1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Fenomena anak dengan ATTENTION DEFICIT HYPERACTIVITY DISORDER
(ADHD) telah jamak kita temui di masyarakat seiring
pertumbuhan jumlah penduduk yang linear dengan pertambahan pengidap ADHD itu sendiri. ADHD adalah suatu gangguan mental yang sebagian besar sering terjadi pada masa kanak-kanak. Ciri-ciri dari gangguan ini adalah sebuah pola hiperaktivitas-impulsivitas dan/ atau inatensi yang tidak sesuai dengan perkembangan anak (Parker dkk, 2004).1 ADHD di Indonesia diartikan sebagai gangguan pemusatan perhatian disertai hiperaktif. ADHD adalah suatu kondisi di mana seseorang memiliki masalah perhatian dan pemusatan terhadap kegiatan. Berawal dari masa kanak-kanak dan dapat berlanjut ke masa dewasa. Tanpa perawatan, ADHD dapat menyebabkan permasalahan serius di rumah, sekolah, pekerjaan, dan interaksi sosial di masyarakat. ADHD berawal dari hasil penelitian Prof. George F. Still, seorang dokter Inggris pada tahun 1902. Penelitian terhadap sekelompok anak yang menunjukkan suatu ketidakmampuan abnormal untuk memusatkan perhatian yang disertai dengan rasa gelisah dan resah. Anak-anak itu mengalami kekurangan yang serius dalam hal kemauan yang berasal dari bawaan biologis. Gangguan tersebut diakibatkan oleh sesuatu di dalam diri si anak dan bukan karena faktor-faktor lingkungan. The World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa diagnosis ADHD dapat mewakili disfungsi keluarga atau kekurangan 1
http://herubox.blogspot.co.id/2012/07/attention-deficit-hyperactivity.html
2
dalam sistem pendidikan bukannya psikopatologi individu itu sendiri. Russell Barkley namun tidak sependapat dan tidak menemukan bukti kuat bahwa faktor-faktor sosial sendiri dapat menyebabkan ADHD. Para peneliti lain percaya bahwa hubungan dengan pengasuh mempunyai efek yang besar pada diri attentional dan kemampuan regulator. Lebih jauh lagi, Complex
Post
Traumatic
Stress gangguan
perhatian
dapat
mengakibatkan masalah yang dapat terlihat seperti ADHD. ADHD juga dianggap berkaitan dengan disfungsi integrasi sensorik.2 Berdasarkan uraian-uraian diatas, maka dapat diperkirakan anak dengan ADHD memiliki keterbatasan dalam hal berkomunikasi, atau berinteraksi dengan orang lain. Ada beberapa penelitian terdahulu yang telah mencoba menguak ranah komunikasi yang bersinggungan dengan psikologi pada umumnya, dan komunikasi antar personal anak dengan ADHD, diantaranya Dance (1967) yang mengartikan komunikasi dalam kerangka psikologi behaviorisme sebagai usaha menimbulkan respon melalui lambang-lambang verbal sehingga lambang-lambang verbal tersebut bertindak sebagai stimulus/stimuli. Bagaimana pesan dari seorang individu menjadi stimulus yang menimbulkan respon pada individu yang lain
maka
perlu
menggunakan
lambang-lambang
serta
proses
mengungkapkan pikiran menjadi lambang, bentuk lambang dan bentuk lambang terhadap perilaku manusia atau individu.3 Oleh sebab itu komunikasi mampu dijadikan sebagai alat untuk penyembuhan jiwa dan perilaku individu pada ketidakmampuannya untuk mengungkapkan dirinya yang dikenal sebagai komunikasi terapetik. Dimana dengan metode ini seorang terapis mengarahkan komunikasi begitu rupa sehingga pasien/individu dihadapkan pada situasi dan pertukaran pesan yang dapat menimbulkan hubungan sosial yang bermanfaat. 2
Baihaqi dan Sugiarman. (2008). Memahami dan Membantu Anak ADHD. Bandung: PT. Refika Aditama. Hal 6 3 Rakhmat, Jalaludin. (1999). Psikologi Komunikasi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Hal 114
3
Dengan demikian maka fungsi komunikasi merupakan instrumen untuk membangun konsep diri kita, aktualisasi diri dan memupuk hubungan dengan orang lain. Orang yang tidak pernah berkomunikasi dengan orang lain bisa dipastikan ia akan “tersesat” karena tidak berkesempatan
menata
dirinya
dalam
suatu
lingkungan
sosial.
Komunikasilah yang memungkinkan individu membangun suatu kerangka rujukan dan menggunakannya sebagai panduan untuk menafsirkan situasi apapun yang ia hadapi. Komunikasi pula yang memungkinkan individu mempelajari dan menerapkan strategi-strategi adaptif untuk mengatasi masalah yang ada, sehingga tanpa melibatkan diri dalam komunikasi seseorang tidak akan tahu bagaimana makan, minum, berbicara sebagai manusia dan memperlakukan manusia lain secara baik karena cara-cara berperilaku harus dipelajari dengan berkomunikasi. Keterbatasan kemampuan berkomunikasi akan menjadi masalah besar bagi anak penderita ADHD, terutama dalam perkembangan psikologi dan kehidupan sosialnya. Anak dengan ADHD akan lebih terbantu bila mereka mampu memahami fungsi komunikasi sebagai upaya pemenuhan kebutuhan diri dan penyampaian perasaan atau informasi sehingga mereka akan dapat melatih diri untuk tidak cepat temperamen (cepat marah), mampu menyelesaikan masalahnya, tidak menarik diri dari lingkungan sosial. Kemampuan berkomunikasi akan menjadi suatu filter yang menjauhkan masalah-masalah umum anak dengan ADHD seperti; memiliki perilaku yang terlihat liar dengan memukul/menyakiti dirinya sendiri ketika ia sedang marah atau sebaliknya menyerang orang lain/agresif, merampas barang orang lain ketika menginginkannya serta bertindak seolah-olah tidak memiliki aturan atau bahkan tidak mampu menjalin kontak mata dengan orang lain. Komunikasi yang efektif bagi anak dengan ADHD harus dapat terbangun dengan benar demi pertumbuhan psikologi mereka. Stewart L. Tubbs dan Sylvia Moss (1996) berpendapat bahwa tanda-tanda
4
komunikasi efektif jika paling tidak dapat menimbulkan lima hal yakni pengertian, kesenangan, pengaruh pada sikap, hubungan/interaksi, dan tindakan.4 Semua orang tua pasti menginginkan anaknya tumbuh dengan sehat, namun jika pada kenyataannya mendapati anaknya mengidap ketidaknormalan baik berupa perilaku fisik ataupun mentalnya, pasti perasaan resah takut dan gelisah pun akan bercampur. Tidak terkecuali dalam hal ini adalah pengidap ADHD. Untuk itulah setiap orang tua perlu mengerti dan memahami seperti apa gangguan ini, agar ketika mendapati buah hatinya mengalami atau menunjukan gejala gangguan ini, orang tua bisa langsung merespon dengan memberikan penanganan yang tepat. Karena selama ini masih banyak kasus tentang ketidaktahuan orang tua tentang apa yang dialami buah hatinya dan langsung saja memberikan cap nakal kepada anak. Yang tanpa disadari sikap seperti itu justru akan memperparah kondisi si anak tersebut, celakanya apabila kondisi tersebut terbawa sampai si anak menjadi dewasa. Dalam menentukan apakah seorang anak mengidap ADHD atau tidak, tentu memerlukan pemeriksaan dari dokter dan psikolog. Tetapi tidak jarang ada orang tua yang melakukan prediksi sendiri tentang kondisi anaknya, yang pada akhirnya hanya akan menimbulkan salah persepsi, semisal anak pada umur dua tahun yang memang pada masa aktif-aktifnya sudah divonis ADHD. Padahal menurut Zaviera ciri-ciri gangguan hiperaktivitas sebenarnya baru terdeteksi jelas saat anak berusia empat tahun atau di usia awal-awal sekolah.5 Namun tidak ada salahnya jika sejak kecil atau balita orang tua sudah waspada.
