BAB I Pendahuluan
A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini, lalu lintas produksi lintas negara menjadi hal yang lazim ditemukan pada industri manufaktur global. Pelaksanaan sistem mata rantai produksi di beberapa tempat seringkali digunakan dengan tujuan efisiensi. Fenomena ini terlihat jelas pada perusahaan manufaktur yang berbasiskan teknologi. Perusahaan induk berusaha mencari supplier atau subkontraktor untuk mengerjakan salah satu tahapan produksi. Langkah ini dilakukan demi menekan biaya produksi. Biasanya, sasarannya adalah perusahaan-perusahaan lokal yang berada di negara berkembang. Salah satu industri yang sangat erat kaitannya dengan sistem produksi lintas negara ialah industri otomotif. Industri otomotif diklasifikasikan sebagai producer-driven dalam rantai produksi global, karena perusahaan induk memiliki kontrol penuh terhadap keseluruhan tahapan produksi, termasuk pemilihan lokasi produksi dan sistem distribusi penjualan.1 Salah satu negara berkembang yang masuk dalam jaringan produksi industri otomotif global ialah Indonesia. Industri otomotif di Indonesia pertama kali diperkenalkan oleh General Motors (GM) yang membangun pabrik perakitan mobil dengan kapasitas produksi 6000 unit pertahun.2 Perkembangan industri otomotif kemudian sangat bergantung pada dinamika politik pembangunan di Indonesia. Sempat mengalami guncangan setelah diberlakukannya kebijakan nasionalisasi perusahaan asing yang mendorong perginya GM dari Indonesia, industri otomotif kemudian bangkit kembali pada era pembangunan Soeharto. Hal ini ditandai dengan kesepakatan kontrak kerjasama pemberian lisensi penjualan 1
K. Natsuda, K. Otsuka dan J. Thoburn, Dawn of Industrialization? The Indonesian Automotive Industry, Ritsumeikan Center for Asia Pacific Studies Working Paper Series, no. 13005, Beppu, 2014, p. 5. 2
K. Natsuda, K. Otsuka dan J. Thoburn, p. 18.
1
dan perbaikan mobilkepada perusahaan lokal oleh perusahaan mobil asal Jepang.3 Keterlibatan Indonesia pada jaringan produksi global selanjutnya memiliki peluang bagi terbukanya arus investasi dan alih teknologi. Aliran investasi asing masuk sebagai langkah awal terciptanya relasi bisnis antara perusahaan induk dengan perusahaan subsidiary atau rekanan lokal. Selanjutnya, parameter kemajuan proses industrialisasi tercipta melalui mekanisme alih teknologi yang terjadi selama proses kerjasama berlangsung. Perkembangan inovasi teknologi yang cepat pada dunia industri otomotif global selanjutnya turut mendorong sektor industri otomotif Indonesia untuk semakin lebih baik. Kebutuhan akan teknologi yang besar pada akhirnya membuat mekanisme alih teknologi pada industri otomotif Indonesia menjadi isu utama yang harus dilaksanakan. Hal ini didasarkan pada pola perkembangan industri otomotif yang masih belum mampu mengembangkan industri perakitan mobil nasional berdaya saing tinggi. Industri otomotif lokal masih diisi oleh mayoritas industri komponen lokal. Sedangkan sektor perakitan mobil masih bertumpu pada industri perakitan mobil merek internasional hasil kerjasama investor asing dan lokal. Maka dari itu, dibutuhkan sebuah langkah strategis dari pemerintah untuk menjembatani terciptanya alih teknologi dari industri perakitan mobil merek internasional ke industri perakitan mobil ataupun komponen lokal. Mekanisme kebijakan menjadi instrumen yang tepat untuk menjembatani terciptanya alih teknologi dan meningkatkan kapabilitas teknologi nasional. Hal ini sesuai dengan gagasan yang diutarakan oleh Gereffi, yakni kebijakan pemerintah yang mendukung terciptanya proses upgrading pada perusahaan lokal menjadi hal penting untuk dilakukan dalam sistem rantai produksi global.4Tercatat, hingga saat ini tercatat pemerintah telah menginisiasi cukup banyak kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan kapabilitas teknologi industri otomotif nasional. 3
R. Doner, Driving a Bargain: Automobile Industrialization and Japanese Firmsin Southeast Asia, University of California Press, Berkeley, 1991, pp. 120-157. 4
G. Gereffi, ‘The Organization of Buyer-driven Global Commodity Chains: How U.S. Retailers Shape Overseas Production Networks,’ dalamG. Gereffi dan M. Korzeniewicz (eds.),Commodity Chains and Global Capitalism, Praeger,Westport, 1994, pp. 100-101.
