BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada era digitalisasi di Indonesia saat ini penggunaan sistem jaringan Internet bukan lagi terpusat pada perkotaan saja, akan tetapi berkembang di daerah pedesaan. Pemerintah memiliki program Desa Pinter atau disebut Desa Punya Internet, yakni sebuah program yang menyediakan akses Internet untuk seluruh desa di Indonesia pada tahun 2015 dengan mengembangkan pusat layanan Internet 5.748 kabupaten. Namun, pada faktanya di Indonesia masih terjadi kesenjangan dalam penerimaan informasi atau digital divide antara desa dan kota. Kesenjangan tersebut disebabkan karena program Internet masuk desa milik pemerintah Indonesia banyak yang gagal karena tidak adanya kejelasan kelanjutannya, salah satunya program Pusat Layanan Internet Kecamatan (PLIK) dan Mobil Pusat Layanan Internet Kecamatan (MPLIK). Program tersebut gagal karena penggunanya hanya kalangan tertentu yang cenderung masih terpusat di perkotaan, lemahnya pendampingan pemanfaatan TI oleh pemerintah, dan tidak kuatnya kelembagaan pemerintah yang mendukung program MPLIK dan PLIK sehingga banyak penyalahgunaan di lokasi operasional. Selain itu, pemerintah pusat memang memberikan bantuan unit peralatan komputer dan perangkatnya ke beberapa desa, akan tetapi jumlahnya yang terbatas dan berkualitas buruk serta SDM desa yang belum memadai karena tidak adanya pelatihan dan sosialisasi yang berkelanjutan menjadikannya teronggok tidak berguna. Masyarakat desa dibiarkan begitu saja sehingga mereka harus berusaha sendiri untuk mendapatkan akses Internet guna kesejahteraan hidup mereka khususnya dalam pengelolaan, pendistribusian, dan pemasaran produk lokal mereka. Namun demikian, diantara banyak desa di Indonesia yang mengalami kegagalan dalam program Internet, terdapat Desa Melung dan Desa Keniten, Kecamatan Kedungbanteng, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah sebagai desa yang paling konsisten dengan program Internet masuk desanya tanpa ada sepeser pun dana dari Pemerintah Kabupaten, Provinsi, apalagi Pusat dan sponsor yang diteteskan untuk membantu pembangunan infrastruktur Internet di desanya. Hal tersebut dilakukan atas inisiatif dan dana dari pemerintah desa dan warga desa.
1
2
Mereka berusaha berinovasi secara mandiri terhadap penggunaan Internet sesuai dengan kebutuhan dan peluang lokal yang terdapat dalam desa. Desa Melung merupakan desa pelopor internet masuk desa berswadaya masyarakat tersebut yang terletak 20 km dari jantung ibukota Kabupaten Banyumas. Lokasinya yang sangat terpencil di Lereng Gunung Slamet tidak membatasi masyarakatnya untuk mampu menyebarkan informasi tentang desanya kepada khalayak luas melalui Internet. Penggunaan dan pengembangan Internet di Desa Melung ini dipelopori oleh Agung Budi Satrio, yang merupakan mantan kepala desanya periode 2001-2013. Desa Melung membangun infrastruktur Wi-fi dan perangkatnya sejak tahun 2004 untuk membawa sistem jaringan Internet ke seluruh area desa. Kini jaringan Wi-fi Desa Keniten telah tersebar ke tiga dusun dari empat dusunnya dengan delapan titik access point. Selain
sistem
jaringan
Wi-fi,
Desa
Melung
memanfaatkan
dan
mengembangkan aplikasi Web 2.0 seperti portal desa dalam bentuk web dan aplikasi android, twitter, dan facebook. Disamping digunakan sebagai media pelaksanaan e-government, beragam aplikasi online tersebut juga dimanfaatkan dan dikembangkan sebagai media promosi online berbagai potensi dan produk unggulan desanya. Bahkan, Desa Melung berupaya mem-branding sayuran organik sebagai identitas brand produk unggulannya karena hanya Desa Melung yang menjadi produsen sayuran organik di Banyumas. Sebanyak delapan perangkat pemerintah Desa Melung sebagai user utama telah mampu mengelola aplikasi-aplikasi online-nya untuk promosi. Perangkat pemerintah
Desa
Melung
dibantu
Komunitas
Pager
Gunung
dalam
mempromosikan produk desanya. Bentuk akses internet untuk mempromosikan produk desa melalui media online-nya dilakukan secara komunal, yakni menggunakan sejumlah perangkat komputer desa yang ada di Balai Desa. Namun, masyarakat desa yang memiliki username dan password akun aplikasi-aplikasi Web 2.0 milik desa bisa mengaksesnya menggunakan komputer pribadi atau smartphone-nya untuk menulis dan mengunggah konten promosi produknya secara online. Sementara itu, Desa Keniten sama terletak di Lereng Gunung Slamet, akan tetapi letaknya lebih rendah dibandingkan Desa Melung. Dusun-dusun di Desa
3
Keniten tidak teraliri akses internet dengan perangkat Wi-fi-nya. Namun, Desa Keniten dengan kemandirian desanya sangat gencar dalam penggunaan dan pengembangan aplikasi Web 2.0 sebagai media promosi. Penggunaan dan pengembangan aplikasi Web 2.0 di Desa Keniten ini dipelopori sejak akhir tahun 2012 oleh Yudi Setiyadi, yang merupakan Ketua Karang Taruna Tunas Karya Desa Keniten. Bentuk akses internet juga sama bersifat komunal dengan Yudi Setiyadi sebagai admin utama semua aplikasi Web 2.0 Desa Keniten yang membantu berbagai promosi produk milik warga Desa Keniten. Sedangkan untuk branding produk unggulannya, Desa Keniten mengusung Bedug Keniten dan Sandal Bandol sebagai brand utama produk unggulannya karena hanya Desa Keniten yang memiliki kedua produk tersebut di wilayah Kabupaten Banyumas. Di samping mengembangkan portal desa, twitter, dan facebook yang sama dengan Desa Melung, Desa Keniten juga memanfaatkan portal pasar sebagai media promosi. Kedua portal pasar tersebut adalah bedugkeniten.pasardesa.net dan sandalbandol.pasardesa.net, yang memang khusus mempromosikan produk Bedug Keniten dan Sandal Bandol. Pada penggunaan dan pengembangannya sebagai media promosi online, Desa Melung memang lebih awal, yaitu tahun 2011, sedangkan Desa Keniten mulainya baru akhir tahun 2012. Namun, penggunaan aplikasi Web 2.0 secara lebih beragam sebagai media promosi oleh keduanya sama-sama dilakukan mulai awal tahun 2013. Pihak yang menggunakan sama dalam aktivitas promosi, yakni anggota perangkat pemerintah desa, anggota komunitas desa, dan masyarakat produsen produk desa, akan tetapi pengelolaannya berbeda. Aplikasi berbasis Web 2.0 Desa Melung dikelola oleh perangkat pemerintah Desa Melung. Sedangkan, untuk Desa Keniten dikelola oleh sekelompok para pemuda desa yang tergabung di Sub Karang Taruna Tunas Karya Desa Keniten. Di antara 48 desa di Banyumas yang bertekad untuk membangun desa berbasiskan teknologi informasi dan komunikasi secara mandiri, Desa Melung dan Desa Keniten merupakan desa yang paling aktif meng-update konten berita maupun informasi tentang produk desanya dalam berbagai aplikasi online-nya sebagai upaya promosi. Kedua desa juga merupakan desa yang paling banyak memiliki aplikasi online dan terintegrasi satu sama lain. Kedua desa
