial yang sesuai. Dalam kehidupan sehari-hari, orang akan mengubah cara berbicara sesuai dengan yang diajak bicara, tujuan bicara dan berbagai faktor lain. Pada saat berbicara dengan orang yang lebih tua akan menggunakan cara yang berbeda dengan saat berbicara dengan orang yang lebih muda, begitu pula cara berbicara dengan atasan akan berbeda dengan cara berbicara dengan bawahan. Huruf atau abjad dalam bahasa Indonesia ada dua puluh enam abjad, yang terdiri dari vocal (a, i, u, e, o), dan konsonan (b, c, d, f, g, h, j, k, l, m, n, p, q, r, s, t, v, w, x, y, z). e. Metode Pembelajaran Membaca Permulaan Menurut Mulyani Sumantri dan Johar Permana (2001: 134) metode adalah merupakan cara-cara yang ditempuh guru untuk menciptakan situasi pengajaran yang benar-benar menyenangkan dan mendukung bagi kelancaran proses belajar dan tercapainya prestasi belajar anak yang memuaskan. Menurut Darmiyati Zuchdi dan Budiasih (2001: 34) mengemukakan bahwa metode pembelajaran bahasa ialah rencana pembelajaran bahasa, yang
12
mencakup pemilihan, penentuan, dan penyusunan secara sistematis bahan yang akan diajarkan, serta kemungkinan pengadaan remidi dan bagaimana pengembangannya. Sedangkan menurut Winarno Surakhmad (1984: 96) menyatakan bahwa metode adalah cara, yang di dalam fungsinya merupakan alat untuk mencapai suatu tujuan. Hal ini berlaku bagi guru maupun siswa. Makin baik metode itu, makin efektif pula pencapaian tujuan. Dari beberapa di atas dapat diambil kesimpulan bahwa metode adalah cara yang ditempuh oleh guru dalam menyampaikan pembelajaran secara sistematis untuk mencapai suatu tujuan. Untuk mencapai tujuan pembelajaran yang baik maka perlu adanya pemilihan metode yang tepat atau sesuai dengan bahan atau materi pelajaran yang akan disampaikan, sehingga bahan ajar tersebut mudah diserap, dipahami, dan dikuasai siswa. Akhadiah dalam Darmiyati Zuchdi dan Budiasih, (2001: 61-66), bahwa dalam pembelajaran membaca permulaan, ada beberapa metode yang dapat digunakan antara lain: 1) metode abjad, 2) metode bunyi, 3) metode kupas rangkai suku kata, 4) metode kata lembaga, 5) metode global, dan 6) metode Struktural Analitik Sistetik (SAS). Berikut akan dijelaskan beberapa metode dalam pembelajaran membaca permulaan: 1) Metode Abjad dan Metode Bunyi Dalam penerapannya, kedua metode tersebut sering menggunakan kata lepas. Misalnya : a) Metode abjad (dalam mengucapkan huruf-hurufnya sesuai dengan abjad “a”, “be”, “ce”, “de”, dan seterusnya). Contoh: bo – bo bobo b) Metode bunyi (dalam mengucapkan huruf-huufnya sesuai dengan bunyinyaa, beh, ceh, deh, dan seterusnya).
13
Contoh: bo – bo beh – o – bo
beh – o – bo
bobo Perbedaan antara metode abjad dan metode bunyi terletak pada pengucapan huruf. 2) Metode Kupas Rangkai Suku Kata dan Metode Kata Lembaga Kedua metode ini dalam penerapannya menggunakan cara mengurai dan merangkaikan. a) Metode Kupas Rangkai Suku Kata Penerapannya guru menggunakan langkah-langkah sebagai berikut: (1) Guru mengenalkan huruf kepada siswa (2) Merangkaikan suku kata menjadi huruf (3) Menggabungkan huruf menjadi suku kata. Misalnya : ma – ta m–a–t–a ma – ta b) Metode Kata Lembaga Penerapannya menggunakan langkah-langkah sebagai berikut : (1) Membaca kata yang sudah dikenal siswa (2) Menguraikan kata menjadi suku kata (3) Menguraikan suku kata menjadi huruf (4) Menggabungkan huruf menjadi suku kata (5) Menggabungkan suku kata menjadi kata Misalnya :
bola bo b
–
– o
la
bo
– – bola
l – a la
14
3) Metode Global Dalam
penerapannya
menggunakan
langkah-langkah
sebagai
berikut: a) Mengkaji salah satu kata b) Menguraikan huruf menjadi suku kata c) Menguraikan suku kata menjadi huruf d) Menggabungkan huruf menjadi suku kata e) Merangkai suku kata menjadi kata f) Merangkai kata menjadi kalimat Misalnya :
andi bermain catur bermain ber – ma – in b–e–r–m–a–i–n ber – ma – in bermain andi bermain catur
4) Metode SAS (Struktural Analitik Sintetik) Menurut Momo dalam Darmiyati Zuchdi dan Budiasih (2001: 63-66) dalam pelaksanaannya, metode ini dibagi dalam dua tahap yakni: a) tanpa buku, dan b) menggunakan buku. Pada tahap tanpa buku, pembelajarannya dilaksanakan dengan cara sebagai berikut: a) Merekam bahasa siswa Bahasa yang digunakan oleh siswa dalam percakapan, direkam untuk digunakan sebagai bahan bacaan. b) Menampilkan gambar sambil bercerita Guru memperlihatkan gambar kepada siswa, sambil bercerita sesuai dengan gambar tersebut. Misalnya :
ini budi budi duduk di kursi budi sedang belajar menulis
15
Kalimat tersebut ditulis di papan tulis dan digunakan sebagai bahan cerita. c) Membaca Gambar Misalnya: guru memperlihatkan gambar seorang ibu yang sedang memegang sapu, sambil mengucapkan kalimat, “ini ibu ani”. d) Membaca gambar dengan kartu kalimat Setelah siswa dapat membaca tulisan di bawah gambar, guru menempatkan kartu kalimat di bawah gambar. Untuk memudahkan pelaksanaan dapat digunakan media berupa papan flannel, kartu kalimat, kartu kata, kartu huruf dan kartu gambar. Dengan menggunakan media tersebut untuk menguraikan dan menggabungkan akan lebih mudah. e) Membaca kalimat secara Struktural (S) Setelah siswa dapat membaca tulisan di bawah gambar, gambar dikurangi sehingga siswa dapat membaca tanpa dibantu dengan gambar. Dengan dihilangkannya gambar maka yang dibaca siswa adalah kalimat (tulisan). Misalnya :
ini bola ini bola budi ini bola amir
f) Proses Analitik (A) Sesudah siswa dapat membaca kalimat, mulailah menganalisis kalimat menjadi kata, kata menjadi suku kata, suku kata menjadi huruf. Misalnya :
ini bola ini – bola i – ni – bo – la
i–n–i–b–o–l–a g) Proses Sintetik (S) Setelah siswa mengenal huruf-huruf dalam kalimat, huruf itu dirangkai lagi menjadi suku kata, suku kata menjadi kata, kata menjadi kalimat seperti semula.
