BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Kesehatan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia. Oleh karena itu. pembangunan kesehatan menjadi salah satu bagian penting dalam pembangunan negara. Pembangunan kesehatan menurut Undang-undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang RPJPN Tahun 2005-2025, diarahkan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar peningkatan
derajat
kesehatan
yang
setinggi-tingginya
dapat
terwujud.
Peningkatan derajat kesehatan dilakukan dengan upaya kesehatan diselenggarakan dalam bentuk kegiatan dengan pendekatan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif
yang
dilaksanakan
secara
terpadu,
menyeluruh,
dan
berkesinambungan (Pemerintah RI, 2009). Pelayanan kesehatan sebagai salah satu upaya kesehatan terdiri dari: 1. Pelayanan kesehatan perorangan, yang bertujuan untuk menyembuhkan penyakit dan memulihkan kesehatan perorangan dan keluarga, serta 2. Pelayanan kesehatan masyarakat yang bertujuan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah penyakit suatu kelompok orang atau masyarakat (Rachmat, 2013). Pusat kesehatan masyarakat, yang selanjutnya disebut puskesmas, adalah fasilitas
pelayanan
kesehatan
yang
menyelenggarakan
upaya
kesehatan
masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya (Kemenkes RI, 2014). Terdapat 3 fungsi yang harus diperankan oleh puskesmas, yaitu: 1. Puskesmas merupakan pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan. 2. Puskesmas merupakan pusat pemberdayaan masyarakat.
1
2
3. Puskesmas merupakan pusat pelayanan kesehatan strata pertama, yang terdiri atas pelayanan kesehatan individu dan pelayanan kesehatan masyarakat (Kemenkes RI, 2011). Keberadaan puskesmas merupakan kepanjangan pemerintah dalam melakukan upaya pelayanan kesehatan tingkat pertama. Pemerintah bertanggung jawab atas ketersediaan sumber daya di bidang kesehatan yang adil dan merata bagi seluruh masyarakat untuk memperoleh derajat kesehatan yang setinggitingginya (Pemerintah RI, 2009). Hampir 94% puskesmas di Indonesia telah melaksanakan fungsi pelayanan kesehatan berupa 6 upaya kesehatan wajib, yaitu: promosi kesehatan, kesehatan lingkungan, KIA/KB, perbaikan gizi masyarakat, P2 penyakit, dan pengobatan. Program promosi kesehatan sebagai program yang sangat strategis untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, melalui pemberian informasi kesehatan kepada masyarakat untuk melaksanakan perilaku hidup bersih dan sehat dalam kehidupan sehari-hari. Kegiatan promotif dan preventif bisa melalui program imunisasi, skrining antenatal, peningkatan gizi masyarakat, posyandu, pemeriksaan antenatal, dan termasuk melakukan medical checkup secara rutin. Jika dibandingkan dengan kuratif (pengobatan) dan rehabilitatif (meminimalisasi dampak akibat suatu penyakit), maka kegiatan promotif dan preventif biayanya menjadi lebih murah, sementara untuk pengobatan memerlukan biaya yang sangat besar (Sugiharto, 2011). Pentingnya promosi kesehatan dapat dilihat dari kasus kematian anak di Indonesia. Jumlah kematian anak di bawah usia 5 tahun telah berkurang dari 385.000 pada tahun 1990 menjadi 152.000 pada tahun 2012. Namun, lebih dari 400 anak-anak yang masih meninggal setiap hari di Indonesia. Korban meninggal ini adalah anak-anak dari keluarga miskin dan paling terpinggirkan, dan banyak dari mereka menjadi korban penyakit yang mudah dicegah dan diobati seperti pneumonia dan diare (Razak, 2013). Pengurangan kematian akibat penyakit yang mudah dicegah dapat dilakukan dengan program kesehatan promotif dan preventif promosi kesehatan. Salah satu yang paling kompleks adalah tantangan memastikan orang yang tinggal di pedesaan dan lokasi terpencil memiliki akses
3
