perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ilmu kimia dibangun melalui pengembangan keterampilan-keterampilan proses sains, yaitu melakukan pengamatan (observasi), menafsirkan pengamatan (interpretasi), mengelompokkan (klasifikasi), meramalkan (prediksi), berkomunikasi, berhipotesis, merencanakan percobaan, menerapkan konsep, dan mengajukan pertanyaan. Ilmu kimia merupakan mata pelajaran wajib di SMA, terutama bagi siswa yang mengambil jurusan ilmu alam. Ilmu kimia dipelajari di SMA dengan tujuan agar siswa memahami konsepkonsep kimia serta penerapannya untuk memecahkan masalah dalam kehidupan seharihari. Selain itu, belajar ilmu kimia tidak hanya untuk mengetahui zat-zat kimia yang ada di sekitar kita ataupun sekedar menemukan zat-zat kimia yang bermanfaat bagi kesejahteraan manusia saja, akan tetapi ilmu kimia dapat pula memenuhi keingintahuan seseorang untuk memahami berbagai peristiwa alam yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Dengan memperlajari ilumu kimia siswa dapat memperoleh pengalaman dalam menerapkan metode ilmiah melalui percobaan atau eksperimen (Depdiknas, 2003). Sistem pendidikan di Indonesia menjadi tanggung jawab Kementerian Pendidikan dan Budaya Nasional Republik Indonesia (Kemendikbud). Salah satu komponen penting dari sistem pendidikan adalah kurikulum. Kurikulum merupakan komponen yang dijadikan acuan setiap satuan pendidikan, baik oleh pengelola dan juga penyelenggara. Sejalan dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas pasal 35 dan 36 yang menekankan perlunya peningkatan standar nasional pendidikan sebagai acuan kurikulum secara berencana dan berkala untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional, maka terus dilakukan penyempurnaan kurikulum secara berkelanjutan agar sistem pendidikan nasional selalu relevan dan kompetitif (Mulyasa, 2009). Di tahun 2012 ini Indonesia menerapkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendididkan (KTSP) yang diharapkan dapat meningkatkan kualitas proses dan hasil
1
2 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
belajar siswa di sekolah. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) merupakan kurikulum operasional yang disusun, dikembangkan, dan dilaksanakan oleh setiap satuan pendidikan yang sudah siap dan mampu untuk mengembangkannya. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) disusun dan dikembangkan berdasarkan UndangUndang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 36 ayat 1) dan 2) sebagai berikut: 1) Pengembangan kurikulum mengacu pada Standar Nasional Pendidikan untuk mewujudkan Tujuan Pendidikan Nasional. 2) Kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik. (Mulyasa, 2009: 20) Kurikulum
Tingkat
Satuan
Pendidikan
(KTSP)
adalah
suatu
strategi
pengembangan kurikulum untuk membentuk sekolah yang efektif, produktif, dan berprestasi. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) memberikan otonomi luas pada setiap satuan pendidikan. Satuan pendidikan dan sekolah diberikan keleluasaan untuk mengelola sumber daya, sumber dana, sumber belajar, dan mengalokasikannya sesuai dengan kebutuhan setempat. Dengan adanya sistem otonomi tersebut, maka sekolah memiliki potensi untuk meningkatkan kinerja guru dan staf sekolah serta memberikan pemahaman pada masyarakat tentang pendidikan. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) menuntut guru untuk kreatif dalam memilih dan mengembangkan materi pembelajaran yang disampaikan pada peserta didik, karena Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) memberikan kesempatan kepada guru untuk mengembangkan indikator pembelajarannya sendiri. Materi yang dipilih haruslah disesuaikan dengan kebutuhan serta tingkat kemampuan masing-masing sekolah, maka guru sebagai pendidik harus bisa memilih strategi pembelajaran yang tepat bagi peserta didiknya. Mengacu pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) maka paradigma lama yaitu pembelajaran berpusat pada guru atau Teacher Centered Learning (TCL) sudah tidak diterapkan lagi dan diganti dengan pembelajaran berpusat pada siswa atau Student Centered Learning (SCL). Pembelajaran Teacher Centered Learning (TCL) membuat siswa cenderung pasif karena guru lebih dominan berperan dalam proses
perpustakaan.uns.ac.id
3 digilib.uns.ac.id
