BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Obesitas merupakan salah satu masalah kesehatan yang serius. Tingginya prevalensi obesitas di dunia, menyebabkan terganggunya kondisi fisik, psikososial dan meningkatnya angka kematian (Blümel, Juan E. et al, 2014). Prevalensi obesitas remaja telah meningkat di sebagian besar negara-negara berpenghasilan tinggi dalam tiga decade terakhir. Prevalensi obesitas pada anak usia 2 sampai 19 tahun di Amerika Serikat meningkat dari 27,5% menjadi 31,1% (Ogden, C.L et al, 2006). Prevalensi obesitas pada anak usia 6-12 tahun di Bangkok meningkat dari 12,2% menjadi 15,6% dan angka prevalensi di Jepang pada anak 6-10 tahun dari 5% menjadi 10% (WHO, 2000). Dari data yang tersedia, diprediksi akan meningkat pesat di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah (Lobstein, Tim et al, 2015). Berdasarkan data Survei Kesehatan Nasional (Susenas) tahun 2005, prevalensi gizi lebih di Indonesia mencapai 3,4% (Departemen Kesehatan RI Survey Kesehatan Nasional, 2005). Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 menunjukkan prevalensi nasional berat badan berlebih anak usia 13-15 tahun sebesar 10,8%. Sedangkan prevalensi obesitas anak usia 13-15 tahun di Kota Tangerang sebesar 16,2% dan anak usia 16-18tahun sebesar 12,9%. (Kementrian Kesehatan RI Riset Kesehatan Dasar, 2013). Obesitas dapat menyebabkan konsekuensi psikososial yang signifikan. Anak-anak dan remaja yang mengalami obesitas dapat mengalami prasangka dan diskriminasi sejak usia anak anak. Selain itu, obesitas dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan fisik, gangguan pernafasan dan gangguan endokrin (Khodijah et al, 2013). Menurut Puhl & Brownell (2013), dampak lain yang juga penting yaitu dampak terhadap tumbuh kembang terutama aspek psikososial karena untuk tumbuh kembang secara optimal selain kesehatan fisik juga diperlukan kesehatan mental. Obesitas dan depresi merupakan dua masalah kesehatan yang utama dikalangan remaja. Keduanya sangat umum dan terkait dengan berbagai komplikasi kesehatan seperti hipertensi, penyakit jantung kororner, dan peningkatan mortalitas (Nemiary, 2012). Beberapa hasil penelitian telah menunjukkan bahwa remaja obesitas memiliki insiden yang lebih tinggi pada kesehatan mental seperti depresi, kecemasan, dan rendahnya harga diri dibanding dengan remaja yang tidak obesitas (Melnyk B.M et al, 2006). Penelitian lain oleh Riza
et al (2007) yang dilakukan di Solo dengan menggunakan kuesioner pediatric symptom checklist (PSC)-35 didapatkan prevalensi gangguan psikososial pada anak obesitas sebesar 11,6%. Penelitian tersebut menyatakan bahwa anak obes lebih banyak mengalami masalah psikososial dibandingkan anak status gizi normal. Sedangkan hasil penelitian Sajogo et al (2013) menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara overweight-obesitas dengan gejala depresi, tetapi didapatkan hubungan antara temperamen dengan gejala depresi. Masalah kesehatan mental mempengaruhi 10%-20% dikalangan anak-anak dan remaja yang sebanding dengan depresi di masa dewasa seluruh dunia (Bonin, 2012). Di Indonesia, hasil Riskedas 2013 mencatat prevalensi gangguan mental emosional anak pada kelompok usia 15-24 tahun di Tangerang sebanyak 9,5%, lebih tinggi dari prevalensi nasional. Prevalensi masalah gangguan mental emosional secara nasional adalah 6% (Riskesdas, 2013). Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Malang oleh Asmika et al (2008), melaporkan bahwa prevalensi remaja sekolah menengah yang mengalami depresi ringan sebanyak 32,5%, depresi sedang 28,2%, dan depresi berat 11,1%. Perbedaan tingginya jumlah penderita depresi pada remaja perempuan dan laki‐laki pada dasarnya telah nampak sejak memasuki periode usia remaja tengah (Petersen et al, 1991). Masalah kesehatan fisik dan psikologis mungkin memiliki efek yang buruk terhadap kualitas hidup remaja (Kim, H.S et al, 2013). Menurut Massam (2002), definisi kualitas hidup harus mencangkup dua dimensi terkait psikologis dan lingkungan. Dimensi psikologis menghasilkan rasa kepuasan pada kehidupan seperti kesejahteraan subjektif, atau kepuasan hidup. Dimensi lingkungan mencangkup kualitas masyarakat, kualitas tempat, dan kualitas hidup lingkungan dan dihubungkan dengan tujuan, harapan, standar dan perhatian yang dimiliki. Anak dan remaja obesitas memiliki korelasi yang kuat dengan Health-related quality of life (HRQoL), indikator total kesejahteraan individu, termasuk aspek fisik, emosional, dan sosial dari kehidupan individu tersebut. HRQoL dapat berpengaruh negatif pada obesitas di beberapa domain, seperti kenyamanan fisik, body esteem, kehidupan sosial, hubungan keluarga, kesejahteraan emosional dan kualitas umum kehidupan (Rainey, 2013). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Nurhasana et al (2009), tingkat depresi secara statistik menunjukkan hubungan yang bermakna terhadap kualitas hidup pada subjek penelitian. Dari hasil penelitian diketahui bahwa gangguan tingkat depresi dapat menurunkan kualitas pekerjaan dan kualitas hidup penderitanya. Apabila dilihat secara keseluruhan faktor tingkat depresi mempunyai hubungan yang sangat kuat dengan
kualitas hidup yang buruk. Ketidakmatangan pola pikir serta keinginan kuat untuk mengimitasi lingkungan menimbulkan masalah tersendiri bagi remaja. Keterbatasan fungsi fisik, mental, emosional dan sosial akan berdampak pada kualitas hidupnya (Daniels, S.R et al, 2001). Kesehatan jiwa remaja merupakan hal penting dalam menentukan kualitas bangsa. Remaja yang tumbuh dalam lingkungan kondusif dan mendukung merupakan sumber daya manusia yang dapat menjadi aset bangsa tidak ternilai (Indarjo, 2009). Prevalensi gangguan kesehatan jiwa anak dan remaja cenderung akan meningkat sejalan dengan permasalahan kehidupan dan kemasyarakatan yang makin komplek, oleh karena itu memerlukan pelayanan kesehatan jiwa yang memadai sehingga memungkinkan anak dan remaja untuk mendapatkan kesempatan tumbuh kembang semaksimal mungkin (Walker, 2002). Mengingat pentingnya hubungan obesitas dengan depresi pada remaja, maka peneliti tertarik untuk melihat perbedaan kejadian depresi, aktivitas fisik, dan kualitas hidup pada siswa SMA obesitas dan non obesitas.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian dalam latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: Apakah ada perbedaan kejadian depresi, aktivitas fisik dan kualitas hidup antara siswa SMA obesitas dengan siswa SMA non obesitas di Kota Tangerang?