4
menggunakan dan mengembangkan berbagai aplikasi online-nya secara mandiri berbasiskan swadaya masyarakat dan kegotongroyongan. Kedua desa juga berusaha melakukan pelatihan dan sosialiasi penggunaan komputer dan internet untuk masyarakat desanya melalui kerjasama pemerintah desa dan komunitas desa. Tujuannya sama, yakni agar masyarakat yang telah mahir bisa menulis konten promosi pada aplikasi Web 2.0 mereka. Pengembangan dan penggunaan aplikasi Web 2.0 sebagai media promosi oleh kedua desa ini didasari alasan yang sama. Alasannya adalah karena mayoritas masyarakat dari kedua desa merupakan petani, peternak, dan pengrajin yang ingin bisa bersaing dengan masyarakat perkotaan dalam pemasaran produk secara online. Selain itu, dengan keterbatasan ekonomi, maka adanya aplikasi Web 2.0 berpotensi bisa membantu kedua desa memperkenalkan produk lokalnya secara luas, murah bahkan gratis tanpa dibatasi waktu dan tempat. Tujuan masyarakat kedua desa menggunakan beragam aplikasi Web 2.0 sebagai media promosi online sama, yakni meningkatkan local brand awareness khalayak luas, memperluas pasar dan meningkatkan perekonomian desa. Meskipun demikian, hasil pemanfaatan aplikasi Web 2.0 sebagai media promosi oleh kedua desa menunjukkan perbedaan. Menurut Kepala Desa Melung, Bapak Khoerudin, produk unggulan desanya belum terpromosikan secara maksimal seperti sayuran organik, tanaman cincau hitam dan tabulaga sehingga belum banyak khalayak yang mengenal produknya. Pasar produk unggulan desanya masih terbatas di swalayan-swalayan dan pasar-pasar sekitar area Banyumas. Penggunaan aplikasi online tersebut memang telah mampu mendatangkan para pembeli, akan tetapi masih jauh dari yang diharapkan. (Wawancara dengan Khoerudin, 27 Agustus 2014). Sedangkan, untuk Desa Keniten terkait penggunaan aplikasi Web 2.0 sebagai media promosi, berbeda dengan Desa Melung. Menurut Yudi Setiyadi, Ketua Karang Taruna Tunas Karya Desa Keniten, promosi online produk Desa Keniten telah memperluas pasar produknya. Adanya aplikasi Web 2.0 sebagai media promosi online pada masyarakat Desa Keniten telah berkontribusi memotong jalur distribusi yang awalnya dilemparkan ke agen di Bumiayu, Brebes, perlahan-lahan berpindah ke pemasaran langsung. Mereka berhasil menjual langsung Bedug
5
Keniten ke pembelinya sehingga keuntungan tidak lagi dimonopoli dan dikelabui oleh agen. Pembeli yang datang bukan hanya dari area Pulau Jawa seperti Ciamis dan daerah-daerah Jawa lainnya, akan tetapi juga luar Jawa, salah satunya dari Palembang. (Wawancara dengan Yudi Setiyadi, 2 September 2014). Selain itu, hal yang sama juga terjadi pada produk Desa Keniten lain, yakni Sandal Bandol Desa Keniten. Sandal Bandol Keniten yang awalnya hanya melayani permintaan tengkulak di Banaran Purwokerto, perluasan produk pun dialaminya dengan banyaknya permintaan tanpa perantara tengkulak. Adanya pemanfaatan aplikasi Web 2.0 sebagai media promosinya, perluasan pasar produk Sandal Bandol diperolehnya mulai dari wilayah Pulau Jawa sampai luar Pulau Jawa seperti Kalimantan. Masyarakat Desa Keniten saat ini hanya perlu untuk meningkatkan pengelolaan media secara bersama-sama dan adanya penambahan ide-ide baru tentang produk desa yang bisa dipromosikan dan tinggi nilai jualnya. (Wawancara dengan Yudi Setiyadi, 2 September 2014) Fakta-fakta tersebut menunjukkan bahwa meskipun kedua desa sama-sama aktif menggunakan beragam aplikasi Web 2.0 dalam upaya promosi online-nya, akan tetapi hasilnya berbeda. Penggunaan teknologi canggih dalam jangka waktu yang lebih lama, jumlah sumber daya manusia utama yang bisa mengoperasikan aplikasi Web 2.0 dalam aktivitas promosi online di Desa Melung lebih banyak, serta jika dibandingkan dengan Desa Keniten yang wilayahnya tidak teraliri jaringan internet Wi-fi, Desa Melung telah memiliki sistem jaringan internet Wi-fi hampir di seluruh area desanya untuk mendukung upaya promosi online-nya. Namun, hal tersebut belum bisa juga membuat masyarakat Desa Melung mencapai tujuan promosinya. Pemerintah pusat maupun daerah tidak pernah berupaya melakukan evaluasi pada kedua desa tersebut yang potensi kemajuannya tinggi untuk mencari solusi perbaikan dan membantu upaya kemandirian desa mereka guna meningkatkan perekonomian desa. Padahal masyarakat kedua desa dalam promosi online berbasis Web 2.0 dan kemandirian desa bisa dijadikan teladan atau role model untuk desa-desa lainnya. Evaluasi perlu dilakukan untuk menemukan berbagai penyebab dari perbedaan tersebut yang kemudian bisa digunakan untuk memperbaiki sekaligus meningkatkan kualitas masyarakat desa dalam promosi
6