4
Tubbs Stewart L dan Sylvia Moss. (1996). Human Comunication dan Prinsip-prinsip Dasar. Pengantar dan Penerjemah Deddy Mulyana. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Hal 9-13 5 Zaviera, Ferdinand. (2007). Anak Hiperaktif : Cara Cerdas Menghadapi Anak Hiperaktif dan Gangguan Kosentrasi. Jogjakarta: Katakati. Hal 31
5
Gejala utama anak ADHD tidak mampu memusatkan perhatian. Anak dengan gangguan ADHD tidak bisa berkonsentrasi lama. Itu berarti bahwa anak yang mengidap ADHD tidak bisa diam dalam waktu yang lama dan perhatiannya mudah sekali teralihkan. Hal itulah yang menjadi alasan kenapa anak ADHD cenderung sulit berkomunikasi, bersosialisasi dan diarahkan perilakunya. Semua manusia selalu berkomunikasi dan bersosialisasi dalam hidupnya, tak terkecuali anak-anak yang mengidap ADHD. Tetapi mereka mengalami kesulitan berkomunikasi dan bersosialisasi karena beberapa kriteria sulit konsentrasi yang dialami anak ADHD. Schumacher dan Deshler mengatakan kemampuan kognitif dan terarah yang dimanfaatkan seseorang
untuk
membina
hubungan
dengan
sesama
manusia6.
Kemampuan ini bervariasi mulai dari tindakan non verbal, seperti kontak mata dan anggukan kepala, hingga kemapuan verbal kompleks, seperti menawarkan suatu kompromi untuk memenuhi keinginan tiap orang. Bila seperti ini definisinya, maka anak-anak penderita ADHD akan jauh tertinggal dibandingkan rekan-rekan mereka yang normal. Tetapi ini bukan berarti anak pengidap ADHD tidak terlibat dalam interaksi sosial sama sekali, saat anak-anak pada umumnya lebih fokus pada kualitas hubungan atau interaksi itu sendiri, yang terjadi pada anak ADHD cenderung untuk langsung lompat pada pemecahan masalah, serta lebih sedikit memanfaatkan kemampuan bersosialisasi verbal maupun non verbal dibandingkan dengan anak-anak sebayanya. Hal ini tidak terlepas dari kemampuan yang rendah dalam berkomunikasi yang dialami anak ADHD.
Guevremont
dan
Dumas
mendefinisikan
kemampuan
berkomunikasi yang rendah seperti “kemampuan berdialog yang terbatas, kurang menanggapi prakarsa orang lain, cenderung mengabaikan pertanyaan rekan-rekan sebayanya, bermasalah dengan perannya sebagai 6
Zaviera, Ferdinand. (2007). Anak Hiperaktif : Cara Cerdas Menghadapi Anak Hiperaktif dan Gangguan Kosentrasi. Jogjakarta: Katakati. Hal 87
6
pemberi dan penerima informasi, kurang atau tidak menyuakai komunikasi verbal, sukar untuk tetap bertahan dalam tema pembicaraan dan kemampuan yang rendah dalam bertatapan mata serta gerakan motorik”.7 Secara
umum
kemampuan
anak
pengidap
ADHD
akan
memperlihatkan penurunan, mulai dari tingkatan yang sederhana hingga yang kompleks. Akibatnya, akan ada kecenderungan untuk melakukan tindakan yang berlawanan dengan kewajaran. Ketika anak pengidap ADHD
bermain
dengan
anak-anak
pada
umumnya,
maka
ada
kecenderungan anak-anak ADHD itu untuk bermain sendiri semakin meningkat dan sebaliknya ada kecenderungan kemampuan penggunaan verbalnya semakin menurun. Namun demikian tim peneliti Schumacher dan Deshler menyatakan “Kemampuan untuk bersosialisasi semacam ini dapat diajarkan serta memiliki peluang berhasil yang tinggi bila dilakukan dengan benar”.8 Walau sudah mengetahui dan dapat menerima keadaan anak, terkadang
ada
kecenderungan
bagi
orang
tua
akan
mengalami
kebingungan dan kepanikan karena kurangnya informasi yang dimiliki sehingga tidak tahu harus berbuat apa. Banyak dari orang tua anak ADHD yang tidak mengerti bagaimana cara berkomunikasi dan megarahkan anak mereka. Untuk itu salah satu cara yang dapat dilakukan oleh orang tua yaitu dengan melakukan terapi yang ditangani oleh terapis yang berkompeten dalam menangani ADHD. Ada kriteria-kriteria dalam ADHD “Bila gangguan yang dialami tergolong parah, biasanya akan dilakukan terapi perilaku, seperti terapi psikososial, educational therapy, occasional therapy dan psikoterapi. Dalam terapi seperti itu anak akan diajarkan perilaku mana yang boleh dan
7
Zaviera, Ferdinand. (2007). Anak Hiperaktif : Cara Cerdas Menghadapi Anak Hiperaktif dan Gangguan Kosentrasi. Jogjakarta: Katakati. Hal 88 8 Zaviera, Ferdinand. (2007). Anak Hiperaktif : Cara Cerdas Menghadapi Anak Hiperaktif dan Gangguan Kosentrasi. Jogjakarta: Katakati. Hal 89
7
tidak”.9 Terapi seperti ini lebih baik daripada terapi menggunakan obatobatan. Terapi perilaku menangani perilaku anak yang destruktif agar perilakunya lebih terarah dengan menyalurkan energi anak pada kegiatan atau aktivitas positif yang anak sukai. Terapis harus mampu mengarahkan perilaku anak ADHD. Oleh karena itu idealnya terapis biasanya hanya menangani satu anak dalam setiap sesi terapi. Karena untuk mengarahkan anak ADHD diperlukan komunikasi antarpribadi agar lebih terfokus dan terarah. Seperti yang dikutip Liliweri, menurut Onong U. Effendy “Komunikasi antarpribadi dianggap paling efektif untuk mengubah sikap, pendapat atau perilaku manusia”. Melihat prosesnya yang face to face atau tatap muka hal ini akan sangat bermanfaat bagi terapis, karena terapis dapat mengetahui apakah pesan yang disampaikan diterima dan dipahami anak ADHD atau tidak, dengan demikian evaluasi dapat langsung dilakukan yang kemudian didiskusikan bagaimana sebaiknya pesan itu disampaikan dan caranya seperti apa. Dengan kata lain terapis dapat langsung melihat umpan balik yang diberikan anak Liliweri mengatakan “Umpan balik berfungsi sebagai unsur pemerkaya, pemerkuat komunikasi antarpribadi
sehingga
harapan-harapan,
minat,
keinginan
para
komunikator dan komunikan dapat tercapai”.10 Dari pemaparan diatas, terlihat bahwa anak dengan ADHD cenderung sulit untuk berkomunikasi dan bersosialisasi, sibuk dengan dirinya sendiri dan sulit untuk bisa memusatkan perhatian akan suatu hal. Tentu saja terapis mengetahui tindakan ataupun langkah seperti apa yang harus dilakukan untuk berkomunikasi dengan anak pengidap ADHD.
9
Zaviera, Ferdinand. (2007). Anak Hiperaktif : Cara Cerdas Menghadapi Anak Hiperaktif dan Gangguan Kosentrasi. Jogjakarta: Katakati. Hal 20 10 Liliweri, Alo. (1997). Komunikasi Antarpribadi. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti. Hal 70
8
Berdasarkan pernyataan diatas, penulis ingin meneliti kegiatan komunikasi antarpribadi terapis dengan anak pengidap ADHD di SLBN Surakarta.
B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana komunikasi antarpribadi melalui pesan verbal yang dilakukan terapis terhadap anak ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder)? 2. Bagaimana komunikasi antarpribadi melalui pesan nonverbal yang dilakukan terapis terhadap anak ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder)? C. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui komunikasi antarpribadi melalui pesan verbal yang dilakukan terapis terhadap anak ADHD. 2. Untuk mengetahui komunikasi antarpribadi melalui pesan non verbal yang dilakukan terapis terhadap anak ADHD.
D. Manfaat penelitian 1. Manfaat Teoritis Penulis mengharapkan penelitian ini dapat dijadikan sebagai suatu pembendaharaan ilmu di bidang komunikasi khususnya komunikasi antarpribadi terhadap anak ADHD, serta sebagai suatu referensi bagi mahasiswa lain yang sedang menekuni studi komunikasi antarpribadi terhadap anak ADHD. 2. Manfaat Praktis Dapat memberikan gambaran bagi pembaca, guru dan khususnya orang tua dalam membina hubungan komunikasi yang baik dengan anaknya yang mengidap ADHD.
