BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Konflik diantara Korea Utara dan Korea Selatan berlangsung dari tahun 1950 – 1953 dan sudah terjadi gencatan senjata antara kedua belah pihak (Hawley, 2005: 195). Didalam bukunya, Yang & Mas‟oed (2003: 5) menjelaskan bahwa alasan awal terjadinya konflik ini adalah perbedaan ideologi serta isu perbatasan yang menjadi isu yang sangat sensitif antara kedua wilayah ini. Perang Korea pada tahun 1950-an sekiranya membuat hubungan Korea Utara dan Selatan menjadi tidak sehat. Awal mulanya wilayah Korea Utara tergabung dengan wilayah Korea Selatan, dikarenakan adanya perselisihan dalam kedua negara Korea inilah yang kemudian berimbas pada terjadinya perang saudara antar Korea di Semenanjung Korea. Konflik di Semenanjung Korea mengakibatkan terpisahnya Korea menjadi dua bagian yaitu Korea Utara dan Korea Selatan. Namun walaupun sudah terjadinya gencatan senjata antara kedua belah pihak pada tahun 1953, masih belum ditemukan jalan damai antara kedua negara tersebut. Hingga sampai saat ini masih sering terjadi konflik – konflik kecil yang membuat keadaan kedua negara saling memanas. Konflik – konflik kecil yang terjadi di semenanjung Korea seperti ancamana dari salah satu pihak terhadap pihak yang lain. Banyak hal – hal yang memicu ketegangan antara kedua negara seperti isu nuklir, kerjasama Korea Selatan dan Amerika Serikat, dan isu – isu lain yang berkembang di semenanjung Korea. Contohnya adalah pada maret 2013 (Korut nyatakan perang terhadap Korsel, 2013), Korea Utara menyatakan telah memasuki keadaan perang dengan Korea Selatan. Pernyataan ini dikeluarkan menanggapi apa yang mereka sebut sebagai tindakan provokatif Amerika Serikat dan Korsel melalui latihan militer bersama.
1
Pada saat ini, Korea Selatan sangatlah terkenal dengan Korean Wave yang merupakan diplomasi kebudayaan Korea Selatan terhadap dunia. Korean Wave adalah sebuah istilah yang merujuk pada popularitas budaya pop Korea di luar negeri. Genre Korean Wave berkisar dari film, drama televisi, dan musik pop (Korean Wave, n.d.). Dari Korean Wave ini lah, Korea Selatan membangun citra positif global sehingga dapat menjalin hubungan dengan berbagai negara. Korea Selatan bisa dibilang sangat sukses dalam menjadikan Korean Wave sebagai ujung tombak diplomasi kebudayaan Korea Selatan di berbagai negara. Park & Snyder (2012: 196) mengatakan bahwa Korean Wave masuk ke Korea Utara sejak awal tahun 2000an lewat penyelundupan CD dan DVD. Dengan perkembangannya teknologi, musik pop Korea Selatan dan drama yang beredar pada saat ini menggunakan MP3 player, USB, dan chip memori di telepon seluler. Korean Wave masuk ke Korea Utara lewat penyelundupan yang dilakukan oleh para penyelendup dan kemudian dijual di pasar gelap di Korea Utara secara diam – diam. Sudah banyak warga Korea Utara yang mengakses Korean Wave dan Korean Wave pun menjadi sangat populer di kalangan masyarakat Korea Utara. Jang Se Yul (The New York Times, 2015) mengatakan bahwa Kim Jong Un selaku Presiden Korea Utara telah menyampaikan retorika yang begitu kuat mengenai drama Korea Selatan dan hiburannya dan menyebut media adalah unsur beracun kapitalisme. Menurut penjelasan Andrei Lankov (Aljazeera, 2014), pada Januari 2012, Kim Jong Un memerintahkan untuk pembentukkan tim yang disebut sebagai “114 tim”. Tim – tim ini terdiri dari polisi politik dan pejabat dari Partai Pekerja Korea yang berkuasa. Tim – tim tersebut memiliki tugas untuk memastikan bahwa rakyat Korea Utara tidak akan menonton melodrama dan thriller Korea Selatan, atau film Hollywood. Dengan kata lain, tugas mereka adalah untuk mengakhiri pasar ilegal yang sedang marak untuk penjualan DVD bajakan asing. Setelah satu tahun dibentuk, “114 tim” sudah menangkap sejumlah orang yang memproduksi dan menjual DVD acara – acara TV Korea Selatan.
2
Pemerintah Korea Utara melarang warga Korea Utara untuk mengakses Korean Wave dan bahkan menghukum mati warganya yang tertangkap mengakses Korean Wave. Seperti dilansir oleh Daily NK (Kang, 2015) bahwa pemerintah Korea Utara mengeksekusi 3 warga dari provinsi Yanggang karena menonton drama Korea Selatan menggunakan telepon genggam mereka. Agen Departemen Keamanan Negara menangkap mereka dan menyerahkan mereka ke Kementerian personil Keamanan Rakyat setelah diinterogasi. Kemudian ketiga warga tersebut dieksekusi secara tertutup. Tidak hanya warga biasa, pejabat negara pun tidak dapat mengelak dari hukuman mati tersebut. Seperti yang diberitakan oleh The Telegraph (Ryall, 2014) lansiran Badan Intelijen Nasional Korea Selatan (NIS), negara pimpinan Kim Jong Un itu telah mengeksekusi mati sekitar 10 pejabat dari Partai Pekerja Korea karena menonton acara opera sabun yang ditayangkan Korea Selatan. Selain itu juga, Radio Free Asia (Moon, 2015) melansir bahwa Korea Utara memberlakukan larangan ketat pada media asing, dan hukuman yang keras, termasuk eksekusi, dapat diturunkan kepada mereka tertangkap menonton drama TV Korea Selatan diselundupkan ke negara itu melalui DVD dan perangkat penyimpanan elektronik lainnya. Pemerintah Korea Utara mengeluarkan kebijakan untuk mencegah dan melarang masuknya Korean Wave ke Korea Utara. Dalam mencegah masuknya Korean Wave, pemerintah Korea Utara mengeluarkan kebijakan hukuman mati bagi warganya yang ketahuan ataupun tertangkap tangan mengakses Korean Wave. Masyarakat Korea Utara masih banyak yang mengakses Korean Wave yang merupakan sebuah larangan dari pemerintah Korea Utara. Untuk mencegah banyaknya pembelot dan pergeseran pemikiran yang diakibatkan oleh Korean Wave, hukuman mati adalah hukuman yang diberikan bagi warga Negara Korea Utara apabila terbukti ataupun ketahuan mengakses Korean Wave tersebut.
