BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Visi reformasi pembangunan dalam upaya menyelamatkan kehidupan nasional yang tertera dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) adalah terwujudnya masyarakat Indonesia yang damai, demokratis, berkeadilan, berdaya saing, maju dan sejahtera, dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Untuk mewujudkan visi tersebut diperlukan sumber daya manusia yang berkualitas, yang memiliki kemauan dan kemampuan untuk senantiasa meningkatkan kualitas secara terus-menerus dan berkesinambungan. Rendahnya kualitas sumber daya manusia merupakan masalah mendasar yang dapat menghambat pembangunan dan perkembangan ekonomi sosial. Bangsa Indonesia akan maju dan berkembang, maka langkah pertama yang harus dilakukan adalah menata sumber daya manusia, baik dari aspek intelektual, emosional, spiritual, kreativitas moral, maupun tanggungjawab. Pendidikan memegang peran penting dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia karena sumber daya manusia yang sesuai dengan kebutuhan pembangunan bangsa hanya akan lahir dari sistem pendidikan yang berdasar atas filosofi bangsa itu. Tantangan utama bangsa Indonesia adalah upaya apa yang dapat dilakukan
untuk
meningkatkan
kualitas
pendidikan
sehingga
mampu
menghasilkan sumber daya manusia yang lebih berkualitas sebagaimana diharapkan, sehingga bangsa Indonesia mampu menjadi bangsa produktif, efisien, dan memiliki kepercayaan yang kuat sehingga mampu berdaya saing dengan bangsa lain. Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah untuk meningkatkan mutu pendidikan, namun berbagai indikator mutu pendidikan belum menunjukkan peningkatan yang berarti. Berbagai usaha telah dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional, misalnya pengembangan kurikulum nasional dan lokal, peningkatan kompetensi guru melalui pelatihan, pengadaan buku dan alat pelajaran, pengadaan dan perbaikan sarana dan prasarana pendidikan, dan peningkatan mutu
manajemen sekolah. Namun demikian, berbagai indikator mutu pendidikan belum menunjukkan peningkatan yang berarti. Sebagian sekolah, terutama di kota-kota, menunjukkan peningkatan mutu pendidikan yang cukup menggembirakan, namun sebagian lainnya masih memprihatinkan. Faktor yang menyebabkan mutu pendidikan tidak mengalami peningkatan secara merata: Faktor pertama, kebijakan dan penyelenggaraan pendidikan nasional menggunakan pendekatan education function atau inputoutput analysis yang tidak dilaksanakan secara konsekuen. Pendekatan ini melihat bahwa lembaga pendidikan berfungsi sebagai pusat produksi yang apabila dipenuhi semua input (masukan) yang diperlukan dalam kegiatan produksi tersebut, maka lembaga ini akan menghasilkan output yang dikehendaki. Pendekatan ini menganggap bahwa apabila input seperti pelatihan guru, pengadaan buku dan alat pelajaran, dan perbaikan sarana serta prasarana pendidikan lainnya, dipenuhi, maka mutu pendidikan (output) secara otomatis akan terjadi. Dalam kenyataan, mutu pendidikan yang diharapkan tidak terjadi. Mengapa? Karena selama ini dalam menerapkan pendekatan educational production function terlalu memusatkan pada input pendidikan dan kurang memperhatikan pada proses pendidikan. Padahal, proses pendidikan sangat menentukan output pendidikan. Faktor kedua, penyelenggaran pendidikan nasional dilakukan secara birokratik-sentralistik sehingga menempatkan sekolah sebagai penyelenggaraan pendidikan sangat tergantung pada keputusan birokrasi yang mempunyai jalur yang sangat panjang dan kadang-kadang kebijakan yang dikeluarkan tidak sesuai dengan kondisi sekolah setempat. Sekolah lebih merupakan subordinasi birokrasi di atasnya sehingga mereka kehilangan kemandirian, keluwesan, motivasi, kreativitas/inisiatif untuk mengembangkan dan memajukan lembaganya termasuk peningkatan mutu pendidikan sebagai salah satu tujuan pendidikan nasional. Faktor ketiga, peran serta warga sekolah khususnya guru dan masyarakat khususnya orang tua siswa dalam penyelenggaraan pendidikan selama ini sangat minim. Partisipasi guru dalam pengambilan keputusan sering diabaikan, padahal terjadi atau tidaknya perubahan di sekolah sangat tergantung pada guru.
Dikenalkan pembaruan apapun jika guru tidak berubah, maka tidak akan terjadi perubahan di sekolah tersebut. Partisipasi masyarakat selama ini pada umunmya sebatas pada dukungan dana, sedang dukungan-dukungan lain seperti pemikiran, moral dan barang/jasa kurang dipethatikan. Akuntabilitas sekolah terhadap masyarakat
juga
lemah.
