BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Dunia bisnis sarat dengan perjanjian bisnis dan interaksi yang cepat antara para pelaku bisnis. Perjanjian bisnis diantaranya adalah perjanjian utang-piutang. Paul H. Brietzke1 menyatakan bahwa: “Creditors who provide capital through debt finance are searching for the lowest risk return ratio they can find anywhere in the world, so as to maximize the value of funds they have available to lend.”
Dari pernyataan tersebut diasumsikan bahwa ketika kreditor memberi
piutang,
ia
mencari
risiko
terkecil
untuk
memaksimalkan nilai dana yang dipinjamkannya. Ketika terjadi sengketa utang-piutang, dimana kreditor sulit mendapatkan kembali pinjaman yang telah diberikannya, maka ia cenderung mencari cara yang paling cepat dan paling mudah dalam memperoleh pengembalian pinjaman.
Kepailitan merupakan pranata hukum penyelesaian sengketa utang-piutang
yang
lebih
sederhana
dan
lebih
cepat,
dibandingkan dengan gugatan perdata. Kesederhanaan yang dimaksud permohonan
mencakup pailit
dan
kesederhanaan keserhanaan
syarat
pengajuan
pembuktian.
Syarat
Paul H. Brietzke, Securization and Bankruptcy in Indonesia: Theme and Variations, dalam Sunarmi, Hukum Kepailitan, 2010, Jakarta: PT. Softmedia, hal. 18 1
1
pengajuan permohonan pailit yaitu terdapat 2 (dua) kreditor dan tidak membayar lunas salah satu utangnya yang sudah jatuh waktu dan dapat ditagih2. Keserhanaan pembuktian berkaitan dengan sifat pembuktian kepailitan sebagai perkara sumir dan jangka waktu pembacaan putusan kepailitan. Berkaitan dengan sifat pembuktian3, pengabulan permohonan pailit harus dilakukan apabila terdapat “fakta dan keadaan yang terbukti
secara
sederhana
(summarily
proving)”
bahwa
persyaratan untuk dinyatakan pailit sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 2 ayat (1) UU No. 37 Tahun 2004 telah terpenuhi (vide Bab II, Syarat agar pemohonan pailit dapat dikabulkan, pembuktian sederhana (summarily proving)). Berkaitan dengan jangka
waktu4,
Pengadilan
Niaga
harus
memutuskan
permohonan pailit maksimum 60 (enam puluh) hari setelah tanggal
permohonan
pailit
didaftarkan,
sedangkan
pada
Pengadilan Perdata, perkara diputuskan sekitar 6 (enam) bulan atau
lebih
terhitung
sejak
perkara
didaftarkan.
Secara
keseluruhan, waktu yang digunakan juga sangat jauh berbeda. Bila pada Pengadilan Perdata biasanya dibutuhkan waktu 4-6 tahun untuk memutuskan perkara perdata (dari
tingkat
Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, Kasasi di Mahkamah Agung dan Peninjauan Kembali di Mahkamah Agung) akan tetapi berdasarkan UU No. 37 Tahun 2004 hanya dibutuhkan totalitas waktu 212 hari untuk memutuskan permohonan
Yang dimaksud dengan “sudah jatuh waktu dan dapat ditagih” adalah kewajiban untuk membayar utang yang telah jatuh waktu, baik karena telah diperjanjikan, karena percepatan waktu penagihannya sebagaimana diperjanjikan, karena pengenaan sanksi atau denda oleh instansi yang berwenang, maupun karena putusan pengadilan, arbiter atau majelis arbitrase. Lihat: Penjelasan Pasal 2 UU No. 37 Tahun 2004 3 Pasal 8 ayat (4) UU No. 37 Tahun 2004 4 Pasal 8 ayat (5) UU No. 37 Tahun 2004 2
2
kepailitan (dari tingkat Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri, Kasasi di Mahkamah Agung dan Peninjauan Kembali di Mahkamah Agung)5 (vide Bab II, jangka waktu (time-frame) pengajuan permohonan pailit per tingkat peradilan). Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, diasumsikan bahwa permohonan pranata
penyelesaian
hukum
sengketa
kepailitan
di
utang-piutang
Pengadilan
melalui
Niaga
lebih
mencerminkan prinsip sederhana, cepat dan efektif dalam beracara, dibandingkan dengan penyelesaian sengketa hutangpiutang melalui pranata hukum perdata pada Pengadilan Negeri.
Dari
kesimpulan
tersebut,
penulis
memperoleh
kesimpulan bahwa pranata hukum kepailitan mendukung nuansa dunia bisnis yang mengedepankan kecepatan dan kemudahan.
Ini
merupakan
salah
satu
alasan
mengapa
kepailitan menarik untuk diteliti lebih lanjut.
Kepailitan
sering
digunakan
sebagai
pranata
hukum
penyelesaian sengketa hutang-piutang oleh Perseroan Terbatas6 (selanjutnya disebut Perseroan). Hal ini terbukti dari data yang disajikan dalam Direktori Perdata Khusus Kepailitan pada website Mahkamah Agung Republik Indonesia.