online berbasis Web 2.0. Berdasarkan permasalahan tersebut, penelitian ini mencoba mengevaluasi dengan kajian ilmiah tentang bagaimana sebenarnya pemanfaatan aplikasi Web 2.0 sebagai media promosi online oleh masyarakat Desa Melung dan Desa Keniten sehingga diperoleh penjelasan terhadap perbedaan hasil promosi di kedua desa. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Bagaimana pemanfaatan aplikasi Web 2.0 sebagai media promosi oleh masyarakat Desa Melung dan Desa Keniten selama tahun 20132014? C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah mengevaluasi pemanfaatan aplikasi Web 2.0 sebagai media promosi oleh masyarakat Desa Melung dan Desa Keniten selama tahun 2013-2014. D. Manfaat Penelitian Penelitian ini memiliki manfaat penelitian sebagai berikut: 1. Manfaat Akademis Penelitian ini diharapkan dapat menyumbang kajian ilmiah untuk penelitian selanjutnya terkait pemanfaatan aplikasi Web 2.0 sebagai media promosi oleh masyarakat pedesaan. 2. Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan terkait promosi online berbasis Web 2.0 yang lebih efektif untuk masyarakat Desa Melung dan Desa Keniten. E. Kerangka Pemikiran Kerangka pemikiran dalam penelitian ini menggunakan beberapa kajian teori yang akan menjadi landasan konseptual untuk menjawab rumusan masalah. Kajian teoritis penelitian ini mencakup pertama tentang masyarakat pedesaan untuk mengidentifikasi karakteristik masyarakat masing-masing desa. Kedua, aplikasi Web 2.0 sebagai media promosi online menjelaskan fungsi masing-
7
masing jenis aplikasi Web 2.0 yang digunakan kedua desa secara lebih spesifik dalam promosi online. Ketiga, keterkaitan masyarakat pedesaan dan penggunaan aplikasi Web 2.0 sebagai media promosi mencakup promosi online berbasis Web 2.0, manfaatnya, dan berbagai jenis tantangan atau hambatan yang mempengaruhi penggunaan Web 2.0 di masyarakat kedua desa. Keempat, evaluasi pada masyarakat Desa Melung dan Desa Keniten dalam promosi online berbasis Web 2.0 dengan menggunakan pendekatan model evaluasi Context, Input, Process, Product (CIPP) dari Stufflebeam. Pendekatan model evaluasi tersebut dielaborasikan dengan konsep promosi online berbasis Web 2.0 untuk menghasilkan indikator-indikator analisis. Masing-masing kajian teori terangkum sebagai berikut. 1. Masyarakat Pedesaan Secara spesifik makna masyarakat pedesaan dapat dipahami dari definisi Koentjaraningrat (1977) tentang desa dimana masyarakat desa merupakan komunitas kecil yang tinggal menetap di suatu tempat. Koentjaraningrat (1977) tidak memberikan penegasan bahwa komunitas desa secara khusus tergantung pada sektor pertanian. Hal ini berarti bahwa masyarakat desa merupakan sebuah komunitas kecil yang dapat saja memiliki beragam ciri-ciri yang tidak hanya di sektor pertanian. Jika mengingat masyarakat pedesaan di Indonesia tidak hanya pertanian saja, tapi ada beragam profesi masyarakat desa lainnya seperti peternakan, perkebunan, pengrajin, pedagang, dan sebagainya. Maka dari itu, penelitian ini fokus pada masyarakat pedesaan secara keseluruhan sebagai lapisan masyarakat, tidak hanya pada bidang pekerjaan tertentu. Menurut Pitirim A. Sorokin dan Carle C. Zimmerman (dalam Muhammad, 2011:373) faktor-faktor yang dapat menentukan karakteristik masyarakat desa adalah: (1) mata pencaharian; 2) ukuran komunitas; 3) tingkat kepadatan penduduk; 4) lingkungan; 5) diferensiasi sosial; 6) stratifikasi sosial; 7) interaksi sosial; dan 8) solidaritas sosial. Sementara itu, Purnamawati (dalam Muhammad, 2011:373) memberikan gambaran secara umum mengenai ciri-ciri desa di Indonesia, yaitu: a) masyarakatnya sangat dekat dengan alam; b) kehidupan petani sangat bergantung dengan musim; c) merupakan kesatuan sosial dan kesatuan kerja; d) jumlah penduduk relatif kecil dan wilayah relatif luas; e) struktur
8
ekonomi masyarakat dominan agraris; f) ikatan kekeluargaan erat; g) kontrol sosial ditentukan nilai moral dan hukum internal/hukum adat; h) proses sosial berjalan lambat; dan i) penduduk berpendidikan rendah. Terkait penelitian ini, masyarakat pedesaan memiliki karakteristik dan ciri tertentu yang bisa mempengaruhi keberhasilan masyarakat desa dalam memanfaatkan aplikasi Web 2.0 sebagai media promosi. Selain itu, berdasarkan hasil penelitian Wahyuningsih (dalam Muhammad, 2011) disimpulkan bahwa untuk wilayah pedesaan akses pendidikan, akses kesehatan, fasilitas dan akses ekonomi, sosial dan akses hiburan memberi pengaruh yang signifikan terhadap status ketertinggalan desa. Akses terhadap halhal tersebut melalui teknologi informasi dan komunikasi dapat memberikan dampak yang baik kepada desa karena masyarakat desa memiliki akses terhadap pengetahuan yang diperlukan mengenai pendidikan, kesehatan, ekonomi, sosial, dan hiburan. Implementasi teknologi informasi dan komunikasi yang tepat dapat mengurangi kesenjangan yang terjadi antara desa dan kota. Fokus utama dari tata kelola teknologi informasi dan komunikasi untuk Digital Village berdasarkan karakteristik dan ciri pedesaan kebutuhan utamanya adalah penguatan ekonomi dan perbaikan sumber daya manusia. Kedua hal tersebut dapat didukung dengan tersedianya teknologi informasi dan komunikasi yang dapat
membantu
menghilangkan
kesenjangan
pengetahuan
antara
masyarakat desa dan kota. (Muhammad, 2011). Adanya penggunaan teknologi informasi dan komunikasi khususnya aplikasi Web 2.0 yang sesuai karakteristik dan kebutuhan masyarakat desa akan mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa dari sisi perekonomian, pendidikan, kesehatan, maupun sosial. 2. Aplikasi Web 2.0 sebagai Media Promosi Online Promosi
(promotion)
dipandang sebagai
fungsi
komunikasi
dari
pemasaran (Belch dan Belch, 2003:33). Promosi dimaknai dengan bagaimana komunikasi pemasaran digunakan untuk menginformasikan customer dan stakeholder lainnya tentang sebuah organisasi dan produknya. (Chaffey, 2006:243), yang dengan kata lain promosi bisa juga disebut dengan komunikasi pemasaran. Promosi dilakukan untuk menciptakan kesadaran terhadap adanya produk dan layanan guna mempersuasi target pasar agar membeli dan
9
mempertahankan pasarnya (Onditi, 2012:298). Promosi online merupakan hasil dari adanya komunikasi pemasaran yang berbasis Internet sehingga promosi online bisa dimaknai sebagai bagian upaya pemasaran yang mengkomunikasikan produk kepada customer dan stakeholder-nya secara persuasif melalui media online. Salah satu media online terbaru yang sedang berkembang sebagai media promosi di Indonesia adalah aplikasi Web 2.0. Munculnya kecanggihan teknologi Web 2.0 berpotensi meningkatkan penggunaan Internet
sebagai
media promosi
(Thackeray, dkk., 2008).