9
E. Kerangka Teori Komunikasi merupakan kegiatan yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia sebagai mahluk sosial yang selalu memiliki kebutuhan untuk berinteraksi antara satu individu dengan individu lainnya. Baik itu berupa kegiatan bertukar informasi, pesan-pesan tertentu, ataupun dalam hal menyamakan ide atau pendapat. Komunikasi menurut Tubbs dan Moss adalah proses penciptaan makna antara dua orang atau lebih.11 Komunikasi mengacu pada tindakan oleh satu orang atau lebih yang mengirim dan menerima pesan yang terdistorsi oleh gangguan (noise) terjadi dalam suatu konteks tertentu, mempunyai pengaruh tertentu dan ada kesempatan untuk melakukan umpan balik.12 Menurut Pace dan Foules, syarat terjadinya komunikasi adalah adanya pertunjukan pesan dan adanya penafsiran terhadap pesan yang telah disampaikan oleh komunikator kepada komunikan. Komunikasi dianggap telah berlangsung apabila seseorang telah menafsirkan perilaku orang lain. Oleh karena itu, dalam konseptualisasi ini komunikasi merupakan suatu proses yang personal (unik), karena makna atau pemahaman yang kita peroleh pada dasarnya bersifat pribadi. Dampak itu berawal dari pesan dalam proses komunikasi yang selalu mempengaruhi manusia melalui pengertian yang diungkapkan, informasi yang dibagi, semangat yang disumbangkan dan masih banyak lagi pengaruh yang akan menerpa kita. Untuk itulah ilmu komunikasi kemudian berperan penting salah satunya adalah komunikasi antarpribadi. Menurut De Vito, Komunikasi antarpribadi ditandai oleh keterbukaan (openness), empati (emphaty), dukungan (supportiveness), perasaan positif (positiveness), kesamaan (equality).13
11
Mulyana, Deddy. (2001). Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Hal 59 12 Devito, J.A. (1997). Komunikasi Antarmanusia, Kuliah Dasar, terjemahan : Maulana, Agus. Jakarta: Profesional Books. Hal 23 13 Liliweri, Alo. (1997). Komunikasi Antarpribadi. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti. Hal 13
10
1.
Keterbukaan, adanya kesediaan dari komunikator untuk membuka dirinya dengan melakukan interaksi terhadap komunikator.
2.
Empati, komunikator dapat merasakan apa yang dirasakan komunikan begitu juga sebaliknya komunikan dapat merasakan apa yang disarankan komunikator.
3.
Dukungan, merupakan salah satu karakteristik efektivitas yang sangat berpengaruh untuk memotivasi lawan bicara yang sedang dihadapi.
4.
Sikap positif, harus dimulai dari diri komunikator terlebih dahulu sehingga menimbulkan efek positif juga terhadap komunikannya.
5.
Kesetaraan atau kesamaan, adanya pengakuan baik itu dari komunikator maupun dari komunikan bahwa masing-masing pihak mempunyai derajat dan perasaan yang sama dalam melakukan interaksi. Pesan yaitu pernyataan yang dikemas dan kemudian dinyatakan.
Pesan komunikasi mencakup verbal dan non verbal. In verbal communication, people use speech and language to elicit meanings in one another. In other words, we use speech and language to communicate, (Goss, 1985 : 26). Ragam bahasa adalah variasi bahasa atau tuntutan menurut pemakaian, berbeda-beda menurut tempat, topik, penutur, sarana atau medium pembicaraan. Ragam bahasa menurut sasarannya terbagi dua, yaitu lisan dan tulisan. Menurut suasana penggunaan terbagi atas resmi atau formal dan tak resmi atau non verbal.14 Menurut Hollyda yang dikutip Liliweri, ada enam faktor yang menentukan kemampuan seseorang dalam berbahasa antarpribadi yaitu :
14
1.
Memilih presisi yang baik terhadap suatu kata.
2.
Memilih kata yang khusus dan lebih konkret.
3.
Memilih kata yang tepat.
4.
Memilih kata untuk mengeneralisasi pendataan.
5.
Memilih kata untuk mengeneralisasi pengindeksan.
Rustamaji. (2000). Panduan Belajar Bahasa Indonesia. Lembaga pendidikan Primagama. Hal 71
11
6.
Memilih kata yang menekankan penggunaannya dalam waktu yang singkat.15 Komunikasi tidak hanya disampaikan melalui pesan verbal. Di
dalam komunikasi terdapat pesan non verbal yang melengkapi pesan verbal. Melalui perilaku non verbal kita dapat mengetahui suasana emosional seseorang, apakah ia sedang bahagia, bingung atau sedih.16 Menurut Eisenberg dan Smith yang dikutip Alo Liliweri, ada tiga kategori penggunaan
isyarat
non
verbal
yakni
kinesik,
proksemik
dan
paralinguistik.17 Barker dan Collins mengelompokan dimensi komunikasi non verbal dalam : 1.
Suasana komunikasi (ruang atau space, suhu, cahaya dan warna).
2.
Unsur-unsur pernyataan diri (pakaian, sentuhan atau perabaan, waktu).
3.
Gerakan tubuh (bentuk-bentuk gerakan tubuh, kontak mata, ekspresi wajah, gerakan anggota tubuh, penggunaan gerakan tubuh).
4.
Unsur paralingualistik (karakteristik suara, ganguan suara).18 Fungsi lambang-lambang non verbal membantu komunikator untuk
menterjemahkan dan memperkaya variasi pesan agar lebih mudah dimengerti oleh komunikan.19 Pada kenyataannya setiap manusia pasti tidak dapat dilepaskan dari aktivitas komunikasi antarpribadi tak terkecuali orang yang memiliki ketidaknormalan seperti anak ADHD. Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) adalah gangguan pada anak yang timbul pada masa perkembangan dini (sebelum berusia 7
15
Liliweri, Alo. (1994). Komunikasi Verbal dan Non Verbal. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti. Hal 30 Mulyana, Deddy. (2000). Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Hal 308 17 Liliweri, Alo. (1997). Komunikasi Antarpribadi. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti. Hal 71 18 Liliweri, Alo. (1994). Komunikasi Verbal dan Non Verbal. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti. Hal 13 19 Liliweri, Alo. (1997). Komunikasi Antarpribadi. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti. Hal 11 16
12
tahun) dengan ciri utama tidak mampu memusatkan perhatian, hiperaktif, dan impulsive.20 Seorang anak ADHD sangat membutuhkan terapi ataupun pendidikan khusus yang dilakukan oleh seorang terapis. terapis adalah sebutan bagi orang yang melakukan terapi bagi anak-anak ADHD. Ketika terapi dilakukan terdapat komunikasi antarpribadi antara terapis dengan anak ADHD baik itu melalui pesan verbal maupun non verbal.
F. Tinjauan Pustaka 1. Pengertian Komunikasi Pernyataan verbal manusia dengan mudah didengar dan mungkin dipahami orang lain namun sering kali, kendati seseorang itu tidak berkata apa-apa tetapi tindakan, raut wajah, tatapan mata dan tingkah lakunya mengatakan sesuatu yang membuat orang lain tahu apa yang sebenarnya ingin dia sampaikan. Pesan komunikasi tidak hanya disampaikan dalam bentuk verbal tetapi ada pesan non verbal, yang justru bagi sebagian orang pesan non verbal lebih dipercaya, karena dianggap jujur, spontan dan tidak dibuat-buat. Pengertian komunikasi secara khusus menurut Carl I. Hovland, yang dikutip Onong U. Effendy, Communication is the process to modify the behavior of her individuals. Komunikasi adalah proses mengubah perilaku orang lain.21 Melalui komunikasi. Komunikator dapat mempengaruhi pola pikir hingga merubah tingkah laku komunikan, sesuai keinginan komunikator. Istilah komunikasi atau dalam bahasa Inggris communication berasal dari kata latin communicatio, dan bersumber dari kata communis yang berarti sama. Sama disini maksudnya adalah sama makna. Maka, jika kita melakukan komunikasi dengan satu pihak 20
Zaviera, Ferdinand. (2007). Anak Hiperaktif : Cara Cerdas Menghadapi Anak Hiperaktif dan Gangguan Kosentrasi. Jogjakarta: Katakati. Hal 11 21 Effendy, Onong Uchjana. (1997). Ilmu Komunikasi dan Praktek. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Hal 10
13
haruslah mempunyai kesamaan makna dengan pihak lain mengenai objek tertentu. Sama makna bukan berarti sama bahasa, melainkan diantara pihak yang terlibat dalam kegiatan komunikasi memiliki cara pandang yang sama mengenai suatu objek. 2. Proses komunikasi Proses komunikasi menurut Aristoteles, seperti dikutip Ronald L. Applbaum, terdiri atas tiga komponen, yaitu : a. the person who speak (source), b. the speech that the produces (message), c. the person who listens (receiver/audience) (L. Applbaum. 73 : 35). Ruang dan waktu tidak lagi menjadi kendala, karena kapan dan dimanapu manusia berada dapat melakukan komunikasi. Betapapun banyak dan tersebar sasarannya, pesan dapat disampaikan dalam waktu yang relative cepat, hal ini terwujud karena adanya media komunikasi, baik cetak maupun elektronik. Feedback ataupun umpan balik komunikan terhadap pesan komunikator akan terlihat beberapa sahat setelah pesan itu disebarkan. Feedback sangat penting bagi komunikator, sebagai bahan evaluasi tingkat keberhasilannya dalam menyampaikan pesan. Unsur komunikasi menurut Laswell, seperti dikutip oleh Onong U. Effendy, dalam Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, terdiri atas : a.