Ricardo Simanjuntak SH, LLM, ANZIIF, CIP, Aspek Hukum Penguatan dan Pengembangan Pengadilan Niaga, pada Seminar Reformasi Peradilan di Bidang Bisnis, Pengadilan Pajak dan Pengadilan Niaga, diselenggarakan di CFISEL tanggal 24 Maret 2011 di Jakarta, hal. 3. Dalam perhitungannya, Ricardo Simanjuntak menulis, total jangka waktu (time-frame) adalah 215 hari, tetapi ketika penulis membuat bagan dan menghitungnya kembali, penulis mendapati total jangka waktu (time frame) adalah 212 hari. 6 Perseroan Terbatas merupakan subjek hukum kepailitan yang dapat berposisi sebagai Debitur atau Kreditur. Debitur atau Kreditur merupakan “orang”. Pengertian “orang” dalam hal ini adalah orang-perseorangan atau korporasi termasuk korporasi yang berbentuk badan hukum maupun yang bukan badan hukum dalam likuidasi. Lihat: Pasal 1 angka 2, 3, dan 11 UU No. 37 Tahun 2004 5
3
Gambar 1. Direktori Perdata Khusus Kepailitan pada website Mahkamah Agung Republik Indonesia
Berikut ini adalah perbandingan data Termohon Pailit Perseroan dan Termohon Pailit Perorangan pada tahun 1998-2011 yang diakses dari Direktori Perdata Khusus Kepailitan pada website Mahkamah Agung Republik Indonesia.
Matriks 1. Perbandingan Data Termohon Pailit Perseroan dan Termohon Pailit Perorangan
Tahun
Banyak perkara
(1)
(2)
1998 1999 2000 2001 2002
19 64 51 111 83
Termohon Pailit
Prosentase
Perseroan
Perorangan
Perseroan
Perorangan
(3) 18 62 51 111 82
(4) 1 2 0 0 1
(5) 94,74% 96,88% 100,00% 100,00% 98,80%
(6) 5,26% 3,13% 0,00% 0,00% 1,20%
4
Tahun
Banyak perkara
(1) 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011* Total
(2) 70 62 56 44 25 16 17 36 2
Termohon Pailit
Prosentase
Perseroan
Perorangan
Perseroan
Perorangan
(3) 68 62 55 44 22 13 16 33 2 639
(4) 2 0 1 0 3 3 1 3 0 17
(5) 97,14% 100,00% 98,21% 100,00% 88,00% 81,25% 94,12% 91,67% 100,00% 97,41%
(6) 2,86% 0,00% 1,79% 0,00% 12,00% 18,75% 5,88% 8,33% 0,00% 2,59%
*Data tahun 2011 sampai pada tanggal akses yaitu 21 Juli 20117
Matriks tersebut menunjukkan bahwa perbandingan prosentase Termohon
Pailit
Perseroan
dibanding
Termohon
Pailit
Perorangan dari tahun 1998 s.d. 21 Juli 2011 adalah 97,41% banding 2,59%. Dengan demikian, Perseroan merupakan subjek hukum yang paling sering dipailitkan dibanding perorangan, dari tahun 1998 s.d. 21 Juli 2011. Kepailitan juga seringkali digunakan oleh Perseroan di Amerika Serikat untuk mereorganisasi bisnisnya dan berusaha untuk kembali memperoleh keuntungan, seperti pernyataan Securities Exchange Committee (SEC)8, Badan Pengawas Pasar Modal USA, berikut ini: “Federal bankruptcy laws govern how companies go out of business or recover from crippling debt. A bankrupt company, the "debtor," might use Chapter 11 of the Bankruptcy Code to "reorganize" its business and try to become profitable again. Management continues to run the day-to-day business operations but all significant business decisions must be approved by a 7http://putusan.mahkamahagung.go.id/direktori/perdata
khusus/kepailitan/index-12.html diakses tanggal 21 Juli 2011 http://www.hg.org/bankrpt.html diakses tanggal 25 Agustus 2011
8
5
bankruptcy court. Under Chapter 7, the company stops all operations and goes completely out of business. A trustee is appointed to "liquidate" (sell) the company's assets and the money is used to pay off the debt, which may include debts to creditors and investors.”
Hal yang sama dinyatakan dalam salah satu tujuan utama hukum kepailitan Perseroan (The principle purposes of corporate insolvency law) di Amerika Serikat yaitu9: “To facilitate the recovery of companies in financial difficulty”
Berikut ini data 18 (delapan belas) Perseroan terbesar yang pernah dipailitkan di Amerika Serikat10, termasuk Lehman Brothers Holding Inc.: Matriks 2. Data 18 (delapan belas) Perseroan terbesar yang pernah dipailitkan di Amerika Serikat
No. (1) 1.
(2) CIT Group
(3) 1 Nov 2011
Total Aset Sebelum Dipailitkan (4) $71,000,000,000
2.
General Motors Thornburg Mortgage Chrysler
1 Jun 2009
$82,290,000,000
1 Mei 2009
$36,521,000,000
30 Apr 2009
$39,300,000,000
General Growth Properties Lyondell Chemical Washington Mutual Lehman
16 April 2009
$29,557,000,000
6 Januari 2009 26 September 2008 15 September
$27,392,000,000
3. 4. 5. 6. 7. 8.