Sekolah
tidak
mempunyai
beban
untuk
mempertanggungjawabkan hasil pelaksanaan pendidikan kepada masyarakat, khususnya orang tua siswa, sebagai salah satu unsur utama yang berkepentingan dengan pendidikan (stakeholder) Upaya-upaya perbaikan mutu pendidikan adalah melakukan reorientasi penyelenggaraan pendidikan, yaitu dari manajemen peningkatan mutu berbasis pusat menuju manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah. Era reformasi telah berjalan ditandai dengan adanya perubahan dalam berbagai bidang kehidupan baik politik, moneter maupun kebijakan mendasar lainnya. Di antara perubahan tersebut adalah lahirnya Undang-Undang No.22 tahun 1999 tentang otonomi daerah dan Undang-Undang No. 25 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah. Undang-undang tersebut membawa konsekuensi terhadap bidang-bidang kewenangan daerah sehingga lebih otonom, termasuk bidang pendidikan. Otonomi daerah yang secara langsung berpengaruh terhadap perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pendidikan, manajemen yang tepat dan pengembangan sumber daya manusia sesuai dengan kebutuhan di lapangan. Otonomi daerah sebagai kebijakan politik di tingkat makro akan berimbas terhadap otonomi sekolah sebagai subsistem pendidikan nasional. Perubahan tersebut diharapkan mampu menjadi jawaban atas kegagalan pendidikan selama ini. Pendidikan yang selama ini dikelola secara terpusat (sentralisasi) harus diubah untuk mengikuti irama yang sedang berkembang yaitu dikelola secara desentralisasi. Pemberian otonomi pendidikan yang luas pada sekolah merupakan kepedulian pemerintah terhadap gejala-gejala yang muncul di masyarakat serta upaya peningkatan mutu pendidikan secara umum. Pemberian otonomi ini menuntut pendekatan manajemen yang lebih produktif di sekolah agar dapat
mengakomodasi seluruh keinginan sekaligus memberdayakan masyarakat secara efektif guna mendukung kemajuan dan sistem yang ada di sekolah. Sumber desentralisasi
daya
pendidikan
manusia
dalam
merupakan
konteks
bagian
otonomi
integral
dan
daerah titik
dan
sentral
pembangunan nasional. Proses perkembangan tersebut harus menyentuh dalam pribadi pemimpin pendidikan, seperti kepala sekolah. Oleh karena itu peningkatan sumber daya manusia terutama kepala sekolah sebagai pemimpin pendidikan di sekolah merupakan suatu tuntutan untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Kualitas pendidikan dapat dilihat dari hasil pendidikan yang mengacu pada prestasi yang dicapai oleh sekolah pada kurun waktu tertentu, yang berupa hasil tes akademis, prestasi di bidang lain, dan prestasi yang Intangible yaitu berupa suasana disiplin, keakraban, saling menghormati dan lain sebagainya. SMP Negeri 1 Gemolong merupakan salah satu Sekolah Standar Nasional (SSN) dan sekolah yang telah melaksanakan Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS) dalam upaya peningkatan mutu pendidikan, sesuai dengan Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional tahun 2003 dalam penataan di jalur mikro yaitu sekolah. Dalam penerapan MPMBS di lapangan kurang optimal dikarenakan kesibukan kepala sekolah yang padat. Kehadiran kepala sekolah di sekolah intensitasnya kurang sehingga tidak dapat selalu memantau keadaan dan perkembangan yang ada di sekolah, sehingga interaksi antar warga sekolah (guru, siswa dan karyawan) dengan kepala sekolah kurang. Berdasarkan latar belakang di atas penulis tertarik untuk mengadakan penelitian di SMP Negeri 1 Gemolong tentang “Analisis Peran Kepala Sekolah Dalam Menerapkan Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah di SMP Negeri 1 Gemolong Sragen”.
B. Perumusan Masalah Penelitian kualitatif dilakukan berdasarkan persepsi seseorang terbadap adanya suatu masalah. Oleh Lexy J. Moleong (2007: 62) masalah dalam penelitian dinamakan fokus. Sedangkan Winarno Surachmad (1994: 34) mengemukakan
bahwa: “Masalah adalah setiap kesulitan yang menggerakkan manusia untuk memecahkannya”. Perumusan masalah merupakan sesuatu yang sangat penting dalam penelitian dengan pembuatan rumusan masalah maka penelitian ini akan lebih fokus pada masalah yang diteliti sehingga memberikan kemudahan dalam pemecahan masalah. Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan beberapa masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana penerapan Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS) di SMP Negeri 1 Gemolong? 2. Bagaimana peran Kepala Sekolah dalam menerapkan Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS) di SMP Negeri 1 Gemolong? 3. Bagaimana prestasi akademik dan non akademik serta prestasi yang intangible yang telah dicapai oleh SMP Negeri 1 Gemolong?
C. Tujuan Penelitian Penelitian dilakukan untuk memecahkan masalah. Sesuai perumusan masalah tersebut di atas, tujuan yang ingin dicapai daiam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui penerapan Manajemen Peningka.tan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS) di SMP Negeri 1 Gemolong. 2. Untuk mengetahui peran kepala sekolah dalam Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS) di SMP Negeri 1 Gemolong. 3. Untuk mengetahui prestasi akademik dan non akademik serta prestasi yang intangible yang telah dicapai oleh SMP Negeri 1 Gemolong.
D. Manfaat Penelitian Penelitian yang terlaksana dengan baik dapat menghasilkan informasi yang akurat, rinci dan faktual sehingga dapat bermanfaat bagi peneliti secara pribadi, maupun bagi orang lain, terutama pihak yang terkait dengan lingkup permasalahan yang diteliti. Manfaat yang bisa diambil dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Manfaat Teoretis a. Dapat menambah wawasan dan pengetahuan tentang manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah. b. Dapat meningkatkan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam bidang ilmu pendidikan khususnya manajemen sekolah. 2. Manfaat Praktis a. Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi pihak sekolah dalam menerapkan manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah b. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi semua pihak yang
berkepentingan
menentukan
kebijakan
manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah. c. Dapat menjadi bahan referensi bagi peneliti lain. d. Sebagai syarat memperoleh gelar Sarjana.
dalam
menerapkan