BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Upaya
pemerintah
dan
masyarakat
dalam
mencapai
keberhasilan
pembangunan nasional sangat ditentukan oleh sumber daya manusia (SDM) yang ada di dalamnya. SDM yang ada diharapkan memiliki kualitas prima, tangguh, serta menguasai pengetahuan dan teknologi (Adisasmito, 2007). Sumberdaya manusia yang sehat dan berkualitas, merupakan modal utama pembangunan kesehatan, sehingga perlu diupayakan, diperjuangkan dan ditingkatkan oleh seluruh komponen bangsa, agar masyarakat dapat menikmati hidup sehat guna mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Permasalahan kesehatan yang ada merupakan tanggung jawab bersama baik itu individu, masyarakat, pemerintah maupun swasta karena program yang dijalankan pemerintah tidak akan berjalan optimal tanpa adanya peran serta dan partisipasi dari semua pihak (Kemenkes RI, 2013). Peran serta masyarakat sangat besar dalam keberhasilan pembangunan, termasuk di sektor kesehatan. Peran serta masyarakat didefinisikan sebagai partisipasi seluruh anggota masyarakat, individu, keluarga, maupun kelompok guna
bersama-sama
bertanggung
jawab,
mengembangkan
kemandirian,
menggerakkan serta melaksanakan upaya kesehatan (Widagdo, 2006). Peran serta masyarakat semakin terasa keberadaannya dengan hadirnya posyandu sebagai salah satu bentuk upaya kesehatan bersumberdaya masyarakat (UKBM) yang merupakan wujud nyata peran serta mereka dalam pembangunan kesehatan (Depkes RI, 2001). Posyandu merupakan salah satu wadah komunikasi, alih teknologi dalam pelayanan kesehatan masyarakat dari masyarakat, oleh masyarakat dan untuk masyarakat dengan dukungan pelayanan serta pembinaan teknis dari petugas 1
2
kesehatan yang mempunya nilai strategis untuk pengembangan sumber daya manusia sejak dini (Alamsyah, 2013). Hal senada diungkapkan Subagyo & Mukhadiono (2010), bahwa tanpa dukungan dan partisipasi masyarakat, sulit sekali untuk mewujudkan keberhasilan suatu program pembangunan karena masyarakatlah pelaku (subyek) dan sasarannya (obyek), sehingga dengan semakin tingginya tingkat partisipasi masyarakat maka semakin tinggi pula efektivitas program posyandu. Menurut Kemenkes RI (2012a), terselenggaranya posyandu melibatkan berbagai pihak, diantaranya kader, petugas kesehatan serta stakeholder (camat, lurah/kepala desa, Tim Penggerak PKK, tokoh masyarakat, organisasi kemasyarakatan maupun swasta). Sesuai penelitian Widagdo (2006), bahwa sikap yang baik serta hadirnya kepala desa di posyandu sangat berpengaruh terhadap sikap dan kehadiran kader ke posyandu. Handajani et al., (2009), mendapati bahwa kehadiran petugas kesehatan menjadi salah satu daya tarik bagi ibu-ibu balita untuk berkunjung ke posyandu. Hal senada diungkapkan Maisya & Putro (2011), bahwa peran klian adat (kepala adat) pengaruhnya sangat besar terhadap kunjungan masyarakat dan keaktifan kader ke posyandu. Manfaat yang bisa dirasakan masyarakat dengan adanya posyandu berupa kemudahan mendapatkan informasi, pelayanan kesehatan ibu dan anak, serta terpantaunya pertumbuhan balita guna mencegah kejadian gizi kurang dan buruk sejak dini (Sulistyorini et al., 2010). Salah satu faktor penyebab terjadinya kasus kurang gizi di masyarakat menurut Soekirman (2000), karena tidak berfungsinya lembaga sosial di masyarakat seperti posyandu. Penurunan aktivitas posyandu menyebabkan pemantauan gizi pada anak dan ibu hamil terabaikan. Menurunnya aktivitas posyandu erat kaitannya dengan fasilitas yang ada. Sesuai pernyataan Handajani et al., (2009), bahwa tidak bergairahnya pemanfaatan posyandu oleh masyarakat dikarenakan kurangnya fasilitas termasuk tempat dan sarana yang tidak memadai.