2
Sebut saja kebijakan pembatasan impor mobil, kebijakan Mandatory Deletion Programme(MDP), pengembangan mobil nasional dan yang terakhir kebijakan pengembangan mobil ramah lingkungan. Wacana kebijakan pengembangan mobil ramah lingkungan ini sebetulnya telah digulirkan sejak 2009 lalu, dimana pemerintah meletakkan fokus utama rancangan kebijakan ini pada pengembangan mobil angkutan pedesaan. Ragam regulasi yang muncul dititikberatkan pada tiga hal, yaitu penggunaan mesin khusus yang mampu menekan konsumsi BBM, harga mobil yang terjangkau dan konversi penggunaan komponen impor ke komponen lokal. Khusus pada poin terakhir, pemerintah berusaha menyematkan regulasi yang mendorong perusahaan perakitan mobil untuk melokalisasi komponen mobil baik itu menggunakan komponen lokal ataupun merakit sendiri komponen tersebut. Respon berbentuk investasi pembangunan pabrik dan fasilitas produksi pun segera muncul dari perusahaan-perusahaan otomotif di Indonesia, salah satunya PT. Astra Daihatsu Motor (PT. ADM). Hal ini tentu menjadi sesuatu menarik untuk dibahas lebih lanjut mengingat salah satu tujuan utama dari kebijakan pengembangan mobil murah ialah peningkatan kapabilitas teknologi nasional. Penulis akan berusaha mengurai seberapa besar pengaruh kebijakan pengembangan mobil ramah lingkungan dalam memberikan peluang alih teknologi pada industri otomotif Indonesia. Lebih jauh, perumusan kebijakan pengembangan mobil ramah lingkungan yang berakhir pada penetapan kebijakan pengembangan produksi LCGC ternyata menimbulkan banyak pro dan kontra. Ada pihak-pihak yang dianggap diuntungkan maupun dirugikan, salah satunya ialah PT ADM. Begitu juga pada level kementerian, dimana perumusan kebijakan sempat tertunda karena lambatnya persetujuan dari salah satu kementerian terkait. Hal ini tentu menyiratkan bahwasanya terdapat kepentingan-kepentingan penting yang bertolak belakang dari masing-masing aktor terkait. Pertarungan kepentingan inilah yang kemudian juga menarik untuk diurai dan ditelaah lebih lanjut. Skripsi ini sedianya akan membahas mengenai perkembangan kegiatan alih teknologi melalui
3
kebijakan pengembangan produksi LCGC pada industri otomotif Indonesia. Lebih jauh, skripsi ini turut menyertakan analisis peta pertarungan kepentingan dalam perumusan kebijakan LCGC tersebut.
B. Rumusan Masalah Bagaimana kebijakan pengembangan produksi Low Cost Green Car dirumuskan?
C. Landasan Konseptual 1. Interest Group Dalam bukunya yang berjudul International Political Economy:Interest and Institutions in the Global Economy (second edition), Thomas Oatley mengatakan bahwa: “I believe that without a knowledge of how economic processes affect groups within society, it is impossible to understand why interest groups desire certain policies and why governments adopt specific policies.”5 Menurutnya, kebijakan yang dirumuskan dan ditetapkan oleh pemerintah memiliki kaitan yang sangat erat dengan usaha dari kelompok kepentingan yang memperjuangkan
kepentingannya.
Kelompok
kepentingan
ini
bergerak
berdasarkan motivasi atau kepentingan ekonomi. Dan dengan kepentingan yang dimilikinya, kelompok ini berusaha mempengaruhi pemerintah untuk bisa mengeluarkan kebijakan yang menguntungkan bagi kelompoknya. Oleh karena itu, penting untuk memahami mengapa pemerintah memutuskan menggunakan suatu kebijakan ekonomi-politik tertentu dan tidak memilih alternatif kebijakan lainnya. 5
T. Oatley, International Political Economy: Interest and Institutions in the Global Economy (second edition), Longman: Pearson Education, 2006 , p. ix.