Constantinides dan Fountain (2008) mendefinisikan Web 2.0 sebagai sekumpulan aplikasi online open source, interaktif, user-controlled yang memperluas pengalaman, pengetahuan, dan kekuatan pasar dari para user sebagai partisipan dalam bisnis dan proses sosial. Aplikasi Web 2.0 mendukung kreasi jaringan informal user yang memfasilitasi mengalirnya ide dan pengetahuan dengan bisa menyebarkan konten, berbagi konten, dan meng-edit konten secara efisien. Teknologi Web 2.0 memiliki tiga karakteristik yang khas, yakni kolaborasi, partisipasi dan komunikasi yang digunakan untuk tujuan yang berbeda-beda bagi penggunanya (O’Reilly, dalam Marques, Saldana, dan Vila, 2013:754). Aplikasi Web 2.0 dikenal sebagai aplikasi yang interaktif berbasiskan kolaborasi dan partisipasi komunitas dengan biaya yang sangat murah, bahkan gratis. Aplikasi Web 2.0 menjadi bentuk new media dalam komunikasi pemasaran berbasis Internet yang jenisnya beragam. Aplikasi Web 2.0 yang paling banyak dikenal mencakup web logs (blogs), chat sites, forum/bulletin boards, online communities, content agregators, dan social networks (Romero, Constantinides, dan Maria, 2010; Constantinides, 2008). Twitter merupakan instrumen yang sangat kuat untuk worth-of-mouth marketing (Amerian dan Pisarava, 2012:7). Video yang di-posting di komunitas Youtube juga merupakan alat promosi (Tuten, 2008:40). Secara spesifik dikemukakan Chowdhury dan Hambly Odame (2013) bahwa diantara banyak jenis teknologi Web 2.0 yang mendukung promosi online, bentuk media sosial seperti twitter, facebook dan youtube lebih sering menjadi alat yang digunakan. Media sosial merupakan produk aplikasi berbasis internet yang dibangun dalam pondasi teknologi Web 2.0 (Berthon, dkk., 2012:263).
10
Komunikasi pemasaran dengan menggunakan media sosial merupakan bentuk
dari
online
promotion
yang
memungkinkan
pemasar
untuk
mengkomunikasikan keuntungan brand, value proposition, dan personality pada target audiensnya secara efektif dan efisien (Tuten, 2008). Selain media sosial terdapat media promosi online lain yang bisa digunakan, yaitu website. Menurut Janal (dalam Yen dan Po, 2006) websites yang dua arah dan cepat memungkinkan pelaku bisnis untuk berkomunikasi, menjual, dan menawarkan barang dan jasa pada konsumennya tanpa keterbatasan geografis dan waktu. Terkait dengan penelitian ini, portal desa dan portal pasar merupakan bentuk websites. Aplikasi Web 2.0 dengan perkembangan teknologi internet yang real time dan dinamis memungkinkan transformasi penggunaannya dari layar desktop ke handphone sebagai mobile web (Funk, 2008: 43). Hal ini relevan dengan adanya bentuk portal desa dalam bentuk aplikasi android yang bisa di-download dan diinstall secara gratis oleh siapapun. Ditemukan indikasi bahwa masyarakat desa membangun website sebagai platform yang menyatukan social media untuk aktivitas promosi produknya. (Chowdhury dan Hambly Odame, 2013:108). Integrasi data antar aplikasi Web 2.0 juga bisa menjadi media untuk bisnis seperti integrasi antara website, social networking dan mobile commerce (Funk, 2010). User dan system saling berkolaborasi dalam menghasilkan kesempatan atau peluang dalam bisnis (Tuten, 2010:8). Integrasi antar aplikasi Web 2.0 sebagai media promosi online menjadi nilai tambah yang memungkinkan informasi tersebar lebih luas lagi. Beragam jenis aplikasi tersebut memiliki tujuan masing-masing dalam penggunaannya (Thackeray, dkk., 2008:339). Aplikasi Web 2.0 mencakup banyak jenis dan beragam tujuan yang disesuaikan kebutuhan bisnis
pemasar
sehingga
memungkinkan
adanya
perbedaan
dalam
pemanfaatannya sebagai media promosi dan perbedaan hasil yang diperolehnya. 3. Masyarakat Pedesaan dan Aplikasi Web 2.0 sebagai Media Promosi Penggunaan internet di pedesaan telah berkembang dan meningkat pengaksesannya untuk memfasilitasi mereka dalam melakukan e-business, mempromosikan produk desa, membangun hubungan bisnis, dan bertukar informasi melalui konten informasi dan pengetahuan pada aplikasi Web 2.0 (Duan, dkk., 2009; Zhao, 2009). Seperti yang dikemukakan Ashley dkk., (2007)
11
bahwa aplikasi Web 2.0 memang bentuk dari teknologi informasi dan komunikasi baru yang berbeda dari yang sebelumnya. Aplikasi Web 2.0 ini memberikan ruang partisipasi dan pemberdayaan untuk penggunanya sehingga banyak dipilih oleh masyarakat desa. Pilihan ini dilakukan agar mampu memerangi digital divide antara desa dan kota dalam hal penyebaran informasi memajukan perekonomian desa sehingga pertumbuhan perekonomian tidak lagi dominan di perkotaan, akan tetapi juga di pedesaan. Aplikasi Web 2.0 sebagai media promosi bisa memberikan beberapa manfaat diantaranya mengurangi biaya operasional, lebih dekat dengan khalayak luas tanpa kehadiran fisik, komunikasi dua arah, bisnis jarak jauh (Barnes, dkk., 2012: 689-702). Namun, dengan beragamnya manfaat yang bisa diberikan, masyarakat pedesaan dalam promosi online melalui beragam aplikasi Web 2.0 tidak terlepas dari berbagai tantangan yang menjadi faktor penghambat dalam keberhasilan promosi. Terkait penggunaan internet, masyarakat desa di Indonesia masih terbentur adanya geografis, demografis, dan socio-economic yang teridentifikasi krisis keadaannya. Hal ini menyebabkan adanya access gap, yakni terjadinya gap antara masyarakat desa dan perkotaan dalam kemudahan untuk mengakses internet. (Wismadi dan Twonsend, 2010). Efek gap dalam akses wireless dalam area pedesaan menciptakan tantangan untuk akses yang berkelanjutan yang mempengaruhi bisnis dan lembaga publik. Alat seperti website, blog dan youtube memerlukan kecepatan yang tinggi untuk download dan upload yang belum tentu seimbang dengan kapasitas masyarakat desa serta keadaan geografis desa. Terdapat infrastruktur broadband pedesaan, teknologi, bahasa, dan media komunikasi yang membatasi user dari partisipasi di social media dan situs-situs internet. (Chowdhury dan Hambly Odame, 2013:112) Demografis pengguna internet di Indonesia yang bisa mempengaruhi perkembangan internet di masyarakat desa mencakup pendapatan, usia, pendidikan, dan pekerjaan. Sedangkan untuk faktor socio-economic mencakup illiteracy masyarakat desa, taraf perekonomian masyarakat desa yang masih rendah, tingkat pengangguran masih banyak, masih lemahnya kekuatan tawarmenawar masyarakat desa, masih tergantungnya pada middlemen (distributor)