3
Semakin menurunnya aktivitas posyandu maka semakin menurun pula tingkat partisipasi masyarakat (D/S) ke posyandu maka akan semakin banyak pula pertumbuhan berat badan balita yang tidak terpantau setiap bulannya, sehingga jika dibiarkan secara terus menerus dapat berakibat kepada peningkatan kejadian gizi kurang dan gizi buruk pada balita. Data Dinas Kesehatan Kabupaten Banjar Tahun 2013 menunjukkan prevalensi gizi buruk pada balita sebesar 1,76%, gizi kurang 15,73% dan sangat kurus 2,25% yang berada dibawah target RPJMN yakni sebesar 5% untuk gizi buruk dan sangat kurus serta 20% untuk gizi kurang, sedangkan di wilayah Puskesmas Paramasan menunjukkan angka 0,94% kejadian gizi buruk pada balita, 16,98% gizi kurang serta 2,8% balita yang sangat kurus. Puskesmas Paramasan terdiri atas 4 desa sebagai lingkup wilayah kerjanya, yaitu Desa Paramasan Bawah, Desa Angkipih, Desa Remo dan Desa Paramasan Atas. Jumlah posyandu yang ada di wilayah kerja Puskesmas Paramasan pada tahun 2013 sebanyak 5 posyandu dengan jumlah kader keseluruhan 11 orang dimana tingkat kemandirian seluruh posyandunya berada pada tingkat pratama. Tingkat partisipasi masyarakat (D/S) ke posyandu secara nasional tahun 2013 mencapai 80,01%. Di Provinsi Kalimantan Selatan menunjukkan angka 61,1% sedangkan di Kabupaten Banjar mencapai 61,3%. Puskesmas Paramasan merupakan salah satu puskesmas di Kabupaten Banjar dengan tingkat partisipasi masyarakat terendah yang hanya mencapai 19,3%, yang masih sangat jauh dari harapan, sedangkan target (D/S) untuk tahun 2013 sebesar 80%. Keaktifan posyandu dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain jumlah kader yang kurang, kader tidak aktif serta kurangnya penghargaan untuk kader (Kemenkes RI, 2012b). Hal senada diungkapkan Simanjuntak (2012), bahwa meskipun pekerjaan kader sebagai relawan, namun mereka masih mengharapkan insentif dan penghargaan yang layak, penghargaan atau reward ini sangat penting untuk menunjang peningkatan kinerja kader. Maisya & Putro (2011), juga
4
menyatakan bahwa selain karena dorongan tanggung jawab sosial, kader juga mempunyai alasan lain yaitu supaya mendapatkan penghargaan. Kader merupakan motor penggerak posyandu, hidup matinya posyandu sangat tergantung dari aktif tidaknya kader (Depkes RI, 2000). Tidak aktifnya kader
menyebabkan
ketidaklancaran
pelaksanaan
posyandu
serta
tidak
terdeteksinya status gizi bayi dan balita sejak dini (Andira, 2012). Simanjuntak (2012), menyatakan kegiatan posyandu sangat tergantung pada kader, mereka dibutuhkan dalam pelayanan kesehatan dasar, karena merupakan ujung tombak sekaligus kepanjangan tangan puskesmas. Hal senada diungkapkan Mikrajab & Rachmawaty (2012), peran kader di posyandu memiliki esensi yang tidak dapat dilepaskan dengan pelayanan kesehatan khususnya pelayanan kesehatan ibu dan anak. Peran kader disandingkan dengan peran bidan dan tenaga kesehatan lainnya. Data ketidakaktifan kader posyandu di Kabupaten Banjar, pada Tahun 2013 tingkat ketidakaktifan kader sebesar 16,5%. Di Puskesmas Paramasan, sejak tahun 2011 hingga 2013 merupakan wilayah dengan tingkat ketidakaktifan kader tertinggi yaitu 62,5% pada Tahun 2011, kemudian 61,5% Tahun 2012 dan 54,5% untuk Tahun 2013 (Dinkes Banjar, 2013). Menurut Nugroho & Nurdiana (2008), bahwa seorang kader akan aktif dalam kegiatan posyandu setelah ia tahu apa tujuan dan manfaat posyandu bagi kesehatan masyarakat khususnya ibu dan anak, serta tahu apa akibat bila tidak aktif dalam kegiatan posyandu. Hal ini sesuai dengan pendapat Notoatmodjo (2010b), bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan umumnya bersifat langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Berdasarkan permasalahan pada latar belakang di atas, menunjukkan masih sangat tingginya angka ketidakaktifan kader posyandu. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk mengkaji faktor yang menjadi latar belakang ketidakaktifan kader posyandu di wilayah kerja Puskesmas Paramasan Kabupaten Banjar Provinsi Kalimantan Selatan.