ke tenaga kesehatan terlatih (World Health Organization, 2010). Kekurangan tenaga masih menjadi masalah negara berkembang seperti Indonesia. Daerah dengan ketersediaan tenaga kesehatan rendah sering menjadi daerah dengan hasil kesehatan terburuk (Robyn et al., 2015). Kekurangan tenaga yang parah dan maldistribusi tenaga kesehatan yang telah diperburuk baru-baru ini oleh disintegrasi sistem kesehatan (Lehmann et al., 2008) menjadi salah satu masalah negara Indonesia Jika dilihat kecukupan sumber daya program secara lengkap (yaitu adanya kegiatan, petugas, pelatihan, pedoman, dan bimbingan teknik dari Dinas Kesehatan Kab/Kota), maka persentasenya tenaga promosi kesehatan hanya 34% (Badan Litbangkes Kemenkes RI, 2011). Persentase tersebut menunjukkan bahwa tenaga promosi kesehatan masih belum merata di semua puskesmas. Ketersediaan layanan puskesmas yang maksimal didukung oleh sarana prasarana yang lengkap dan ketersediaan sumber daya manusia kesehatan. Kurangnya sumber daya manusia dapat berakibat pada tidak maksimalnya layanan kesehatan kepada masyarkat. Kekurangan tenaga promosi kesehatan berdasarkan latar belakang pendidikan dari data Rifaskes tahun 2011 puskesmas menunjukkan bahwa penanggung jawab program promosi kesehatan dengan latar belakang pendidikan yang tidak sesuai adalah sebesar 71,4%. Persentase puskesmas tertinggi yang mempunyai penanggung jawab promosi kesehatan dengan latar belakang pendidikan sesuai adalah Maluku Utara 53,5%, Sulawesi Barat 48,1%, dan Sulawesi Selatan 44,8%. Persentase puskesmas terendah mempunyai penanggung jawab program promosi kesehatan dengan latar pendidikan yang sesuai adalah Provinsi Papua 6,1%, diikuti oleh Provinsi Maluku 7,5% dan Provinsi DKI Jakarta 9,5% (Badan Litbangkes Kemenkes RI, 2011). Menurut
keputusan
Menteri
Kesehatan
Nomor
1114/MENKES/SK/VII/2005 tentang Pedoman Pelaksanaan Promosi Kesehatan di Daerah, promosi kesehatan adalah upaya untuk meningkatkan kemampuan masyarakat melalui pembelajaran dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat, agar mereka dapat menolong diri sendiri, serta mengembangkan kegiatan yang
4
bersumberdaya masyarakat, sesuai dengan sosial budaya setempat dan didukung kebijakan publik yang berwawasan kesehatan. Menurut definisi tersebut, tenaga promosi kesehatan menjadi ujung tombak dalam pelaksanaan kebijkan kesehatan preventif dan promotif di masyarakat. Pentingnya ketersediaan tenaga kesehatan di puskesmas menjadi landasan perlu dipenuhinya kekosongan tenaga promosi kesehatan di semua puskesmas Indonesia. Ketersedian tenaga kesehatan dipengaruhi oleh faktor-faktor tertentu, Tanahashi (Joint & Initiative, 2012) mengemukakan bahwa salah satu faktor tidak meratanya distribusi tenaga kesehatan karena dipengaruhi oleh retensi tenaga kesehatan. Kebijakan retensi tenaga kesehatan menggunakan indikator faktorfaktor yang mempengaruhi retensi, yaitu akses dan koneksi tempat kerja, fasilitas infrastruktur layanan kesehatan, pengembangan karir sumber daya manusia, gaji dan pemberian insentif, rumah dinas, dan rotasi pegawai (Robyn et al., 2015). Di sisi lain, faktor geografi (topografi dan lokasi) menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi distribusi tenaga kesehatan (Zurn et al., 2004). Salah satu cara meningkatkan ketersediaan tenaga kesehatan adalah meningkatkan retensi tenaga kesehatan dengan mengacu pada faktor-faktor yang mempengaruhi ketersediaan tenaga kesehatan. Dilihat dari pelaksanaan program promosi kesehatan di puskesmas berdasarkan data Rifaskes tahun 2011 secara nasional persentase puskesmas melakukan kegiatan promosi kesehatan lengkap di puskesmas hanya sebesar 53,7% sedangkan 45,6% tidak melakukan. Dilihat dari 10 indikator perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) berdasarkan data Riskesdas 2013 (Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan, 2013) dapat dilihat capaian program PHBS sebagai berikut:
5
Gambar 1. Proporsi rumah tangga melakukan PHBS menurut 10 indikator data Riskesdas 2013
Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa ada 4 indikator PHBS yang masih belum mencapai 50%, antara lain cuci tangan dengan benar, memberikan ASI eksklusif dan konsumsi sayur dan buah. Dari data-data tersebut, peran tenaga promosi kesehatan perlu ditingkatkan untuk mencapai capaian indikator PHBS dan pelaksanaan program promosi kesehatan yang lebih baik. Berdasarkan paparan di atas, peneliti ingin mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi
ketersedian
tenaga
promosi
kesehatan
di
puskesmas
kabupaten/kota di Indonesia berdasarkan data Rifaskes tahun 2011, yaitu akses pelayanan (topografi dan lokasi), karakteristik puskesmas (jenis puskesmas) terhadap proses program promosi kesehatan. Diharapkan, dengan diketahuinya faktor-faktor yang mempengaruhi ketersediaan tenaga promosi kesehatan di puskesmas kabupaten/kota dapat menjadi landasan keberhasilan distribusi tenaga promosi kesehatan dan peningkatan capaian proses program promosi kesehatan di semua puskesmas kabupaten/kota Indonesia.
6
B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang dan permasalahan pada uraian tersebut di atas, dapat dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini adalah: Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi ketersediaan tenaga promosi kesehatan terhadap proses program promosi kesehatan di puskesmas Kabupaten/kota di Indonesia? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi ketersediaan tenaga promosi kesehatan terhadap proses program promosi kesehatan di puskesmas kabupaten/kota Indonesia. 2. Tujuan khusus a. Menganalisis hubungan antara akses pelayanan di puskesmas dengan ketersediaan tenaga promosi kesehatan di puskesmas kabupaten/kota Indonesia. b. Menganalisis
hubungan
antara
karakteristik
puskesmas
dengan
ketersediaan tenaga promosi kesehatan di puskesmas kabupaten/kota Indonesia. c. Menganalisis hubungan antara ketersediaan tenaga terhadap proses program promosi kesehatan di di puskesmas kabupaten/kota Indonesia.
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat akademis a. Sebagai bahan pengembangan ilmu pengetahuan yang berkaitan tentang pemenuhan kebutuhan tenaga promosi kesehatan di puskesmas. b. Sebagai bahan penelitian-penelitan selanjutnya yang berkaitan dengan ketersediaan tenaga promosi kesehatan di Indonesia.
7
2. Manfaat praktis Penelitian ini dapat menjadi bahan masukan bagi pemerintah dalam pengambilan kebijakan tentang ketersediaan tenaga promosi kesehatan di puskesmas. E. Keaslian Penelitian Penelitian terdahulu yang relevan mengenai tenaga kesehatan di puskesmas sudah pernah dilaksanakan sebelumnya, namun sepengetahuan peneliti belum ada penelitian yang membahas faktor-faktor yang mempengaruhi ketersediaan tenaga promosi kesehatan di puskesmas secara khusus di Indonesia berdasarkan data Rifaskes 2011. Penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian saat ini antara lain adalah sebagai berikut: 1. Robyn et al. (2015) dalam penelitian yang berjudul: “Addressing health workforce distribution concerns: a discrete choice experiment to develop rural retention strategies in Cameroon”. Penelitian tersebut bertujuan untuk menemukan alternatif-alternatif paket kebijakan dari faktor-faktor yang mempengaruhi retensi tenaga kesehatan di daerah terpencil. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa faktor pemberian insentif dan perbaikan fasilitas infrastruktur merupakan pilihan utama dalam pembuatan kebijakan retensi kesehatan dibandingkan dengan faktor yang mempengaruhi lainya seperti akses tempat kerja, rumah dinas, kesempatan pengembangan karir, serta pindah tugas ke daerah lain setelah waktu tertentu. Persamaan dengan penelitian yang dilakukan ini adalah penggunaan indikator fasilitas infrastruktur, kesempatan pengembangan karir dan pemberian insentif. Perbedaan dengan penelitian ini adalah tempat penelitian dan subjek penelitian. 2. Syukra (2012) dalam penelitian yang berjudul: “Analisis kebutuhan sumber daya promosi kesehatan di rumah sakit umum daerah Solok, Sumatera Barat”. Penelitian tersebut bertujuan untuk menggali informasi tentang ketersediaan sumber daya promosi kesehatan di rumah sakit dari segi tenaga, dana, dan sarana prasarana tenaga di RSUD Solok.
