BAB I PENDAHULUAN Pada bab I ini, peneliti mengungkapkan mengenai: (a) latar belakang masalah, (b) rumusan masalah, (c) tujuan penelitian, dan (d) manfaat penelitian. A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran sastra di SMA masih memerlukan media untuk menunjang pembelajaran dan pembentukan karakter siswa. Dewasa ini, kesusastraan di sekolah merasa tertolong dengan kebijakan pemerintah. Kemendikbud telah mengeluarkan Permen Nomor 23 Tahun 2015 mengenai program Penumbuhan Budi Pekerti (PBP) di sekolah. Salah satu yang harus dilaksanakan adalah membaca buku nonpelajaran sekitar 15 menit sebelum jam pelajaran pertama dimulai. Berkenaan dengan kebijakan tersebut, siswa dapat diberi bacaan berupa karya sastra. Tidak hanya untuk bacaan tetapi karya sastra juga dapat digunakan dalam pembelajaran bahasa Indonesia sesuai dengan kurikulum yang digunakan. Pembelajaran sastra di sekolah mendapatkan tempat yang proporsional dalam kurikulum 2013. Penanaman nilai-nilai kebudayaan Indonesia yang beragam juga dapat dilakukan melalui pembelajaran sastra yang sumbernya berasal dari berbagai daerah di nusantara. Kita menyadari bahwa setiap sistem pendidikan kiranya perlu disertai usaha untuk menanamkan wawasan pemahaman nilai-nilai bagi setiap peserta didik. Ismawati (2014: 8) mengemukakan akibat dari pemahaman nilai yakni, nilai yang tercernakan menyebabkan individu menghayati dan menjiwai sesuatu nilai sehingga akan memandang keliru perilaku yang tidak sesuai. Melalui pembelajaran satra di sekolah siswa menerima pemahaman nilainilai dengan cara yang indah, karena menurut Horace sastra itu dulce et utile, artinya indah dan bermakna. Dalam pembelajaran sastra, siswa dapat mengambil nilai-nilai tersebut untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Satra berasal dari kehidupan, hal ini sesuai dengan pendapat Ismawati (2013: 3) bahwa “Sastra sebagai sesuatu yang dipelajari atau sebagai pengalaman kemanusiaan dapat
1
2
berfungsi sebagai bahan renungan dan refleksi kehidupan karena sastra bersifat koekstensif dengan kehidupan, artinya sastra berdiri sejajar dengan hidup.” Selain berarti keindahan, sastra juga dapat membentuk kepribadian seseorang. Sesuai dengan paparan Nurgiyantoro (2013: 382) kebutuhan akan sastra terkait dengan kebutuhan batiniah, nonmaterial, afektif, dan pembentukan kepribadian. Kepuasan seseorang setelah membaca sastra lebih menyangkut kepuasan batiniah, respon yang sering diberikan berupa respon afektif. Pembelajaran sastra sebaiknya tidak lagi hanya diarahkan tetapi dilaksanakan dan menggunakan media yang tepat. Pemilihan karya sastra yang akan digunakan sebagai materi ajar juga harus diperhatikan dengan baik. Karya sastra itu sendiri merupakan hasil pelibatan psikologis dari pengarangnya. Sesuai dengan pemaparan, Endraswara (2008: 87) bahwa sastra sebagai “gejala kejiwaan” di dalamnya terkandung fenomena-fenomena kejiwaan yang tampak lewat perilaku tokoh-tokohnya. Karya sastra diungkapkan melalui bahasa, baik secara lisan maupun tulisan dan