16
Misalnya :
i–n–i–b–o–l–a i – ni – bo – la ini – bola ini bola
Secara utuh proses SAS tersebut sebagai berikut : ini bola ini – bola i – ni – bo – la i–n–i–b–o–l–a i – ni – bo – la ini – bola ini bola Dari berbagai metode di atas, tidak ada satu metode yang paling baik. Semua metode mempunyai kelebihan dan kekurangan. Di dalam pembelajaran, guru harus mampu memilih dan menggunakan metode sesuai dengan bahan atau materi pembelajaran yang akan disampaikan kepada siswa. 2. Tinjauan Tentang Alat Peraga a. Pengertian Alat Peraga Alat peraga dalam mengajar memegang peranan penting sebagai alat bantu untuk menciptakan proses belajar mengajar yang efektif. Setiap proses belajar mengajar ditandai dengan adanya beberapa unsur antara lain : tujuan, bahan, metode, dan alat serta evaluasi. Unsur alat dan metode merupakan unsur yang tidak bisa dilepaskan dari unsur lainnya yang berfungsi sebagai cara atau teknik untuk mengantarkan bahan pelajaran agar sampai pada tujuan. Dalam pencapaian tujuan tersebut, peranan alat bantu atau alat peraga memegang peranan yang penting sebab dengan adanya alat peraga, bahan pelajaran dapat dengan mudah dipahami oleh siswa. Pengertian alat peraga menurut Oemar Hamalik (2003: 51), bahwa alat bantu belajar disebut juga alat peraga atau media belajar merupakan semua alat
17
yang dapat digunakan untuk membantu siswa melakukan perbuatan belajar, sehingga kegiatan belajar menjadi lebih efisien dan efektif. Dengan bantuan berbagai alat, maka pelajaran akan lebih menarik, menjadi konkrit, mudah dipahami, dan hasil belajar lebih bermakna. Menurut Mulyani Sumantri dan Johar Permana (2001: 152), bahwa alat peraga merupakan alat pembantu pengajaran yang mudah memberi pengertian kepada peserta didik. Sedangkan menurut Aristo Rahadi (2003: 10), alat peraga adalah alat (benda) yang digunakan untuk memperagakan fakta, konsep, prinsip atau prosedur tertentu agar tampak lebih nyata atau konkrit. Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan alat peraga adalah merupakan alat bantu yang digunakan oleh guru dalam menyampaikan proses belajar mengajar agar lebih mudah dipahami oleh siswa sehingga proses belajar lebih konkrit, efisien dan efektif dalam mencapai tujuan pendidikan. b. Jenis-jenis Alat Peraga Menurut Rukidi (1996: 101) jenis-jenis atau macam-macam alat peraga dibedakan menjadi: 1) Alat peraga dua dimensi adalah alat peraga yang mempunyai ukuran panjang dan lebar. Misalnya: bagan, grafik, poster dan sebagainya. 2) Alat peraga tiga dimensi adalah alat peraga yang mempunyai ukuran panjang lebar dan tinggi. Misalnya: peta dasar, peta timbul, globe, papan tulis. 3) Alat peraga yang diproyeksikan adalah alat peraga yang menggunakan proyektor sehingga gambar nampak pada layar. Misalnya: film, slide, film strip, overhead proyektor. c. Tujuan Penggunaan Alat Peraga Menurut Mulyani Sumantri dan Johar Permana (2001: 153), bahwa tujuan penggunaan alat peraga atau media pengajaran adalah sebagai berikut:
18
1) Memberikan kemudahan kepada peserta didik untuk lebih memahami konsep, prinsip, sikap, dan keterampilan. 2) Memberikan pengalaman belajar yang berbeda dan bervariasi sehingga lebih merangsang minat peserta didik untuk belajar. 3) Menumbuhkan sikap dan keterampilan tertentu dalam teknologi sehingga peserta didik tertarik untuk menggunakan media atau alat tersebut. 4) Menciptakan situasi belajar yang tidak dapat dilupakan peserta didik. d. Fungsi Alat Peraga Di samping tujuan di atas, alat peraga juga mempunyai fungsi sebagai berikut: 1) Sebagai alat bantu untuk mewujudkan situasi belajar mengajar yang efektif. 2) Bagian integral dari keseluruhan situasi mengajar. 3) Meletakkan dasar yang konkrit dan konsep yang abstrak sehingga dapat mengurangi pemahaman yang bersifat verbalisme. 4) Membangkitkan motivasi belajar siswa. 5) Mempertinggi mutu belajar mengajar. Di samping tujuan, fungsi di atas penggunaan alat peraga dalam proses belajar mengajar juga mempunyai nilai-nilai. Adapun nilai alat peraga dalam pendidikan adalah sebagai berikut: 1) Dengan peragaan dapat meletakan dasar-dasar yang nyata dalam berpikir. 2) Dapat memperbesar minat dan perhatian siswa dalam belajar. 3) Dapat meletakkan dasar untuk perkembangan belajar sehingga hasil belajar betambah mantap. 4) Memberikan pengalaman yang nyata dan dapat menumbuhkan kegiatan berusaha sendiri. 5) Memberikan pengalaman belajar yang lebih sempurna. e. Penggunaan Alat Peraga Pias-Pias Kata Di dalam Source: Internet Bookwatch (July 2007) (216 words) From Expanded
Academic
(http://find.galegroup.com/ips/
start.co?prodid=IPS)
disebutkan bahwa Making informed choices, Questioning texts, composing and
19
sharing ideas using various symbol systems, tools and technologies, and fully engaging in the practices of citizenship, these are keis dimensions of literacy in an information aqe (Membuat pilihan-pilihan informasi, teks yang ada pertanyaan, menyusun dan menyampaikan ide-ide dengan menggunakan bermacam-macam sistem simbol, peralatan-peralatan dan teknologi dan latihan, merupakan dimensi kunci dalam kemampuan membaca). Di dalam proses belajar mengajar alat peraga, alat bantu atau media pengajaran memegang peranan penting untuk mencapai tujuan pembelajaran. Alat peraga merupakan sarana yang penting dan sangat diperlukan dalam mencapai tujuan atau keberhasilan proses belajar mengajar. Guru hendaknya mampu
menyusun,
merencanakan,
mempersiapkan,
memilih
dan
menggunakan alat dan perlengkapan dalam pengajaran bahasa Indonesia. Sebelum memutuskan untuk menggunakan media atau alat peraga tertentu, terlebih dahulu guru perlu memahami karakteristik dari alat tersebut dan mampu memilih serta menggunakan alat tersebut. Penggunaan dan pemilihan alat peraga harus disesuaikan dengan: 1) Tujuan pengajaran dan bahan pengajaran yang akan disampaikan 2) Tingkat perkembangan siswa 3) Kemampuan guru 4) Situasi dan kondisi atau pada waktu, tempat dan situasi yang tepat 5) Memahami karakteristik dari alat peraga itu sendiri. Seperti telah diuraikan di atas, penggunaan alat peraga harus disesuaikan dengan bahan atau pokok bahasan yang akan disampaikan. Di dalam pembelajaran bahasa Indonesia khususnya membaca permulaan yang diberikan di kelas satu dan kelas dua Sekolah Dasar, lebih tepat jika guru memilih dan menggunakan alat peraga pias-pias kata atau kartu huruf. Alat peraga pias-pias kata dalam pembelajaran bahasa Indonesia dapat memberikan pengalaman konkrit, meningkatkan motivasi belajar siswa dan mempertinggi daya serap serta siswa dapat memusatkan perhatiannya dalam belajar. Melalui penggunaan alat peraga pias-pias kata diharapkan taraf kesukaran dan kompleksitas dari pelajaran bahasa Indonesia dapat memberi
20
pengaruh yang cukup besar terhadap proses belajar sehingga hasil atau prestasi belajar akan lebih baik. Penggunaan pias-pias kata bagi kelas II meliputi: 1) Sejak awal tahun pelajaran kelas II sudah mulai paragraph (15 sampai 20 baris) maka dalam membaca dengan lafal dan intonasi yang tepat dan wajar. 2) Kalimat-kalimat sederhana (untuk dipahami isinya) bahan diambil dari buku-buku pelajaran yang ada kaitannya dengan mata pelajaran IPA, IPS, Matematika. a) Menggabungkan 2 atau 3 kata menjadi kalimat sederhana merah
-
berhenti
=
merah berhenti
kuning
-
hati-hati
=
kuning hati-hati
hijau
-
berjalan
=
hijau berjalan
b) Pias kalimat digabungkan menjadi bacaan sederhana 1.
Lingkunganku
2.
Lingkunganku dahulu rindang
3.
Anak-anak sangat senang
4.
Bermain di tanah lapang
5.
Lingkunganku kini gersang
6.
Pohon-pohon ditebang
B. Penelitian yang Relevan Penelitian yang dipandang relevan dengan penelitian ini adalah: Penelitian yang dilakukan oleh Sukiyem Sri Yunanik (2007) Penelitian tentang Peningkatan Prestasi Belajar Membaca Permulaan Melalui Penggunaan Alat Peraga Pias-pias Kata pada Siswa Kelas I SD Negeri Rembun I Kecamatan Nogosari Kabupaten Boyolali. Hasil penelitian ini menunjukkan pembelajaran yang menggunakan alat peraga kartu huruf atau kartu kata (Pias-pias Kata) dengan hasil baik pias-pias kata dapat meningkatkan prestasi belajar membaca permulaan di kelas I SD.
21
C. Kerangka Berpikir Proses pembelajaran pada kondisi awal pembelajaran lebih berpusat pada guru, siswa enggan atau malas belajar membaca sehingga diperoleh kemampuan membaca permulaan rendah Untuk meningkatkan kemampuan membaca permulaan, insiatif yang ditempuh guru dengan melakukan inovasi pembelajaran, yaitu guru menggunakan alat peraga pias-pias kata, guru memberi motivasi belajar kepada siswa, dan guru uru memberi penjelasan tentang cara belajar membaca dengan pias-pias kata. Penggunaan alat peraga secara tepat dan menarik, membuat siswa termotivasi untuk belajar dan apa yang telah diterimanya akan lebih melekat dalam ingatan untuk meningkatkan kemampuan belajarnya. Dari hasil tindakan diharapkan diperoleh kemampuan membaca permulaan siswa kelas dua meningkat dan siswa lebih senang dan terlatih untuk belajar membaca lancar. Berdasarkan kajian teoritik yang telah diuraikan sebelumnya diperoleh alur kerangka berpikir yang dapat digambarkan dalam bentuk bagan 1.