3
B. Rumusan Masalah Dari apa yang telah dijelaskan dalam latar belakang di atas, penulis dapat merumuskan masalah yaitu “Bagaimana pengaruh Korean Wave terhadap Korea Utara dan mengapa pemerintah Korea Utara gagal membendung pengaruh Korean Wave di Korea Utara ?” C. Tinjauan Pustaka Didalam penelitian ini, penulis melihat ada tiga isu utama sehingga muncullah pertanyaan penelitian yang telah disampaikan sebelumnya. Tiga isu utama tersebut adalah Juche Korea Utara, konflik di Semenanjung Korea antara Korea Utara dan Korea Selatan, dan Korean Wave sebagai diplomasi kebudayaan Korea Selatan di dunia pada saat ini. Hal ini dikarenakan dengan Juche dan konflik di semenanjung Korea sangat mempengaruhi pemblokan Korean Wave yang merupakan ujung tombak diplomasi kebudayaan Korea Selatan di dunia saat ini. Menurut Grace lee dipenelitiannya yang berjudul “The Political Philosophy of Juche” (Lee, 2012), Juche itu sendiri adalah memegang teguh independen, menolak ketergantungan pada orang lain, menggunakan otak sendiri, percaya pada kekuatan sendiri, menampilkan semangat revolusioner kemandirian, dan dengan demikian memecahkan masalah sendiri untuk diri sendiri pada tanggung jawab sendiri dalam semua keadaan. Hal ini lah yang sebenarnya di jelaskan oleh Kim Il Sung sebagai Presiden Korea Utara dan orang yang mengeluarkan ideologi Juche itu sendiri. Juche merupakan aplikasi prinsip Marxis dan Leninis dengan realitas politik modern di Korea Utara. Kim Il Sung membagi Juche menjadi tiga aplikasi khusus filsafat Juche: politik dan kemerdekaan ideologis, kemandirian ekonomi, dan sistem pertahanan nasional. Prinsip kemerdekaan politik merupakan salah satu prinsip utama ideologi Juche. Sehubungan dengan hubungan internasional, prinsip-prinsip Juche adalah kesetaraan dan saling menghormati antar bangsa. Selanjutnya, ideologi Juche menegaskan bahwa setiap negara memiliki hak penentuan nasib sendiri untuk mengamankan kebahagiaan dan kesejahteraan rakyatnya. Adanya intervensi asing 4
ataupun campur tangan akan menciderai kemerdekaan dan kedaulatan nasional. Merupakan tanggung jawab bangsa untuk membela kepentingan rakyatnya. Ketergantungan pada kekuatan asing akan mengakibatkan kegagalan revolusi sosialis Korea. Di antara negara - negara yang dianggapnya rekan-rekan sosialis, seperti Cina, Uni Soviet, Kuba dan beberapa negara Afrika, Kim Il Sung mendesak kerjasama dan menekankan perlunya saling mendukung dan ketergantungan terbatas. Prinsip yang kedua adalah kemandirian ekonomi. Ekonomi nasional yang independen dan mandiri diperlukan baik dalam rangka untuk mengamankan integritas politik dan untuk mencapai kesejahteraan nasional. Menurut Kim Jong Il, membangun perekonomian nasional yang mandiri berarti membangun ekonomi yang bebas dari ketergantungan pada orang lain dan yang berdiri di atas kaki sendiri, ekonomi yang melayani diri sendiri dan berkembang pada kekuatan sumber daya dari negara sendiri dan oleh upaya diri sendiri. Kim Il Sung menyatakan bahwa membangun ekonomi nasional yang independen sesuai prinsip Juche tidak identik dengan membangun ekonomi terisolasi. Kim Il Sung menegaskan kerjasama ekonomi dan teknis yang erat antara negara-negara sosialis dan negara-negara yang baru-muncul sebagai bantuan dalam pembangunan ekonomi dan kesatuan ideologis. Dan prinsip yang terakhir adalah kemandirian dalam pertahanan. Karakteristik mendasar dalam filsafat Juche adalah negara berdaulat yang independen. Imperialisme harus dilawan untuk mempertahankan kemerdekaan. Penerapan sistem pertahanan mandiri ini akan melibatkan mobilisasi seluruh negeri dan penanaman ideologi dalam angkatan bersenjata. Pemerintah mempersiapkan orang-orang Korea dan tentara secara menyeluruh dan ideologis untuk mengatasi perang dan membuat persiapan materi penuh untuk membela negara dengan mengandalkan perekonomian nasional yang mandiri. Dapat dilihat dari literatur diatas adalah Juche mempunyai tiga prinsip utama yaitu politik dan kemerdekaan ideologis, kemandirian ekonomi, dan sistem
5
pertahanan nasional. Juche menjadi pemikiran awal Korea Utara dalam membangun bangsa dari zaman kepemimpinan Kim Il Sung hingga sekarang. Kemandirian dan menentang imperialism merupakan kunci utama dalam pemikiran Juche itu sendiri. Kemandirian inilah yang membuat negara – negara lain melihat Korea Utara sebagai negara yang tertutup. Yang dimaksud dengan tertutup disini adalah Korea Utara sangat membatasi campur tangan asing dan membatasi hubungan dengan negara lain. Hal ini dikarenakan Korea Utara menolak ketergantungan akan hal apapun. Prinsip berdiri dikaki sendiri merupakan prinsip yang sangat dipegang teguh oleh Korea Utara. Sampai saat ini Juche masih digunakan oleh Korea Utara sebagai ideologi negara tersebut dan membuat Korea Utara menjadi salah satu negara yang sangat tertutup didunia. Juche itu sendiri lahir akibat perang dingin dan pembagian wilayah antara Uni Soviet dan Amerika Serikat. Sebagai negara yang menjadi negara sekutu Uni Soviet, Korea Utara menerapkan prinsip – prinsip sosialis sehingga muncullah Juche sebagai ideologi negara tersebut. Dan akibat perbedaan ideologi dan pembagian wilayah di Korea, maka terciptalah konflik antara Korea Utara dan