Komunikator (communicator, source, sender).
b.
Pesan (message).
c.
Media (channel, media).
d.
Komunikan (communicant, communicate, receiver, recipient).
e.
Efek (effect, impact, influence).22 Proses komunikasi menurut Onong U. Effendy, terbagi menjadi
dua tahap, yaitu : a. Proses Komunikasi Secara Primer
22
Effendy, Onong Uchjana. (1997). Ilmu Komunikasi dan Praktek. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Hal 10
14
Proses komunikasi secara primer adalah proses penyampaian pesan seseorang kepada orang lain dengan menggunakan lambang (simbol) sebagai media.23 Pikiran dan perasaan komunikator terhadap komunikan, disampaikan dalam bentuk bahasa, isyarat, gambar dan warna. Jika sasaran komunikasi adalah individu atau kelompok, yang memungkinkan keduanya bertemu dan bertatap muka, maka proses komunikasi secara primer akan terjadi. Dalam komunikasi tatap muka (face to face communication) terjadi proses komunikasi secara primer. Komunikator dan komunikan secara langsung berinteraksi dan pada saat itu juga dapat mengetahui respon (feedback)
komunikannya
berkenaan
dengan
pesan
yang
disampaikan. b. Proses Komunikasi Secara Sekunder Proses
komunikasi
secara
sekunder
adalah
proses
penyampaian pesan oleh seseorang kepada orang lain dengan menggunakan alat atau sarana sebagai media kedua setelah memakai lambang sebagai media pertama. Seorang komunikator menggunakan media kedua dalam melancarkan komunikasinya karena komunikan sebagai sasarannya berada di tempat yang relatif jauh atau jumlahnya banyak.24 Komunikasi sekunder menitikberatkan peran media sebagai penyampai pesan komunikator kepada komunikan. Media massa khususnya, memiliki jangkauan sangat luas dan waktu yang diperlukan relatif sedikit, oleh karena itu, jika pesan ingin disampaikan secara luas, serentak, dan cepat media massa adalah jawaban terbaik. Dengan sekali penyampaian di media massa, pesan dengan cepat dapat tersebar. Pilihlah media yang tepat, cetak 23
Effendy, Onong Uchjana. (1997). Ilmu Komunikasi dan Praktek. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Hal 11 24 Effendy, Onong Uchjana. (1997). Ilmu Komunikasi dan Praktek. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Hal 16
15
maupun elektronik yang dianggap paling mempresentasikan gagasan, ide maupun perasaan komunikator kepada komunikan. Sampaikan pesan dengan singkat dan padat, agar mudah diingat dan dimengerti. Kekurangan komunikasi bermedia adalah umpan balik yang tertunda (delayed feedback). Umpan balik akan timbul beberapa saat, hari, minggu bahkan bulan setelah pesan itu disampaikan. Selama tenggat waktu itulah, komunikator harus terus mengulik dan merumuskan langkah selanjutnya agar pesan yang disampaikan benar-benar dapat diterima dan diingat komunikan. Hingga pada akhirnya menunjukan umpan balik positif sesuai dengan yang diharapkan komunikator dan tujuan awal dilakukannya kegiatan komunikasi. 3. Pesan Komunikasi Pesan komunikasi secara primer (primary process) adalah proses penyampaian pikiran oleh komunikator kepada komunikan dengan menggunakan suatu lambang (symbol) dengan media atau saluran.25 Lambang ini umumnya bahasa, tetapi dalam situasi-situasi komunikasi tertentu lambang-lambang yang dipergunakan dapat berupa kial (gesture), yakni gerak tubuh, gambar, warna dan lain sebagainya. Dalam komunikasi, bahasa disebut lambang verbal (verbal symbol), sedangkan lambang-lambang lainnya yang bukan bahasa dinamakan lambang non verbal (non verbal symbol). a.
Pesan Verbal Dalam proses komunikasi, bahasa sebagai lambang verbal paling banyak dan paling sering digunakan, oleh karena hanya bahasa yang mampu mengungkapkan pikiran komunikator mengenai hal atau peristiwa, baik yang konkret maupun yang
25
Effendy, Onong Uchjana. (2000). Ilmu, Teori, dan Filsafat Komunikasi. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti. Hal 33
16
abstrak, yang terjadi masa kini, masa lalu dan masa yang akan datang.26 Simbol atau pesan verbal adalah semua jenis simbol yang menggunakan satu kata atau lebih.27 Hampir semua rangsangan wicara yang kita sadari termasuk dalam kategori pesan verbal disengaja, yaitu usaha-usaha yang dilakukan secara sadar untuk berhubungan dengan orang lain secara lisan. Bahasa dapat juga dianggap sebagai suatu sistem kode verbal. Komunikasi verbal atau pesan verbal tidak terlepas dari pengucapan kata-kata atau penggunaan bahasa lisan. Bahasa verbal merupakan sarana utama untuk menyampaikan pikiran, perasaan, dan maksud kita. Komunikasi verbal lebih banyak menggunakan kata-kata atau lisan dan juga menggunakan simbol-simbol yang berupa tulisan. 1.
Komunikasi Lisan (oral communication) Komunikasi
lisan
penyampai
pesan.
menjadikan Pikiran
bahasa
dan
sebagai
perasaan
media
seseorang
disampaikan melalui kata-kata yang dianggapnya tepat dan mewakili apa yang ada dalam dirinya. 2. Komunikasi Tulisan (written communication) Komunikasi tulisan menjadikan simbol yang dituliskan pada kertas atau tempat lain sebagai alat penyampai ide atau perasaan. Komunikasi tulisan akan sangat penting jika kita ingin mengetahui secara keseluruhan gagasan, pernyataan atau perasaan seseorang. Pesan tulisan memiliki sistematis yang jelas, pilihan kata dan tanda baca, yang dapat membantu pihak lain memahami apa yang ingin kita sampaikan. 26
Effendy, Onong Uchjana. (2000). Ilmu, Teori, dan Filsafat Komunikasi. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti. Hal 33 27 Mulyana, Deddy. (2001). Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Hal 337
17
Ragam bahasa adalah variasi bahasa atau tuntutan menurut pemakaian, berbeda-beda menurut tempat, topik, penutur, sarana atau medium pembicaraan. Ragam bahasa menurut sasarannya terbagi dua, yaitu lisan dan tulisan. Menurut suasana penggunaan terbagi atas resmi atau formal dan tak resmi atau non verbal.28 Menurut Hollyda yang dikutip Liliweri, ada enam faktor yang menentukan kemampuan seseorang dalam berbahasa antarpribadi, yaitu : memilih presisi yang baik terhadap suatu kata, memilih kata yang khusus dan lebih konkret, memilih kata yang tepat, memilih kata untuk mengeneralisasi pendataan, memilih kata untuk mengeneralisasi pengindeksan, memilih kata yang menekankan penggunaannya dalam waktu yang singkat.29 b. Pesan Non Verbal Sebuah komunikasi yang dilakukan hanya dengan gerakangerakan panca indera manusia, misalnya : lirikan mata, menggeleng kepala, senyuman dan lain sebagainya. Istilah komunikasi non verbal biasanya digunakan untuk melukiskan semua peristiwa komunikasi di luar kata-kata terucap dan tertulis.30 Bentuk pesan dalam komunikasi non verbal sangatlah luas, mulai dari faktor internal (intonasi suara, penampilan, cara bersikap) hingga eksternal komunikator (suasana, waktu, jarak). Aspek tersebut merupakan satu kesatuan bentuk pesan. Jadi, perilaku yang disengaja ataupun tidak disengaja merupakan dari peristiwa komunikasi secara keseluruhan, kita banyak mengirim banyak pesan non verbal tanpa menyadari bahwa pesan-pesan tersebut mempunyai makna tersendiri bagi orang lain. 28
Rustamaji. (2000). Panduan Belajar Bahasa Indonesia. Lembaga pendidikan Primagama. Hal 71 Liliweri, Alo. (1994). Komunikasi Verbal dan Non Verbal. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti. Hal 30 30 Mulyana, Deddy. (2000). Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Hal 312 29
18
Banyak ahli mengelompokan bentuk komunikasi secara non verbal, namun secara umum ada empat jenis, seperti dituturkan Barker dan Collins, yang dikutip Alo Liliweri yaitu : 1.