Kondisi Awal
Tindakan
Kondisi Akhir
1. Pembelajaran lebih berpusat pada guru 2. Siswa enggan atau malas belajar membaca 3. Kemampuan membaca permulaan rendah 1. Guru menggunakan alat peraga pias-pias kata 2. Guru memberi motivasi belajar kepada siswa 3. Guru memberi penjelasan tentang cara belajar membaca dengan pias-pias kata 1. Kemampuan membaca permulaan siswa kelas dua meningkat 2. Siswa lebih senang dan terlatih untuk belajar membaca lancar
Bagan 1. Kerangka Berfikir
22
D. Hipotesis Berdasarkan landasan teori dan kerangka pemikiran, maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian tindakan kelas sebagai berikut: jika pembelajaran menggunakan pias-pias kata maka kemampuan membaca permulaan siswa kelas II SD Negeri Senden Kecamatan Selo Kabupaten Boyolali Tahun Pelajaran 2009/2010 akan meningkat.
23
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Pelaksanaan Tempat penelitian ini berlokasi di SD Negeri Senden Kecamatan Selo Kabupaten Boyolali. Penelitian ini dilaksanakan di kelas II SD Negeri Senden Kecamatan Selo Kabupaten Boyolali pada tahun pelajaran 2009/2010. Sekolah ini berada di lingkup Kecamatan Selo dengan jumlah siswa seluruhnya 106 orang yang terdiri dari 16 siswa kelas I, 15 siswa kelas II, 20 siswa kelas III, 25 siswa kelas IV, 16 siswa kelas V, 16 siswa kelas VI. Staf pengajar terdiri dari 7 guru, 1 guru honorer, 1 penjaga, 1 kepala sekolah. Penelitian ini dilaksanakan di SD Negeri Senden Kecamatan Selo Kabupaten Boyolali dengan dasar pertimbangan: a. Belajar membaca permulaan di kelas II masih rendah b. Efisien biaya c. Efisien waktu d. Tenaga pengajar cukup e. SD Negeri Senden belum pernah diadakan penelitian tindakan kelas.
2. Waktu Penelitian Waktu penelitian ini dilaksanakan pada semester I tahun pelajaran 2009/2010 yaitu mulai Agustus 2009 sampai dengan Desember 2009. Untuk lebih jelasnya mengenai jadwal penelitian tindakan kelas dapat disajikan dalam bentuk tabel jadwal kegiatan dapat dilihat pada tabel 3.
24
Tabel 3. Jadwal Kegiatan Penelitian
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Kegiatan Penelitian
Agustus 1 2 3 4
September 1 2 3 4
Bulan Oktober Nopember Desember 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 5
Persiapan Koordinasi Pengumpulan data dan sumber Perencanaan tindakan Pelaksanaan Siklus I Pelaksanaan Siklus II Pelaksanaan Siklus III Penyusunan Laporan Ujian Skripsi Revisi Penggandaan Skripsi Penyerahan Skripsi
B. Bentuk dan Strategi Penelitian 1. Bentuk Penelitian Berdasarkan
masalah
yang diajukan
dalam
penelitian
ini lebih
menekankan pada masalah proses membaca permulaan, maka jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas. Dengan menggunakan jenis penelitian ini, peneliti berharap akan mendapat informasi yang sebanyak-banyaknya untuk meningkatkan praktik pembelajaran di dalam kelas secara professional. 2. Strategi Penelitian Dalam penelitian ini menggunakan strategi tindakan kelas model siklus karena objek penelitian hanya satu sekolah (SD). Menurut Kurt Lewin (2003: 17) rancangan penelitiannya sebagai berikut:
25
a. Perencanaan Kegiatan ini meliputi: 1) Membuat perencanaan pengajaran. 2) Mempersiapkan alat peraga. 3) Membuat lembar observasi. 4) Mendesain alat evaluasi. b. Pelaksanaan Tindakan Kegiatan yang dilaksanakan dalam tahapan ini adalah melaksanakan kegiatan pembelajaran sebagaimana yang telah direncanakan. c. Observasi Observasi ini dilakukan untuk mengamati secara langsung proses dan dampak pembelajaran yang diperlukan untuk menata langkah-langkah perbaikan agar lebih efektif dan efisien. Observasi dipusatkan pada proses dan hasil tindakan pembelajaran beserta peristiwa-peristiwa yang melingkupinya. Langkahlangkah observasi meliputi: (1) perencanaan, (2) pelaksanaan observasi kelas, dan (3) pembahasan balikan. Pada tahap perencanaan, diperhatikan mengenai urutan kegiatan observasi dan penyamaan persepsi antara pengamat dan yang diamati mengenai fokus, kriteria, atau kerangka pikir interpretasi, di samping teknik observasi yang akan dilakukan. Pada tahap pelaksanaan observasi kelas, peneliti mengamati proses pembelajaran dan mengumpulkan data mengenai segala sesuatu yang terjadi pada proses pembelajaran, baik yang terjadi pada guru, siswa maupun situasi kelas. Pada tahap diskusi balikan, membahas hasil pengamatan selama observasi dalam situasi yang saling mendukung (mutually supportive). Dalam tahap observasi dilaksanakan observasi langsung terhadap proses pembelajaran dengan menggunakan lembar observasi yang telah dipersiapkan. Langkah-langkah tersebut dapat diilustrasikan dalam bagan 2.:
26
Perencanaan
Tindakan
Refleksi
Observasi Bagan 2. Langkah-langkah Observasi d. Refleksi Dalam tahap ini, data-data yang diperoleh melalui observasi dikumpulkan dan dianalisis guna mengetahui seberapa jauh tindakan telah membawa perubahan apa dan bagaimana perubahan terjadi.
C. Subjek Penelitian Sebagai subjek penelitian adalah siswa kelas II SD Negeri Senden Kecamatan Selo Kabupaten Boyolali Tahun pelajaran 2009/2010 pada semester 1 terdiri dari L : 8 P : 7 yang berjumlah 15 siswa. Diutamakan pengenalan huruf dan cara mengucap yang benar.
D. Sumber Data Data atau informasi yang penting untuk dikumpulkan dan dikaji dalam penelitian ini adalah data kualitatif. Informasi tersebut akan digali dari berbagai sumber data dan jenis data yang dapat dimanfaatkan dalam penelitian ini meliputi: 1. Hasil pengamatan pelaksanaan kegiatan pembelajaran. 2. Informan (guru) dan Siswa kelas II SD Negeri Senden Kecamatan Selo Kabupaten Boyolali 3. Arsip nilai (Dokumen)
27
E. Teknik Pengumpulan Data Sesuai dengan penelitian juga sumber data yang dimanfaatkan, maka teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1.
Wawancara Wawancara jenis ini bersifat terbuka, tidak terstruktur ketat, tidak dalam suasana formal dan dapat dilakukan berulang-ulang pada informasi yang sama. Dengan wawancara yang mendalam peneliti akan memperoleh informasi yang rinci dan mendalam tentang keterampilan membaca permulaan. Teknik wawancara ini akan dilaksanakan pada semua siswa kelas II SD Negeri Senden.
2.
Observasi Langsung Observasi yang dilakukan peneliti selama proses pembelajaran berlangsung adalah observasi partisipatif agar hasilnya seobjektif mungkin. Observasi ini untuk mengamati siswa yang belajar membaca dengan menggunakan alat peraga pias-pias kata.
3.
Tes Untuk mengetahui adanya peningkatan kemampuan membaca permulaan.
F. Validitas Data Untuk menjamin dan mengembangkan validitas data yang akan dikumpulkan dalam penelitian teknik pengembangan validitas data yang akan dikumpulkan dalam penelitian teknik kualitatif yaitu teknik trianggulasi. Adapun trianggulasi yang digunakan peneliti adalah: trianggulasi data (sumber) yaitu mengumpulkan data yang sejenis dari sumber data yang berbeda. Teknik trianggulasi data diharapkan dapat memberikan inspirasi yang lebih sesuai keadaan siswa.
G. Analisis Data Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis interaktif. Model analisis interaktif mempunyai 3 komponen yaitu: (1) Sajian data, (2)
28
Reduksi data, (3) Penarikan kesimpulan atau verifikasi data. Aktivitasnya dilakukan dalam bentuk interaktif selama proses pengumpulan data masih berlangsung, model analisis interaktif dapat disajikan dalam bentuk bagan 3.
Pengumpulan Data
Reduksi Data
Sajian Data
Penarikan Kesimpulan/ Verifikasi
Bagan 3. Model Analisis Interaktif (H.B. Sutopo, 1996: 96)
H. Indikator Kinerja Dengan pias-pias kata diharapkan dapat meningkatkan kemampuan membaca permulaan pada siswa kelas II SD Negeri Senden. Hal ini ditandai dengan siswa yang mencapai KKM (Nilai 65) lebih dari 75% jumlah siswa seluruhnya 75% dari 15 siswa adalah 11 siswa. Dapat dikatakan bahwa siklus PTK diakhiri apabila minimal 11 siswa sudah mencapai nilai membaca permulaan 65.