Korea Selatan yang disebut konflik semenanjung Korea. Korea Selatan merupakan sekutu Amerika Serikat pada pasca perang dingin. Permasalahan yang ada di semenanjung Korea memang sudah sangat lama. Hal ini dikarenakan permasalahan antara Uni Soviet dan Amerika Serikat pada perang dingin. Perang dingin menyebabkan terbagi nya Korea menjadi dua bagian yaitu Korea Selatan dan Korea Utara. Perseteruan antara Korea Selatan dan Korea Utara sudah berlangsung sejak terpecahnya Korea hingga sekarang. Permasalahan utama hingga saat ini adalah tentang ideologi kedua Negara dan kegiatan reaktor nuklir milik Korea Utara. Permasalahan di semenanjung Korea tidak pernah mendekati kata damai. Hal ini dibuktikan dengan sering memanasnya keadaan di semenanjung Korea. Korea Utara menyatakan telah memasuki "keadaan perang" dengan Korea Selatan. Pernyataan ini dikeluarkan menanggapi apa yang mereka sebut sebagai "tindakan
6
provokatif" Amerika Serikat dan Korsel melalui latihan militer bersamanya. Korea Utara mengancam akan mengadakan perang nuklir terhadap Korea Selatan karena hubungan yang erat antara Amerika Serikat dan Korea Selatan (BBC Indonesia, 2013). Dari konflik yang terjadi di semenanjung Korea, bisa dilihat bahwa perseteruan antara Korea Selatan dan Korea Utara sulit untuk berakhir dan menemukan kata damai bagi dua negara ini. Konflik yang sudah terjadi selama berpuluh – puluh tahun ini sangat mempengaruhi hubungan kedua negara yang selalu memanas. Konflik ini sangat mempengaruhi kebijakan Korea Utara dalam menanggapi fenomena Korean Wave. Sebagai negara yang bisa dibilang sangat membenci Korea Selatan, konflik di semenanjung Korea merupakan faktor utama tentang berbagai kebijakan Korea Utara terhadap hal – hal yang berhubungan dengan Korea Selatan. Hal ini juga sangat berimbas dengan Korean Wave yang merupakan sebuah gerakan baru yang dibawa Korea Selatan sebagai bentuk diplomasi kebudayaannya. Menurut Ayu Riska Wahyudiya dalam penelitiannya yang berjudul “Pengaruh Soft Diplomacy Dalam Membangun Citra Korea Selatan di Indonesia” (Wahyudiya, 2012), membangun citra merupakan hal yang dilakukan oleh Korea Selatan melalui Korean Wave. Hal ini dilakukan guna menjalin dan memperat hubungan bilateralnya sekaligus untuk memperkukuh posisinya di forum internasional. Masyarakat Indonesia sendiri bisa dibilang terbuka dalam menerima budaya asing serta adanya kedekatan kultur sebagai negara timur menjadikan budaya Korea Selatan dapat diterima dengan mudah. Perkembangan Korean Wave didukung oleh peran sinkronisasi antara aktor negara, yakni Pemerintah Korea Selatan itu sendiri dengan aktor non-negara seperti para pelaku bisnis, masyarakat, selebritis dan media. Kebudayaan sebagai salah satu faktor ujung tombak soft diplomacy menjadi konsentrasi Korea Selatan yang digunakan untuk media komunikasi penyampaian misi politik luar negerinya. Langkah yang bisa ditempuh untuk membangun citra
7
Global Korea. Soft power diperlukan tidak hanya sekedar memperkenalkan identitas politik, ekonomi dan budaya Korea Selatan di Luar Negeri tetapi mendukung pencapaian kepentingan nasional dalam hal ini mewujudkan citra Global Korea. Peluang berhasilnya pelaksanaan soft diplomacy didukung oleh hubungan bilateral Korea-Indonesia yang bersifat saling mengisi kepentingan masing-masing negara serta hubungan Korea Selatan-Indonesia sebagai mitra kerjasama strategis. Pengaruh Soft Diplomacy Korea Selatan lewat kebudayaan korea pada perkembangannya memberi efek positif bagi citra Korea. Terjalinnya kerjasama dalam hal kebudayaan memberi jalan untuk kepentingan nasional Korea Selatan yang lain seperti Politik dan Ekonomi. Korea Selatan mampu membangun kepercayaan dengan menampilkan wajah kebudayaanya yang positif dan sangat digemari masyarakat Indonesia. Pembangunan citra itu sendiri tidak serta merta hanya dengan menjalin kerjasama saja, namun korea mampu memperkuat Soft diplomacy nya lewat mengembangkan profesionalisme kerja aktor-aktor nonnegara nya dan penggunaan teknologi informasi yang maksimal. Korea terbilang sangat berhasil menerapkan Soft diplomacy dengan dukungan Era Globalisasi yang memang sedang menawarkan Informasi yang cepat. Soft Diplomacy yang merujuk ke arah sukses ini tidak serta merta menuai hambatan. Dalam jangka panjang citra positif yang dibangun korea memang memberi kestabilan bilateral berbagai negara dan Korea Selatan, namun hal ini harus diikuti dengan kerjasama yang lebih intens. Tentu saja citra Korea Selatan dari Korean Wave sendiri membuat Citra Korea Selatan positif guna menjalin dan memperat hubungan bilateralnya sekaligus untuk memperkukuh posisinya di forum internasional. Tetapi hal ini tidak terjadi di Korea Utara. Pemerintah Korea Utara mengeluarkan kebijakan terhadap masuknya Korean Wave ke Korea Utara. Hukuman mati adalah hukuman yang menunggu bagi warga Negara Korea Utara apabila terbukti ataupun ketahuan mengakses Korean Wave tersebut. Sebagai
8