Suasana komunikasi (ruang atau space, suhu, cahaya dan warna)
2.
Unsur-unsur
pernyataan
diri
(pakaian,
sentuhan
atau
perabaan, waktu) 3.
Gerakan tubuh (bentuk-bentuk gerakan tubuh, kontak mata, ekspresi wajah, gerakan anggota tubuh, penggunaan gerakan tubuh)
4.
Unsur paralingualistik (karakteristik suara, ganguan suara).31 Karena keterbatasan komunikasi dengan kata-kata. Para
peneliti menemukan bahwa terdapat suatu sistem isyarat tubuh yang hampir sekonsisten dan sekomprehensif bahasa. Gerakan tubuh mempunyai makna dalam konteks tertentu, setiap perilaku mempunyai potensi komunikasi. Artinya komunikasi yang dilakukan manusia mengandung pesan verbal dan non verbal. Dan kita mempersepsikan manusia tidak hanya lewat bahasa verbalnya, namun juga melalui perilaku non verbalnya. Pesan verbal maupun non verbal, dalam proses komunikasi merupakan satu kesatuan. Unsur satu dengan lainnya saling terkait dan tidak dapat dipisahkan. Jika pesan verbal dan non verbal
tidak
saling
mendukung,
maka
akan
terjadi
misunderstanding bahkan, jika komunikator tidak cepat tanggap dalam merespon umpan balik negatif komunikan, konflik akan terjadi dan pada akhirnya tujuan awal komunikasi tidak akan tercapai.
31
Liliweri, Alo. (1994). Komunikasi Verbal dan Non Verbal. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti. Hal 13
19
4. Komunikasi Antarpribadi (Interpersonal Communication) Komunikasi antarpribadi (Interpersonal Communication) adalah komunikasi
antara
orang-orang
secara
tatap
muka,
yang
memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal ataupun non verbal.32 Komunikasi antarpribadi menurut atensi yang tinggi dari setiap individu yang terlibat. Setiap detil yang terjadi, baik verbal maupun non verbal akan menimbulkan interpretasi yang berbeda bagi setiap individu yang terlibat dalam kegiatan ini. Kegiatan komunikasi antarpribadi terhadap anak ADHD dilakukan sesuai dengan model komunikasi interpersonal yang dikemukakan Laswell, seperti dikutip oleh Deddy Mulyana, Model komunikasi ini, merupakan ungkapan verbal yakni who (siapa), say what (apa yang dikatakan ), In Which Channel (salauran komunikasi), To
Whom
(kepada
siapa),
With
What
Effect?
(unsure
pengaruh).model ini kemukakan oleh Harolld laswel tahun 1948 yang menggambarkan
proses
komunikasi
dan
fungsi-fungsi
yang
diembannya dalam masyarakat dan merupakan model komunikasi yang paling tua tetapi masih digunakan orang untuk tujuan tertentu.33 Komponen penting yang terlibat dalam komunikasi antarpribadi diantaranya :
Model Komunikasi Laswell
32
Mulyana, Deddy. (2000). Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Hal 73 33 Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi, (Bandung: PT. Remajarosdakarya, 2005). Hlm. 136
20
1) Komunikator (analisis sumber atau control) 2) Pesan (analisis pesan) 3) Medium (analisis media) 4) Khalayak (analisis khalayak) 5)
Akibat (analisis dampak) Model komunikasi klasik dari lasswell ini menunjukkan bahwa
pihak pengirim pesan pasti mempunyai suatu keinginan untuk mempengaruhi pihak penerima, dan karenanya komunikasi harus dipandang sebagai upaya persuasi. Setiap upaya penyampaian pesan dianggap akan menghasilkan akibat baik positif maupun negatif, dalam hal ini akibat apapun banyak ditentukan oleh bentuk dan cara penyampaiannya. Salah satu kelemahan dari model lasswell adalah tidak digambarkannya unsur feedback. Sehingga proses komunikasi yang dijelaskan bersifat linier atau searah. Tujuan komunikasi menurut Devito, Personal discovery, discovery of the external world, eshtablishing miningful relationship, and changing attitudes and behaviours.34 1.
Menemukan jati diri Seseorang akan terus belajar dan mencari tahu hal-hal baru di luar dan di dalam dirinya, sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas diri dan ia akan terus berusaha untuk mengaktualisasikan diri, sebagai manifestasi eksistensi dirinya.
2.
Mengetahui lingkungan di luar dirinya Yaitu lingkungan sosial. Banyak peristiwa terjadi dan banyak sekali ilmu pengetahuan yang kita dapatkan yang berawal dari komunikasi antarpribadi.
34
Devito, J. A. (1978). Comminicology : An Introduction to the Study of Communication. New York: Harper & Row, Publisher inc. hal 263
21
3.
Hubungan sosial Merupakan suatu kebutuhan manusia sebagai mahluk sosial, untuk menjalin hubungan dengan orang lain. Kita membutuhkan kawan yang dapat diajak diskusi dan berbagi, hubungan sosial yang erat merupakan kebutuhan setiap manusia. Komunikasi antarpribadi adalah langkah yang perlu dilakukan untuk mewujudkan keinginan tersebut.
4.
Merubah kebiasaan dan tingkah laku Tidak mudah untuk merubah kebiasaan seseorang, perlu waktu panjang. Namun jika teknik dan strategi komunikasi yang dilakukan tepat, maka cepat atau lambat komunikator akan dapat melihat perubahan sikap, bahkan tindakan komunikannya.
5. Konvergensi Konvergensi disebut dengan meleburkan pandangan atau menyatu, Giles, Nicolas Coupland, dan Justine Coupland (1991) mendefinisikan konvergensi sebagai strategi di mana individu beradaptasi terhadap perilaku
komunikator
satu
sama
lain.35
Model
konvergensi
menganggap bahwa komunikasi merupakan transaksi diantara partisipan yang setiap orang memberikan kontribusi pada transaksi tersebut, meskipun dalam derajat yang berbeda.36 Definisi komunikasi yang bersifat konvergensi mengandung arti bahwa berbagai informasi akan menghasilkan dan menentukan suatu hubungan antar dua individu atau lebih, sehingga perilaku komunikasi harus dipelajari dengan dasar pandangan „siapa berhubungan dengan siapa‟.37 Konvergensi dapat terjadi secara positif ketika komunikator bertindak
35
West, Richard, dan Lynn H. Turner. (2008). Pengantar Teori Komunikasi: Analisis Dan Aplikasi, Edisi: 3. Jakarta: Salemba Humanika. 36 Liliweri, Alo. (2001). Gatra – Gatra Komunikasi Antar Budaya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hal 84. 37 Suprapto, Tommy. (2009). Pengantar Teori Dan Managemen Komunikasi. Yogyakarta: Medpress. Hal 83.