Nama Perseroan
Tanggal Dipailitkan
$327,913,000,000 $691,063,000,000
Deskripsi (5) Banking Holding Company Manufactures & Sells Cars Mortgage Landing Company Manufactures & Sells Care Investment Company Global Manufacurer of Chemical Saving & Loan Holding Co Investment Bank
R. M. Goede, Principle of Corporate Insolvency Law, 1990, London: Sweet & Maxwell, hal. 6-9 10 http://en.wikipedia.org/wiki/Bankruptcy_in_the_United_States, diakses tanggal 15 Agustus 2011 9
6
No.
Nama Perseroan
(1)
11.
(2) Brothers Holding Inc. IndyMac Bancorp New Century Financial Calpine
12.
Refco
13.
Conseco, Inc Worldcom, Inc. Global Crossing Pasific Gas and Electric Co. Enron Corp.
9. 10.
14. 15. 16. 17. 18.
Bank of New England
Tanggal Dipailitkan
Total Aset Sebelum Dipailitkan (4)
(3)
Deskripsi (5)
2008 31 Juli 2008
$32,734,000,000
2 April 2007
$26,147,000,000
20 Desember 2005 17 Oktober 2005 17 Desember 2002 21 Juli 2002
$27,216,000,000
28 Januari 2002 6 April 2001
$30,185,000,000
2 Desember 2001 7 Januari 1991
$65,503,000,000
$33,333,000,000 $61,392,000,000 $103,914,000,000
$26,147,000,000
$29,773,000,000
Bank Holding Company Real Estate Investment Trust Integrated Power Company Brokerage Services Financial Services Holding Co. Telecommunications Global Telecomunications Real Estate Investment Trust Energy Trading, Natural Gas Interstate Bank Holding Company
Perusahaan terbesar yang pernah dipailitkan di Amerika Serikat adalah Lehman Brothers Holdings, Inc. dengan total aset sebesar $691,063,000,000 (enam ratus sembilan puluh satu milyar enam puluh tiga juta Dollar Amerika Serikat). Lehman Brothers Holding Inc. merupakan perusahaan yang bergerak di bidang jasa investasi, yang dipailitkan pada tanggal 15 September 2008.
7
Gambar 2. Emanuel and Mayer Lehman, pemilik Perusahaan terbesar yang pernah dipailitkan, Lehman Brothers Holdings, Inc.
Data tersebut di atas menunjukkan bahwa baik di Indonesia maupun di Amerika Serikat, kepailitan merupakan pranata hukum yang diminati untuk mengatasi persoalan finansial. Khusus di Indonesia, kepailitan merupakan pranata hukum yang diminati oleh para kreditor (baik Perseroan maupun perorangan) untuk memohonkan kepailitan terhadap suatu Perseroan agar piutang para kreditor tersebut bisa dilunaskan. Berdasarkan hal-hal tersebut, kepailitan Perseroan merupakan hal yang menarik untuk diteliti lebih lanjut. Kepailitan Perseroan seharusnya dapat dicegah apabila Organ Perseroan melaksanakan tanggung jawabnya masing-masing berdasarkan asas Good Corporate Governance (GCG) yang terdiri dari 5 pilar yaitu11: transparansi (transparency), akuntabilitas (accountability),
responsibilitas
(responsibility),
independensi
(independency) serta kewajaran dan kesetaraan (fairness) yang diperlukan (sustainability) 11
untuk
mencapai
Perseroan.
Namun,
kesinambungan apabila
ternyata
Tri Budiyono, Hukum Perusahaan, 2011, Salatiga: Griya Media, hal. 129
8
usaha suatu
Perseroan telah terlanjur dimohonkan pailit ke Pengadilan Niaga karena kesalahan atau kelalaian Organ Perseroan, maka siapa yang bertanggung jawab dan bagaimana pertanggungjawaban atas kepailitan tersebut menjadi hal yang menarik untuk diteliti. Lebih lanjut, contoh riil kesalahan atau kelalaian Organ Perseroan
yang
menyebabkan
pailitnya
suatu
Perseroan
misalnya terdapat dalam Kasus The Hongkong Chinese Bank Ltd vs PT. Dok & Perkapalan Kodja Bahari (HCB vs PKB). Pailitnya Perseroan disebabkan karena tindakan ultra vires Anggota Direksi (Drs. Akmal Wahid dan Drs. Muchlis Hamid, MBA). Hutang PT. PKB (Termohon Pailit) senilai US$ 3.500.000 (tiga lima ratus Dollar Amerika Serikat) atau senilai Rp. 35.000.000.000 (tiga puluh lima miliar Rupiah) kepada PT. HCB (Pemohon Pailit) didasarkan pada 4 (empat) lembar surat sanggup yang tidak sah. Tidak sahnya keempat lembar surat sanggup
tersebut
adalah
karena
kedua
Anggota
Direksi
Termohon Pailit menerbitkan keempat lembar surat sanggup tersebut tanpa persetujuan dari Dewan Komisaris Termohon, sedangkan Pasal 11 ayat (3) huruf a dan ayat (4) huruf d Anggaran
Dasar
Termohon
Pailit,
mengharuskan
adanya
persetujuan Dewan Komisaris. Tindakan kedua Anggota Direksi tersebut menimbulkan problematika mengenai siapa yang bertanggung
jawab
pertanggungjawaban
atas
kepailitan
Anggota
tersebut?