Negara yang sangat tertutup dari dunia Internasional, kekejaman Korea Utara dengan dihukum matinya warga negara Korea Utara yang mengakses Korean Wave membuktikan bahwa pemerintah Korea Utara memblok Korean Wave yang masuk di Korea Utara lewat penyelundupan. Dari literatur – literatur diatas, penelitian tentang Korean Wave masih hanya dalam batas bagaimana peran Korean Wave sebagai diplomasi kebudayaan Korea Selatan. Masih belum ada penelitian yang membahas bagaimana Korean Wave di Korea Utara. Sebagai negara yang sangat tertutup dari dunia internasional dan berkonflik dengan Korea Selatan, maka akan sangat relevan apabila membahas bagaimana pengaruh Korean Wave di Korea Utara, bagaimana tanggapan pemerintah Korea Utara tentang pengaruh Korean Wave itu sendiri, dan bagaimana respon masyarakat terhadap kebijakan pemerintah terhadap Korean Wave. Hukuman mati yang diberikan kepada warga Korea Utara yang mengakses Korean Wave tentu saja menjadi hal yang sangat penting untuk dibahas sehingga penelitian ini sangatlah penting dalam menganalisa respon Korea Utara terhadap Korean Wave di Korea Utara dan respon masyarakat Korea Utara terhadap kebijakan pemerintah Korea Utara mengenai Korean Wave. Penelitian ini dimaksudkan untuk menganalisa kebijakan Korea Utara terhadap Korean Wave. Korean Wave merupakan ujung tombak Korea Selatan untuk melakukan diplomasi kebudayaan di berbagai negara. Melihat keadaan Korea Utara yang sangat tertutup karena ideologi Juche nya dan keadaan di semenanjung Korea yang merupakan konflik antara Korea Utara dan Korea Selatan, Korea Utara memberlakukan kebijakan untuk mencegah masuknya Korean Wave ke Korea Utara. Pemerintah Korea Utara mengeluarkan kebijakan untuk menghukum mati bagi warga negaranya yang terbukti ataupun ketahuan mengakses Korean Wave. Tapi dalam kenyataannya, masih banyak masyarakat yang masih mengakses Korean Wave dan bahkan membelot dari Korea Utara karena terbuka pemikirannya setelah menonton drama Korea Selatan. Karena masyarakat masih
9
mengakses Korean Wave, timbullah satu pertanyaan yang patut untuk diteliti lebih lanjut. Penelitian ini akan menjelaskan bagaimana pengaruh Korean Wave terhadap Korea Utara. Selain itu juga pemerintah Korea Utara mengalami kesulitan untuk membendung masuknya Korean Wave ke Korea Utara. Banyaknya masyarakat yang masih mengakses Korean Wave dan bahkan membelot dari Korea Utara karena terbukan pemikirannya setelah menonton drama Korea Selatan. Sehingga penelitian ini akan menjelaskan bagaimana kebijakan pemerintah Korea Utara dalam melihat, mencegah, dan menghukum mati masyarakat Korea Utara yang tertangkap ataupun ketahuan mengakses Korean Wave namun di satu sisi pemerintah Korea Utara masih sulit untuk membendung Korean Wave walaupun sudah mengelurakan sebuah kebijakan untuk mencegah masuknya Korean Wave ke Korea Utara. D. Kerangka Konseptual Untuk menjawab rumusan masalah diatas, maka penulis menggunakan dua konsep yaitu, uses and gratifications dan juche. Konsep uses and gratifications diharapkan bisa menjawab respon masyarakat Korea Utara terhadap Korean Wave. Konsep juche akan menjelaskan kebijakan pemerintah Korea Utara dalam merespon masuknya Korean Wave di Korea Utara. Sedangkan Untuk selanjutnya penjabaran dari konsep – konsep tersebut yaitu : 1. Uses And Gratifications Herbert Blumer dan Elihu Katz adalah orang pertama yang mengenalkan teori ini. Teori Uses and Gratifications (kegunaan dan kepuasan) ini dikenalkan tahun 1974 dalam bukunya The Uses on Mass Communications : Current Perspective on Gratification Research. Teori Uses and Gratifications milik Blumer dan Katz ini mengatakan bahwa pengguna media memainkan peran aktif untuk memilih dan menggunakan media tersebut. Dengan kata lain, pengguna media adalah pihak yang aktif dalam proses komunikasi. Pengguna media berusaha untuk mencari sumber media yang paling baik di dalam usaha memenuhi kebutuhannya. Artinya, Teori Uses and Gratifications mengasumsikan bahwa pengguna
10
mempunyai pilihan alternatif untuk memuaskan kebutuhannya (Nurudin, 2007: 192). Menurut para pendirinya, Elihu Katz; Jay G. Blumler; dan Michael Gurevitch (1974) (Werner J Severin, 2005: 355), Uses and Gratifications berkaitan dengan (1) asal-usul kebutuhan secara psikologis dan sosial; (2) kebutuhan yang melahirkan; (3) harapan-harapan akan; (4) media massa atau sumber-sumber lain, yang mengarah pada; (5) berbagai pola paparan media yang berbeda (atau keterkaitan dalam berbagai aktivitas lain), yang menghasilkan; (6) gratifikasi kebutuhan maupun; (7) konsekuensi-konsekuensi lain, mungkin merupakan konsekuensi-konsekuensi yang paling tidak diniatkan. Model Uses and Gratifications menunjukkan bahwa permasalahan utama bukanlah bagaimana media mengubah sikap dan perilaku khalayak, tetapi bagaimana media memenuhi kebutuhan pribadi dan sosial khalayak. Khalayak dianggap secara aktif dengan sengaja menggunakan media untuk memenuhi kebutuhannya dan mempunyai tujuan. Studi dalam bidang ini memusatkan perhatian pada penggunaan (uses) isi media untuk mendapatkan kepuasan (gratifications) atas pemenuhan kebutuhan seseorang. Dari sinilah timbul istilah uses and gratification (pengunaan dan pemenuhan kebutuhan). Sebagian besar perilaku khalayak akan dijelaskan melalui berbagai kebutuhan (needs) dan kepentingan individu (Ardianto dan Erdinaya, 2004:71). Teori uses and gratifications dimulai di lingkungan sosial meliputi ciri – ciri afiliasi
kelompok
dan
ciri
–
ciri
kepribadian.