I. Prosedur Penelitian Prosedur penelitian tindakan kelas ini terdiri dari siklus-siklus. Tiap-tiap siklus dilaksanakan sesuai dengan perubahan yang dicapai, seperti yang telah didesain dalam faktor-faktor yang diselidiki. Untuk mengetahui permasalahan yang menyebabkan rendahnya kemampuan belajar bahasa Indonesia siswa kelas II SD Negeri Senden dilakukan terhadap kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh guru.
29
Sesuai dengan pokok permasalahan yang dirumuskan dalam judul penelitian tindakan kelas ini, maka data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah mengenai penggunaan alat peraga pias-pias kata yang dilakukan oleh guru dengan pengamatan pada saat peneliti melaksanakan alat peraga pias-pias kata untuk meningkatkan kemampuan membaca permulaan. Dengan berpedoman pada refleksi awal, maka prosedur pelaksanaan penelitian melalui tahapan atau siklus, yang setiap siklus berisi empat langkah yaitu: tahap perencanaan, tahap pelaksanaan, tahap observasi, tahap refleksi. Secara rinci tahapan penelitian ini dapat dijabarkan sebagai berikut: 1. Tahap Perencanaan a. Mengumpulkan data yang diperlukan b. Mengidentifikasi masalah yang dihadapi siswa dan memecahkannya. c. Menyiapkan rencana pembelajaran. d. Mempersiapkan alat peraga pias-pias kata. 2. Tahap Pelaksanaan Tindakan a. Guru menerapkan pembelajaran bahasa Indonesia dengan menggunakan alat peraga pias-pias kata di kelas II SD (RPP). b. Siswa belajar membaca dengan menggunakan alat peraga pias-pias kata pada pembelajaran bahasa Indonesia. 3. Tahap Observasi Tindakan ini guru memonitor dan membantu siswa jika menemui kesulitan. 4. Tahap Refleksi Mengadakan refleksi dan evaluasi dari kegiatan 1,2,3 bila hasil refleksi dan evaluasi siklus I menunjukkan adanya peningkatan kemampuan membaca pada siswa kelas II maka tidak perlu dilanjutkan dengan siklus II. Namun apabila belum menunjukkan peningkatan, dibuat siklus II. Demikian juga untuk siklus III, dan selanjutnya sampai kemampuan membaca permulaan meningkat.
30
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan model yang dilakukan oleh Kemmis dan Mc Taggart yang merupakan pengembangan dari model Kurt Lewin. Suharsimi Arikunto (2003: 83) mengemukakan model yang didasarkan atas konsep pokok bahwa penelitian tindakan terdiri dari empat komponen pokok yang juga menunjukkan langkah, yaitu: 1. Perencanaan atau planning 2. Tindakan atau acting 3. Pengamatan atau observing 4. Refleksi atau reflecting Langkah-langkah penelitian tindakan di atas dapat diilustrasikan dalam bagan 4.
Rencana 1
Rencana 2 Siklus n
Refleksi 1
Tindakan 1
Refleksi 2
Tindakan 2
Rekomendasi Observasi 1
Siklus I
Observasi 2
Siklus II
Bagan 4. Model Dasar Penelitian Tindakan Kelas (Kurt Lewin dalam Suharsimi Arikunto, 2003: 84)
Kalau hasilnya sudah cukup satu siklus, tidak usah dilanjutkan ke siklus lain.
31
Siklus I Di dalam proses pembelajaran bahasa Indonesia membaca permulaan kelas II semester I metode yang cocok untuk digunakan oleh guru adalah metode SAS. Pada tahapan atau siklus ini guru menunjukkan gambar Lampu Lalu Lintas. Guru memberikan tulisan di samping gambar sesuai dengan gambar tersebut, sehingga siswa diharapkan dapat membacanya. Guru mununjuk salah satu siswa untuk membacanya di depan kelas. Adapun tahapan pada siklus I adalah sebagai berikut: a.
Perencanaan Tindakan (Planing) Sebagai subjek penelitian sebanyak 15 siswa kelas II, yang mana masih ada beberapa siswa yang mendapatkan nilai rendah atau kurang dalam mata pelajaran bahasa Indonesia. Setelah diteliti masih ada beberapa siswa yang belum lancar membaca, sehingga dalam pembelajaran bahasa Indonesia guru perlu memilih dan menggunakan alat peraga yang sesuai dengan materi pembelajaran yakni alat peraga pias-pias kata atau juga disebut kartu huruf. Setelah itu siswa disuruh mengamati gambar. Siswa disuruh menggabungkan huruf menjadi suku kata dengan menggunakan alat peraga pias-pias kata. Dari hasil membaca dan menggabungkan huruf menjadi suku kata, hasilnya selalu dinilai guru. Guru memberikan bantuan kepada siswa yang mengalami kesulitan, sedangkan siswa yang membaca dan menggabungkan huruf dengan benar guru memberikan penguatan (reinforcement), sehingga siswa menjadi lebih senang dan bersemangat.
b.
Pelaksanaan Tindakan (Acting) Dari hasil membaca dan menggabungkan huruf menjadi suku kata, guru menunjukkan gambar dan tulisan dengan menggunakan kartu huruf. Guru menjelaskan cara membaca misalnya: “Lampu Merah”. Tulisan tersebut diucapkan sesuai dengan abjad atau dieja sehingga menjadi el-a-em=Lam; peu=pu; em-e=me; er-a-ha=rah. Menjadi Lampu Merah dan seterusnya. Guru mengajak siswa membaca bersama-sama. Guru menyuruh salah satu siswa
32
yang sudah lancar membaca untuk membaca ke depan kelas, siswa yang lain menirukan. Ini dilakukan secara bergantian dan berulang-ulang sampai siswa yang belum lancar membaca bisa membaca dengan benar. Guru memberikan motivasi kepada semua siswa dan membantu siswa yang mengalami kesulitan dalam membaca. Guru selalu mengamati perkembangan dan kemajuan siswa dalam belajar membaca. c.
Observasi (Observing) Pada tahapan ini guru mengumpulkan data dan mengamati siswa pada waktu proses pembelajaran membaca secara langsung, sehingga dapat diketahui apakah siswa sudah bisa membaca dan manggabungkan huruf menjadi suku kata yang disampaikan guru dengan benar. Pada tahap pelaksanaan observasi kelas, peneliti mengamati proses pembelajaran dan mengumpulkan data mengenai segala sesuatu yang terjadi pada proses pembelajaran, baik yang terjadi pada guru, siswa maupun situasi kelas. Pada tahap diskusi balikan, membahas hasil pengamatan selama observasi dalam situasi yang saling mendukung (mutually supportive).
d.
Pengelolaan Data Pada tahapan ini, pengolahan data dalam membaca permulaan pada 15 subjek penelitian berdasarkan hasil pengamatan selama pembelajaran bahasa Indonesia. Dalam pengolahan data yang berasal dari pengumpulan data (observasi) tersebut dinyatan berhasil apabila memiliki target keberhasilan 4160% dengan criteria cukup, 61-80% dengan criteria baik, 81-100% dengan criteria sangat baik. Hasil pengolahan data tersebut untuk menunjukkan adanya peningkatan kemampuan membaca permulaan pada siswa dalam mata pelajaran bahasa Indonesia di kelas II. Berdasarkan pengolahan data tersebut dipakai sebagai dasar analis peningkatan kemampuan membaca untuk melakukan tindak lanjut menuju siklus berikutnya.
33
Kemampuan membaca permulaan dapat dikatakan berhasil apabila memiliki target keberhasilan 8 siswa (41-64 %) dengan kriteria cukup mencapai 6 siswa (65-79%) dengan kriteria baik mencapai 1 siswa (80-100 %) dengan kriteria sangat baik, apabila kemampuan membaca permulaan belum menunjukkan peningkatan maka guru melaksanakan pertemuan pada siklus berikutnya.