22
dalam suatu gaya yang mirip dengan komunikannya.38 Komunikasi konvergensi akan terlihat efektif ketika komunikasi terjadi dengan menarik
(attractive),
terprediksi,
dan
mudah
dimengerti.39
Konvergensi juga dapat terjadi secara negatif jika dilakukan untuk mempermalukan, menggoda, atau merendahkan.40 6. Divergensi Giles (1980) percaya bahwa pembicara kadang menonjolkan perbedaan verbal dan non verbal diantara diri mereka sendiri dan orang lain, ini disebut divergensi.41 Gerakan yang menuju suatu arah ke suatu titik, selalu menggunakan gerakan yang saling menjauh disebut divergensi.42 Lawan dari konvergensi adalah divergensi merupakan komunikasi yang menjauh, karena pembicara menunjukan perbedaannya komunikasi
kepada yang
lawan
menjauh,
bicara.43 karena
Divergensi pembicara
merupakan menunjukkan
perbedaannya kepada lawan bicara.44 Divergensi tidak dapat disalahartikan sebagai satu cara tidak sepakat atau tidak memberikan respon pada lawan bicara, divergensi juga tidak sama dengan ketidakpedulian, namun mereka memutuskan untuk mendisosiasikan atau memilih untuk menjauhkan diri untuk tidak berkomunikasi dengan alasan yang bervariasi.45 Terdapat beberapa alasan orang melakukan divergensi, salah satunya untuk 38
West, Richard, dan Lynn H. Turner. (2008). Pengantar Teori Komunikasi: Analisis Dan Aplikasi, Edisi: 3. Jakarta: Salemba Humanika. Hal 225. 39 Littlejohn, Stephen W. & Karen A. Foss. (2008). Theories Of Human Communication 9th Edition. Belmont: Thomson Wadsworth. Hal 153. 40 West, Richard, dan Lynn H. Turner. (2008). Pengantar Teori Komunikasi: Analisis Dan Aplikasi, Edisi: 3. Jakarta: Salemba Humanika. Hal 225. 41 West, Richard, dan Lynn H. Turner. (2008). Pengantar Teori Komunikasi: Analisis Dan Aplikasi, Edisi: 3. Jakarta: Salemba Humanika. Hal 226 42 Suprapto, Tommy (2009) Pengantar Teori Dan Managemen Komunikasi. Yogyakarta: Medpress. Hal 83 43 Littlejohn, Stephen W. & Karen A. Foss. (2008). Theories Of Human Communication 9th Edition. Belmont: Thomson Wadsworth. Hal 153. 44 Littlejohn, Stephen W. & Karen A. Foss. (2008). Theories Of Human Communication 9th Edition. Belmont: Thomson Wadsworth. Hal 153. 45 West, Richard, dan Lynn H. Turner. (2008). Pengantar Teori Komunikasi: Analisis Dan Aplikasi, Edisi: 3. Jakarta: Salemba Humanika. Hal 227.
23
mempertahankan identitas sosial mereka satu sama lain dalam rangka ingin selalu mempertahankan budaya mereka sendiri dihadapan komunikator lain ketika berkomunikasi.46 7. Terapis Karakteristik kepribadian terapis yang efektif adalah sebagai berikut : a.
Secara
tulus
tertarik
pada
dunia
anak
dan
mampu
mengembangkan hubungan yang hangat dan menyenangkan. b.
Penerimaan tanpa syarat terapis terhadap anak dan tidak mengharapkan adanya hal yang lain pada anak.
c.
Terapis menciptakan rasa aman dan kebebasan dalam hubungan dengan anak sehingga anak merasa bebas bereksplorasi dan mengekspresikan diri sepenuhnya.
d.
Terapis selalu sensitif terhadap perasaan anak dan dengan hatihati
merefleksikan
perasaan
tersebut
sehingga
anak
mengembangkan pengertian diri. e.
Terapis percaya bahwa anak dapat bertanggung jawab dalam bertindak, menghargai, dan membiarkan anak menunjukkan kemampuannya menyelesaikan masalah pribadi.
f.
Terapis percaya pengarahan diri anak, membiarkan anak memimpin di segala area hubungan dan tidak mengarahkan anak dalam bermain atau berbicara.
g.
Terapis menghargai peningkatan proses terapiutik yang alami dan tidak terburu-buru.
h.
Terapis membangun batasan terapiutik yang membantu anak menerima tanggung jawab dari hubungan personal yang tepat. klinis.wordpress.com Seorang terapis yang terlatih memberikan dukungan pada
seorang anak atau orang tua, bukan pada kelompok. Seorang terapis akan memberikan berbagai solusi, saran-saran dan dukungan. Terapis 46
West, Richard, dan Lynn H. Turner. (2008). Pengantar Teori Komunikasi: Analisis Dan Aplikasi, Edisi: 3. Jakarta: Salemba Humanika. Hal 227.
24
yang baik memiliki kewajiban moral, etika dan bertanggung jawab sehingga tidak pernah kehilangan semangat dan juga akan membuka hal-hal konfidensial. Mungkin ada yang berfikir bahwa penyelenggaraan terapi adalah dengan berbaring dan berbicara dengan seorang analis yang akan mengatakan “coba anda ceritakan” sepanjang proses terapi. Kenyataannya tidak demikian karena kebanyakan dilakukan dengan duduk santai berhadapan dan membicarakan persoalan yang khusus. Anda bisa mendapatkan berbagai macam terapis dengan latar belakang dan cara terapi yang berbeda. Seorang terapis mungkin seorang psikolog, psikiater, perawat, konselor atau pekerja sosial. Mereka mungkin akan memusatkan penyelenggaraan terapi pada perkembangan, emosi, tingkah laku atau pemecahan problem dengan emosi atau ingin mengetahui lebih banyak mengenai cara-cara umum yang dapat dilakukan pada anak ADHD.47
Beberpa tugas yang dilakukan oleh terapis adalah sebagai berikut : a. Konsultan dalam menangani anak berkebutuhan khusus b. Ikut serta dalam merencanakan program pembelajaran c. Memonitor pelaksanaan program pembelajaran d. Mengevaluasi pelaksanaan program pembelajaran48
8. Anak ADHD Ditinjau secara psikologis, hiperaktif adalah gangguan tingkah laku yang tidak normal yang disebabkan disfungsi neurologia dengan gejala utama tidak mampu memusatkan perhatian. Begitu pula anak hiperaktif adalah anak yang mengalami gangguan pemusatan
47 48
www.kesulitanbelajar.org www.ditplb.or.id
25
perhatian. Hiperaktif merupakan turunan dari Attention Deficit Hyperactivity Disorder atau ADHD (Zaviera, 2007 : 14).49 Banyak penelitian telah dilakukan oleh para ahli dari berbagai penjuru dunia untuk mengetahui secara pasti penyebab gangguan ini. Bahkan alat-alat canggih dan mutakhir pun telah digunakan untuk melakukan pencitraan otak. Akhirnya, barulah diketahui memang ada yang salah pada otak anak ADHD. Kelainan pada otak ini bisa pula terjadi di bagian depan otak, namun bisa pula terjadi pada senyawa kimia pengantar rangsang atau neurotransmitter. Khususnya, dari jenis dopamine dan norepinefrin. Dwijoyo mengatakan otak anak penderita ADHD, khususnya otak kanan< memiliki ukuran yang lebih kecil.50 ADHD dibagi menjadi tiga jenis dan masing-masing jenis memiliki gejala yang berbeda-beda. Ketiga jenis tersebut adalah : tidak acuh, hiperaktif-bertindak sekehendak hati dan kombinasi antara jenis tidak acuh dan hiperaktif. Anak yang menderita ADHD jenis tidak acuh, kemungkinan memiliki gejala-gejala sebagai berikut : a. Memiliki kemampuan memusatkan perhatian yang lemah b. Perhatiannya mudah sekali teralihkan c. Tidak mampu memperhatikan sesuatu secara terperinci d. Sering membuat kesalahan e. Gagal dalam menyelesaikan segala hal f. Mengalami masalah atau sulit mengingat sesuatu g. Kelihatan seolah-olah tidak mendengarkan saat diajak bicara atau acuh tak acuh
49
Zaviera, Ferdinand. (2007). Anak Hiperaktif : Cara Cerdas Menghadapi Anak Hiperaktif dan Gangguan Kosentrasi. Jogjakarta: Katakati. Hal 14 50 Zaviera, Ferdinand. (2007). Anak Hiperaktif : Cara Cerdas Menghadapi Anak Hiperaktif dan Gangguan Kosentrasi. Jogjakarta: Katakati. Hal 24
26
h. Tidak dapat diatur atau hidup teratur51 Anak penderita ADHD hiperaktif, mungkin memiliki gejalagejala sebagai berikut : a. Selalu terlihat gelisah dan posisi badan tidak pernah tenang. b. Tidak dapat duduk tenang atau bermain dengan tertib. c. Berlari dan melompat kesana kemari meskipun dilarang. d. Berbicara terus menerus dan membuat kegaduhan meskipun dilarang. e. Langsung menjawab tanpa berpikir terlebih dahulu meski pertanyaan belum selesai diucapkan. f. Tidak bersedia menunggu giliran. g. Memotong pembicaraan orang lain.52 Jenis ADHD yang paling sering muncul adalah jenis gabungan antara ADHD tak acuh dengan hiperaktifitas. Diagnosis ADHD biasanya dilakukan saat anak didapati menderita beberapa gejala diatas yang berawal sebelum anak itu berumur tujuh tahun, dan proses diagnosis
ini
berlangsung
sekurang-kurangnya
enam
bulan.