Kebutuhan
individual
peneguhan
informasi,
dikategorisasikan sebagai berikut (Effendy, 2003:294) : 1. Cognitive needs (Kebutuhan Kognitif) Yaitu
kebutuhan
yang
berkaitan
dengan
pengetahuan dan pemahaman mengenai lingkungan. Kebutuhan ini didasarkan pada hasrat untuk memahami dan menguasai lingkungan, juga memuaskan rasa penasaran dan dorongan untuk penyelidikan.
11
2. Affective needs (Kebutuhan Afektif) Yaitu kebutuhan yang berkaitan dengan peneguhan pengalaman – pengalaman yang estetis, menyenangkan dan emosional. 3. Personal Integrative needs (Kebutuhan pribadi secara integratif) Yaitu kebutuhan yang
berkaitan dengan peneguhan kredibilitas,
kepercayaan, stabilitas, dan status individual. Hal – hal terebut diperoleh dari hasrat akan harga diri. 4. Social integrative needs (Kebutuhan Sosial Secara Integratif) Yaitu kebutuhan yang berkaitan dengan peneguhan kontak dengan keluarga, teman, dan dunia. Hal – hal tersebut didasarkan pada hasrat untuk berafiliasi. 5. Escapist needs (Kebutuhan Pelepasan) Yaitu kebutuhan yang berkaitan dengan hasrat ingin melarikan diri dari kenyataan, kelepasan emosi, ketegangan dan kebutuhan akan hiburan. Dari penjelasan mengenai uses and gratification, terdapat 5 kebutuhan mengapa masyarakat Korea Utara tetap mengakses Korean Wave yang merupakan larangan dari pemerintah Korea Utara. Kebutuhan yang pertama adalah kebutuhan kognitif. Berdasarkan rasa ingin tahu masyarakat Korea Utara tentang bagaimana kehidupan diluar Korea Utara dan Korea Selatan pada khusunya, masyarakat Korea Utara mengaskses Korean Wave. Sudah banyaknya penyelundupan – penyelundupan berupa DVD – DVD bajakan yang masuk ke Korea Utara menyebabkan adanya rasa ingin tahu yang sangat besar masyarakat Korea Utara terhadap kehidupan didunia luar. Hal ini dikarenakan kebijakan juche yang memblokade masuknya informasi – informasi dari dunia luar. Kebutuhan yang kedua adalah kebutuhan afektif. Pada kebutuhan ini, setelah mengakses Korean Wave, masyarakat Korea Utara tetap mengakses walaupun adanya larangan karena kebutuhan yang menyenangkan. Yang dimaksud adalah, banyaknya informasi – informasi tentang kebudayaan dan keadaan Korea Selatan dan dunia membuat masyarakat Korea Utara tertarik akan budaya Korea Selatan yang disampaikan melalui Korean Wave. Opera sabun merupakan acara televisi
12
Korea Selatan yang sangat digemari oleh masyarakat Korea Utara. Karena sangat digemari dan banyak diakses oleh masyarakat Korea Utara, opera sabun yang merupakan salah satu bentuk Korean Wave menjadi kebutuhan afektif masyarakat Korea Utara itu sendiri. Kebutuhan yang ketiga adalah kebutuhan pribadi secara integratif. Yaitu kebutuhan akan status individual. Contohnya adalah seperti Jang Se Yul seorang professor matematika Korea Utara yang membelot dari Korea Utara ke Korea Selatan setelah menonton K-drama. Setelah menonton K-drama, ia memiliki harapan yang lebih besar untuk hidup. Jang Se Yul yakin drama ini berdampak pada Korea Utara, dan beliau sendiri adalah buktinya. Hal ini membuktikan ada beberapa masyakarakat Korea Utara yang membelot dari Korea Utara setelah mengakses Korean Wave karena adanya perbandingan kehidupan yang sangat jauh antara Korea Utara dan Korea Selatan dimana Korea Utara merupakan negara yang sangat menutup diri dari dunia internasional dan membatasi informasi – informasi yang masuk. Hal ini dikarenakan ideologi juche itu sendiri yang membuat Korea Utara sangat menutup diri dari dunia internasional. Adanya harapan yang lebih besar untuk hidup menjadi alasan yang dijadikan alasan masyarakat Korea Utara tetap mengakses Korean Wave. Kebutuhan yang keempat adalah kebutuhan sosial secara integratif. Kebutuhan yang berkaitan dengan peneguhan kontak, teman, dan dunia. Dalam permasalahan Korean Wave, masyarakat Korea Utara tetap mengkases Korean Wave yaitu ingin tetap memperteguh pengetahuan tentang dunia. Diaman pada saat ini, Korea Selatan merupakan negara yang sangat berkembang dengan pesat disegala aspek yang dimilikinya. Dengan mengakses Korean Wave, maka kebutuhan akan peneguhan akan pengetahuan tentang dunia akan didapatkan dimana bentuk – bentuk Korean Wave seperti K-drama dan K-pop sangatlah berkembang di dunia saat ini. Korean Wave mempresentasikan keadaan dunia pada saat ini. Oleh sebab itulah masyarakat Korea Utara tetap mengakses Korean Wave.