C. Tujuan Penelitian Tujuan Umum: Menganalisis kejadian depresi, tingkat kualitas hidup, dan aktivitas fisik pada remaja usia 16-18 tahun obesitas dan tidak obesitas di Kota Tangerang. Tujuan Khusus: 1. Menganalisis kejadian depresi pada remaja obesitas dan tidak obesitas usia 16-18 tahun di kota Tangerang 2. Menganalisis tingkat aktivitas fisik pada remaja obesitas dan tidak obesitas usia 16-18 tahun di Kota Tangerang 3. Menganalisis tingkat kualitas hidup pada remaja obesitas dan tidak obesitas usia 16-18 tahun di Kota Tangerang
D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Pemerintah Daerah Sebagai informasi bagi para pembuat kebijakan di tataran pemerintahan dalam menentukan kebijakan yang tepat dalam mengatasi dan mencegah permasalahan obesitas pada remaja. 2. Bagi Peneliti Menambah wawasan peneliti dalam permasalahan obesitas yang berkaitan dengan depresi, aktivitas fisik, dan kualitas hidup pada remaja . E. Keaslian Penelitian
1. Blümel, Juan (2014). Obesity And Its Relation To Depressive Symptoms And Sedentary lifestyle In Middle-Aged Women. Variabel bebas: Obesitas. Variabel terikat: gejala depresi dan Sedentary lifestyle. Metode penelitian: The present study represents a data re-analysis of a cross-sectional. Hasil penelitian menunjukkan bahwa prevalensi gejala depresi adalah 46,5% dan kecemasan 59,7%. Faktor resiko signifikan yang terkait dengan obesitas yaitu Hipertensi (OR: 1,87), gejala depresi (OR: 1,57), gaya hidup (OR: 1,50), Diabetes Mellitus (OR: 1,34), gangguan tidur (OR: 1,16), dan gejala vasomotor (OR: 1,14). Sedangkan faktor resiko terendah didapatkan pada wanita yang menggunakan kontrasepsi hormonal, yaitu (OR: 0,69). Penelitian ini menyimpulkan bahwa obesitas yang dialami wanita paruh baya disebabkan dari interaksi beberapa faktor resiko seperti hipertensi, gejala depresi, gaya hidup, dan faktor lainnya. Pesamaan : metode cross-sectional, variabel bebas Perbedaan : sampel pada penelitian ini adalah wanita paruh baya dengan variabel terikat gejala depresi dan sedentary lifestyle, sedangkan yang akan diteliti adalah sampel remaja SMA dengan usia 16-18 tahun dengan variabel terikat kejadian depresi, aktivitas fisik, kualitas hidup. 2. Askari, J (2013). The Relationship Between Obesity and Depression. Variabel bebas: Obesitas. Variabel terikat: Depresi. Sampel penelitian: Dewasa usia 16-50 tahun. Metode penelitian: historical cohort study. Hasil penelitian menunjukkan bahwa obesitas tidak menyebabkan peningkatan yang signifikan secara statistik pada tingkat depresi. Meskipun
beberapa penelitian lain menunjukkan adanya hubungan antara obesitas dan depresi, penelitian ini tidak menunjukkan perubahan yang signifikan, sehingga tampaknya hubungan antara obesitas dan depresi dipengaruhi beberapa faktor lain seperti sosiodemografi, psikososial dan faktor budaya. Persamaan: variabel bebas Perbedaan : penelitian ini variabel terikat depresi pada dewasa usia 16-50 tahun dengan metode penelitian historical cohort study. Sedangkan yang akan diteliti adalah variabel terikat kejadian depresi, aktivitas fisik, dan kualitas hidup pada remaja SMA usia 16-18 tahun dengan metode penelitian cross-sectional. 3. Kim (2013). Factors Influencing Health-Related Quality of Life (HRQoL) of Overweight and Obesitas Children in South Korea. Variabel terikat: faktor kualitas hidup. Variabel bebas: overwight dan obesitas. Sampel penelitian: anak overweight dan obesitas di Korea Selatan. Metode penelitian: cross-sectional descriptive. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa predictor HRQoL termasuk harga diri, depresi, dan stress fisik menyumbang 58,7 % dari varians (p < 0,5). Anak-anak dengan pendapatan bulanan yang rendah memiliki HRQoL yang lebih rendah. HRQoL memiliki beberapa dimensi, dengan demikian selain perubahan gaya hidup, program kesehatan untnuk anak-anak overweight dan obesitas harus focus pada kesehatan psikologis dan mempertimbangkan faktor lingkungan juga. Persamaan : metode penelitian cross-sectional Perbedaan : penelitian ini menggunakan variabel terikat faktor kualitas hidup, variabel bebas overweight dan obesitas pada sampel anak usia 9-13 tahun. Sedangkan yang akan diteliti adalah variabel terikat kejadian depresi, aktivitas fisik, dan kualitas hidup, variabel bebas obesitas & non obesitas pada remaja SMA usia 16-18 tahun. 4. Sajogo, I et al (2013). Hubungan Antara Tingkat Overweight-Obesitas Dan Gejala Depresi Pada Remaja SMA Swasta Di Surabaya. Variabel bebas: Overwight-Obesitas. Variabel terikat: Gejala Depresi. Sampel penelitian: remaja overweight-obesitas. Metode penelitian: analitik observasional cross-sectional. Hasil penelitian: Sampel yang memenuhi kriteria inklusi sebesar 181 remaja, perempuan sebesar 51 responden (28,2%) dan laki-laki 130 responden (71,8%). Kategori overweight sebesar 141 responden (77,9%), obesitas ringan sebesar 35 responden (19,3%) dan obesitas sedang sebesar 5 responden (2,8%). Sebanyak
139 responden (76,8%) dengan skor CDI 0-12 yang berarti tidak terdapat gejala depresi dan 42 responden (23,2%) dengan skor CDI 13 yang berarti terdapat gejala depresi. Persamaan : metode penelitian cross-sectional Perbedaan : variabel bebas overweight-obesitas, variabel terikat gejala depresi dengan sampel remaja overweight-obesitas. Sedangkan yang akan diteliti adalah variabel terikat kejadian depresi, aktivitas fisik, dan kualitas hidup, variabel bebas obesitas & non obesitas pada sampel remaja SMA usia 16-18 tahun. 5. Khodijah, Dodoh (2013). Obesitas Dengan Kualitas Hidup Remaja. Variabel bebas: Obesitas. Variabel terikat: Kualitas hidup. Sampel penelitian: Remaja obesitas. Metode penelitian: observasional cross-sectional. Hasil penelitian ini menunjukkan prevalensi obesitas remaja pada populasi penelitian adalah 5%. Rata-rata kualitas hidup remaja dengan IMT obesitas lebih rendah (SD 12,5) dibandingkan dengan IMT normal (21,15), dengan p=0,01 baik pada fungsi fisik maupun fungsi psikososial (emosional, sosial dan fungsi sekolah). Faktor lain yang berhubungan dengan kualitas hidup adalah umur (p<0,01). Persamaan : metode penelitian cross-sectional Perbedaan : variabel bebas obesitas, variabel terikat kualitas hidup pada sampel remaja obesitas. Sedangkan yang akan diteliti adalah variabel terikat kejadian depresi, aktifitas fisik, dan kualitas hidup, variabel bebas obesitas & non obesitas pada sampel remaja SMA usia 1618 tahun. 6. Cortese, S et al (2009). The Relationship between Body Size and Depression Symptoms in Adolescents. Variabel bebas: Ukuran tubuh. Variabel terikat: Depresi. Sampel penelitian: Remaja. Metode penelitian: Study group comprised. Hasil penelitian menunjukkan bahwa skor CDI yang terendah untuk BMI sebesar z score antara 1 dan 0,5. Skor CDI meningkat dengan z score > 0. Pada laki-laki, skor CDI meningkat dengan z score >2, sedangkan pada perempuan skor CDI >0,5 dan <1. Usia tidak memiliki pengaruh yang signifikan. Status sosial ekonomi memiliki pengaruh hanya pada anak laki-laki. Penelitian ini menyimpulkan bahwa hubungan antara ukuran tubuh dan gejala depresi dipengaruhi oleh jenis kelamin. Persamaan : sampel penelitian pada remaja Perbedaan : penelitian ini menggunakan variabel bebas ukuran tubuh dan variabel terikat depresi dengan metode penelitian study group comprised. Sedangkan yang akan dilakukan adalah variabel terikat kejadian depresi, aktivitas fisik, dan kualitas hidup, variabel bebas
obesitas & non obesitas pada sampel remaja SMA usia 16-18 tahun dengan metode penelitian cross-sectional.