Direksi
Adakah
sampai
ke
pertanggungjawaban pribadi (personal liability) Anggota Direksi dalam kasus kepailitan tersebut? Apa dasar hakim dalam pertimbangannya untuk memutus pertanggungjawaban Organ Perseroan dalam kasus-kasus kepailitan?
9
Dalam beberapa kasus kepailitan tentang “tema yang sama” yaitu kepailitan terkait tanggung jawab Organ Perseroan, hakim mendasarkan
pertimbangannya
pada
doktrin-doktrin
yang
tertransplantasi pada pasal-pasal UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan terbatas (selanjutnya disebut UU No. 40 Tahun 2007). Doktrin-doktrin tertransplantasi yang dimaksud antara lain adalah Fiduciary Duty, Ultra Vires, Piercing The Corporate Veil, Business Judgement Rule dan Self Dealing. Dalam thesis ini, penulis meneliti mengenai proses transplantasi doktrin-doktrin tersebut dari tradisi hukum common law ke dalam pasal-pasal UU No. 40 Tahun 200712, khusus mengenai pasal-pasal terkait tanggung jawab Organ Perseroan dalam kepailitan (vide Bab II, Doktrin-doktrin Tertransplantasi Dalam UU No. 40 Tahun 2007 Terkait Tanggung Jawab Organ Perseroan dalam kepailitan). Tanggung jawab Organ Perseroan dalam kepailitan berdasarkan 5 (lima) doktrin tertransplantasi tersebut menarik untuk diteliti lebih lanjut. Selain mengenai tanggung jawab Organ Perseroan berdasarkan 5 (lima) doktrin tertransplantasi, menarik pula untuk diteliti mengenai perbedaan pertimbangan hakim khususnya dalam mempertimbangkan
besar-kecilnya
tanggung
jawab
Organ
Perseroan dalam kasus-kasus kepailitan tersebut. Misalnya dalam Kasus The Hongkong Chinese Bank Ltd vs PT. Dok & Perkapalan Kodja Bahari (PT. HCB vs PT. PKB) dan Kasus PT. Indosurya Mega Finance vs PT. Greatstar Perdana Indonesia Dalam meneliti mengenai transplantasi doktrin-doktrin tersebut ke dalam UU No. 40 Tahun 2007, penulis mendasarkan penulisannya dari penelitian yang telah dilakukan oleh Tri Budiyono, Transplantasi Hukum: Harmonisasi dan Potensi Benturan, Studi Transplantasi Doktrin yang Dikembangkan dari Tradisi Common Law pada UU PT, 2009, Salatiga: Griya Media. 12
10
(PT. IMF vs PT. PKB). Dalam Kasus PT. HCB vs PT. PKB, hakim memberikan pertimbangan bahwa tindakan ultra vires Anggota Direksi menjadi tidak menjadi tanggung jawab Perseroan (PT. Dok & Perkapalan Kodja Bahari) melainkan menjadi tanggung jawab kedua anggota Direksi tersebut. Namun dalam kasus PT. IMF vs PT. PKB, pertimbangan hakim berbeda dengan kasus sebelumnya. Dalam kasus
PT. IMF vs
PT. PKB, hakim
berpendapat bahwa tindakan ultra vires tidak membatalkan tanggung jawab Perseroan terhadap Pihak ketiga, karena menurut hakim, Anggaran Dasar hanya mengikat dan berlaku intern (mengikat Perseroan dan Organ Perseroan) dan tidak dapat berlaku ekstern terhadap pihak ketiga (kreditor). Perbedaan pertimbangan hakim dalam Kasus-kasus “bertema sama” yaitu Kasus-kasus kepailitan terkait tanggung jawab Organ Perseroan, memunculkan variasi yang unik. Oleh karena itu, penulis memilih 6 (enam) kasus kepailitan terkait tanggung jawab Organ Perseroan sebagai bahan hukum penelitian dalam kasus ini. Keenam kasus tersebut dipilih dari 639 kasus kepailitan Perseroan pada tahun 1998 s.d. 21 Juli 2011, berdasarkan keterkaitannya dengan problematika yang diteliti oleh penulis. Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk meneliti mengenai problematika dalam “TANGGUNG JAWAB ORGAN
PERSEROAN
TERBATAS
DALAM
KASUS-KASUS
KEPAILITAN.” Berikut ini adalah uraian mengenai judul terpilih tersebut:
11
1. Tanggung Jawab Organ Perseroan Tanggung Jawab Tanggung Jawab yang dimaksud adalah tanggung jawab organ
perseroan
berdasarkan
5
(lima)
doktrin
tertransplantasi dalam pasal-pasal UU No. 40 Tahun 2007. Kelima doktrin tertransplantasi tersebut adalah Fiduciary Duty, Ultra Vires, Piercing the Corporate Veil, Business Judgement Rule dan Self Dealing. Organ Perseroan Organ Perseroan yang dimaksud adalah Anggota dari 3 (tiga) Organ Perseroan yaitu Anggota Direksi, Anggota Dewan Komisaris dan Anggota Rapat Umum Pemegang Saham (Pemegang Saham).