4
Pada konsep interest group ini, ada tiga hal utama yang perlu dipahami lebih lanjut dalam memahami sebuah keputusan kebijakan ekonomi yang dipilih oleh pemerintah, yaitu interest (kepentingan), ideas (ide) dan political institution (institusi politik).6Interest merupakan sasaran utama yang dibawa oleh aktor-aktor sentral dalam sistem politik baik itu pemerintah, individu, perusahaan, maupun kelompok kepentingan lainnya dalam perumusan kebijakan. Sasaran inilah yang kemudian
menjadi
target
diterapkannya
sebuah
kebijakan.
Dengan
mengidentifikasi interest pada individu ataupun kelompok kepentingan, kita dapat melihat bahwa masing-masing pihak akan mendukung dan memilih kebijakan yang dapat meningkatkan keuntungannya. Dan meskipun harus bersinggungan dengan kelompok lainnya, mereka tetap mempertahankan pilihan yang akan menguntungkannya. Hal ini tidak terlepas dari keberadaan ideas yang dibawa oleh masing-masing kelompok kepentingan. Ideas merupakan nilai atau gagasan yang dianut oleh individu atau kelompok kepentingan dalam usahanya mewujudkan kepentingannnya dalam sebuah formulasi kebijakan. Sebuah political institution (institusi politik) sangat bergantung kepada sistem perpolitikan yang dianut negara tersebut. Mereka memiliki proses politik yang terdapat tahapan-tahapan penetapan kebijakan cukup banyak. Dan pada tahap-tahap inilah kepentingan masing-masing aktor tertentu yang terlibat dalam sistem politik baik langsung maupun tidak langsung dapat disematkan. Kepentingan aktor tersebut dapat terlihat melalui usulan kebijakan atau tindakan yang akan diambil oleh pemerintah. Tak hanya itu, tindakan yang diambil juga dapat berupa dorongan tak langsung yang memiliki tekanan kuat bagi pengambil keputusan kebijakan. Hal yang perlu digarisbawahi disini ialah aktor-aktor tersebut akan memperjuangkan kebijakan tertentu agar kepentingannya bisa tercapai. Konsep yang diutarakan oleh Thomas Oatley ini dapat digunakan untuk menganalisis pertimbangan dan kepentingan apa yang terdapat pada kebijakan 6
T. Oatley, pp. 13-14.
5
pengembangan mobil ramah lingkungan, sehingga kebijakan yang akhirnya ditetapkan ialah kebijakan pengembangan produksi LCGC. Dapat dinilai lebih lanjut bahwa kebijakan tersebut merupakan hasil pertarungan antar kelompok kepentingan yang terlibat, dimana masing-masing dari aktor ini memiliki tujuan atau kepentingan tertentu yang ingin dicapai. Melalui konsep ini, bisa dilihat bahwa terdapat pertarungan kepentingan antara
Kementerian
Perindustrian,
Kementerian
Keuangan,
GAIKINDO,
perusahaan perakitan mobil merek internasional dan Asia Nusa selaku Asosiasi yang menaungi industri perakitan mobil nasional untuk membuat suatu kebijakan yang dapat mengakomodasi kepentingan masing-masing.
2. Learning Mechanism Dalam konsep Learning Mechanism, sebuah industri memiliki fase-fase pembelajaran teknologi yang akan dilalui sebelum mampu menghasilkan sebuah capaian inovasi dan rekayasa teknologi baru secara independen. Keberadaan sebuah lembaga riset dan pengembangan dalam perusahaan yang berbasiskan teknologi merupakan sebuah kebutuhan. Kegiatan rekayasa sampai pada penciptaan teknologi menjadi ujung tombak perusahaan untuk menciptakan produk yang lebih baik dari para kompetitornya. Apabila berbicara mengenai perusahaan yang sedang berkembang, kapabilitas inovasi teknologi yang dimiliki dan dikembangkan tentu masih berada di bawah perusahaan yang telah maju. Padahal, keberadaan kegiatan yang berbasiskan inovasi teknologi merupakan faktor yang berperan penting bagi perusahaan untuk mengikuti dan memangkas jarak kapabilitas teknologiperusahaan yang telah maju.7Oleh sebab itu, mekanisme alih teknologi dapat menjadi salah satu cara yang dilakukan oleh perusahaan atau industri di negara-negara berkembang.
7
L. Kim, Imitation to Innovation: The Dynamics of Korea’s Technological Learning, Harvard Business School Press, Boston, 1997, pp. 102-103.