pembelajaran. Akibat yang ditimbulkan dari kebiasaan tersebut siswa menjadi kurang aktif dalam memecahkan masalah, kurang berpartisipasi, kerja sama dalam kelompok tidak optimal, kegiatan belajar-mengajar tidak efisien, dan hasil belajar cenderung rendah. Oleh sebab itu dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) pembelajaran Teacher Centered Learning (TCL) dianjurkan untuk tidak diterapkan lagi. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) menganjurkan untuk menerapkan pembelajaran Student Centered Learning (SCL) dengan harapan agar siswa lebih aktif dan lebih dominan berperan dalam proses pembelajaran, aktif dalam memecahkan masalah, terjalin kerja sama dalam kelompok, dan mendapatkan hasil belajar yang lebih baik dari penerapan pembelajaran Teacher Centered Learning (TCL). Pada umumnya, hanya sekolah-sekolah yang sudah terakreditasi saja yang menerapkan pembelajaran Student Centered Learning (SCL). Dengan demikian, peneliti memilih sekolah yang telah terakreditasi untuk dijadikan sampel penelitian, hal ini dilakukan untuk mengetahui apakah sekolah yang sudah terakreditasi tersebut dapat menerapkan pembelajaran Student Centered Learning (SCL) seperti yang dianjurkan dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Sekolah yang dipilih peneliti adalah SMA Negeri Colomadu, karena SMA Negeri Colomadu adalah sekolah yang telah terakreditasi A di kabupaten Karanganyar yang terletak di kompleks perumahan Fajar Indah Surakarta. SMA Negeri Colomadu didukung dengan tenaga manajemen dan pengajar sarjana-sarjana strata 1 (S1) dan strata 2 (S2). Peneliti ingin mengetahui di sekolah tersebut telah diterapkan pembelajaran Student Centered Learning (SCL) dan permasalahan apa saja yang dihadapi guru kimia dalam penerapan pembelajaran Student Centered Learning (SCL), maka peneliti melakukan serangkaian wawancara dengan guru kimia SMA Negeri Colomadu. Berdasarkan hasil wawancara dengan guru kimia SMA Negeri Colomadu, diketahui pembelajaran Kimia di SMA Negeri Colomadu masih didominansi dengan pembelajaran Teacher Centered Learning (TCL). Guru di SMA Negeri Colomadu khususnya guru kimia, belum sepenuhnya menerapkan pembelajaran yang berpusat pada siswa atau Student Centered Learning (SCL). Guru masih lebih aktif dibandingkan siswa, siswa hanya mendengarkan guru menjelaskan dan mencatat materi yang
perpustakaan.uns.ac.id
4 digilib.uns.ac.id
diberikan oleh guru dan kurang berperan aktif dalam pembelajaran. Hanya sebagian kecil siswa yang ikut aktif dalam pembelajaran, yaitu sesekali bertanya materi yang belum dipahami atau menjawab pertanyaan yang diberikan oleh guru. Hasil belajar siswa di SMA Negeri Colomadu khususnya untuk materi pokok termokimia. Dari hasil observasi di lapangan didapat data nilai rata-rata ulangan harian untuk materi pokok termokimia siswa kelas XI. IA SMA Negeri Colomadu tahun ajaran 2011/2012, diperoleh hasil yang disajikan pada Tabel 1.1. Tabel 1.1. Nilai Rata-rata Ulangan Harian Materi Pokok Termokimia Siswa Kelas XI. IA SMA Negeri Colomadu. Tahun Ajaran Kelas Semester Rata-rata nilai ulangan harian KKM 2011/2012 XI. IA 1 Ganjil 60,28 70 2011/2012 XI. IA 2 Ganjil 62,05 70 2011/2012 XI. IA 3 Ganjil 59,95 70 Dari Tabel 1.1 dapat dilihat bahwa hasil belajar siswa untuk mata pelajaran kimia khususnya materi pokok termokimia rata-rata nilai ulangan hariannya belum mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang ditetapkan oleh sekolah. Oleh sebab itu perlu diadakan penelitian atau penerapan model pembelajaran alternatif untuk materi pokok termokimia dengan harapan nantinya model pembelajaran alternatif yang akan diterapkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa untuk materi pokok termokimia. Berdasarkan hasil observasi di kelas XI.IA dapat diidentifikasi permasalahanpermasalahan yang terjadi di SMA Negeri Colomadu. Permasalahan-permasalahan yang terjadi di SMA Negeri Colomadu adalah sebagai berikut: 1. Pembelajaran berpusat pada guru masih dominan digunakan dalam kegiatan belajarmengajar di kelas sehingga menimbulkan kejenuhan pada siswa. 2. Rendahnya minat siswa dalam mengikuti pelajaran kimia yang dapat dilihat dari sikap siswa yang masih banyak mengobrol dengan temannya, melamun, asyik bermain sendiri, dan tidak terlibat aktif dalam proses pembelajaran. 3. Masih banyak siswa yang hasil belajarnya belum mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). 4. Siswa mengalami kesulitan dalam memecahkan masalah yang diberikan guru, karena tidak terbiasa untuk memecahkan masalah.