2. Kasus-kasus kepailitan Kepailitan Kepailitan yang dimaksud adalah kepailitan menurut Pasal 1 angka 1 UU No. 37 Tahun 2004 yaitu sita umum atas semua kekayaan debitor pailit yang pemberesannya
dilakukan
oleh
pengurusan
kurator
di
dan
bawah
pengawasan hakim pengawas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Pembayaran Utang. Kasus-kasus kepailitan Kasus-kasus kepailitan yang dimaksud adalah 6 (enam) kasus kepailitan terpilih, terkait dengan tanggung jawab
12
Organ Perseroan dalam kepailitan, yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap (permanent legal force). Keenam kasus tersebut terpilih dari 639 kasus kepailitan Perseroan pada tahun 1998 s.d. 21 Juli 2011. Kasus-kasus tersebut adalah: a. Kasus The Hongkong Chinese Bank Ltd vs PT. Dok & Perkapalan Kodja Bahari (Putusan Pengadilan Niaga No. 32/Pailit/2000/PN.Niaga/Jkt.Pst dan Putusan Kasasi MA No. 21/K/N/2000);
b. Kasus PT. Indosurya Mega Finance vs PT. Greatstar Perdana
Indonesia
(Putusan
Pengadilan
Niaga
No.
51/Pailit/2000/PN.Niaga/Jkt.Pst dan Putusan Kasasi MA No. 30/K/N/2000);
c. Kasus PT. Bank Mandiri vs PT. Bakrie Finance Corporation
(Putusan
Pengadilan
Niaga
No.
08/Pailit/2002/PN.Niaga/Jkt.Pst, Putusan Kasasi MA No. 020/K/N/2002; dan Putusan PK MA No. 018 PK/N/2002)
d. Kasus PT. Aditya Toa Development Melawan PT. Wijaya
Wisesa
(Putusan
Pengadilan
Niaga
No.:
03/PAILIT/2004/PN.NIAGA.JKT.PST, Putusan Kasasi MA No.: 04 K/N/2004 dan Putusan PK No. 04 PK/N/2004)
e. Kasus PT. Central Total Finance Melawan PT. Heradi Utama
(Putusan
Pengadilan
Niaga
16/PAILIT/2004/PN.NIAGA.JKT.PST, Putusan MA No.:
No.: 010
K/N/2004 dan Putusan PK MA No. 010 PK/N/2004)
f. Kasus PT. Bank Negara Indonesia (PT. BNI) melawan PT. Kalimas Baru Sukses Mandiri (Putusan Pengadilan
13
Niaga No.: 20/PAILIT/2010/PN.NIAGA.SBY. dan Putusan MA No. 249 K/Pdt. Sus/2011).
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka penulis merumuskan masalah yang akan diteliti dalam tesis ini, sebagai berikut: 1. Bagaimana variasi pertimbangan hukum dari hakim dalam
memutuskan
kasus-kasus
kepailitan
terkait
Tanggung Jawab Organ Perseroan? 2. Bagaimana Tanggung Jawab Organ Perseroan dalam kasus-kasus kepailitan berdasarkan 5 (lima) doktrin tertransplantasi: Fiduciary Duty, Ultra Vires, Piercing The Corporate Veil, Business Judgement Rule dan Self Dealing? C. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk
mengetahui
bagaimana
variasi
pertimbangan
hukum dari hakim dalam memutuskan kasus-kasus kepailitan terkait Tanggung Jawab Organ Perseroan menurut
Pendekatan
Reasoning
Argumentasi
Approach)
yaitu:
Hukum
Rule-based
(Legal
Reasoning
Approach, Principle-based Reasoning dan Doctrinal-based Reasoning Approach. 2. Untuk mengetahui mengenai Tanggung Jawab Tanggung Jawab Organ Perseroan dalam kasus-kasus kepailitan berdasarkan doktrin tertransplantasi: Fiduciary Duty, Ultra
Vires,
Piercing
The
Corporate
Judgement Rule dan Self Dealing.