6
Dalam menggapai akses teknologi tersebut, sebuah perusahaan memiliki dua jalur masuknya teknologi yang berbeda jenis dan kecenderungannya, yaitu dependent entry sebagai perusahaan subsidiary/joint venture dan autonomous entry. Melalui jalur masuk inilah kemudian dapat diketahui level jendela alih teknologi yang dapat tercipta. Khusus bagi dependent entry,sebuah perusahaan memiliki beberapa tingkatan yang masing-masing menjelaskan perkembangan jendela alih teknologi yang dapat diperoleh oleh perusahaan subsidiary / joint venture.8 Perusahaan tersebut berkembang dari yang awalnya berbentuk mitra bisnis menjadisupplier resmi, lalu menjadi bagian dari struktur produksi perusahaan induknya, dan terakhir menjadi mitra joint venture. Pada tingkatan terahir ini, perusahaan tersebut dapat menjalankan transfer teknologi yang lebih mudah. Artinya, mekanisme transfer teknologi yang dapat dijalankan oleh perusahaan tersebut memberikan peluang yang nyata baginya untuk meningkatkan kapabilitas teknologi. Pada ranah inilah kemudian konsep learning mechanism dapat diterapkan oleh perusahaan sedang berkembang.Perusahaan harus mampu belajar untuk mengeksploitasi dan mengolah teknologi yang telah ada.9Konsep Learning Mechanism yang terdapat pada teori Technological Leapfrogging kemudian membagi usaha penyerapan teknologi oleh perusahaan sedang berkembang ke dalam empat fase.10 1. Pada fase pertama, perusahaan akan menerapkan mekanisme pembelajaran melalui pelaksanaan fungsi produksi sesuai dengan aturan dan ketentuan dari perusahaan induk. Proses penyerapan dan pembelajaran tercipta seiring dengan kegiatan produksi yang 8
C. Perez, Technological Change and Opportunities for Development as a Moving Target, Cepal Review, no. 75, December 2001, p. 121. 9 Grabowski, Henry G. and John M. Vernon, ‘Pioneers, Imitators, and Generics — A Simulation Model of Schumpeterian Competition’,The Quarterly Journal of Economics, vol. 102, no. 3, 1987, p. 495. 10
K. Lee dan C. Lim, ‘The Technological Regimes, Catch-up and Leapfrogging: Findings from the Korean Industries’, Research Policy, vol. 30. 2001.
7
dijalankan, sehingga Learning object yang tercipta pada fase ini adalah manajemen operasional produksi, pemasaran dan service. 2. Lalu pada fase kedua, perusahaan masih menerapkan mekanisme pembelajaran melalui pelaksanaan fungsi produksi yang sesuai dengan aturan dan ketentuan yang telah disepakati. Namun, proses penyerapan dan pembelajaran teknologi sudah lebih maju. Learning object yang dipelajari oleh perusahaan pada fase ini ialah proses pengaplikasian teknologi. Fungsi produksi yang dijalankan oleh perusahaan
tersebut
diikuti
oleh
munculnya
desain
produk.
Mekanisme perubahan minor desain produk mulai terlihat pada tahap ini. 3. Selanjutnya pada fase ketiga, perusahaan sudah mampu mendirikan in-house
R&D.
pengembangan
Pembangunan ini
ditujukan
divisi untuk
serta
pusat
memberikan
riset
dan
mekanisme
pembelajaran dan learning object yang lebih maju, dimana perusahaan telah mampu melakukan desain produk dan mulai merancang desain teknologi sendiri. Pada fase ini juga terlihat adanya pelibatan tenagatenaga ahli. 4. Pada fase terakhir, perusahaan telah mampu menciptakan jalur kapabilitas teknologinya sendiri tanpa harus bergantung pada perusahaan rekanannya.