Siklus II Setelah melaksanakan siklus I atau setelah membaca tulisan di samping, guru mengambil satu kata untuk dikaji atau dianalisis yaitu menggabungkan dari huruf menjadi suku kata, suku kata menjadi kata, kata menjadi kalimat sederhana. Setelah menganalisis satu kalimat sederhana, guru menyuruh kepada siswa untuk membaca bersama-sama tanpa gambar. Adapun tahapan pada siklus II adalah sebagai berikut: a. Perencanaan Tindakan (Planing) Tindakan siklus II merupakan kelanjutan dari siklus I dengan melaksanakan proses pembelajaran dengan menggunakan kartu huruf dalam belajar membaca permulaan. Dalam tindakan sebelumnya, materi yang disampaikan guru adalah membaca tulisan di samping gambar dan menggabungkan huruf menjadi suku kata. Guru selalu memantau dan mencatat perkembangan siswa dalam belajar membaca yaitu membaca tulisan tanpa gambar dan menggabungkan suku kata menjadi kata. b. Pelaksanaan Tindakan (Acting) Dari hasil membaca tulisan di samping gambar dan menggabungkan huruf menjadi suku kata, guru selalu memberikan penguatan kepada siswa yang sudah bisa membaca atau menggabungkan huruf menjadi suku kata dan memberikan bantuan serta motivasi kepada siswa yang belum bisa membaca agar lebih giat lagi dalam belajar membaca untuk mencapai hasil yang lebih baik. Langkah selanjutnya guru menunjukkan tulisan tanpa gambar. Guru menunjuk siswa yang sudah
lancar membaca untuk memberikan contoh
membaca dan menggabungkan suku kata menjadi kata kepada siswa yang lain,
34
selanjutnya siswa membaca bersama-sama dan berulang-ulang. Misalnya: “jam wekerku” je-a-em:jam; we-e:we; ka-e-er:ker; ka-u:ku. c. Observasi (Observing) Pada tahapan ini guru melaksanakan proses pembelajaran dengan menggunakan alat peraga pias-bias kata yang sesuai dengan materi atau pokok bahasan. Setiap akhir pembelajaran diadakan evaluasi. Hasil atau nilai yang dicapai siswa dicatat oleh guru digunakan untuk menganalisis perkembangan atau kemajuan proses belajar siswa dalam mata pelajaran bahasa Indonesia. d. Pengolahan Data (Reflecting) Guru melakukan pengolahan data berdasarkan observasi selama pembelajaran untuk evaluasi tindakan yang telah dilakukan. Setiap akhir pembelajaran selalu diadakan tes membaca hasilnya dinilai oleh guru untuk mengetahui sejauh mana hasil yang dicapai siswa dalam pembelajaran bahasa Indonesia dengan menggunakan alat peraga pias-pias kata. Dalam pengolahan data yang berasal dari observasi dinyatakan berhasil apabila telah mencapai target keberhasilan mencapai 6 siswa (41-64%) dengan criteria cukup mencapai 5 siswa (65-79%) dengan criteria baik mencapai 4 siswa (80-100%) dengan criteria sangat baik. Berdasarkan refleksi tersebut, kemampuan membaca permulaan belum menunjukkan peningkatan, guru melaksanakan pertemuan berikutnya yaitu siklus III. Siklus III Setelah melaksanakan siklus I dan II, selanjutnya guru menyuruh siswa untuk menggabungkan kata menjadi kalimat. Setelah menjadi kalimat, guru menyuruh salah satu siswa yang sudah lancar membaca untuk membacakan kalimat di depan kelas, sekaligus sebagai model bagi teman-teman, begitu seterusnya secara bergantian. Dengan demikian, siswa akan senang dan termotivasi untuk belajar membaca. Pada siklus ini, dibentuk suatu kelompok, yang mana dalam satu kelompok itu ada salah satu siswa yang sudah lancar membaca, sehingga siswa tersebut bisa
35
melakukan tutor sebaya. Dengan tutor sebaya akan membawa atau membantu siswa yang lain dalam belajar membaca. Adapun tahapan pada siklus III adalah sebagai berikut: a. Perencenaan Tindakan (Planning) Tahap perencanaan siklus III merupakan kelanjutan dari siklus II yaitu melanjutkan membaca dan menggabungkan kata menjadi kalimat dengan menggunakan alat peraga pias-pias kata atau kartu huruf. Hasil dari siklus III diamati dan dicatat guru untuk mengetahui perkembangan dan kemajuan belajar siswa dalam kata demi kata. Pada tahapan ini guru memberikan tugas kelompok, dalam satu kelompok ada siswa yang sudah lancar membaca, sehingga bisa memberikan contoh kepada teman-temannya dalam satu kelompok. b. Pelaksanaan Tindakan (Acting) Guru menunjuk salah satu siswa yang sudah lancar membaca untuk memberikan contoh membaca dan menggabungkan kata menjadi kalimat kepada siswa yang lain, selanjutnya siswa yang lain menirukan dan dilakukan berulang-ulang. Secara bergantian siswa membaca dan menggabungkan kata menjadi kalimat ke depan kelas dengan menggunakan kartu huruf. Guru memberikan penguatan kepada siswa yang bisa membaca dan memberikan motivasi kepada semua siswa agar lebih giat lagi dalam belajar membaca untuk meraih hasil yang lebih baik. Guru selalu mengamati perkembangan dan kemajuan siswa dalam belajar membaca. c. Observasi (Observing) Pada tahapan ini guru melaksanakan proses pembelajaran dengan menggunakan alat peraga pias-pias kata atau kartu huruf yang disesuaikan dengan materi atau pokok bahasan yang akan disampaikan. Setiap akhir pembelajaran selalu diadakan evaluasi atau tes membaca dan hasilnya dicatat oleh guru digunakan untuk menganalisis perkembangan atau kemajuan belajar siswa dalam mata pelajaran bahasa Indonesia.
36
d. Pengolahan Data (Reflecting) Pada tahapan ini guru melaksanakan pengolahan data berdasarkan observasi selama pembelajaran berlangsung untuk evaluasi tindakan yang telah dilaksanakan. Pada setiap akhir pembelajaran selalu diadakan evaluasi atau tes membaca dan dinilai oleh guru untuk mengetahui sejauh mana hasil yang dicapai siswa selama pembelajaran bahasa Indonesia dengan menggunakan alat peraga pias-pias kata atau kartu huruf. Kemampuan membaca permulaan dapat dikatakan berhasil apabila memiliki target keberhasilan mencapai 3 siswa (41-64%) dengan kriteria cukup mencapai 7 siswa (61-80%) dengan kriteria baik mencapai 5 siswa (80-100%) dengan kriteria sangat baik, apabila kemampuan membaca permulaan telah menunjukkan peningkatan maka guru mengakhiri tindakan pembelajaran.
37
BAB IV HASIL PENELITIAN
A. Deskripsi Data Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di kelas II SD Negeri Senden Kecamatan Selo Kabupaten Boyolali Tahun Pelajaran 2009/2010. Di SD Negeri
Senden
Kecamatan Selo Kabupaten Boyolali dalam operasionalnnya melibatkan staf pengajar atau gurunya lengkap, jumlah guru semuanya 8 orang yang terdiri dari 6 guru kelas, 1 guru agama Islam, 1 guru bahasa Inggris yang tercatat sebagai honorer, 1 kepala sekolah, 1 penjaga sekolah. Dengan adanya jumlah guru yang lengkap tersebut, proses belajar mengajar dapat berjalan dengan baik dan lancar, sehingga siswa yang masuk ke sekolah inipun banyak. Jumlah siswa seluruhnya 106 siswa yang terdiri dari kelas I 16 siswa, kelas II 15 siswa, kelas III 20 siswa, kelas IV 25 siswa, kelas V 16 siswa dan kelas VI 16 siswa. Dari banyaknya jumlah siswa tersebut di atas, berasal dari kalangan atau latar belakang keluarga yang berbeda. Sebagian besar siswa dari kalangan keluarga petani. Sehingga perhatiannya kepada anak terhadap belajar atau pendidikan kurang, akibatnya anak mempunyai kendala atau mengalami kesulitan dalam belajar yaitu masih ada siswa yang belum bisa membaca adanya kendala dalam belajar yaitu masih ada siswa yang belum bisa membaca dengan lancar. Disinilah yang menjadikan penulis untuk mengadakan penelitian pada siswa kelas II. Karena di kelas II membaca merupakan dasar untuk membaca lanjut. Jika dasar ini tidak kuat maka untuk mempelajari mata pelajaran yang lain akan kesulitan. Dalam penelitian ini penulis menggunakan penelitian tindakan kelas yaitu melalui proses atau siklus berulang, bertahap berkelanjutan yang akan direncanakan dan dilaksanakan melalui tiga siklus. Pada siklus pertama guru menunjukkan gambar kepada siswa, kemudian siswa disuruh mengamati gambar tersebut. Setelah itu guru memberikan tulisan di samping gambar tersebut, untuk dibaca siswa secara bersama-sama. Pada siklus kedua setelah siswa bisa membaca 37
38
tulisan pada gambar, guru menunjukkan tulisan tanpa gambar untuk dibaca siswa. Guru menyuruh siswa untuk mengambil salah satu kata untuk dianalisis yaitu mengkaitkan huruf menjadi suku kata dan suku kata menjadi huruf. Pada siklus ketiga melanjutkan dari siklus pertama dan kedua yaitu menggabungkan huruf menjadi suku kata, suku kata menjadi kata, dan kata menjadi kalimat. Di dalam proses belajar mengajar, dari siklus pertama, kedua dn ketiga guru selalu menggunakan alat peraga yakni menunjukkan kartu huruf atau pias-pias kata dan siswa mendemonstrasikannya dengan alat peraga tersebut. Dari masing-masing siklus atau tahapan dapat digabungkan dalam pembelajaran yakni dari mengamati gambar disertai tulisan di sampingnya, siswa menggabungkan huruf menjadi suku kata sambil mengeja atau menggabungkan suku kata menjadi kata, guru meningkatan dengan menggabungkan kata menjadi kalimat. Setiap tindakan atau siklus diadakan tes atau evaluasi yaitu tes membaca. Pelaksanaan penelitian tindakan kelas ini dalam tiga siklus, yang mana setiap siklus terdiri dari empat tahapan yakni perencenaan tindakan (planning), pelaksanaan tindakan (acting), observasi (observing), dan pengolahan data (reflecting).