14
Veil,
Business
D. Manfaat Penelitian Adapun manfaat penelitian ini bagi pihak-pihak terkait adalah sebagai berikut: 1. Bagi Perseroan: a. Untuk mengetahui bagaimana mencegah terjadinya kepailitan; b. Untuk mengetahui bagaimana variasi pertimbangan hakim dalam kepailitan Perseroan, terutama mengenai bagaimana pengaruh doktrin tertransplantasi dalam melemahkan
atau
menguatkan
Perseroan
yang
dimohonkan pailit; 2. Bagi
hakim:
sebagai
refleksi
dalam
merumuskan
pertimbangan maupun putusan terkait tanggung jawab Organ Perseroan dalam kasus-kasus kepailitan; 3. Bagi praktisi kepailitan: untuk memahami alur berpikir hakim
dalam
merumuskan
pertimbangan
maupun
putusan terkait tanggung jawab Organ Perseroan dalam kasus-kasus kepailitan; 4. Bagi akademisi maupun mahasiswa yang tertarik untuk memperdalam mengenai konsep tanggung jawab Organ Perseroan
dalam
kasus-kasus
kepailitan:
untuk
mengetahui penerapan konsep tanggung jawab Organ Perseroan dalam kasus-kasus kepailitan. E. Keaslian Penelitian Penelitian ini merupakan karya orisinil dari penulis, sebagai eksplorasi lebih dalam dari konsep tanggung jawab Organ Perseroan dalam kasus-kasus kepailitan. Konsep tersebut pernah dikaji dalam penelitian sebelumnya oleh beberapa penulis, namun
pengkajian tersebut belum sampai pada
15
ranah
untuk
menjawab
problematika
mengenai
variasi
pertimbangan hakim dalam kasus-kasus kepailitan terkait tanggung
jawab
masing-masing
Organ
Perseroan,
dan
bagaimana tanggung jawab berdasarkan 5 (lima) doktrin tertransplantasi. Pengkajian dimaksud dilakukan oleh: a.
Gunawan Widjaya, Tanggung Jawab Direksi dalam Kepailitan, 2003, Raja Grafindo Persada: Jakarta (Buku)
b. Bustanul Arifin, Tanggung Jawab Direksi Perseroan terhadap Perseroan yang Dinyatakan Pailit, 2009, Universitas Sumatera Utara (Tesis) Dalam
tesis
ini,
penulis
bermaksud
untuk
menjawab
problematika yang belum tercakup dalam dua pengkajian tersebut di atas. F. Landasan Teori Landasan Teori yang dipakai sebagai pendekatan (approach) untuk menganalisis variasi pertimbangan hakim terkait dengan
pertanggungjawaban
Organ
Perseroan
Terbatas
dalam kasus-kasus kepailitan yaitu Teori Argumentasi Hukum (Legal Reasoning). Legal Reasoning menurut fungsi memberi makna dalam dua frasa bahasa Inggris, yakni: legal = hukum dan reasoning = pertimbangan-alas hukum. Jadi pengertian legal reasoning adalah pertimbangan alas hukum yang dijadikan patokan (stelling) atau padanan (onderstelling), oleh aparatur institusi hukum dalam suatu kasus bagi kepentingan penuntutan dan putusan hakim pengadilan berdasarkan hukum.13
13
Abraham Amos, Legal Opinion, 2007, Jakarta: Raja Grafindo Persada, hal. 22
16
Pendekatan menurut teori Legal Reasoning digunakan untuk menganalisis sebagai
putusan
metode
hakim
yuridik
sebagai
untuk
proses
melakukan
penalaran identifikasi
terhadap tatanan hukum yang berlaku. Selain itu digunakan untuk
menetapkan
putusan
hukum
sebagai
langkah
penyelesaian terhadap masalah yang dihadapi. Reasoning atau ratio decidendi merupakan referensi untuk menyusun dan memperkuat argumentasi dalam pemecahan isu hukum. Pendekatan legal reasoning mempunyai ciri khas yang bersifat memberikan sanggahan (legal argument)
dalam
paradigma hukum yang diperdebatkan (legal debate).14 Sistem kontinental yang dianut di Indonesia bertujuan untuk merealisir postulat kesamaan dengan mengikat hakim pada undang-undang, yaitu peraturan yang sifatnya umum yang menentukan agar sekelompok peristiwa tertentu diputus sama. Disini, hakim terikat pada jalan pikiran deduktif (umum-khusus). Untuk menemukan putusannya diperlukan analogi dan a contrario15. Ada tiga pendekatan dalam teori legal reasoning (argumentasi hukum), yaitu: 1. Pendekatan berdasarkan teori Rule-based reasoning (argumentasi berdasarkan peraturan) Pendekatan (argumentasi
berdasarkan berdasarkan
Rule-based peraturan)
reasoning
beranjak
dari
penerapan aturan hukum tertentu terhadap suatu kasus. Abraham Amos, Op.cit. hal. 22 Sudikno Mertokusumo, Bab-bab tentang Penemuan Hukum, 1993, Bandung: Citra Aditya Bakti, hal. 28-29 14 15
17
Rule (peraturan) yang menjadi dasar argumentasi dalam penelitian ini adalah UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. 2. Pendekatan
berdasarkan
teori
Principle-based
reasoning (argumentasi berdasarkan asas) Principle-based reasoning (argumentasi berdasarkan asas) beranjak dari penerapan asas terhadap suatu kasus. Asas yang akan digunakan sebagai landasan argumentasi dalam penelitian ini yaitu 5 (lima) asas Good Corporate Governance : Transparency, Accountability, Responsibility, Independency, dan Fairness. 3. Pendekatan
berdasarkan
teori
Doctrinal-based
reasoning (argumentasi berdasarkan doktrin) Doctrinal-based
reasoning
(argumentasi
berdasarkan
doktrin) beranjak dari penerapan doktrin terhadap suatu kasus. Doktrin tersebut yaitu 5 doktrin tertransplantasi dalam UU No. 40 Tahun 2007 yaitu Doktrin Piercing the Corporate Veil, Doktrin Ultra Vires, Doktrin Business Judgement Rule, Doktrin Fiduciary Duty dan Doktrin Self Dealing. Argumentasi mengenai pertimbangan hakim yang disajikan dalam penelitian bisa berdasarkan salah satu dari 3 (tiga) pendekatan
(approach)
tersebut,
perpaduan dari ketiganya.