Perusahaan memiliki sumber daya yang
memberikannya kemampuan untuk menciptakan produk yang berbasiskan teknologi baru. Hal yang perlu dicermati pada konsep learning mechanism, ialah adanya perkembangan kapasitas teknologi secara bertahap. Proses pembelajaran yang tercipta secara rutin pada tiap tahapan, kemudian memberikan peluang terciptanya
8
inovasi-inovasi secara periodik.11 Perusahaan yang sedang berkembang akan mampu secara cepat mengejar ketertinggalan, dimana jalur untuk memperoleh peningkatan kapabilitas teknologinya berbeda dengan jalur yang dilalui perusahaan yang telah mapan.12 Arti
penting
dari
inovasi
teknologi
yang
dirangkum
dalam
konseplearning mechanism ini juga turut terlihat pada industri otomotif. Dalam proses produksinya, perusahaan otomotif menggunakan berbagai alat produksi yang berbasiskan teknologi. Begitu juga dengan produk yang dihasilkannya, dimana tiap-tiap produk memiliki kecanggihan teknologi yang semakin lama semakin baik. Maka dari itu, inovasi riset dan pengembangan menjadi suatu hal wajib dimiliki oleh perusahaan yang bergerak di bidang otomotif. Bagi perusahaan otomotif yang baru berkembang, kemampuan dalam menyerap dan merekayasa teknologi menjadi suatu bentuk yang baru harus menjadi tujuan utama. Kapabilitas sumber daya manusia kemudian menjadi tolok ukur terlaksanakannya tujuan tersebut. Salah satu upaya yang dilakukan baik oleh perusahaan dan pemerintah ialah mendatangkan tenaga ahli asing. Tenaga kerja yang ahli pada bidang teknologi ini dapat menjadi agen transfer teknologi, dimana keahliannya dapat digunakan untuk membantu proses peningkatan kapabilitas teknologi perusahaan yang sedang berkembang. Konsep ini selanjutnya akan cocok digunakan untuk mengkategorisasi PT. ADM sebagai salah satu perusahaan hasil joint venture yang bersifat dependent entry. Penulis dapat mengidentifikasi sejauh apa jendela alih teknologi yang tercipta pada PT. ADM dan menganalisis kecenderungan mekanisme pembelajaran dan peningkatan kapabilitas teknologinya melalui langkah atau strategi yang telah dilakukan. Beberapa diantaranya ialah penggunaan tenaga ahli, 11 R. Narula, ‘Understanding Absortive Capacities in an “Innovation Systems” Context: Consequences for Economic and Employment Growth’, Danish Research Unit for Industrial Dynamics Working Paper, No.04-02, December 2003, p. 4. 12
E. Sohn, S.Y. Chang,dan J. Song, ‘Technological Catching-up and Latecomer Strategy: A Case Study of the Asian Shipbuilding Industry’, Seoul Journal of Asian Business, Vol.5, No.2, Desember 2009, p. 28.
9
lokalisasi produk, pembangunan pusat riset dan pengembangan dan sebagainya. Lebih jauh, konsep ini turut digunakan untuk menganalisis kecenderungan alih teknologi dan target-target yang dicanangkan pemerintah Indonesia pada kebijakan otomotif dalam kaitanya terhadap pengembangan kapabilitas teknologi industri otomotif nasional.
D. Argumentasi Utama Pemerintah Indonesia mengeluarkan kebijakan pengembangan produksi LCGC untuk mendorong perkembangan kapasitas produksi dan kapabilitas teknologi industri otomotif dalam negeri. Program kebijakan ini menjadi prioritas dan fokus utama dari program pengembangan mobil ramah lingkungan. Melalui regulasi mesin, penambahan merek Indonesia dan rencana konversi dan lokalisasi komponen mobil, kebijakan ini mampu menghasilkan peluang alih teknologi melalui regulasi konversi penggunaan komponen lokalnya. Lebih jauh, kebijakan ini juga mampu mendorong perusahaan-perusahaan perakitan mobil merek internasional, salah satunya PT. Astra Daihatsu Motor untuk melakukan investasi dan alih teknologi. Namun dalam perumusannya terjadi pertarungan antar aktoraktor utama yang memliki kepentingan, yakni diantaranya Kementerian Perindustrian, Kementerian Keuangan, PT. Astra Daihatsu Motor, Asia Nusa dan Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (GAIKINDO). Aktor-aktor ini kemudian terbelah menjadi dua kelompok kepentingan utama, yaitu kelompok yang pro dan kelompok yang kontra terhadap kebijakan LCGC. Masing-masing dari kelompok kepentingan ini saling mempengaruhi formulasi kebijakan pengembangan mobil ramah lingkungan. Dan melalui keputusan penetapan kebijakan ini pemerintah lebih memihak kepada kelompok yang memiliki modal besar, yaitu perusahaan-perusahaan otomotif ATPM anggota GAIKINDO, salah satunya PT. ADM.
E. Jangkauan Penelitian 10
Jangkauan penelitian untuk skripsi ini adalah tahun 2009 hingga tahun 2013. Rentang waktu ini dipilih karena mulai tahun 2009 muncul wacana pengembangan mobil ramah lingkungan dan alih teknologi ke industri otomotif Indonesia.
