perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
Bahasa Indonesia adalah alat komunikasi paling penting untuk mempersatukan seluruh elemen bangsa. Oleh sebab itu, bahasa merupakan alat pengungkapan diri baik secara lisan maupun tertulis, dari segi rasa, karsa, dan cipta serta pikir baik secara etis, estetis, dan logis. Warga Negara Indonesia yang mahir berbahasa Indonesialah yang akan dapat menjadi warga negara yang dapat memenuhi kewajibannya di manapun mereka berada di wilayah tanah air dan dengan siapapun mereka bergaul. Oleh sebab itu, kemahiran berbahasa Indonesia menjadi bagian dari kepribadian Indonesia. (Nasucha, Rohmadi, dan Wahyudi, 2012: 1). Pada prinsipnya tujuan pengajaran bahasa adalah agar para siswa terampil berbahasa, yaitu terampil menyimak, terampil berbicara, terampil membaca, dan terampil menulis. Sebenarnya setiap guru yang terlibat dalam proses belajar-mengajar dalam setiap bidang studi pun secara implisit adalah guru bahasa juga. Salah satu tujuannya, disadari atau tidak agar para siswa terampil menyimak, berbicara, membaca, dan menulis dalam bidang studi tersebut. Kalau hal ini di sadari benar-benar, maka dapatlah dipahami betapa pentingnya fungsi bahasa sebagai alat komunikasi, baik secara lisan maupun tulisan. (Tarigan, 2008: 3). Dalam kaitannya dengan pembelajaran bahasa di sekolah dasar, kemampuan yang harus dipenuhi oleh siswa diatur dalam kurikulum. Kemampuan tersebut dalam kurikulum tahun 2006 yang dikenal dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) diwujudkan dalam bentuk standar kompetensi pada masing-masing mata pelajaran. Standar kompetensi mata pelajaran Bahasa Indonesia merupakan kualifikasi kemampuan minimal peserta didik yang menggambarkan penguasaan pengetahuan, keterampilan berbahasa, dan sikap commit to user positif terhadap bahasa dan sastra Indonesia. Standar kompetensi ini merupakan 1
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2 dasar bagi peserta didik untuk memahami dan merespon situasi lokal, regional, nasional, dan global. (Mulyasa, 2006: 28). Dalam hal ini keberhasilan pembelajar dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar di sekolah banyak ditentukan kemampuannya dalam menulis. Oleh karena itu, pembelajaran menulis mempunyai kedudukan yang sangat strategis dalam pendidikan dan pengajaran. Keterampilan menulis harus dikuasai oleh anak sedini mungkin dalam kehidupannya di sekolah. Dewasa ini kegiatan menulis masih dipandang sebagai kegiatan berbahasa yang paling sulit dibandingkan dengan kegiatan berbahasa lainnya. Pada hakikatnya tulisan merupakan paduan antara isi dan bentuk. Bentuknya berupa simbol-simbol grafis atau pola-pola bahasa, sedangkan isinya dapat berupa gagasan, pikiran, atau pengalaman. (Slamet, 2008: 169). Di dalam pengajaran bahasa, dikenal dua pendekatan pengajaran menulis, yaitu pendekatan proses dan pendekatan produk. Pendekatan proses mendorong kegiatan menulis harus dilaksanakan atas perbedaan kemampuan minat, dan kebutuhan. Siswa sebaiknya menentukan sendiri baik topik maupun gaya tulisan yang diinginkannya, sedangkan pada pendekatan produk, siswa menulis untuk tujuan tertentu, dengan topik dan jenis tulisan sudah ditentukan, contohnya siswa diberi tugas untuk membuat surat, laporan dan makalah. (Slamet, 2008: 170). Sedangkan Tarigan (2008: 4) berpendapat bahwa menulis merupakan suatu kegiatan yang produktif dan ekspresif. Dalam kegiatan menulis ini, penulis haruslah terampil memanfaatkan grafologi, struktur bahasa, dan kosakata . Demikian pula dengan menulis puisi, tidak semua orang mahir menulis puisi. Terutama siswa sekolah dasar, karena dalam penulisan puisi perlu menempatkan sebuah kata secara tepat dalam bait-bait puisi, agar puisi memiliki keindahan dan sarat akan makna, karena puisi sangat memperhatikan unsur estetika, pilihan kata sangat mempengaruhi keindahan sebuah puisi. Ketika anak mulai diajak untuk menulis sebuah puisi, tidak jarang banyak dari mereka yang tidak dapat menuntaskan tulisan mereka, sehingga akhirnya memutuskan untuk berhenti di tengah karangan. Ibarat sebuah teko yang commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3 digunakan untuk mengisi cangkir, maka isi dari teko tersebut telah habis, sehingga tidak ada lagi yang dapat dituangkan ke dalam cangkir. Selanjutnya Pradopo (2000: 7) mendefinisikan puisi sebagai ekspresi pemikiran yang membangkitkan perasaan, yang merangsang imajinasi panca indera dalam susunan yang berirama. Semua itu merupakan sesuatu yang penting, yang direkam dan diekspresikan, dinyatakan dengan menarik dan memberi kesan. Puisi itu merupakan rekaman dan interpretasi pengalaman manusia yang penting, digubah dalam wujud yang paling berkesan. Sedangkan menurut Mugijatno (2012: 1) puisi adalah genre sastra yang paling tua. Masyarakat primitif pada zaman dahulu mengungkapkan pikiran dan perasaan mereka, menceritakan kehidupan para pahlawan mereka, menyampaikan puji-pujian dan doa kepada Tuhan mereka melalui puisi. Karena dalam sebuah puisi tidak memerlukan kata-kata yang lebar, cukup dengan kalimat seminimal mungkin namun dapat mencakup keseluruhan maksud dari penulis. Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan pada dasarnya puisi adalah hal yang ada dalam hati seseorang dituangkan ke dalam untaian kata yang sarat makna, tidak perlu menggunakan banyak kata, namun sudah dapat mencerminkan isi hati yang sesungguhnya dari penulis. Hal ini dikarenakan sastra diajarkan bukan sebagai pengetahuan nama-nama pengarang dan karyanya yang harus dihafal. Akan tetapi sastra disajikan kepada siswa sebagai karya untuk dinikmati dan dihayati keindahan bahasanya dan diambil nilai-nilai moralnya. (Slamet, 2008: 10). Pada saat memasuki taman kanak-kanak, anak-anak sudah memiliki sejumlah besar kosakata (bahasa ibunya), dan hampir seluruh kaidah dasar tatabahasa dikuasainya. Anak dapat membuat kalimat tanya, berita, negatif, majemuk, dan sejumlah konstruksi yang lain. Anak dapat bergurau, bertengkar, berdialog dengan teman-temannya dan berbicara dengan sopan dengan orang tua dan guru. Anak sudah mempelajari hal-hal yang di luar kosakata dan tata bahasa. Anak-anak sudah dapat menggunakan bahasa dalam konteks sosial yang beraneka ragam. Misalnya, anak-anak dapat berbicara ‘bahasa bayi’ pada bayi, dapat commit to user menyatakan lelucon dengan sesama teman, membuat teka-teki dengan kakaknya,
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
4 dapat berkata kasar pada teman-temannya, dan dapat berkata dengan nada halus, sopan, tinggi kepada orang tuanya. (Slamet, 2008: 3). Leight (2012, 192) berkata bahwa in the beginning students write down new vocabulary words and/or phrases and students begin to express interest in applying words learned. Sometimes, students also try to contextualize new words in their exit slip responses as a strategy for remembering how to use them later on. This kind of intentional writing demonstrates a genuine initiative to improve one’s own professional discourse and suggests reflection for action. Dalam pembelajaran bahasa anak-anak dikenalkan pula dengan bahasa baku dan bahasa tidak baku, masih banyak anak-anak yang sukar menggunakan bahasa baku dan tidak baku sesuai dengan tempatnya. Selain itu anak-anak juga kurang mengerti antara perbedaan bahasa baku dan tidak baku sehingga mereka cenderung jarang menggunakan bahasa baku meskipun dalam situasi formal sekalipun. Baik digunakan dalam bahasa lisan maupun bahasa tulis. Menurut Keraf (2000: 21) kata merupakan suatu unit dalam bahasa yang memiliki stabilitas intern dan mobilitas posisional, yang berarti ia memiliki komposisi tertentu (baik fonologis atau morfologis) dan secara relatif memiliki distribusi yang bebas. Distribusi yang bebas misalnya dapat dilihat dalam kalimat : saya memukul anjing itu; anjing itu kupukul; kupukul anjing itu. Pengertian yang tersirat dalam sebuah kata mengandung makna bahwa kata-kata adalah alat penyalur gagasan yang akan disampaikan kepada orang lain. Kata-kata ibarat “pakaian” yang dipakai oleh pikiran kita. Tiap kata memiliki jiwa. Setiap anggota masyarakat harus mengetahui “jiwa” setiap kata, agar ia dapat
menggerakkan
orang
lain
dengan
“jiwa”
dari
kata-kata
yang
dipergunakannya. (Keraf, 2000: 21).