5
B. Perumusan Masalah Dengan menelaah uraian dalam latar belakang di atas, terlihat masih sangat tingginya angka ketidakaktifan kader posyandu. Dengan demikian, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: ”Bagaimana faktor yang menjadi latar belakang ketidakaktifan kader posyandu di Wilayah Kerja Puskesmas Paramasan Kabupaten Banjar Provinsi Kalimantan Selatan?” C. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Tujuan Umum Untuk mengeksplorasi faktor yang menjadi latar belakang ketidakaktifan kader posyandu di wilayah kerja Puskesmas Paramasan Kabupaten Banjar 2. Tujuan Khusus a. Untuk mengkaji secara mendalam pengetahuan kader sebagai latar belakang ketidakaktifan kader posyandu b. Untuk mengkaji secara mendalam kelengkapan sarana dan prasarana posyandu sebagai latar belakang ketidakaktifan kader posyandu c. Untuk mengkaji secara mendalam dukungan kepala desa dan petugas kesehatan sebagai latar belakang ketidakaktifan kader posyandu d. Untuk mengkaji secara mendalam insentif dan penghargaan kader sebagai latar belakang ketidakaktifan kader posyandu e. Untuk mengkaji secara mendalam partisipasi masyarakat ke posyandu sebagai latar belakang ketidakaktifan kader posyandu
D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain: 1. Secara Praktis a. Sebagai masukan bagi pengelola posyandu di Puskesmas Paramasan dan Dinas Kesehatan Kabupaten Banjar dalam membuat perencanaan program posyandu agar memperhatikan penyebab ketidakaktifan kader posyandu.
6
b. Sebagai bahan masukan bagi masyarakat, betapa pentingnya peran kader bagi kelangsungan posyandu serta kerugian yang diakibatkan dari ketidakaktifan kader dalam menjalankan kegiatan bulanan posyandu 2. Secara Teoritis a. Sebagai informasi dibidang pelayanan kesehatan tentang penyebab ketidakaktifan kader posyandu b. Sebagai bahan masukan bagi peneliti lain yang terkait dengan ketidakaktifan
kader
posyandu
dalam
mengembangkan
penelitian
selanjutnya. E. Keaslian Penelitian Menurut sepengetahuan peneliti, penelitian tentang Studi Ketidakaktifan Kader Posyandu sampai saat ini belum pernah dilaksanakan, sedangkan penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan kader posyandu terutama tentang keaktifan kader sudah banyak dilakukan antara lain: 1. Khotimah (2002) tentang Evaluasi Keaktifan Kader dalam Pelayanan Program Gizi di Posyandu Tahun 2002 di Kota Palembang. Hasil penelitian, ada hubungan umur, pengetahuan, persepsi kader terhadap peran tokoh masyarakat, peran petugas kesehatan serta dukungan dana dan prasarana dengan tingkat pemanfaatan penimbangan balita di posyandu. Persamaan dengan peneliti pada subjek dan metode penelitian. Perbedaan pada lokasi, rancangan penelitian, analisis data serta kader yang tidak aktif. 2. Akbar (2009) tentang Studi Keaktifan Kader Posyandu Aktif di Wilayah Kerja Puskesmas Sungai Pinang Kabupaten Banjar. Hasil penelitian, kader termotivasi karena adanya dukungan keluarga, ingin menambah pengalaman, kepuasan batin, mendapatkan penghargaan, berinteraksi sosial, mengurus keluarga agar sehat serta untuk menganjurkan masyarakat ke posyandu. Persamaan dengan peneliti pada subjek dan metode penelitian. Perbedaan pada lokasi, rancangan penelitian, analisis data serta kader yang tidak aktif.
7
3. Syarifuddin (2009) tentang Motivasi Kader Posyandu di Puskesmas Rasanae Timur Kota Bima. Hasil penelitian, kader termotivasi untuk aktif karena adanya kebutuhan eksistensi kader, guna berinteraksi sosial kemasyarakatan, upaya pengembangan diri serta ingin menjadi PNS. Persamaan dengan peneliti pada subjek dan metode penelitian. Perbedaan pada lokasi, rancangan penelitian, analisis data serta kader yang tidak aktif. 4. Farhat (2011) tentang Perbedaan keaktifan kader dan faktor internal maupun eksternal yg berhubungan Di wilayah Kerja Puskesmas dengan Tingkat Partisispasi Masyarakat (D/S) tinggi dan rendah di Kota Banjarmasin. Hasil penelitian, tidak ada perbedaan keaktifan kader antara Puskesmas Sei Jingah (D/S tinggi) dan Puskesmas Pelambuan (D/S rendah) serta ada hubungan antara status pekerjaan dengan keaktifan kader posyandu di wilayah kerja Puskesmas Sei Jingah dan Puskesmas Pelambuan. Persamaan dengan peneliti pada subjek penelitian. Perbedaan pada lokasi, metode dan rancangan penelitian, analisis data serta kader yang tidak aktif.