18
bisa
pula
merupakan
G. Metode Penelitian Metode
penelitian
penelitian,
yang
pendekatan
digunakan
penelitian
dan
terdiri
dari
jenis
jenis
data
yang
digunakan. 1. Jenis Penelitian Metode
penelitian yang digunakan untuk menjawab
pertanyaan yang telah dirumuskan dalam tesis ini yaitu penelitian yuridis normatif.16 Yuridis normatif adalah suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsipprinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang diteliti. Aturan hukum, prinsip-prinsip hukum maupun doktrin-doktrin yang berusaha ditemukan dalam penelitian ini adalah aturan hukum, prinsip-prinsip hukum maupun doktrin-doktrin yang terkait dengan tanggung jawab organ perseroan dalam kepailitan. Selain itu juga metode secara eksploratif, yaitu suatu penelitian yang mencoba membuka wawasan terhadap suatu hal yang belum pernah diteliti sebelumnya dengan tujuan untuk memperdalam pengetahuan mengenai suatu gejala tertentu, penelitian ini juga digunakan untuk mendapatkan ide-ide baru mengenai masalah yang diteliti, atau bahkan belum ada sama sekali.17 Penelitian ini
Johny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Jawa Timur: Bayumedia Publishing, 2009, hal. 45. 17 Amirudin, dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, 2006, Jakarta: Raja Grafindo Persada, hal. 25. 16
19
berusaha mengeksplorasi lebih dalam konsep tanggung jawab Organ Perseroan dalam kasus-kasus kepailitan. 2. Pendekatan Penelitian Pendekatan penelitian yang digunakan oleh penulis dalam tesis ini, yaitu: a. Pendekatan Kasus (Case Approach) Pendekatan kasus dilakukan dengan cara melakukan telaah terhadap kasus-kasus yang berkaitan dengan isu
yang
dihadapi
dan
telah
menjadi
putusan
pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap18. Kasus yang digunakan oleh penulis adalah 6 (enam)
kasus
kepailitan
yang
telah
memperoleh
kekuatan hukum tetap (permanent legal force) tersebut pada Latar Belakang penelitian ini. Kajian pokok di dalam pendekatan kasus adalah ratio decidendi atau reasoning yang merupakan referensi bagi peneliti sebagai penyusunan argumentasi dalam pemecahan isu
hukum
kepailitan
dikaitkan
dengan
pertanggungjawaban Organ Perseroan Terbatas dalam kasus-kasus kepailitan.
b. Pendekatan Undang-Undang (Statute Approach) Pendekatan
undang-undang
dilakukan
dengan
menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut-paut
dengan
kasus
yang
ditangani19.
Dalam hal ini, penulis menelaah undang-undang yang 18 19
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, 2005, Jakarta: Kencana, hal. 94 Ibid.,, hal. 93
20
berkaitan dengan tanggung jawab Organ Perseroan Terbatas dalam kasus-kasus kepailitan, yaitu: 1) Undang-Undang
No.
40
Tahun
2007
tentang
Tahun
2004
tentang
Perseroan Terbatas; dan 2) Undang-Undang
No.
37
Kepailitan dan Penundaan Pembayaran Utang.
c. Pendekatan Konseptual Pendekatan konseptual beranjak dari pandanganpandangan dan doktrin-doktrin yang berkembang di dalam ilmu hukum.20 Dalam menganalisa putusan maupun
peraturan
yang
berkaitan
dengan
pertanggungjawaban Organ Perseroan Terbatas dalam kasus kepailitan, maka penulis menggunakan doktrindoktrin tertransplantasi dalam pasal-pasal UU No. 40 Tahun 2007 berkaitan dengan pertanggungjawaban organ perseroan yaitu: 1) Doktrin Fiduciary Duty; 2) Doktrin Piercing the Corporate Veil; 3) Doktrin Ultra Vires; 4) Doktrin Business Judgement Rule; dan 5) Doktrin Self Dealing. 3. Jenis Bahan Hukum Berkaitan dengan data yang digunakan dalam penulisan tesis ini, maka bahan hukum yang digunakan antara lain:
20
Ibid., hal. 95
21
a. Bahan hukum primer Bahan hukum primer yakni bahan hukum yang bersifat otoritatif artinya mempunyai otoritas. Bahan hukum primer
terdiri dari perundang-undangan,
catatan-catatan resmi atau risalah dalam pembuatan perundang-undangan dan putusan-putusan hakim.21 Dalam
penelitian
ini,
penulis
menggunakan
perundang-undangan dan putusan hakim sebagai bahan hukum primer. Berikut
ini
peraturan
perundang-undangan
yang
digunakan: a) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas; dan b) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Putusan-putusan hakim berkekuatan hukum tetap (permanent
legal
force)
yang
berkaitan
dengan
tanggung jawab Organ Perseroan Terbatas dalam kasus-kasus kepailitan yaitu: 1)
Putusan Hakim terhadap Kasus The Hongkong Chinese Bank Ltd vs PT. Dok & Perkapalan Kodja Bahari: a)
Putusan
Pengadilan
Niaga
32/Pailit/2000/PN.Niaga/Jkt.Pst; dan b)
21
Putusan Kasasi MA No. 21/K/N/2000
Ibid, hal. 142
22
No.