Umumnya, gejala-gejala itu harus diamati dengan seksama pada sekurang-kurangnya dua tempat, misalnya sekolah dan rumah.53 Adapun ciri-ciri anak hiperaktif sebagai berikut : 1. Tidak Fokus Pada Anda hiperaktif kebanyakan dari kegiatan yang sedang dia lakukan tidak bisa bertahan lama. Saat dia bermain bola, kemudian ada anak lain yang melintas di depan sambil membawa balon, dia akan membuang bolanya dan ikut bermain balon bersama anak lain. Begitu ada anak lain yang berbeda, dia bisa mengalihkan perhatiannya untuk mengikuti anak tersebut. Anak hiperaktif tidak 51
Zaviera, Ferdinand. (2007). Anak Hiperaktif : Cara Cerdas Menghadapi Anak Hiperaktif dan Gangguan Kosentrasi. Jogjakarta: Katakati. Hal 51 52 Zaviera, Ferdinand. (2007). Anak Hiperaktif : Cara Cerdas Menghadapi Anak Hiperaktif dan Gangguan Kosentrasi. Jogjakarta: Katakati. Hal 51 53 Zaviera, Ferdinand. (2007). Anak Hiperaktif : Cara Cerdas Menghadapi Anak Hiperaktif dan Gangguan Kosentrasi. Jogjakarta: Katakati. Hal 51
27
bisa bertahan diam lebih dari 5 menit. Anak ini juga suka berteriakteriak tidak jelas, dan berbicara semaunya. Juga memiliki sikap yang tidak mudah dipahami. 2. Sifat Menentang Anak hiperaktif lebih sulit dinasehati dari pada anak non-hiperaktif. Misal, ia sedang bermain naik turun tangga dan kita memintanya untuk berhenti, ia akan diam saja atau marah dengan tetap melanjutkan bermain. 3. Destruktif Sebagai perusak ulung, anak hiperaktif harus dijauhkan dari ruangan yang banyak benda-benda berharga atau barang pecah belah dan sejenisnya. Sikap yang suka melempar, menghancurkan barang inilah yang disebut destruktif. 4. Tidak Mengenal Lelah Tidak akan tampak kelelahan saat ia bermain maupun setelah ia bermain. Setiap hari berlari, berjalan dan melakukan kegiatan tanpa tujuan jelas, bergerak terus adanya. 5. Tanpa Tujuan Jelas Anak aktif membuka buku untuk dibaca, anak hiperaktif membuka buku untuk disobek, dilipat-lipat, atau dibolak balik saja tanpa membaca. 6. Bukan Penyabar yang Baik Dan Usil Sering saat bermain, ia dengan tidak sabar mengambil mainan dengan paksa. Tidak suka jika menunggu giliran bermain. Suka mendorong, mencubit, atau memukul tanpa alasan.54 Anak dengan gangguan hiperaktifitas memiliki beberapa kriteria, yaitu sebagai berikut : a. Kriteria sulit konsentrasi
54
Zaviera, Ferdinand. (2007). Anak Hiperaktif : Cara Cerdas Menghadapi Anak Hiperaktif dan Gangguan Kosentrasi. Jogjakarta: Katakati. Hal 51
28
1. Sering melakukan kecerobohan atau gagal menyimak hal yang rinci dan sering membuat kesalahan karena tidak cermat. 2. Sering sulit memusatkan perhatian secara terus-menerus dalam suatu aktivitas. 3. Sering tampak tidak mendengarkan kalau diajak bicara. 4. Sering tidak mengikuti instruksi dan gagal menyelesaikan tugas. 5. Sering sulit mengatur kegiatan maupun tugas. 6. Sering menghindar, tidak menyukai, atau enggan melakukan tugas yang butuh pemikiran yang cukup lama. 7. Sering kehilangan barang yang dibutuhkan untuk melakukan tugas. 8. Sering mudah beralih perhatian oleh rangsang dari luar. 9. Sering lupa dalam mengerjakan kegiatan sehari-hari. b. Kriteria hiperaktif dan impulsive 1. Sering menggerak-gerakkan tangan atau kaki ketika duduk, atau sering menggeliat. 2. Sering meninggalkan tempat duduknya, padahal seharusnya ia duduk manis. 3. Sering berlari-lari atau memanjat secara berlebihan pada keadaan yang tidak selayaknya. 4. Sering tidak mampu melakukan atau mengikuti kegiatan dengan tenang. 5. Selalu bergerak, seolah-olah tubuhnya didorong oleh mesin. Juga, tenaganya tidak pernah habis. 6. Sering terlalu banyak bicara. 7. Sering terlalu cepat memberi jawaban ketika ditanya, padahal pertanyaan belum selesai. 8. Sering sulit menunggu giliran. 9. Sering memotong atau menyela pembicaraan.55 55
Zaviera, Ferdinand. (2007). Anak Hiperaktif : Cara Cerdas Menghadapi Anak Hiperaktif dan Gangguan Kosentrasi. Jogjakarta: Katakati. Hal 27-28
29
7. Penelitian yang Relevan Penelitian yang relevan merupakan penelaahan dari hasil penelitian terdahulu, yaitu a. Penelitian yang dilakukan oleh Gretchen Geng (2011) dari Universitas Charles Darwin dengan judul Investigation of Teachers’ Verbal and Non-verbal Strategies for Managing Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) Students’ Behaviours within a Classroom Environment, penelitian yang dilakukan di sebuah kelas di Australia meneliti tentang strategi berkomunikasi dengan anak ADHD menggunakan komunikasi verbal dan non verbal, hasil dari penelitian yang dilakukan Gretchen Geng, diketahui bahwa kombinasi penggunaan pesan verbal dan non verbal dapat membuat anak lebih tenang dan mampu berkomunikasi lebih baik. b. Penelitian yang dilakukan oleh Bibbi Hagberg (2013) dari Universitas Gothenburg yang meneliti tentang Essence: Child and Adult Studies of Verbal and Nonverbal Skills in ASD and ADHD yang meneliti di sebuah klinik anak ADHD di Swedia mengatakan dengan komunikasi verbal dan non verbal anak ADHD akan berketerampilan lebih tinggi. c. Dalam Amrita Journal Medicine terdapat penelitian yang berjudul Effect of Social Skill Group Training in Childern with Attention Deficit Hyperactivity Disorder yang dilakukan Smitha V.S, Varghese Paul K, Denis DIM, Vinayan K.P (2014) yang meneliti sejumlah anak-anak yang mengidap ADHD di kota Kochi, India. Penelitian tersebut bertujuan untuk mengurangi masalah perilaku dan meningkatkan perilaku positif anak. Dikatakan dalam penelitian itu bahwa dengan komunikasi interpersonal orang tua dari anak-anak tersebut melaporkan adanya peningkatan perilaku anak dari segala aspek.
30
d. Penelitian
yang
dilakukan
Imanuel
Budianto
(2013)
dari
Universitas Petra tentang Proses Komunikasi Interpersonal antara Guru dengan Murid Penyandang Autis di Kursus Piano Sforzando Surabaya. Penelitian ini melihat bagaimana guru berkomunikasi dengan
murid
berkomunikasi
autis dengan
yang orang
mempunyai lain.