8
Kesimpulan penelitian tersebut adalah perlunya menempatkan tenaga promosi kesehatan dengan latar belakang pendidikan promosi kesehatan. Persamaan dengan penelitian yang dilakukan ini adalah meneliti tenaga promosi kesehatan dan menganggap pentingnya tenaga promosi kesehatan sesuai dengan latar belakang pendidikan promosi kesehatan. Perbedaan dengan penelitian ini metode penelitian dan lokasi penelitian. 3. Ojakaa et al. (2014) dalam penelitian yang berjudul: “Factors affecting motivation and retention of primary health care workers in three disparate regions in Kenya”. Penelitian tersebut bertujuan untuk mencari faktorfaktor yang mempengaruhi motivasi dan retensi tenaga kesehatan di primary health care. Hasil penelitian tersebut menyebut faktor retensi yang mempengaruhi ketersediaan tenaga kesehatan antara lain faktor akses tempat kerja, kompensasi (gaji dan jaminan kesehatan keluarga), serta fasilitas bagi tenaga kesehatan (rumah dinas, akses listrik, dll.). Persamaan dengan penelitian yang dilakukan ini adalah meneliti faktor yang mempengaruhi ketersediaan tenaga di primary health care dengan pendekatan retensi. Perbedaan dengan penelitian ini adalah tempat penelitian dan subjek penelitian. 4. Sugiharto (2011) dalam penelitian yang berjudul “Analisis pencapaian target program promosi kesehatan menurut jenis puskesmas di Kabupaten Tulungagung (uji komperasi Mann Whitney test - data Rifaskes, 2011). Penelitian tersebut bertujuan untuk menganalisis perbedaan pencapaian target program promosi kesehatan menurut lokasi dan jenis puskesmas. Hasil penelitian tersebut tidak ada perbedaan signifikan antara puskesmas perawatan dan nonperawatan dalam pencapaian target desa siaga aktif, namun secara deskriptif puskesmas perawatan melaksanakan 4 dimensi program promkes lebih banyak dibandingkan dengan puskesmas nonperawatan. Persamaan dengan penelitian yang dilakukan adalah penggunakan data sekunder Rifaskes 2011 dengan tema promosi kesehatan. Perbedaan dengan penelitian ini adalah tempat penelitian dan subjek penelitian.
9
5. Husein (2013) dalam penelitian yang berjudul
“Studi Evaluasi
Ketersediaan tenaga kesehatan di puskesmas pada kabupaten/kota daerah tertinggal, perbatasan dan kepulauan terhadap capaian indikator kinerja standar pelayanan minimal kabupaten/kota. Penelitian tersebut bertujuan untuk mengetahui faktor penentu terhadap kelengkapan program wajib puskesmas dan rata-rata capaian indikator kinerja SPM Kab/Kota di DTPK.” Persamaan dengan penelitian ini adalah subjek penelitian dan tema penelitian yang menganalisis faktor ketersediaan tenaga terhadap program. Perbedaan dengan penelitian ini adalah lokasi penelitian dan indikator yang digunakan. Dari keaslian penelitian di atas, dapat disimpulkan bahwa perbedaan penelitian terletak pada tujuan penelitian dan lokasi penelitian. Penelitian ini mengadopsi beberapa teori dan indikator faktor-faktor yang mempengaruhi ketersediaan tenaga kesehatan dengan pendekataan teori distribusi dan retensi tenaga kesehatan yang mengacu pada penelitian yang ada di atas. Penelitian yang dilakukan ini juga menganalisis faktor ketersediaan terhadap proses program promosi kesehatan di puskesmas. Indikator yang digunakan antara lain: akses layanan (topografi dan lokasi), karakteristik puskesmas yang dilihat dari jenis puskesmas, serta program promosi kesehatan. LLLLLLLLLLLLLLLLLLLLLL