B. Deskripsi Pelaksanaan Penelitian 1. Siklus I Pembelajaran siklus I dilaksanakan selama 140 menit (2 x pertemuan). Adapun tahapan pada siklus I adalah : a. Perencanaan Tindakan (planning) Pada Tahapan ini dilakukan observasi tahap awal yang mendapatkan informasi yang diperoleh sebagai data awal. Sebagai subjek penelitian sebanyak 15 siswa kelas dua, yang mana masih ada beberapa siswa yang mendapatkan nilai rendah atau kurang dalam mata pelajaran bahasa Indonesia. Setelah dilakukan pengecekan ternyata masih ada beberapa siswa yang belum bisa membaca, sehingga dalam pembelajaran bahasa Indonesia guru perlu memilih dan menggunakan alat peraga yang sesuai dengan materi
39
pembelajaran yakni alat peraga pias-pias kata atau juga disebut kartu huruf. Guru menunjukkan huruf ataupun tulisan pada setiap pembelajarannya. Misalnya Lampu merah. Siswa disuruh mengamati tulisan tersebut kemudian membacanya. Dari huruf tersebut di atas, siswa disuruh menggabungkan huruf menjadi suku kata. Masing-masing kelompok mendemonstrasikan dengan menggunakan alat peraga pias-pias kata agar siswa terlibat langsung selalu dinilai guru. Kelompok yang mengalami kesulitan guru memberikan bantuan, sedangkan kelompok yang menggabungkan huruf dengan benar guru memberikan penguatan (reinforcement), sehingga siswa menjadi lebih senang dan bersemangat. b. Pelaksanaan Tindakan (acting) Pada tahapan ini dilaksanakan tindakan kelas terhadap 15 orang siswa dalam pembelajaran membaca permulaan dengan menggunakan alat peraga pias-pias kata atau kartu huruf. Langkah-langkah siklus I adalah sebagai beikut: 1) Guru menunjukkan gambar kartu huruf, dan siswa mengamatinya. 2) Guru memberikan tulisan disamping gambar siswa disuruh membaca dengan menunjukkan huruf-hurufnya dengan menggunakan kartu huruf, agar siswa lebih jelas. 3) Guru menjelaskan cara membaca misalnya Lampu merah diucapkan sesuai dengan abjad atau dieja sehingga menjadi “el-a-em Lam pe-u pu em-e me er-a-ha rah Lam-pu me-rah. Guru dan siswa membaca secara bersama-sama dan berulang-ulang. 4) Guru menunjuk salah satu siswa yang sudah lancar membaca untuk membaca ke depan kelas, siswa yang belum lancar disuruh memperhatikan temannya yang melakukan unjuk kerja di depan kelas. Ini dilakukan secara bergantian atau bergiliran sampai siswa yang belum lancar membaca bisa membaca. 5) Guru memberikan motivasi dan membantu siswa yang mengalami kesulitan dalam membaca.
40
6) Guru memberikan penguatan kepada siswa yang sudah lancar membaca. Guru selalu mengamati perkembangan dan kemajuan siswa dalam belajar membaca pada setiap pertemuan. c. Observasi (Observing) Pada tahapan ini guru mengumpulkan data dan mengamati siswa pada waktu proses pembelajaran membaca secara langsung, sehingga dapat diketahui apakah siswa sudah bisa membaca huruf atau tulisan yang telah disampaikan guru dengan benar. Materi yang diajarkan meliputi merangkai kartu huruf menjadi suku kata; suku kata menjadi kata dan merangkai kata menjadi kalimat. d. Pengolahan Data (Reflecting) Pada tahapan ini pengolahan data dalam membaca permulaan pada 15 subjek penelitian berdasarkan hasil pengamatan selama pembelajaran bahasa Indonesia. Dalam pengolahan data yang berasal dari pengumpulan data tersebut dinyatakan berhasil karena memiliki target keberhasilan 41-60 % dengan kriteria cukup, 61-80 % dengan kriteria baik, 81-100 % dengan kriteria sangat baik. Hasil pengolahan data tersebut untuk menunjukkan adanya peningkatan kemampuan membaca permulaan pada siswa dalam mata pelajaran bahasa Indonesia di kelas dua. Berdasarkan pengolahan data tersebut dipakai sebagai dasar analisis peningkatan kemampuan membaca untuk melakukan tindak lanjut menuju ke siklus berikutnya.
2. Siklus II Dalam siklus II ini merupakan kelanjutan dari siklus I yang dilaksanakan selama 140 menit (2 x pertemuan). Adapun tahapan pada siklus II adalah sebagai berikut. a. Perencanaan Tindakan (Planing) Dalam tindakan siklus II merupakan kelanjutan dari siklus I dengan melaksanakan proses pembelajaran dengan menggunakan kartu huruf dalam
41
belajar membaca permulaan. Dalam tindakan sebelumnya, materi yang disampaikan guru adalah menggabungkan huruf menjadi suku kata. Penulis memantau dan mencatat perkembangan siswa dalam belajar membaca yaitu merangkaikan suku kata menjadi kata. b. Pelaksanaan Tindakan (Acting) Pada tahapan ini dilaksanakan tindakan kelas terhadap 15 orang siswa dalam pembelajaran bahasa Indonesia melalui penggunaan alat peraga piaspias kata. Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut: 1) Guru menyuruh siswa yang sudah lancar membaca untuk memberikan contoh kepada teman yang lain cara merangkaikan kata menjadi kalimat sederhana, kemudian siswa membaca bersama-sama dan berulang-ulang. Misalnya: Jam wekerku dieja menjadi (diucapkan sesuai abjad), jea-em jam we-e we ka-e-er ker k-u ku jam-we-ker-ku. 2) Guru selalu memberikan motivasi kepada semua siswa dalam belajar membaca. 3) Guru memberikan bantuan kepada siswa yang mengalami kesulitan dalam membaca dan memberikan pemahaman agar lebih banyak latihan membaca, sehingga mendapatkan nilai yang lebih baik. 4) Guru selalu mengamati perkembangan dan kemajuan siswa dalam membaca kata. c. Observasi (Observing) Pada tahapan ini guru melaksanakan proses pembelajaran dengan menggunakan alat peraga, pias-pias kata yang sesuai dengan materi atau pokok bahasan. Setiap akhir pembelajaran diadakan evaluasi atau tes membaca. Hasil atau nilai yang dicapai siswa dicatat oleh guru digunakan untuk menganalisis perkembangan belajar siswa dalam mata pelajaran bahasa Indonesia. d. Pengolahan Data (Reflecting) Pada tahapan ini guru melakukan pengolahan data berdasarkan observasi selama pembelajaran untuk evaluasi tindakan yang telah dilakukan. Hasil pengolahan data tersebut dapat memberikan masukan yang digunakan sebagai
42
dasar melakukan tindakan pada pertemuan pembelajaran berikutnya. Setiap akhir pembelajaran selalu diadakan evaluasi atau tes membaca dan hasilnya dinilai oleh guru untuk mengetahui sejauh mana hasil yang dicapai siswa dalam pembelajaran bahasa Indonesia dengan menggunakan alat peraga piaspias kata. Dalam pengolahan data yang berasal dari observasi dinyatakan berhasil apabila telah mencapai target keberhasilan 41-60 % dengan kriteria cukup, 61-80 % dengan kriteria baik, 81-100 % dengan kriteria sangat baik. Berdasarkan refleksi tersebut, apabila kemampuan membaca permulaan belum menunjukkan peningkatan maka guru melaksanakan pertemuan berikutnya yaitu siklus III.
3. Siklus III Pada tahapan ini dilaksanakan pembelajaran selama 140 menit (2 x pertemuan). Adapun tahapan pada siklus III ini sebagai berikut: a.
Perencanaan Tindakan (Planing) Tahap perencanaan siklus III merupakan kelanjutan dari siklus II yaitu melanjutkan membaca atau merangkaikan kata menjadi kalimat. Hasil dari siklus II diamati dan dicatat oleh guru untuk mengetahui perkembangan dan kemajuan belajar siswa dalam kata demi kata. Pada tahapan ini, guru memberikan tugas kelompok kepada siswa, dalam satu kelompok ada siswa yang sudah lancar dalam membaca, sehingga bisa memberikan contoh kepada teman-temannya dalam satu kelompok.
b.