13
Kebutuhan yang terkahir yaitu kebutuhan pelepasan. Yaitu kebutuhan yang berkaitan dengan hasrat ingin melarikan diri dari kenyataan, kelepasan emosi, ketegangan dan kebutuhan akan hiburan. Setelang mengakses Korean Wave, terbuka pandangan masyarakat Korea Utara tentang bagaimana kehidupan di Korea Selatan dan dunia pada saat ini. Kehidupan di Korea Utara sangat lah jauh berbeda dengan kehidupan diluar Korea Utara. Di Korea Utara sendiri hanya terdapat satu stasiun televisi yang selalu menyiarkan propaganda – propaganda pemerintah Korea Utara terhadap warganya. Hiburan satu – satu nya masyarakat Korea Utara hanyalah acara dari siaran televisi nasional tersebut. Korean Wave memberikan hiburan baru bagi masyarakat Korea Utara. Dilansir oleh Sindo News (Maulana, 2015) bahwa Robert King, seorang perwakilan Amerika untuk Korea Utara mengatakan bahwa “Korsel membuat drama yang sangat bagus, dan ternyata warga Korut juga menggemari hal itu. Sekitar 80 persen warga Korut menyaksikannya, tapi secara illegal”. Menyaksikan secara illegal yang dimaksud adalah menyaksikan drama tersebut secara diam – diam yang diperoleh dari penyelundup – penyelundup di pasar gelap. Dengan tertutupnya dan hanya ada satu stasiun televisi di Korea Utara membuat masyarakat Korea Utara menjadikan Korean Wave sebagai hiburan baru dan pandangan baru terhadap situasi dan keadaan di Korea Selatan. Hal ini tentu saja membuat terbukanya pemikiran – pemikiran masyarakat Korea Utara tentang hal – hal luar yang diblokade oleh pemerintah. Dengan alasan akan kebutuhan akan hiburan, maka masyarakat Korea Utara tetap mengakses Korean Wave walaupun sudah dilarang dan dihukum apabila ketahuan mengakses Korean Wave tersebut. Dari lima kebutuhan tersebut dapat terlihat jelas bahwa walaupun pemerintah sudah membendung masuknya Korean Wave ke Korea Utara, tetapi masyarakat Korea Utara tetap memerlukan Korean Wave untuk memenuhi kebutuhannya. Pemerintah Korea Utara melarang masuknya dan membendung penyebaran Korean Wave karena Korean Wave tidak sesuai dengan prinsip juche Korea Utara. Tetapi hal ini tidak memadamkan antusias masyarakat Korea Utara untuk mengakses Korean Wave untuk memenuhi kebutuhan mereka. Walaupun sulit
14
untuk bisa mengakses Korean Wave dan dihukum mati apabila ketahuan mengakses Korean Wave, masyarakat Korea Utara tetap berusaha untuk memenuhi kebutuhan pribadi yang didapatkan ketika mengakses Korean Wave. 2. Juche Juche adalah ideologi resmi rejim Korea Utara. Juche adalah teori yang mengadilkan sistem penguasaan tunggal di bawah Kim Il sung hingga „Juche‟ bisa dikatakan sebagai pemujaan personal untuk Kim Il Sung sebagai ideologi yang didukung oleh konstitusi. Istilah „Juche‟ pertama kali diungkapkan secara resmi dalam pidato yang dilaksanakan oleh Kim dalam Sidang propaganda dan promosi partai buruh Korea pada 28 Desember 1955, berjudul “Tentang pembangunan secara mandiri dan menghapuskan dogmatisme dan formalisme dalam proyek ideologi”. Pada awalnya, Juche diperkenalkan sebagai suatu pedoman untuk arah proyek terkait ideologi , tetapi dalam proses berlanjutnya penghapusan beberapa fraksi anti –Kim dalam intern partai buruh, ideologi itu tersebarluas dan diterapkan lebih luas sebagai ideologi untuk indepeden di berbagai bidang termasuk ekonomi, dan juga pertahanan. Setelah itu, saat Soviet dan Cina saling konflik dengan masalah ideologi tentang revisionist berkembang, Juche juga diterapkan sebagai pedoman di bidang diplomatik. Setelah pekerjaan untuk mengkokohkan landasan penguasaan tunggal dan pekerjaan untuk mendewakan Kim secara besar-besaran selesai, rejim Korea Utara menciptakan „sistem ideologi tunggal‟. Istilah itu tidak lain adalah „ideologi Juche‟ yang berarti perwujudan kesatuan politik dan ideologi di masyarakat Korea Utara berdasarkan ideologi Juche (Indeologi „Juche‟, n.d.). Hingga sampai saat ini, bisa dibilang bahwa ideologi Korea Utara yaitu “Juche” sangat mempengaruhi dalam mekanisme pengambilan suatu keputusan ataupun kebijakan di Korea Utara. Menurut C. Kenneth Quinones, Ph.D. (2008) dalam penelitiannya yaitu Juche’s Role in North Korea’s Foreign Policy, juche sangat mempengaruhi dalam pengambilan keputusan ataupun kebijakan di Korea Utara. Berikut adalah bagaimana penggunaan Juche dalam kebijakan:
15
-
Untuk menjaga independensi bangsa, "Pemimpin meletakkan prinsipprinsip Juche ideologi, kemandirian dalam politik, swasembada ekonomi dan kemandirian dalam pertahanan sebagai prinsip-prinsip mewujudkan Chajusong.
-
Juche di Ideologi: "seluruh partai" (KWP) dan "seluruh masyarakat" harus dijiwai dengan ini Juche di atas segalanya dan rasa hormat terhadap Korea. Flunkeyism harus dihindari, terutama "perbudakan AS" imperialisme.
-
Independensi dalam politik, menjunjung tinggi kemerdekaan dan kedaulatan negara. Menghindari intervensi dan tekanan asing. Kedaulatan tidak dapat diganggu gugat. Memperkuat solidaritas negara-negara sosialis dan gerakan komunis internasional atas dasar menentang imperialisme.
-
Perekonomian, harus percaya pada kekuatan sendiri dan bergantung padanya dalam bidang hal ekonomi. Membangun perekonomian nasional yang independen berarti membangun ekonomi yang bebas dari ketergantungan pada orang lain dan yang berdiri di atas kaki sendiri, ekonomi yang melayani orang sendiri dan berkembang pada kekuatan sumber daya negeri sendiri dan dengan upaya sendiri.
-
Kemandirian dalam pertahanan, dimana negara – negara persaudaraan dan teman diperbolehkan membantu. Tapi hal yang paling utama adalah kekuatan sendiri. Imperialisme merupakan penyebab konstan perang, dan kekuatan utama agresi dan perang saat ini adalah imperialisme AS." Tentu, tanggung jawab utama tentara adalah untuk membela bangsa kedaulatan.