12
untuk pemasaran produk, dan terbatasnya kemampuan penguasaan teknologi untuk promosi. (APJJI, 2012). Selain itu, faktor sosial budaya lingkungan masyarakat desa masih kuat yang membatasi adanya penggunaan teknologi internet, yang dalam penelitian ini adalah aplikasi Web 2.0. Hal ini juga disebutkan oleh Mannonen dan Runonen (dalam Amerian dan Pisarava, 2012) tentang penggunaan media sosial oleh pelaku bisnis mikro seperti masyarakat desa disimpulkan bahwa rutinitas yang ada dalam mempertahankan komunikasi bisnis bersama budaya organisasi mencegah penggunaan alat Web 2.0, meskipun mereka menyadari pentingnya adopsi media sosial. Jadi budaya organisasi pun juga mempengaruhi penggunaan aplikasi Web 2.0 di kalangan masyarakat desa. Setiap organisasi desa dan masyarakatnya memiliki perbedaan budaya untuk mendukung aktivitas promosi online-nya. 4. Model Evaluasi Promosi Online Berbasis Web 2.0 di Masyarakat Pedesaan Stufflebeam (dalam Yulianto, 2008; Kencana, dkk., 2011) menawarkan kerangka konsep model evaluasi yang secara komprehensif bisa digunakan untuk menganalisis dan menilai suatu program, produk, personil, organisasi, dan sistem yang akan berjalan maupun yang sedang berjalan. Model evaluasi Stufflebeam menawarkan empat dimensi sebagai konsep penelitian, yakni context, input, process, dan product (CIPP). Keempat dimensi evaluasi tersebut dapat digunakan untuk evaluasi formatif sekaligus summative. Artinya, model evaluasi CIPP memberikan format evaluasi yang komprehensif pada setiap tahapan evaluasi, yaitu konteks, masukan, proses, dan produk. Model ini telah diaplikasikan dalam berbagai bidang kajian ilmu (multidisciplines) (Zhang, dkk., 2011). Model ini sebelumnya juga telah digunakan dalam beberapa penelitian di Indonesia, salah satunya oleh Yulianto (2008) dan Kencana dkk., (2011) terkait evaluasi dan masyarakat pedesaan yang sama dengan konteks penelitian ini, yakni evaluasi dan masyarakat pedesaan. Dasar fundamental dari model CIPP ini bukan hanya membuktikan, akan tetapi memperbaiki (Stufflebeam dan Shinkfield, 2007) seperti tujuan penelitian ini yakni bukan hanya tentang membuktikan tetapi juga menekankan pada perbaikan promosi online menggunakan aplikasi Web 2.0 di masyarakat kedua desa. Oleh
13
karena itu, model evaluasi CIPP Stufflebeam dianggap bisa digunakan dalam penelitian ini sehingga diadaptasi sebagai konsep penelitian untuk menganalisis masyarakat desa dalam memanfaatkan aplikasi Web 2.0 sebagai media promosi online. Pertama, aspek context mencakup analisis masalah yang berkaitan dengan lingkungan program atau kondisi obyektif yang akan dilaksanakan. Analisis masalah berisi tentang analisis kekuatan dan kelemahan obyek. Stufflebeam menyatakan evaluasi konteks sebagai upaya yang mengidentifikasi peluang dan nilai kebutuhan. Suatu kebutuhan dirumuskan sebagai suatu kesenjangan (discrepancy view) kondisi nyata (reality) dengan kondisi yang diharapkan. (Kencana, dkk., 2011). Berkaitan dengan penelitian ini, aspek konteks menekankan bahwa pemanfaatan aplikasi Web 2.0 harus sesuai dengan kebutuhan masyarakat desa. Faktor lingkungan berupa faktor sociocultural bisa mempengaruhi penggunaan internet di Negara-negara berkembang seperti Indonesia ini. Budaya lingkungan yang terbuka terhadap dunia global membantu kemudahan masyarakat desa dalam mengadopsi internet untuk kebutuhannya. Nilai peluang untuk masyarakat desa dapat diperoleh dari dukungan-dukungan beberapa pihak. Dukungan ini bisa berupa networking yang ditunjukkan dengan semakin baik kualitas hubungan antara masyarakat desa dengan partner bisnisnya bisa semakin memperlancar perluasan pasar (Widyaningrum, 2012). Dukungan networking yang kuat juga bisa diperoleh dari badan promosi dan ekonomi kreatif pemerintah, lembaga independen, pengusaha, dan sejenisnya. Evaluasi input berfokus pada pengumpulan informasi yang penting meliputi analisis personal berhubungan dengan bagaimana penggunaan sumbersumber yang tersedia, anggaran, waktu, dan prosedur untuk strategi implementasi serta sarana dan fasilitas yang dimiliki untuk mencapai tujuan (Yulianto, 2008; Kencana, dkk., 2011). Berkaitan dengan sumberdaya masyarakat desa sebagai komunikator dituntut untuk memperbaiki keterampilan mereka dengan cara mengintegrasikan media dan aplikasi social media yang berbeda dibandingkan hanya tergantung pada satu alat tunggal saja (Fisher, dalam Chowdhury dan Hambly Odame, 2013:113). Strategi komunikasi pemasaran harus sejalur dengan
14