dapat menimbulkan rasa indah serta menggetarkan hati pembaca dan pendengarnya. Hal tersebut juga disampaikan oleh Ratna (2014: 172) bahwa sastra atau kesusastraan sebagai sebuah karangan yang indah, baik bahasa maupun isinya. Jenis karya sastra meliputi novel, cerita pendek, puisi, pantun, dan lain-lain. Salah satu jenis karya sastra yang dapat dijadikan materi ajar ialah novel. Novel termasuk karya sastra fiksi hasil pemikiran pengarang yang imajinatif. Hal ini sesuai dengan pendapat Luxemburg (1986: 5) bahwa sastra merupakan sebuah ciptaan, sebuah kreasi, bukan pertama-tama sebuah imitasi. Pengarang menciptakan sebuah dunia baru, meneruskan proses penciptaan di dalam semesta alam, bahkan menyempurnakannya. Sastra ialah suatu luapan emosi yang spontan. Mendukung pernyataan Luxemburg, Sehandi (2014: 50) berpendapat, “Karya sasta sebagai hasil ekspresi pengalaman mistis dan estetis manusia melalui media bahasa sebagai hasil kreativitasnya yang bersifat imajinatif.” Karya berasal dari kehidupan manusia yang di dalamnya terdapat permasalahan. Sementara itu, Rokhmansyah (2014: 32) juga menuturkan bahwa
3
novel merupakan karya sastra yang menceritakan hal luar biasa yang terjadi dalam kehidupan manusia sehingga jalan hidup tokoh cerita yang ditampilkan dapat berubah. Permasalahan dalam novel mengungkapkan permasalahan kehidupan manusia. Permasalahan muncul karena ada ketidakselarasan yang dialami tokoh cerita dengan lingkungan sekitarnya, dirinya sendiri, ataupun dengan Tuhannya. Mengenai penyebab konflik cerita, Waluyo (2011: 18) berpendapat bahwa tokohtokoh itu memiliki watak yang menyebabkan terjadinya konflik dan konflik itulah yang kemudian menghasilkan cerita. Dengan demikian, perkembangan konflik didasarkan pada konflik yang sebelumnya terjadi. Konflik dalam cerita berkaitan dengan psikologi. Salah satu disiplin ilmu dari sastra adalah psikologi sastra, yang berasal dari psikologi dan sastra. Psikologi adalah sebuah disiplin ilmu yang berfokus pada perilaku dan berbagai proses mental serta bagaimana perilaku dan berbagai proses mental ini dipengaruhi oleh kondisi mental organisme, dan lingkungan eksternal (Wade, 2007: 1). Melalui tingkah laku dapat diketahui arti sebenarnya dari wujud kehidupan manusia dalam konteksnya. Dalam penerapannya, aktivitas kejiwaan hanya dapat dilihat dari tingkah laku manusia dan psikologi dalam memerhatikan dan menerima manusia dengan baik. Psikologi sastra merupakan gabungan disiplin ilmu yang keduanya samasama memperlajari tentang kehidupan. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Endraswara bahwa, “Psikologi sastra adalah kajian sastra yang memandang karya sebagai kreativitas kejiwaan. Pengarang akan menggunakan cipta, rasa, dan karsa dalam berkarya. Secara tidak langsung psikologi dan sastra mempelajari kehidupan manusia, sedangkan secara fungsional psikologi dan sastra mempelajari keadaan kejiwaan orang lain, bedanya dalam psikologi gejala tersebut nyata, sedangkan sastra bersifat imajinatif” (2003: 96). Dengan demikian, psikologi sastra mempelajari tentang kehidupan manusia. Psikologi dan sastra mempunyai esensi masing-masing yang akan selaras jika disatukan. Endraswara (2003: 97) menjelaskan bahwa psikologi dan sastra memiliki hubungan fungsional karena sama-sama mempelajari keadaan kejiwaan