Roehr, S (2008: 83) menyatakan bahwa work in the simplification of texts has shown that a small number of words (around 2000 to 30000) can be used effectively to express an enornous number of ideas. Most graded reader schemes work easily within these limits and have large numbers of text successfully written within such a limited vocabulary.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
5 Tidak jarang terjadi bahwa kesenangan membaca maupun menulis para siswa pudar karena kemiskinan kosakata yang dimilikinya. Seperti halnya seorang yang membaca karangan menggunakan bahasa asing, maka jika ia tidak menguasai banyak kosakata bahasa asing tersebut ia akan kesulitan dalam memahami maksud dari bacaan yang sedang ia baca. Bila kita menyadari bahwa kata merupakan alat penyalur gagasan maka hal itu berarti semakin banyak kata yang dikuasai seseorang, semakin banyak pula ide atau gagasan yang dikuasainya dan yang sanggup diungapkannya. Peserta didik yang menguasai banyak kosakata dapat dengan mudah dan lancar dalam mengadakan komunikasi dengan orang lain, khususnya dalam menulis. Karena pada dasarnya menulis juga merupakan suatu bentuk komunikasi secara tidak langsung. (Keraf, 2000). Berdasarkan paparan pada latar belakang masalah dapat diidentifikasi beberapa masalah, yaitu (1) pengamatan yang penulis lakukan selama PPL menunjukkan minimnya pengetahuan siswa tentang kata dalam bahasa Indonesia membuat peserta didik sering menggunakan bahasa daerah dipadukan dengan bahasa Indonesia secara bersama-sama. Contohnya ketika ada seorang siswi kelas IV menunjuk buah “mangga” namun yang ia katakan/ucapkan adalah kata “monggo” ; (2) selama melaksanakan observasi dalam kegiatan PPL, dapat diketahui bahwa menulis sebuah puisi adalah suatu momok bagi siswa, karena menulis puisi tidak hanya sekedar merangkai kata, namun juga harus memperhatikan unsur – unsur keindahan kata-kata yang digunakan dalam puisi tersebut. (3) anak-anak perempuan yang rajin membaca buku di perpustakaan sekolah, mayoritas dapat dengan mudah membuat suatu karangan baik fiksi maupun nonfiksi, akan tetapi sebagian besar anak laki-laki yang jarang pergi ke perpus untuk membaca buku nampak kesulitan dalam membuat suatu karangan, mereka kurang dapat mengeluarkan ide yang ada di benak mereka ketika ada ulangan membuat cerita. Agar dalam pembahasan penelitian ini dapat lebih mendalam dikarenakan keterbatasan peneliti baik dari segi ilmu maupun kemampuan, maka masalah yang akan dibahas terbatas pada : “Penguasaan kosakata dengan kemampuan menulis commit to user puisi”.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
6 Dari uraian tersebut di atas didapatkan perincian bahwa ada hubungan positif antara penguasaaan kosakata yang tinggi akan meningkatkan kemampuan menulis puisi pada siswa. Untuk itu perlu dilakukan sebuah penelitian guna membuktikan apakah benar bahwa dengan memiliki penguasaan kosakata yang tinggi, maka kemampuan menulis puisi pada siswa juga akan meningkat.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan pembatasan masalah yang ada dapat dirumuskan masalah sebagai berikut: “Adakah hubungan antara penguasaan kosakata dengan kemampuan menulis puisi pada siswa kelas V SD/MI se-Kecamatan Andong? “.
C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui: “Hubungan antara penguasaan kosakata dengan kemampuan menulis puisi pada siswa kelas V SD/MI se-Kecamatan Andong.”
D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat baik secara teoritis maupun secara praktis. 1.
Manfaat teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat guna menambah khasanah teori pembelajaran yang memiliki kaitan dengan kemampuan menulis puisi serta juga dapat memperkaya khasanah ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang pembelajaran bahasa Indonesia.
2.
Manfaat praktis a. Bagi peserta didik Dapat menjadi acuan untuk meningkatkan kemampuan menulis puisi pada pembelajaran bahasa Indonesia. commit to user b. Bagi guru
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
7 Memberikan masukan pada guru agar penelitian ini dapat menjadi salah satu pertimbangan dalam membuat inovasi pembelajaran khususnya pembelajaran bahasa Indonesia. c. Bagi Sekolah Sebagai masukan agar dapat mendorong terciptanya iklim membaca di sekolah guna memperkaya kosakata peserta didik, sehingga akan timbul iklim menulis di sekolah, dengan menggunakan motto One Student One Essay maka peserta didik akan termotivasi untuk terus membaca dan menulis.
commit to user