visi dan misi organisasi, yang dalam penelitian ini adalah masyarakat desa (Fill, dalam dalam Jerman dan Zarsvnik, 2012:370). Selain itu, munculnya software open source menjadi indikator strategi web baru bahwa tidak adanya aturan dalam pengelolaannya sehingga konten bisa dikendalikan dengan mudah oleh para user-nya dan keberhasilan konten pun tergantung kreativitas user-nya. (Tuten, 2010:33). Semakin kreatif user yang dalam hal ini masyarakat desa dalam memanfaatkan aplikasi Web 2.0 sebagai media promosi, semakin bisa mendorong keberhasilan pencapaian tujuan. Kreativitas ini bisa dilihat diantaranya dari kestabilan sistem operasionalnya, desain dan konten aplikasi Web 2.0, serta integrasi antar aplikasi Web 2.0. Semakin minim terjadinya sistem error, konten semakin bisa selalu diakses oleh khalayak luas dan pesan pun lebih banyak tersampaikan. Keberhasilan promosi sangat tergantung pada kompetensi agennya karena untuk meningkatkan output diperlukan kemampuan teknologi yang memadai (Rogers dan Shoemaker, dalam Laksmi, 2007: 167). Keefektifan suatu usaha untuk mengarahkan suatu industri berkembang juga dipengaruhi oleh faktor latar belakang pendidikan dan pengalaman pekerjaan. Selain itu, kemampuan komunikasi pemasaran pada masyarakat desa juga perlu dimiliki untuk menciptakan keberhasilan promosi dalam jangka waktu yang lama. (Widyaningrum, 2012; Jerman dan Zarsvnik, 2012). Evaluasi proses atau biasa disebut dengan evaluasi proses implementasi yakni menganalisis sejauh mana pelaksanaan aktivitas-aktivitas yang telah direncanakan (Stufflebeam dan Shinkfield, 2007). Aplikasi Web 2.0 sesuai karakteristiknya, terkait proses implementasi promosi online mengutamakan partisipasi dan kolaborasi dalam penggunaannya. Jadi, semakin tinggi partisipasi dan kolaborasi masyarakat desa dalam memanfaatkan aplikasi Web 2.0 sebagai media promosi, semakin besar peluang keberhasilan promosi tersebut. Partisipasi dan kolaborasi dalam upaya promosi online ini bukan hanya mencakup aktivitasaktivitas masyarakat desa secara online, akan tetapi juga offline yang mendukung pelaksanaan promosi online. Serta, dalam pelaksanaan komunikasi pemasaran penting untuk adanya konsistensi dalam pengkomunikasian pesannya sehingga kepercayaan dan koherensi dapat dibangun pada target audiens (Kitchen dan
15
Schultz, dalam Jerman dan Zarsvnik, 2012:370). Konsistensi menjadi salah satu indikator penting dalam penelitian ini yang berfokus pada konsistensi masyarakat desa dalam pengkomunikasian konten promosi produk yang berkelanjutan. Pengkomunikasian brand dalam promosi melalui media sosial diperlukan dua elemen fundamental, yakni interactivity dan openness (Vernuccio, 2014: 213). Interactivity ini ditunjukkan dengan adanya komunikasi dua arah (two-way communication) yang memperbolehkan akses untuk pihak eksternal. Sedangkan, opennesss ini ditunjukkan adanya interaksi, partisipasi, dan co-creation dalam beragam platform media sosial yang dalam hal ini beragam aplikasi Web 2.0 milik masyarakat desa. (Vernuccio, 2014:213). Selain itu, proses pemanfaatan itu dapat dilihat dari seberapa baik masyarakat desa merespon secara cepat (responsive) terhadap tanggapan khalayak luas. (Graham, 2014: 369) Evaluasi keempat adalah evaluasi produk. Evaluasi produk atau output menganalisis jangkauan program yang dalam penelitian ini adalah aktivitas promosi online masyarakat desa terhadap target audiensnya dan menafsirkan hasil yang telah dicapai. (Stufflebeam dan Shinkfield, 2007). Evaluasi terhadap komponen ini ditunjukkan pada hasil jangkauan pelaksanaan promosi online yang tepat sasaran dengan menunjukkan perubahan yang positif untuk masyarakat desa. Perubahan-perubahan yang bisa menunjukkan hasil jangkauan yang tepat sasaran dari promosi yang berbasiskan pembangunan bottom-up seperti kedua desa dalam penelitian ini bisa mencakup peningkatan pendapatan, meningkatnya jumlah pengusaha di desa yang berpromosi melalui media online, terciptanya promosi produk berbasis budaya lokal sebagai keunikan pasar yang kompetitif, masyarakat desa semakin kooperatif, dan feedback yang positif dari khalayak luas (Wood, 2004). Selain itu, hasil jangkauan juga bisa dilihat pada perubahan meningkatnya kesadaran khalayak terhadap potensi produk yang dalam hal ini adalah produk desa, yang ditunjukkan dengan adanya peningkatan pembelian produk atau bekerja sama (Epstein dan Yuthas, 2007). 5. Konsep Penelitian Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah diuraikan sebelumnya, maka dapat dipahami bahwa promosi online adalah upaya mengkomunikasikan berbagai nilai manfaat dan keunggulan produk desa secara persuasif dengan menggunakan
16
aplikasi-aplikasi Web 2.0 sebagai medianya kepada target pasar. Konteks promosi online yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah pelaksanaan segala aktivitas masyarakat Desa Melung dan Desa Keniten mengenalkan produk unggulannya secara persuasif pada khalayak luas dengan memanfaatkan beragam jenis aplikasi Web 2.0 sebagai media promosinya untuk meningkatkan brand awareness di kalangan target pasar, memperluas pasar, dan meningkatkan perekonomian desa. Sedangkan, untuk masyarakat pedesaan dalam penelitian ini dimaknai sebagai komunitas kecil yang menetap di suatu tempat dan memiliki karakteristik serta ciri tertentu terlibat dalam pelaksanaan promosi online dengan memanfaatkan aplikasi Web 2.0 sebagai medianya. Masyarakat pedesaan dalam penelitian ini berfokus pada Kepala Desa Melung dan Desa Keniten, anggota perangkat pemerintah desa, anggota Komunitas Pager Gunung, anggota Karang Taruna Tunas Karya Desa Keniten, dan masyarakat produsen produk unggulan desa. Aplikasi Web 2.0 yang menjadi media promosi online dalam fokus penelitian ini adalah facebook, twitter, portal desa dalam bentuk web maupun aplikasi android, dan portal pasar. Aplikasi Web 2.0 ini dapat digunakan sebagai alat baru yang berbasiskan Internet memfasilitasi bisnis masyarakat desa untuk mencapai tujuan dengan biaya yang sangat murah bahkan gratis serta mampu menjangkau audiensnya yang lebih luas tanpa batasan waktu dan ruang. Penelitian ini menggunakan pendekatan model evaluasi CIPP Stufflebeam dalam mengevaluasi pemanfaatan aplikasi Web 2.0 sebagai media promosi online pada masyarakat Desa Melung dan Desa Keniten sehingga diperoleh penjelasan secara mendalam tentang perbedaan hasil promosi pada keduanya. Pendekatan model evaluasi Stufflebeam ini memiliki empat komponen evaluasi, yakni context, input, process, dan product (CIPP). Pada penelitian ini, indikator evaluasi pada setiap komponen dielaborasikan dengan indikator-indikator berkonsep promosi online berbasis Web 2.0 yang relevan dengan masyarakat pedesaan. Evaluasi konteks dilakukan terhadap nilai kebutuhan, peluang, dan permasalahan