4
orang lain. Sedangkan, Sehandi (2014: 46) memaparkan, psikologi sastra lebih banyak berkaitan dengan tokoh dan penokohan, dengan tiga wilayah analisis, yakni psikologi pengarang, psikologi tokoh dalam karya sastra, dan psikologi pembaca. Manfaat psikologi sastra bagi masyarakat adalah mampu memahami perubahan, kontradiksi, dan penyimpangan-penyimpangan yang terjadi terkait dengan proses kejiwaan. Pembelajaran sastra di sekolah terintegrasi dalam mata pelajaran bahasa Indonesia. Ismawati (2013: 1) menjelaskan bahwa pembelajaran sastra merupakan pembelajaran yang menyangkut seluruh aspek sastra yaitu, teori sastra, sejarah sastra, kritik sastra, sastra perbandingan dan apresiasi sastra. Dari semua aspek tersebut, apresiasi sastra merupakan aspek yang paling sulit. Sebab apresiasi sastra menekankan pengajaran pada ranah afektif berupa rasa, nurani dan nilai-nilai. Menurut Rahmanto (1988: 25) pengajaran sastra hendaknya dapat memberikan bantuan dalam usaha mengembangkan kualitas kepribadian siswa, meliputi ketekunan, kepandaian, pengimajian, dan penciptaan. Pemilihan bahan ajar sastra dapat dirumuskan kriteria bahan ajar sastra yang baik dalam dua aspek yaitu aspek kesahihan dan aspek kesesuaian. Kesahihan berhubungan dengan kriteria aspek-aspek kesastraan dalam novel. Aspek kesastraan terdiri atas unsur-unsur intrinsik dalam novel, novel memuat nilai pedagogis, dan nilai estetis. Kesesuaian berhubungan dengan subjek didik. Kriteria untuk kesesuaian berupa kesesuaian dengan bahasa, psikologi, lingkungan, novel menarik dan bermanfaat, dan memupuk rasa keingintahuan. Novel dari berbagai penerbit sudah banyak dikaji, tetapi sejauh pengetahuan peneliti novel Ayah Menyayangi Tanpa Akhir karya Kirana Kejora belum banyak diteliti. Novel ini memiliki kelebihan untuk dikaji. Novel tersebut merupakan novel best seller, berdasarkan cerita nyata, mengandung aspek humanisme, dan nilai moral. Amanat yang disampaikan mudah diserap karena menceritakan sebuah keluarga, yakni konflik batin seorang ayah yang mengasuh anaknya tanpa didampingi istrinya. Kecerdasan pengarang yang menuangkan ide menjadi sebuah karya dan membangun jiwa pembaca agar memiliki kekuatan hati. Dalam novel
5
tersebut para tokoh dihadapkan pada konflik kehidupan. Pendekatan yang sesuai untuk membedah kejiwaaan karya sastra ini adalah pendekatan psikologi sastra. Terdapat beberapa penelitian sastra terkait kajian psikologi yang pernah dilakukan dengan aspek tinjauan yang berbeda-beda. Kajian novel oleh Mufidati (2014), menghasilkan penemuan bahwa Novel Ayahku (Bukan) Pembohong Karya Tere Liye
merupakan karya yang estetis dengan konflik batin dan nilai
pendidikan sehingga sangat tepat untuk dijadikan bahan pembelajaran sastra di sekolah.