2)
Putusan Hakim terhadap Kasus PT. Indosurya Mega
Finance
vs
PT.
Greatstar
Perdana
Indonesia a)
Putusan
Pengadilan
Niaga
No.
51/Pailit/2000/PN.Niaga/Jkt.Pst; dan b) 3)
Putusan Kasasi MA No. 30/K/N/2000
Putusan
Hakim
terhadap
Kasus
PT.
Bank
Mandiri vs PT. Bakrie Finance Corporation a)
Putusan
Pengadilan
Niaga
No.
08/Pailit/2002/PN.Niaga/Jkt.Pst; b)
Putusan Kasasi MA No. 020/K/N/2002; dan
c)
Putusan Peninjauan Kembali MA No. 018 PK/N/2002.
4)
Putusan Hakim terhadap Kasus PT. Aditya Toa Development Melawan PT. Wijaya Wisesa a)
Putusan
Pengadilan
Niaga
No.:
03/Pailit/2004/PN.Niaga/Jkt.Pst; b)
Putusan Kasasi MA No.: 04 K/N/2004; dan
c)
Putusan Peninjauan Kembali MA No. 04 PK/N/2004.
5)
Putusan Hakim terhadap Kasus PT. Central Total Finance Melawan PT. Heradi Utama a)
Putusan
Pengadilan
Niaga
No.:
16/Pailit/2004/PN.Niaga.Jkt.Pst; b)
Putusan MA No.: 010 K/N/2004; dan
c)
Putusan Peninjauan Kembali MA No. 010 PK/N/2004.
23
6)
Putusan Negara
Hakim
terhadap
Indonesia
(PT.
Kasus
BNI)
PT.
Bank
melawan
PT.
Niaga
No.:
Kalimas Baru Sukses Mandiri c)
Putusan
Pengadilan
20/Pailit/2010/PN.Niaga.Sby.; dan d)
Putusan MA No. 249 K/Pdt. Sus/2011
b. Bahan hukum sekunder Bahan hukum sekunder berupa semua publikasi tentang hukum yang bukan merupakan dokumendokumen hukum,
resmi meliputi
tetapi
berupa
buku-buku
publikasi
teks,
tentang
kamus-kamus
hukum, jurnal-jurnal hukum dan komentar-komentar atas putusan pengadilan22. Dalam penelitian, penulis menggunakan buku-buku teks, jurnal-jurnal hukum dan komentar atas putusan pengadilan yang terkait dengan tanggung jawab Organ Perseroan Terbatas dalam kasus-kasus kepailitan.
22
Loc.cit.
24
H. Sistematika Penulisan Bab I
Pendahuluan Dalam Bab ini akan dibahas tentang latar belakang penelitian,
rumusan
masalah,
tujuan
penelitian,
manfaat penelitian, keaslian penelitian, landasan teori, metode penelitian, dan sistematika penulisan. Bab II Tinjauan Pustaka Tinjauan
pustaka
penelitian
adalah
yang
menjadi
mengenai
acuan
konsep
analisa
Kepailitan,
Pelaksanaan Prinsip Tata Kelola Perseroan yang Baik (Good
Corporate
Governance)
sebagai
suatu
keniscayaan dalam mencegah terjadinya kepailitan, Kepailitan
Perseroan,
Organ
Perseroan
sebagai
perantara (agent) bagi Perseroan untuk melakukan tindakan hukum dengan pihak ketiga, tanggung jawab Organ
Perseroan
dalam 5 (lima)
doktrin
tertransplantasi, dan pengaturan mengenai tanggung jawab Organ Perseroan dalam kepailitan. Bab III Hasil Penelitian dan Analisis Dalam Bab III, penulis akan menjelaskan secara rinci mengenai hasil penelitian berupa 6 (enam) kasus kepailitan terkait Tanggung Jawab Organ Perseroan per tingkat peradilan, dan analisis berupa pengaruh 5 (lima) doktrin tertransplantasi dalam pertimbangan hakim guna memutus 6 (enam) kasus kepailitan terpilih per tingkat peradilan, variasi pertimbangan hakim dalam memutus 6 (enam) kasus kepailitan,
25
tanggung jawab Organ Terkait 5 (lima) doktrin tertransplantasi,
penelusuran
mengenai
tindakan
ultra vires dalam kasus-kasus kepailitan, tanggung jawab
secara
tanggung
renteng
sebagai
solusi
kepailitan yang terjadi akibat tindakan ultra vires Direksi. Bab IV Penutup Pada bab ini akan dipaparkan mengenai kesimpulan dari analisis dan saran atau masukan mengenai tanggung jawab organ perseroan dalam kasus-kasus kepailitan.
26