lingkungan
yang
dihadapi
masyarakat
pedesaan
dalam
melaksanakan promosi online. Nilai kebutuhan dievaluasi berdasarkan kesesuaian pemanfaatan aplikasi Web 2.0 sebagai media promosi dengan kebutuhan
17
masyarakat desa. Permasalahan lingkungan dalam penelitian ini fokus budaya organisasi desa dan budaya di lingkungan masyarakat desa terkait promosi online. Evaluasi terhadap permasalahan lingkungan dilihat dari bagaimana keterbukaan budaya masyarakat desa terhadap terhadap penggunaan teknologi aplikasi Web 2.0 sebagai media baru promosi mereka. Sedangkan, peluang dievaluasi dari seberapa kuat dukungan eksternal berupa jaringan bisnis yang dimiliki masyarakat desa dalam berpromosi online. Dukungan eksternal bisa diperoleh dari jaringan bisnis baik personal maupun kelompok (swasta dan lembaga independen) dan bantuan badan promosi pemerintah yang membantu promosi online maupun offline untuk mengenalkan produk desa secara luas dan memperluas pasar produk. Evaluasi input dalam penelitian ini terfokus pada sumber daya manusia di masyarakat kedua desa, ketersediaan rencana kegiatan promosi, dan ketersediaan fasilitas serta sarana aplikasi Web 2.0 dan perangkatnya saat melaksanakan promosi online. Evaluasi input ini dilihat dari karakteristik masyarakat desa yang mendukung promosi online, kemampuan IT dan promosi online masyarakat desa yang memadai, ketersediaan rencana kegiatan promosi yang sesuai dengan tujuan pelaksanaan promosi online menggunakan aplikasi Web 2.0 sebagai medianya, dan aplikasi Web 2.0 serta perangkatnya minim error atau stabil sekaligus mudah digunakan dalam pengoperasiannya sebagai media promosi. Evaluasi proses dilakukan terhadap aktivitas-aktivitas promosi online berbasis Web 2.0 yang dilaksanakan secara real di lapangan. Evaluasi masyarakat desa dalam pelaksanaannya secara real di lapangan dianalisis berdasarkan partisipasi dan kolaborasi aktif antar anggota masyarakat desa dalam promosi online dan aktivitas offline yang mendukungnya. Jadi, analisis proses dalam penelitian ini bukan hanya menganalisis segala aktivitas promosi secara online, akan tetapi juga aktivitas offline yang mendukung promosi online tersebut. Aktivitas offline juga diikutsertakan karena dukungan aktivitas offline sangat diperlukan sebagai tindaklanjut dari promosi di media online. Selain itu, evaluasi proses pada masyarakat desa diihat dari keberlanjutan masyarakat desa dalam memanfaatkan aplikasi Web 2.0 untuk promosi produk unggulan desanya dari tahun 2013 hingga tahun 2014. Serta, masyarakat desa yang interaktif dan responsif dalam komunikasi dua arah dengan khalayak terkait produk desa juga
18
menjadi bahan evaluasi pada masyarakat desa. Semakin masyarakat desa terbuka pada dunia luar maka khalayak luas pun akan semakin mengenal produknya. Evaluasi produk atau output dalam penelitian ini fokus dalam menganalisis hasil jangkauan pelaksanaan promosi online dengan memanfaatkan aplikasi Web 2.0 sebagai media promosi oleh masyarakat kedua desa. Analisis hasil jangkauan ini fokus pada empat cakupan sasaran khalayak, yakni pembeli, partner bisnis, pihak media, dan publik secara luas. Hasil jangkauan pelaksanaan promosi online yang berhasil pada keempat sasaran khalayak tersebut bisa mendorong adanya peningkatan jumlah pembelian produk desa, meningkatnya kerjasama bisnis yang diperoleh masyarakat desa terkait produk desanya, dan meningkatnya feedback positif dari media dan publik berupa penyebaran ulang informasi tentang produk desa oleh keduanya baik online maupun offline (media cetak maupun televisi). Indikator tersebut dianggap mampu menunjukkan sejauh mana promosi online telah menjangkau target khalayaknya untuk mencapai tujuan perluasan area pemasaran dan peningkatan perekonomian masyarakat desa. Oleh karena itu, kerangka konsep yang digunakan dalam penelitian ini diuraikan dalam tabel 1.1 dibawah dengan beberapa indikator. Indikator-indikator pada konsep penelitian dianggap representatif untuk mengevaluasi pemanfaatan aplikasi Web 2.0 sebagai media promosi online pada masyarakat Desa Melung dan Desa Keniten sehingga diperoleh penjelasan dan pemahaman secara empiris terhadap perbedaan hasil promosi di kedua desa. Tabel 1.1: Operasionalisasi Konsep Penelitian Konsep Makna Konsep Indikator Context Evaluasi berdasarkan 1. Dukungan badan promosi nilai peluang, kebutuhan, pemerintah dan jaringan bisnis dan kondisi lingkungan luar desa terkait promosi online masyarakat desa dalam produk desa promosi online 2. Promosi online menggunakan menggunakan aplikasi aplikasi Web 2.0 sesuai dengan Web 2.0 kebutuhan masyarakat desa 3. Budaya masyarakat desa terbuka terhadap penggunaan aplikasi Web 2.0 sebagai media promosi Input Evaluasi berdasarkan 1. Karakteristik masyarakat desa sumber daya manusia, mendukung promosi online rencana kegiatan 2. Kemampuan IT dan promosi promosi, fasilitas dan online masyarakat desa memadai
19