Juche sangat berperan dalam mempengaruhi kebijakan Korea Utara. Terutama kebijakan luar negeri Korea Utara. Hal ini dikarenakan self determination itu sendiri. Sebagai ideologi negara tersebut, Juche menyebabkan ketertutupan Korea Utara terhadap imperialisme. Kebencian yang muncul dikarenakan perang dingin ini membuat Juche dan Korea Utara sangat anti imperialisme. Konflik di
16
semenanjung Korea sangat mempengaruhi bagaimana Juche memandang negara tersebut. Juche itu sendiri lahir karena konflik pada perang dingin saat itu. Korea Selatan
lebih
memilih
untuk
lebih
terbuka
ke
dunia
Internasional,
mendemokrasikan negara nya, dan menjadi negara yang benar – benar liberal. Tentu saja hal ini sangat bertolak belakang dengan Korea Utara yang menggunakan Juche sebagai ideologinya. Juche sangat mempengaruhi Korea Utara dalam pengambilan keputusan ataupun kebijakan Korea Utara. Sampai saat ini, Korea Utara merupakan negara yang sangat tertutup karena masih menganut Juche sebagai ideologi negara. Prinsip kemandirian dan berdiri diatas kaki sendiri membuat Korea Utara menjadi salah satu negara didunia saat ini yang sangat tertutup. Hal ini juga sangat mempengaruhi tentang kebijakan Korea Utara dalam hal Korean Wave. Sebagai negara yang tertutup dan anti asing, tentu saja Korean Wave sangat dilarang di Korea Utara. Hal ini diperkuat dengan keadaan di Semenanjung Korea atau konflik antara Korea Utara dan Korea Selatan yang sudah terjadi dari berpuluh – puluh tahun yang lalu. Dari prinsip – prinsip diatas, C. Kenneth Quinones menulis bagaimana juche mempengaruhi kebijakan luar negeri Korea Utara. Ada 4 poin yang disampaikan C. Kenneth Quinones bagaimana juche mempengaruhi kebijakan Korea Utara terhadap Korean Wave, yaitu yang pertama untuk menjaga independensi bangsa. Yang kedua adalah juche di ideologi: "seluruh partai" (KWP) dan "seluruh masyarakat" harus dijiwai dengan ini juche di atas segalanya dan rasa hormat terhadap Korea. Yang ketiga adalah independensi dalam politik, menjunjung tinggi kemerdekaan dan kedaulatan negara. Dan yang terkahir adalah perekonomian, harus percaya pada kekuatan sendiri dan bergantung padanya dalam bidang hal ekonomi. Poin pertama yaitu, menjaga independensi bangsa, pemimpin meletakkan prinsip - prinsip juche ideologi, kemandirian dalam politik, swasembada ekonomi dan kemandirian dalam pertahanan sebagai prinsip-prinsip mewujudkan
17
Chajusong. Hal ini merupakan prinsip – prinsip utama juche. Korean Wave yang merupakan budaya Korea Selatan sangatlah berbeda dengan Korea Utara. Ideologi Korea Utara sangat berbeda dengan Korea Selatan. Akibat dari perbedaan ideologi adalah konflik di Semenanjung Korea. Konflik di Semenanjung Korea adalah konflik yang terjadi antara Korea Utara dan Korea Selatan. Perbedaan ideologi inilah yang membuat Korea Utara sangat tertutup bagi dunia internasional dan melarang masuknya budaya – budaya asing. Poin yang kedua yaitu, juche di ideologi: "seluruh partai" (KWP) dan "seluruh masyarakat" harus dijiwai dengan ini juche di atas segalanya dan rasa hormat terhadap Korea. Flunkeyism harus dihindari, terutama "perbudakan AS" imperialisme. Hal ini hampir sama dengan poin menjaga independensi bangsa, pemimpin meletakkan prinsip - prinsip juche ideologi, kemandirian dalam politik, swasembada ekonomi dan kemandirian dalam pertahanan sebagai prinsip-prinsip mewujudkan Chajusong. Dengan masuknya Korean Wave, maka akan ada perbudakan budaya dari Korean Wave sehingga akan mengikis pemikiran juche di masyarakat Korea Utara. Poin yang ketiga yaitu, independensi dalam politik, menjunjung tinggi kemerdekaan dan kedaulatan negara. Menghindari intervensi dan tekanan asing. Kedaulatan tidak dapat diganggu gugat. Memperkuat solidaritas negara-negara sosialis dan gerakan komunis internasional atas dasar menentang imperialisme. Dengan terjadinya pergeseran pemikiran, maka akan ada upaya dari masyarakat untuk merubah sistem pemerintahan Korea Utara. Apabila hal ini terjadi, maka Amerika Serikat dan Korea Selatan akan melakukan intervensi untuk membantu merubah Korea Utara. Hal ini sangat berlawanan dengan prinsip dimana kedaulatan negara sangat dijunjung tinggi. Dengan terjadinya intervensi tersebut, maka akan terganggunya kedaulatan Korea Utara. Poin yang terkahir adalah perekonomian, harus percaya pada kekuatan sendiri dan bergantung padanya dalam bidang hal ekonomi. Dengan masuknya Korean Wave, maka akan ada pergeseran pemikiran masyarakat. Apabila berubahnya
18