Pelaksanaan Tindakan (Acting) Pada tahapan ini dilaksanakan tindakan kelas terhadap 15 orang siswa dalam pembelajaran bahasa Indonesia melalui penggunaan alat peraga piaspias kata. Langkah-langkah pelaksanaan tindakan siklus III adalah sebagai berikut: 1) Guru menyuruh siswa yang sudah lancar membaca untuk memberikan contoh kepada teman yang lain cara membaca secara bergantian dan berulang-ulang. 2) Guru memberikan penguatan kepada siswa yang sudah bisa membaca
43
3) Guru memberikan bantuan kepada siswa jika masih ada siswa yang mengalami kesulitan dalam membaca 4) Guru memberikan motivasi kepada semua siswa agar lebih giat lagi dalam belajar membaca sehingga bisa mencapai hasil yang lebih baik 5) Guru bersama siswa membaca kalimat secara berulang-ulang sampai siswa bisa membaca kalimat dengan benar. 6) Guru selalu mengamati perkembangan dan kemajuan siswa dalam belajar membaca. c.
Observasi (Observing) Pada tahapan ini guru melaksanakan proses pembelajaran dengan menggunakan alat peraga pias-pias kata yang disesuaikan dengan materi atau pokok bahasan yang akan disampaikan. Setiap akhir pembelajaran selalu diadakan evaluasi atau tes membaca dan nilainya dicatat oleh guru digunakan untuk menganalisis perkembangan belajar siswa dalam mata pelajaran bahasa Indonesia.
d.
Pengolahan Data (Reflecting) Pada tahapan ini guru melaksanakan pengolahan data berdasarkan observasi selama pembelajaran berlangsung untuk evaluasi tindakan yang telah dilaksanakan. Pada setiap akhir pembelajaran selalu diadakan evaluasi atau tes membaca dan dinilai oleh guru untuk mengetahui sejauh mana hasil yang dicapai siswa selama pembelajaran bahasa Indonesia dengan menggunakan alat peraga pias-pias kata. Dalam pengolahan data yang berasal dari observasi dinyatakan berhasil apabila telah mencapai target keberhasilan 41-60 % dengan kriteria cukup, 61-80 % dengan kriteria baik, 81-100 % dengan kriteria sangat baik. Berdasarkan pengolahan data tersebut, guru mengambil kesimpulan bahwa
hasil penelitian yang dilakukan mencapai keberhasilan yang diharapkan yaitu lebih dari 75 %. Dari pencapaian hasil penelitian tindakan kelas tersebut dapat dilihat hasil perkembangan dan kemajuan kemampuan siswa dalam belajar membaca permulaan dengan menggunakan alat peraga pias-pias kata, serta peningkatan
44
kemampuan bahasa Indonesia pada siswa kelas II SDN Senden semester 1 tahun pelajaran 2009/2010 untuk 15 subjek penelitian tindakan kelas pada siklus I, siklus II, dan siklus III, yang telah dilaksanakan guru dapat diperoleh data seperti Tabel sebagai berikut: Tabel 4. Rekapitulasi Hasil Rata-rata Peningkatan Kemampuan Membaca Permulaan Pada Siswa Kelas II SD Negeri Senden Tahun Pelajaran 2009/2010. Siklus
Rata-rata Hasil Proses Membaca
Rata-rata Hasil Evaluasi/ Tes Membaca
I
65
64
II
65,5
67,8
III
71,6
71,3
Peningkatan kemampuan membaca permulaan pada siswa kelas II SD Negeri Senden Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali Tahun Pelajaran 2009/ 2010 dapat digambarkan dalam histogram.
Hasil proses membaca
Hasil tes membaca
80 70 60 50 40 30 20 10
Siklus I
Siklus II
Siklus III
Grafik 1. Peningkatan Kemampuan Membaca Permulaan Tiap Siklus
45
Tabel 5. Rekapitulasi Perkembangan Persentase Peningkatan Kemampuan Membaca Permulaan Dari Siklus I, Siklus II, Siklus III Pada Siswa Kelas II SD Negeri Senden Tahun Pelajaran 2009/2010.
I
Jumlah siswa yang mendapatkan nilai + atau > KKM dalam proses Membaca 8 siswa
II III
Siklus
Jumlah siswa yang Persentase mendapatkan nilai + Persentase % atau > KKM dalam % tes Membaca 53,3
6 siswa
40
8 siswa
53,3
8 siswa
53,3
12 siswa
80
12 siswa
80
Dari rekapitulasi perkembangan persentase peningkatan kemampuan membaca permulaan tersebut di atas, dapat digambarkan dalam histogram maka akan tampak dalam grafik.
Hasil proses membaca
Hasil tes membaca
80 70 60 50 40 30 20 10
Siklus I
Siklus II
Siklus III
Grafik 2. Perkembangan Persentase Peningkatan Kemampuan Membaca Permulaan Tiap Siklus
46
Dari grafik tersebut di atas dapat dilihat adanya peningkatan kemampuan membaca dari 15 subjek penelitian sewaktu pembelajaran bahasa Indonesia di kelas II SD Negeri Senden Kecamatan Selo Kabupaten Boyolali Semester 1 Tahun Pelajaran 2009/ 2010 pada setiap siklus dalam penelitian tindakan kelas. Pada siklus I: hasil dalam pembelajaran bahasa Indonesia dengan menggunakan
alat
peraga
pias-pias
kata
yaitu
mengamati
gambar,
menggabungkan huruf menjadi suku kata diperoleh data peningkatan kemampuan dalam hasil proses membaca mencapai rata-rata sebesar 65,3 sedangkan hasil tes membaca mencapai rata-rata sebesar 64. Apabila dilihat dalam persentase yang mengalami perkembangan dalam menggabungkan huruf menjadi suku kata dari 15 siswa ada 8 (53,3 %) dalam hasil proses membaca dan 6 (40 %) dalam hasil tes membaca. Setelah guru mengadakan refleksi, ditemukan bahwa dalam pembelajaran sebelum diadakan tindakan atau siklus I, guru tidak menggunakan alat peraga pias-pias kata sehingga siswa mengalami kesulitan dalam menggabungkan huruf menjadi suku kata. Berdasarkan hasil refleksi tersebut guru merencanakan dalam menyampaikan pembelajaran menggunakan alat peraga pias-pias kata pada setiap siklusnya. Pada siklus II: hasil dalam pembelajaran bahasa Indonesia dengan menggunakan alat peraga pias-pias kata yaitu menggabungkan suku kata menjadi kata diperoleh data peningkatan kemampuan dalam proses membaca mencapai rata-rata sebesar 53,3 dan hasil tes membaca mencapai rata-rata sebesar 53,3. Apabila dilihat dalam persentase yang mengalami perkembangan dalam menggabungkan suku kata menjadi kata dari 15 siswa ada 8 (53,3 %) dalam proses membaca sedangkan hasil tes membaca 8 (53,3 %). Dari siklus I ke siklus II, sudah ada peningkatan walaupun peningkatan tersebut belum maksimal. Berdasarkan refleksi tersebut, guru merencanakan tindakan selanjutnya yaitu siklus III dengan menggunakan alat peraga pias-pias kata dalam materi pembelajaran membaca permulaan supaya dapat mencapai kriteria keberhasilan baik.
47
Pada siklus III: hasil dalam pembelajaran bahasa Indonesia dengan menggunakan alat peraga pias-pias kata yaitu menggabungkan kata menjadi kalimat diperoleh data peningkatan prestasi dalam hasil proses membaca mencapai rata-rata sebesar 71,6 dan hasil tes membaca menapai rata-rata 71,3. Apabila dilihat dalam persentase yang mengalami perkembangan dalam menggabungkan kata menjadi kalimat dari 15 siswa ada 12 (80 %) dalam hasil proses membaca, dan 12 (80 %) dalam hasil tes membaca. Tabel 6. Kriteria Peningkatan Keberhasilan Kriteria
Nilai
Sangat Kurang 0 – 20 %
50
Kurang 21 – 40 %
60
Cukup 41 – 60 %
70
Baik 61 – 80 %
80
Sangat Baik 81 – 100 %
90
Tabel 7. Persentase Perolehan Nilai Proses dan Nilai Tes Membaca Pada Siswa Kelas II SDN Senden Kecamatan Selo Tahun Pelajaran 2009/2010. Siklus I
Persentase Siswa yang Mengalami Peningkatan Nilai Proses Membaca Nilai Tes Membaca 53,3 40
II
53,3
53,3
III
80
80
Berdasarkan refleksi penulis untuk meningkatkan kemampuan membaca, penggunaan alat peraga pias-pias kata mempunyai pengaruh yang besar. Selama melakukan siklus I, II, dan III dapat diliht adanya peningkatan baik dalam proses membaca maupun dalam hasil tes membaca.
48
Dengan demikian dapat diambil kesimpulan berdasarkan data peningkatan kemampuan membaca dari siklus I sampai dengan siklus III telah memenuhi kriteria keberhasilan yang diharapkan yaitu 75 %.