perpustakaan.uns.ac.id
5 digilib.uns.ac.id
Berdasarkan permasalah-permasalahan tersebut dapat disimpulkan bahwa salah satu penyebab rendahnya hasil belajar kimia siswa SMA Negeri Colomadu adalah pembelajaran masih berpusat pada guru dan siswa rendahnya minat belajar siswa dalam proses pembelajaran. Dibutuhkan peran guru untuk memberikan motivasi. Kurangnya motivasi siswa dalam mempelajari kimia menyebabkan rendahnya minat belajar siswa terhadap pelajaran kimia. Guru kimia harus bisa memilih metode dan madel pembelajaran yang menarik dan menyenangkan untuk mendorong minat belajar siswa dalam mempelajari kimia. Dengan meningkatnya minat belajara siswa diharapkan dapat meningkatkan hasil belajarnya. Permasalahan-permasalahan yang timbul di atas merupakan masalah desain dan strategi pembelajaran kelas yang dapat dipecahkan dengan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) atau Classroom Action Research (CAR). Menurut
Departemen Pendidkan
Nasional, Penelitian Tindakan Kelas (PTK) merupakan bentuk penelitian yang sangat tepat untuk meningkatkan kualitas pendidikan secara luas. Penelitian Tindakan Kelas (PTK) bertujuan untuk menyelesaikan masalah melalui sebuah tindakan nyata, bukan hanya sekedar mengamati dan mendeskripsikan fenomena yang terjadi (Arikunto, 2011). Dalam PTK, peneliti dan guru dapat melihat sendiri praktik pembelajaran dan dapat melakukan penelitian terhadap siswa dilihat dari segi aspek interaksinya dalam proses pembelajaran. Dalam PTK, peneliti dan guru secara refleksi dapat menganalisis dan mensintesis terhadap apa yang dilakukan di kelas. Dalam hal ini berarti dengan melakukan PTK, pendidik dapat memperbaiki praktik pembelajaran sehingga menjadi lebih efektif (Suwandi, 2008: 12). Upaya untuk meningkatkan minat dan hasil belajar siswa SMA Negeri Colomadu salah satunya ditempuh dengan menerapkan model pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) pada materi pokok termokimia. Creative Problem Solving (CPS) adalah suatu model pembelajaran yang melakukan pemusatan pada pengajaran dan keterampilan pemecahan masalah, yang diikuti dengan penguatan keterampilan. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan Colin Wood (2006), diketahui model pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) dengan diskusi kelompok telah berhasil membantu siswa untuk memecahkan permasalahan yang mereka hadapi dalam
perpustakaan.uns.ac.id
6 digilib.uns.ac.id
mempelajari ilmu kimia dan meningkatkan kontribusi masing-masing siswa dalam proses pembelajaran. Menurut Supardi dan Putri (2008), penerapan model Creative Problem Solving (CPS) dapat menimbulkan minat, kreativitas, dan motivasi siswa dalam proses pembelajaran, sehingga diperoleh manfaat yang maksimal baik dari proses maupun hasil belajar. Model pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) menuntut siswa untuk dapat memecahkan permasalahan yang diberikan oleh guru secara mandiri dan dengan kreativitasnya sendiri. Hal tersebut membuat siswa lebih mudah memahami materi yang diberikan, karena pemecahan masalah yang dilakukan secara mandiri dan dengan kreativitasnya sendiri akan meningkatkan pamahaman siswa terhadap materi tersebut. Peningkatan pemahaman siswa terhadap suatu materi pembelajaran akan meningkatkan hasil belajar siswa. Berdasarkan hal tersebut diprediksi penerapan model pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) dapat meningkatkan hasil belajar siswa SMA Negeri Colomadu pada materi pokok termokimia.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang ada, maka dirumuskan permasalah penelitian ini adalah: 1. Apakah model pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) dapat meningkatkan minat belajar siswa SMA Negeri Colomadu pada materi pokok termokima? 2. Apakah model pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) dapat meningkatkan hasil belajar siswa SMA Negeri Colomadu pada materi pokok termokimia? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk: 1. Menerapkan model pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) dalam meningkatkan minat belajar siswa SMA Negeri Colomadu pada materi pokok termokima. 2. Menerapkan model pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) dalam meningkatkan hasil belajar siswa SMA Negeri Colomadu pada materi pokok termokimia.
7 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Secara teoritis hasil penelitian ini mempunyai manfaat sebagai berikut: a. Memberikan informasi penerapan model pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) pada materi pokok termokimia. b. Sebagai salah satu alternatif untuk meningkatkan minat dan hasil belajar Kimia dengan penerapan model pembelajaran Creative Problem Solving (CPS). 2. Manfaat Praktis Manfaat praktis dari penelitian ini dapat dilihat dari hal-hal sebagai berikut: a. Manfaat bagi Inovasi Pembelajaran Meningkatkan kualitas atau memperbaiki proses pembelajaran serta dapat meningkatkan model pembelajaran yang sebelumnya telah dilakukan oleh guru khususnya pada materi pokok termokimia. b. Manfaat bagi Pengembangan Kurikulum di Tingkat Sekolah/Kelas Hasil dari penelitian tindakan kelas ini dapat dijadikan salah satu masukan penting dalam pengembangan kurikulum di tingkat sekolah dan kelas. Dengan melakukan penelitian tindakan kelas ini, guru akan memiliki pemahaman yang lebih baik terhadap teori dan pemikiran yang melandasi reformasi kurikulum. c. Manfaat Bagi Pengembangan Profesi Guru Penelitian tindakan kelas ini dapat meningkatkan profesionalisme guru dalam proses pembelajaran.