Guru
kesulitan lebih
untuk banyak
menyampaikan materi dengan cara verbal namun ketika cara tersebut tidak berhasil maka guru akan mengkomunikasikan kembali dengan verbal dan nonverbal sampai murid mengerti. Dalam penelitian ini juga menemukan bahwa komunikasi secara interpersonal membantu untuk dapat mempengaruhi kemampuan berkomunikasi kearah yang lebih positif. e. Pada penelitian yang dilakukan Stephannie Caroline (2014) dari Universitas Kristen Petra yang meneliti tentang Komunikasi Interpersonal Antara Terapis Dengan Anak Penyandang ADHD di Sekolah Khusus AGCA menyimpulkan bahwa anak penyandang ADHD lebih mudah menerima pesan verbal yang disertai dengan pesan nonverbal.
31
G. Kerangka Berpikir Adapun kerangka pemikiran yang akan dilaksanakan yaitu sebagai berikut
Gambar 1 : Kerangka Pemikiran
H. Metodologi Penelitian Metode penelitian adalah suatu cara yang dilakukan seorang peneliti untuk mengumpulkan, mengklasifikasikan dan menganalisis fakta-fakta yang ada ditempat penelitian yang menggunakan ukuran pengetahuan. Ini dilakukan untuk menentukan suatu kebenaran.56
56
Hamidi. (1994). Metodelogi Penelitian Kualitatif. Malang: UMM Press. Hal 206
32
1. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (field research), yaitu suatu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti langsung ke lapangan, data diperoleh langsung dari Klinik Sekolah Luar Biasa Negeri Surakarta. Dalam penelitian ini penulis menggunakan jenis penelitian deskriptif kualitatif. Hakikat dari penelitian ini adalah prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan atau melukiskan peristiwa sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak dan sebagaimana adanya.57 Penelitian kualitatif adalah penelitian yang dimaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subyek penelitian misalnya perilaku, persepsi, tindakan dan lain-lain secara holistic dengan cara deskriptif dalam bentuk kata-kata dan bahasa pada suatu konteks yang alamiah dan memanfaatkan berbagai metode alamiah.58 Penelitian mendeskripsikan
jenis apa
deskriptif adanya
ini
mengenai
akan
digunakan
penanganan
untuk
gangguan
komunikasi verbal dan non verbal anak ADHD di Klinik Sekolah Luar Biasa Negeri Surakarta. 2. Subyek Penelitian Subjek penelitian adalah orang-orang yang menjadi sumber informasi yang dapat memberikan data dan sesuai dengan masalah yang diteliti.59 Dalam penelitian ini orang yang menjadi sumber informasi adalah orang-orang yang terlibat dengan anak ADHD di Klinik Sekolah Luar Biasa Negeri Surakarta. Pengurus dan terapis menjadi informan
57
Hadari, Nawawi. (2005). Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Hal 63 58 Meleong, Lexy J. (2004). Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Hal 5 59 Amirin, Tatang. (1998). Menyusun Rencana Penelitian. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Hal 135
33
dalam proses interview untuk menggali data-data yang berkaitan dengan penelitian. 3. Teknik Pengumpulan Data Adapun metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini antara lain : a. Observasi Observasi
adalah
pengamatan
dan
sistematik fenomena-fenomena yang diteliti.
60
pencatatan
dengan
Teknik observasi ini
dilakukan dengan mengamati proses pelaksanaan komunikasi baik secara verbal maupun non verbal di Klinik Sekolah Luar Biasa Negeri Surakarta. b. Wawancara Teknik wawancara adalah proses tanya jawab dalam penelitian yang berlangsung secara lisan antara dua orang atau lebih, bertatap muka dan mendengarkan secara langsung informasi-informasi.61 Orang yang diwawancarai adalah orang-orang yang terlibat dengan anak ADHD di Klinik Sekolah Luar Biasa Negeri Surakarta, seperti terapis dan pengurus. Pada penelitian ini digunakan jenis wawancara bebas terpimpin, yaitu penyusun hanya menentukan garis besar pertanyaan pada pedoman wawancara. Hal ini dimaksud agar arah wawancara tidak menyimpang dari pokok permasalahan. Metode ini dilakukan dengan mengajukan beberapa pertanyaan yang telah dipilih untuk mendapatkan informasi mengenai penaganan Komunikasi Verbal dan Non Verbal anak ADHD di Klinik Sekolah Luar Biasa Negeri Surakarta. c. Dokumentasi
60
Mantra. Ida Bagoes. (2004). Metode Penelitian Sosial. Yogyakarta: Pusat Pelajar. Hal 82 Narbuko. Cholid dan Abu Achmadi. (1999). Metodelogi Penelitian ; Memberi Bekal Teoritis Kepada Mahasiswa Tentang Metodelogi Penelitian Serta Diharapkan Dapat Melaksanakan Penelitian dengan Langkah-Langkah yang Benar. Jakarta: Bumi Aksara. Hal 83 61
34
Metode dokumentasi adalah mencari data mengenai hal-hal berupa catatan, transkrip, prasasti, notulen dan sebagainya.62 Data dokumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa arsip atau dokumen berisi tentang kemampuan siswa. Hal ini dimaksudkan untuk membantu dan mempermudah penyusunan catatan lapangan mengenai respon dan perilaku subjek pada saat penelitian berlangsung. 4. Analisis Data Tekhnik analisis data adalah proses penyederhanaan data kedalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan diinterpretasikan.63 Metode analisa yang digunakan adalah deskriptif kualitatif, yaitu digambarkan dengan kata-kata
atau
kalimat.64
Maksudnya
yaitu
setelah
data-data
dikumpulkan, kemudian diurutkan. Data-data yang diurutkan adalah berhubungan dengan penanganan komunikasi verbal dan non verbal pada anak ADHD, kemudian diolah dan disusun berdasarkan urutan pembahasan
yang
telah
direncanakan.
Selanjutnya
dilakukan
interpretasi secukupnya dalam usaha memahami kenyataan yang ada untuk diambil kesimpulan. Dengan demikian secara sistematis langkah pengolahan data tersebut melalui tahap-tahap sebagai berikut : a.
Pengumpulan data dalam penelitian ini adalah pengumpulan data yang dilakukan melalui interview, observasi dan dokumentasi.
b.
Menyusun seluruh data yang telah diperoleh sesuai dengan urutan pembahasan yang telah direncanakan.
c.
Proses analisis data dilakukan dengan cara menganalisis data-data yang telah diperoleh melalui tehnik pengumpulan data yang telah ditetapkan kemudian dideskripsikan.
62
Hadi, Sutrisno. (1987). Metode Riset. Yogyakarta: YPF Psikologi UGM. 193 Singarimbun Masri & Sofian Efendi. (1995). Metode Penelitian Survey. Jakarta: LP3ES. Hal 263 64 Arikunto, Suharsimi. (2002). Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: PT. Grafindo Persada. Hal 129 63
35
d.
Melakukan interpretasi secukupnya terhadap data yang telah disusun
untuk
menjawab
rumusan
masalah
sebagai
hasil
kesimpulan.
I. Sistematika Pembahasan Untuk mempermudah gambaran tetang bahasan yang dilakukan dalam
penelitian
ini,
maka
penyusun
menggunakan
sistematika
pembahasan skripsi yang terdiri dari empat bab. Bab pertama merupakan bab pendahuluan yang isinya memaparkan pembahasan judul, latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, kegunaan penelitian, kajian pustaka, kerangka teori, metode penelitian dan sistematika pembahasan ini. Bab kedua, pada bab ini akan dijelaskan gambaran secara umum tentang kondisi yang ada di SLBN Surakarta, baik itu fasilitas yang disediakan sampai kegiatan-kegiatan apa saja yang dilakukan di SLBN Surakarta. Pada bab tiga, akan dibahas tentang Penanganan Komunikasi Verbal dan Non Verbal anak ADHD di Klinik Sekolah Luar Biasa Negeri Surakarta. Tujuannya untuk mengetahui penanganan yang digunakan untuk berkomunikasi dengan siswa ADHD. Terakhir bab empat, merupakan bab penutup, kesimpulan dan saransaran. Dari pemaparan bab satu sampai bab tiga disimpulkan di bab ini agar dapat ditarik kesimpulin sesuai dengan rumusan masalah.
.
36