sistem pemerintahan Korea Utara, maka akan berubah juga sistem ekonomi Korea Utara. Sistem perekonomian Korea Utara akan menjadi sistem ekonomi yang terbuka. Hal ini sangat bertentangan dengan konsep juche dimana percaya dengan ekonomi sendiri dan poin pentingnya adalah poin berdikari. Dari keempat poin diatas, dapat dilihat bahwa saling berkaitan antara keempat poin tersebut. Dimana apabila Korean Wave masuk ke Korea Utara, maka akan menyebabkan berubahnya pola pikir masyarakat juche. Oleh sebab itu pemerintah Korea Utara melarang masuknya Korean Wave ke Korea Utara dengan cara mencegah masuknya Korean Wave ke Korea Utara. Selain itu, pemerintah Korea Utara akan menghukum mati warganya apabila ketahuan ataupun tertangkap mengakses Korean Wave. Hukuman mati ini bukanlah kebijakan luar negeri, tapi hukuman mati ini adalah implikasi dari kebijakan luar negeri Korea Utara dalam membendung masuknya Korean Wave ke Korea Utara. Tetapi karena tutupnya Korea Utara akibat juche yang melarang budaya asing seperti Korean Wave masuk ke Korea Utara membuat rasa ingin tahu masyarakat yang besar sehingga masyarakat mengakses Korean Wave. Penyelundupan yang terjadi sehingga Korean Wave bisa diakses dengan mudah oleh masyarakat Korea Utara membuat Korean Wave sulit untuk dibendung oleh pemerintah Korea Utara. Selain itu juga, dengan pemenuhan kebutuhan masyarakat terhadap Korean Wave, masyarakat Korea Utara akan terus mencari dan mengakses Korean Wave dengan membelinya di pasar gelap. Karena hanya dipasar gelap lah Korean Wave masuk lewat penyelundupan dan bisa diakses oleh masyarakat Korea Utara. E. Argumen Utama Berdasarkan kerangka konseptual diatas, penulis beragumen bahwa Korean Wave memiliki pengaruh yang besar terhadap Korea Utara. Masyarakat Korea Utara mengakses Korean Wave demi memenuhi kepuasan mereka. Korean Wave memenuhi kebutuhan pribadi dan sosial masyarakat Korea Utara. Korean Wave menjadi kebutuhan masyarakat Korea Utara. Kebutuhan yang dimaksud adalah kebutuhan kognitif, kebutuhan afektif, kebutuhan pribadi secara integratif,
19
kebutuhan sosial secara integratif, dan kebutuhan pelepasan. Setelah terpenuhinya kebutuhan masyarakat Korea Utara yang didapatkan oleh Korean Wave, maka masyarakat Korea Utara terpuaskan oleh Korean Wave. Korean Wave memenuhi dan memuaskan kebutuhan pribadi masyarakat Korea Utara sendiri yang tidak mereka dapatkan karena tertutupnya Korea Utara. Masyarakat diperkenalkan dengan suatu budaya baru yang selama ini selalu dilarang oleh pemerintah Korea Utara masuk ke Korea Utara. Dengan masuknya Korean Wave ke Korea Utara, masyarakat mendapatkan media dan budaya baru yang memperlihatkan perbedaan kehidupan di Korea Selatan dan dunia. Korean Wave pun menjadi hiburan baru bagi masyarakat Korea Utara. Pemerintah Korea Utara mencoba untuk membendung dengan cara melarang masuknya Korean Wave ke Korea Utara dan melarang menghukum masyarakat Korea Utara yang tertangkap mengakses Korean Wave. Namun, walaupun pemerintah sudah membendung masuknya Korean Wave dan mengeluarkan kebijakan dalam mersepon Korean Wave, masyarakat merespon kebijakan pemerintah tersebut dengan tetap mengakses Korean Wave. Penyelundupan yang terjadi sehingga Korean Wave bisa diakses dengan mudah oleh masyarakat Korea Utara membuat Korean Wave sulit untuk dibendung oleh pemerintah Korea Utara. Selain itu juga, dengan pemenuhan kebutuhan masyarakat terhadap Korean Wave, masyarakat Korea Utara akan terus mencari dan mengakses Korean Wave dengan membelinya di pasar gelap. Karena hanya dipasar gelap lah Korean Wave masuk lewat penyelundupan dan bisa diakses oleh masyarakat Korea Utara. F. Metode Penelitian Penelitian ini akan menggunakan metode deduktif, yakni berdasarkan pada kerangka
konseptual
untuk
kemudian
ditarik
sebuah
argumen
utama.
Pengumpulan data akan dilakukan dengan melalui studi pustaka berupa bukubuku, jurnal, browsing internet, dan sumber lain yang relevan dengan penelitian ini. Berita – berita di internet tentang eksekusi mati yang dilakukan pemerintah Korea Utara digunakan sebagai data yang relevan sehingga penelitian ini
20
menghadirkan penelitian yang belum pernah dilakukan sebelumnya. Penelitian – penelitian, buku – buku, dan berita tentang konflik Korea Utara dan Korea Selatan digunakan sebagai data – data yang akan dianalisa. Konsep uses and gratifications akan digunakan untuk menganalisa bagaimana pengaruh Korean Wave di Korea Utara. Konsep uses and gratifications akan menggunakan data – data dari buku, jurnal, dan berita – berita tentang Korean Wave yang masuk ke Korea Utara. Jurnal C. Kenneth Quinones, Ph.D. tentang Juche digunakan sebagai kerangka konseptual dalam menganalisa data yang ada untuk mencegah masuknya Korean Wave ke Korea Utara dan hukuman mati sebagai implikasi kebijakan tersebut. Data – data yang dikumpulkan selanjutnya akan dianalisa dengan menggunakan konsep yang digunakan sehingga pembuktian argumen utama dapat dilakukan. G. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan dari penelitian ini adalah : BAB I
: Pada BAB ini, akan membahas pendahuluan yang berisikan latar belakang, rumusan masalah, tinjauan pustaka, kerangka konseptual, argumen utama, metode penelitian, dan sistematika penulisan.
BAB II : Pada BAB ini, akan membahas pengaruh Korean Wave terhadap masyarakat Korea Utara dan respon masyarakat Korea Utara terhadap Korean Wave. Masyarakat merespon dengan tetap mengakses Korean Wave untuk pemuasan kebutuhan mereka meskipun dilarang oleh pemerintah. BAB III : Pada BAB ini, akan membahas kebijakan Korea Utara dalam mencegah masuknya Korean Wave di Korea Utara. Bagaimana ideologi Juche yang merupakan ideologi Korea Utara dan konflik di semenanjung Korea mempengaruhi kebijakan Korea Utara terhadap Korean Wave. Serta kegagalan juche dalam membendung Korean Wave.
21
BAB IV : Pada BAB ini, penelitian akan ditutup dengan kesimpulan yang merupakan ringkasan dari hasil analisis respon dan kebijakan pemerintah Korea Utara terhadap Korean Wave dan respon masyarakat terhadap kebiajakan pemerintah tersebut.
22