F. Metode Penelitian Metode penelitian yang penulis gunakan dalam penulisan skripsi ini adalah
kualitatif.
Penelitian
menggunakan
metode
tersebut
berusaha
mengkonstruksi realitas dan memahami maknanya. Sehingga, penelitian ini sangatmemperhatikan proses, peristiwa dan otentisitas. Penulisan skripsi selanjutnya akan terdiri dari beberapa proses, yaitu:
1. Proses pengumpulan data Dalam proses ini, penulis akan mengumpulkan berbagai sumber data kualitatif dan kuantitatif yang selanjutnya akan diolah dengan metode penelitian kualitatif. Metode penelitian ini digunakan untuk menjelaskan bagaimana korelasi antara kebijakan pemerintah dengan industri otomotif Indonesia, khususnya di bidang alih teknologi. Selain itu, metode ini turut digunakan untuk mengolah hasil-hasil pengamatan yang berbasis angka, baik berupa grafik maupun tabel yang berkaitan dengan perkembangan penggunaan dan penguasaan teknologi dari perusahaan otomotif Indonesia. Penulis akan berusaha mengumpulkan data melalui sumbersumber yang terkait langsung dengan industri otomotif Indonesia, yaitu GAIKINDO, PT. Astra Daihatsu Motor dan Pemerintah selaku regulator (Kementrian Industri dan Kementrian Keuangan). Lebih jauh, penulis akan berusaha mengumpulkan data dari sumber lain berupa berita di portal internet maupun koran agar data dan analisis yang dihasilkan lebih berimbang.
2. Proses pengolahan data 11
Dalam proses pengolahan data, penulis akan mengolah berbagai data yang berhasil didapatkan sesuai dengan tujuan dari penulisan skripsi. Penulis akan menggolongkan, mengidentifikasi, dan menghubungkan data-data yang diperoleh untuk menjawab pertanyaan utama skripsi ini. Sebagai contoh, penulis akan menghubungkan data-data mengenai semua kegiatan alih teknologi yang telah dilaksanakan oleh pemerintah pada industri otomotif nasional. Dan hal ini dapat digunakan untuk memahami mengapa kebijakan pengembangan produksi LCGC yang berfokus pada lokalisasi produk ini dirumuskan.
3. Proses pelaporan data Dalam proses ini penulis akan menggabungkan data yang telah dikumpulkan dan diolah dalam penjelasan yang sistematis dan bersifat deskriptif-analitis.
G. Sistematika Penulisan Bab Pertama, menjelaskan pendahuluan yang mencakup latar belakang perkembangan kapabilitas teknologi di bidang industri otomotif dan mekanisme kebijakanterkait yang dikeluarkan pemerintah Indonesia, serta menjelaskan landasan konseptual yang digunakan untuk menjelaskan rumusan masalah yang menjadi acuan dasar dalam melakukan penelitian. Bab Dua, menjabarkan kebijakan industri otomotif yang diambil oleh pemerintah Indonesia terkait usahanya dalam mengembangkan kapasitas produksi dan kapabilitas teknologi industri otomotif dalam negeri. Kebijakan yang diambil merupakan langkah strategis yang dicanangkan pemerintah melalui Kementerian Perindustrian untuk menhadapai tantangan dan hambatan yang terjadi pada setiap pemerintahan. Disamping itu, kebijakan-kebijakan ini juga digunakan sebagai instrumen bagi terbukanya mekanisme alih teknologi yang tercipta pada industri otomotif nasional.
12
Bab Tiga, menjelaskan perumusan kebijakan pengembangan mobil ramah lingkungan yang berfokus pada program pengembangan produksi LCGC olehaktor-aktor yang memiliki kepentingan. Dalam bab ini akan dijelaskan pertarungan kepentingan antar kelompok dan aktor yang terlibat dalam pembuatan kebijakan. PT. Astra Daihatsu Motor Indonesiadan Asosiasi yang menaunginyam Gaikindo berusaha memenangkan kepentingannya atas Asosiasi Industri Automotive Nusantara (Asia Nusa). Sementara kementrian-kementrian yang terkait dalam pembuatan kebijakan tersebut bergerak berdasarkan kepentingannya masing-masing. Bab Empat, menjabarkan kesimpulan dari rangkaian penelitian sehingga dapat menjawab rumusan masalah yang telah dipaparkan sebelumnya.
13