Berbeda dengan Mufidati, Dewi (2015) mengkaji Kumpulan Cerita
Pendek Berjuta Rasanya Karya Tere Liye. Kajian tersebut menghasilkan temuan bahwa aspek kejiwaan tokoh utama sesuai dengan teori kepribadian Sigmund Freud yang terdiri atas, id, ego, dan superego. Nilai moral dalam karya Tere Liye tersebut sangat dominan, sehingga mampu memberikan pembelajaran terhadap pembaca dalam menghadapi permasalahan di kehidupan sehari-hari. Penelitianpenelitian tersebut menjadi referensi penulis untuk menyusun penelitian ini. Pada kurikulum 2013, novel adalah salah satu karya sastra yang digunakan dalam pembelajaran. Novel Ayah Menyayangi Tanpa Akhir diperkirakan mengandung nilai-nilai pendidikan, sehingga novel tersebut sesuai untuk menunjang pembelajaran sesuai dengan kurikulum 2013 yang sarat dengan nilai pendidikan. Dalam kurikulum 2013, bahasa Indonesia memberikan alokasi waktu yang cukup untuk pengkajian sastranya. Misalnya untuk siswa SMA/MA kelas XII dengan KD: 3.1 Memahami struktur dan kaidah teks cerita sejarah, berita, iklan, editorial/opini, dan novel baik melalui lisan maupun tulisan (Kemendikbud, 2013: 45). Penelitian ini menggunakan pendekatan psikologi sastra untuk mengkaji lebih mendalam mengenai konflik batin yang dialami oleh tokoh utama dalam novel Ayah Menyayangi Tanpa Akhir karya Kirana Kejora. Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk mengkaji novel tersebut menggunakan kajian psikologi sastra, nilai pendidikan, dan relevansinya sebagai materi ajar di SMA. Oleh karena itu, penelitian ini berjudul “Kajian Psikologi Sastra, Nilai
6
Pendidikan, dan Relevansinya sebagai Materi Ajar Sastra di SMA dalam Novel Ayah Menyayangi Tanpa Akhir karya Kirana Kejora.” B. Rumusan Masalah 1. Bagaimanakah unsur struktural dalam novel Ayah Menyayangi Tanpa Akhir karya Kirana Kejora? 2. Bagaimana aspek kejiwaan tokoh utama yang terdapat dalam novel Ayah Menyayangi Tanpa Akhir karya Kirana Kejora? 3. Apa saja nilai pendidikan yang terkandung dalam novel Ayah Menyayangi Tanpa Akhir karya Kirana Kejora? 4. Bagaimana relevansi unsur struktural, aspek kejiwaan, dan nilai pendidikan sebagai materi ajar sastra di SMA? C. Tujuan Penelitian 1. Mengetahui unsur struktural dalam novel Ayah Menyayangi Tanpa Akhir karya Kirana Kejora. 2. Mengetahui aspek kejiwaan tokoh utama yang terdapat dalam novel Ayah Menyayangi Tanpa Akhir karya Kirana Kejora. 3. Mengetahui nilai pendidikan yang terkandung dalam novel Ayah Menyayangi Tanpa Akhir karya Kirana Kejora. 4. Mengetahui relevansi unsur struktural, aspek kejiwaan, dan nilai pendidikan sebagai materi ajar sastra di SMA. D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat teoritis dan praktis bagi pembacanya. Adapun manfaat yang diharapkan adalah sebagai berikut: 1. Manfaat Teoritis a. Penelitian ini diharapkan mampu menambah wawasan dan memperkaya khazanah ilmu pengetahuan mengenai studi sastra Indonesia khususnya pendekatan psikologi sastra. b. Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai referensi untuk penelitian yang sejenis.
7
2. Manfaat Praktis a. Bagi guru Hasil penelitian ini dapat dijadikan rujukan untuk digunakan sebagai bahan ajar oleh guru bahasa Indonesia. Bermanfaat sebagai wadah yang mampu menampung ekspresi siswa dan memberikan nilai-nilai yang bersifat mendidik untuk diimplementaikan dalam kehidupan bermasyarakat. Hasil penelitian ini juga dapat memberikan gambaran bagi guru bahasa Indonesia bahwa novel Ayah Menyayangi Tanpa Akhir karya Kirana Kejora relevan untuk digunakan sebagai materi ajar sesuai dengan kurikulum yang berlaku. b. Bagi siswa Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan bacaan siswa dan materi ajar dalam memahami nilai-nilai pendidikan yang ada dalam novel. Selanjutnya nilai-nilai positif di dalamnya dapat diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. c. Bagi peneliti lain Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan referensi yang relevan bagi peneliti lain yang akan melakukan penelitian sejenis dan sebagai pedoman untuk melakukan penelitian yang lebih mendalam terkait dengan permasalahan yang sejenis.