49
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
A. Kesimpulan Penelitian Berdasarkan analisis penelitian tindakan kelas dapat disimpulkan bahwa penggunaan alat peraga pias-pias kata meningkatkan kemampuan membaca permulaan pembelajaran bahasa Indonesia di kelas II SD Negeri Senden Kecamatan Selo Kabupaten Boyolali Semester 1 Tahun pelajaran 2009/2010. Dari Pada siklus I hasil proses membaca mencapai rata-rata sebesar 65,3 sedangkan hasil tes membaca mencapai rata-rata sebesar 64. Apabila dilihat dalam persentase yang mengalami perkembangan dalam menggabungkan huruf menjadi suku kata dari 15 siswa ada 8 (53,3 %) dalam hasil proses membaca dan 6 (40 %) dalam hasil tes membaca. Pada siklus II diperoleh data peningkatan kemampuan dalam proses membaca mencapai rata-rata sebesar 53,3 dan hasil tes membaca mencapai rata-rata sebesar 53,3. Apabila dilihat dalam persentase yang mengalami perkembangan dalam menggabungkan suku kata menjadi kata dari 15 siswa ada 8 (53,3 %) dalam proses membaca sedangkan hasil tes membaca 8 (53,3 %). Pada siklus III diperoleh data peningkatan prestasi dalam hasil proses membaca mencapai rata-rata sebesar 71,6 dan hasil tes membaca menapai rata-rata 71,3. Apabila dilihat dalam persentase yang mengalami perkembangan dalam menggabungkan kata menjadi kalimat dari 15 siswa ada 12 (80 %) dalam hasil proses membaca, dan 12 (80 %) dalam hasil tes membaca. Keseluruhan tindakan pada penelitian tindakan kelas dapat dikatakan berhasil apabila hasil dari siklus satu ke siklus dua mengalami peningkatan ratarata, begitu juga dari siklus dua ke siklus tiga juga mengalami peningkatan ratarata perolehan siswa, sehingga dapat membawa dampak yang baik ke arah peningkatan perkembangan dan kemajuan kemampuan belajar bahasa Indonesia pada siswa kelas II SD Negeri Senden Kecamatan Selo Kabupaten Boyolali Semester 1 Tahun pelajaran 2009/2010.
49
50
B. Implikasi Hasil Penelitian Penelitian tindakan kelas ini didasarkan pada penggunaan alat peraga piaspias kata untuk meningkatkan kemampuan membaca dalam pembelajaran bahasa Indonesia. Model yang digunakan dalam penelitian tindakan kelas ini adalah model proses, yang setiap model dilaksanakan tiga tindakan atau siklus. Setiap siklus/ tindakan terdiri dari empat tahapan yaitu perencanaan tindakan (planning), pelaksanaan tindakan (acting), observasi (observing), dan pengolahan data (reflecting). Siklus kedua membaca dengan menggabungkan suku kata menjadi kalimat sederhana dan siklus ketiga menyusun kalimat bacaan sederhana. Setiap siklus diadakan penilaian proses dan penelitian hasil belajar. Kegiatan ini dilakukan terus berkelanjutan dan berulang sampai kemampuan membaca meningkat. Berdasarkan hasil penelitian ternyata bahwa penggunaan alat peraga piaspias kata dapat meningkatkan kemampuan belajar membaca dalam pembelajaran bahasa Indonesia di kelas II SD Negeri Senden Kecamatan Selo Kabupaten Boyolali Semester 1 Tahun pelajaran 2009/ 2010. Dengan demikian penelitian tindakan kelas ini semakin baik, berkelanjutan dan berkesinambungan penerapannya guna membantu guru dalam menghadapi permasalahannya kemampuan siswa dalam membaca. Model pembelajaran ini digunakan oleh guru terutama dalam menghadapi masalah atau mengatasi masalah peningkatan kemampuan membaca. Dalam penggunaan alat peraga pias-pias kata ada kendala yaitu karena terbatasnya sarana atau alat peraga tersebut dan bagi siswa yang sudah lancar membaca akan mengalami kejenuhan. Oleh sebab itu guru hendaknya kreatif dan aktif sehingga dapat menumbuhkan motivasi dan simpati/ rasa senang kepada siswa dalam mengikuti pembelajaran dengan menggunakan alat peraga pias-pias kata. Pada akhirnya kemampuan membaca siswa kelas II menjadi optimal sesuai dengan batas ketuntasan belajar baik secara individual maupun secara kelompok.
51
C. Saran-saran Dalam rangka untuk meningkatkan kemampuan membaca siswa sewaktu pembelajaran bahasa Indonesia, maka penulis menyampaikan saran-saran sebagai berikut: 1. Untuk Guru a. Memberikan motivasi kepada semua siswa untuk menggunakan alat peraga pias-pias kata dalam belajar membaca. b. Mengevaluasi efisien dan efektif penggunaan alat peraga pias-pias kata untuk meningkatkan kemampuan membaca sewaktu pembelajaran Bahasa Indonesia berlangsung. c. Memberikan motivasi kepada semua siswa dan memberikan penguatan kepada siswa yang sudah lancar membaca, sehingga siswa dapat menunjukkan kinerja yang lebih baik. 2. Untuk Siswa a. Kepada siswa hendaknya aktif dalam mengikuti proses belajar mengajar dan berusaha meningkatkan belajar sehingga memperoleh kemampuan belajar yang optimal. b. Memiliki rasa senang untuk membaca dengan menggunakan alat peraga pias-pias kata. c. Kepada siswa yang sudah lancar membaca jangan merasa bosan untuk memberikan contoh kepada teman yang lain. 3. Para Peneliti Kepada peneliti lainnya, hasil penelitian ini dapat dijadikan acuan untuk melakukan penelitian lebih lanjut, untuk menentukan faktor-faktor lain yang dapat mendukung peningkatan kemampuan membaca. Melalui usaha ini, antara peneliti yang satu dengan peneliti yang lain menunjukkan kinerja yang semakin baik dalam rangka meningkatkan kemampuan membaca dalam pembelajaran Bahasa Indonesia.
52
DAFTAR PUSTAKA
Aristo Rahadi. 2003. Media Pembelajaran. Jakarta: Depdiknas Dirjen Dikti. Basuki Wibowo. 2003. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Depdiknas Dirjen Dikdasmen. Darmiyati Zuchdi dan Budiasih. 2001. Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di Kelas Rendah. Yogyakarta: PAS. Depdikbud. 1993. Kurikulum Pendidikan Dasar. Jakarta: Depdikbud. http://find.galegroup.com/ips/ start.co?prodid=IPS. Reading the Media Source: Internet Book watch (July 2007) (216 words) From Expanded Academic ASAP. Muhibin Syah. 1995. Psikologi Pendidikan Suatu Pendekatan Baru. Bandung: Rosdya Karya. Mulyani Sumantri dan Johan Permana. 1999. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Dirjen Dikti. ________________________________. Bandung: CV. Maulana.
2001.
Strategi
Belajar
Mengajar.
Mulyono Abdurrahman. 2003. Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta: Rineka Cipta. Ngalim Purwanto. 1990. Psikologi Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya. Nurhasanah, Didik Tumianto. 2007. Kamus Besar Bergambar Bahasa Indonesia. Oemar Hamalik. 1989. Metodologi Pengajaran Ilmu Pendidikan. Jakarta: Mandar Maju Ban. _____________. 2003. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara. Poerwadarminta. 1985. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: PN Balai Pustaka. Rukidi. 1996. Media Pembelajaran. Bandung: Alumni. Sabarti Akhadiah dkk. 1992/1993. Bahasa Indonesia. Jakarta: Depdikbud Dirjen PT. PP Tenaga Kependidikan. Slameto. 1995. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi. Jakarta: Rineka Cipta. St. Y. Slamet. 2003. Paedagogia Jurnal Penelitian Pendidikan. Surakarta: UNS Press. ___________. 2006. Fenolingua Jurnal Bahasa, Sastra dan Pengajarannya. Jakarta: Dikti.
53
Suhaenah Suparno. 2001. Membangun Kompetensi Belajar. Jakarta: Dirjen Dikti Depdiknas. Suharsimi Arikunto. 2003. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rinika Cipta. Sukiyem Sri Yunanik. 2007. “Peningkatan Prestasi Belajar Membaca Permulaan Melalui Penggunaan Alat Peraga Pias-pias Kata Pada Siswa Kelas I SD Negeri Rembun I Kecamatan Nogosari Kabupaten Boyolali Tahun Pelajaran 2006/2007”. Skripsi. Tidak Dipublikasikan. Surakarta: FKIP UNS. Sumadi Suryabrata. 1993. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Surana. 1992. Belajar Membaca Menulis Permulaan. Solo: Tiga Serangkai. Sutartinah Tirtonegoro. 1988. Anak Super Normal dan Program Pendidikannya. Jakarta: Bina Aksara. Sutopo, HB. 1996. Penelitian Kualitatif. Surakarta: UNS Press. Syaiful Bahri Djamarah. 1984. Prestasi Belajar dan Kompetensi Guru. Surabaya: Usaha Nasional. Winarno Surahmad. 1984. Pengantar Interaksi Mengajar. Bandung: Tarsito. ________________. 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.