sarana dalam promosi 3. Ketersediaan rencana kegiatan online menggunakan promosi yang sesuai dengan aplikasi Web 2.0 tujuan pelaksanaan promosi online 4. Ketersediaan aplikasi Web 2.0 dan perangkatnya yang stabil dan mudah digunakan dalam pengoperasiannya sebagai media promosi Process Evaluasi berdasarkan 1. Partisipasi dan kolaborasi aktif segala aktivitas promosi antar anggota masyarakat desa online menggunakan dalam aktivitas promosi online aplikasi Web 2.0 yang dan offline dilaksanakan secara real 2. Masyarakat desa melaksanakan di lapangan promosi online secara berkelanjutan 3. Masyarakat desa interaktif dan responsif terhadap khalayak luas melalui aplikasi online-nya Product/output Evaluasi berdasarkan 1. Penyebaran konten promosi jangkauan pelaksanaan terkait produk desa oleh media promosi online dan publik secara online maupun menggunakan aplikasi offline Web 2.0 terhadap target 2. Peningkatan pembelian produk khalayaknya desa 3. Meningkatnya tawaran kerjasama bisnis terkait promosi dan pemasaran produk desa Sumber: Diadaptasi dan dikembangkan dari Stufflebeam dan Shinkfield (2007) F. Metodologi Penelitian 1. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode studi evaluasi dengan pendekatan kualitatif atau bisa disebut dengan penelitian evaluasi kualitatif. Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif yang bertujuan untuk memberikan gambaran secara sistematis dan faktual terkait pemanfaatan aplikasi Web 2.0 sebagai media promosi oleh masyarakat Desa Melung dan Desa Keniten sehingga dapat diperoleh pemahaman yang jelas dan komprehensif. Pada prinsipnya penelitian evaluatif ini berbeda dengan evaluasi karena penelitian evaluatif didasari oleh teori ilmiah, metodologi, dan prosedur evaluasi secara ilmiah yang digunakan untuk menjawab rumusan masalah penelitian, sedangkan evaluasi tidak didasari kajian ilmiah dan dilakukan guna pengambilan atau pembuatan keputusan.
20
Studi evaluasi merupakan penelitian yang menganalisis secara sistematis dan empiris melalui pengumpulan data dan analisis data secara ilmiah (Patton, 2002). Studi evaluasi terdiri dari beberapa jenis dalam pengaplikasiannya (Patton, 2002), yakni: a. Outcomes Evaluation, yakni studi evaluasi yang melihat dampak program yang
berbeda-beda
untuk
kehidupan
masing-masing
orang
dan
diidentikkan dengan data kuantitatif untuk indikator efektivitasnya yang ditujukan untuk memperbaiki program. b. Evaluating Individualized Outcomes, yakni studi evaluasi yang berfokus pada mencocokkan pelayanan dan perlakuan suatu program sesuai dengan kebutuhan dan keadaan dari individu tertentu. Suatu perlakuan bisa menyebabkan perbedaan hasil atau dampak pada individu yang berbeda. c. Process Studies, yakni studi evaluasi yang berfokus pada bagaimana sesuatu itu terjadi, dengan tujuan menguraikan dan memahami dinamika internal dalam bagaimana suatu program, organisasi, atau hubungan beroperasi. Studi evaluasi proses ini bukan hanya melihat aktivitasaktivitas formal dan hasil yang diantisipasi, akan tetapi juga menyelidiki pola-pola informal dan interaksi-interaksi yang tidak terantisipasi. d. Implementation Evaluation, yakni studi evaluasi yang menyelidiki sejauh mana suatu program atau kegiatan sebenarnya telah dilakukan sehingga diketahui kegiatan mana yang telah efektif setelah semuanya dilakukan. Evaluasi implementasi ini fokus pada input, aktivitas, proses, dan struktur. Evaluasi implementasi ini menyelidiki apa yang terjadi pada program, bagaimana program dilaksanakan, dan mengapa program menyimpang dari rencana dan harapan. e. Logic Models and Theories of Action, yakni studi evaluasi yang biasanya dalam
bentuk
grafik
menghubungkan
berbagai
elemen
evaluasi
diantaranya input program, aktivitas dan proses (implementasi), output, immediate outcomes, dan dampak jangka panjang (long-term impact). Evaluasi ini fokus pada kelogisan suatu aktivitas yang menggambarkan aktivitas yang beralasan dan berurutan mulai dari input melalui berbagai aktivitas hingga sampai pada output, outcomes, dan impact.
21
f. Evaluability Assesments, yakni studi evaluasi yang fokus menilai pada kemampuan setiap elemen program atau kegiatan untuk bisa dievaluasi efektivitasnya. g. Comparing Programs (evaluasi perbandingan), yakni studi evaluasi yang fokus pada perbandingan perbedaan program di tempat yang berbeda. Fokus perbedaan ini dilihat dari perbedaan konten, proses, tujuan, implementasi, konteks, outcomes, dan kualitas program. Hanya dengan menggunakan tolok ukur yang telah terstandar untuk bisa membandingkan program dan dapat menyelidiki apa yang sebenarnya terjadi pada tempat yang berbeda. h. Prevention Evaluation, yakni studi evaluasi pada program atau aktivitas untuk mencegah terjadinya suatu permasalahan yang tidak dikehendaki muncul. i. Documenting Development Over Time and Investigating System Changes, yakni studi evaluasi yang fokus pada perkembangan yang terjadi dari waktu ke waktu dan menyelidiki perubahan sistem yang terjadi selama proses perkembangan tersebut. Diantara banyak jenis studi evaluasi diatas, penelitian ini fokus pada studi evaluasi implementasi dan comparing program. Studi evaluasi ini sesuai dengan konsep indikator yang bukan hanya mencakup proses, akan tetapi juga konteks, input, dan output. Studi evaluasi implementasi menganalisis pelaksanaan pemanfaatan aplikasi Web 2.0 sebagai media promosi dari empat dimensi evaluasi pada masing-masing desa, yakni Desa Melung dan Desa Keniten. Kemudian, dari hasil evaluasi implementasi masing-masing desa tersebut akan dibandingkan hasilnya antara Desa Melung dengan Desa Keniten. Berdasarkan hasil perbandingan
dapat
dilihat
perbedaan
masyarakat
kedua
desa
dalam
implementasinya sehingga diketahui penjelasan secara empiris sejauh mana konteks, input, proses, dan output dalam implementasi promosi online dan dapat dilihat hasil yang melandasi penyebab perbedaan hasil promosi di kedua desa. Pijakan studi evaluasi implementasi dan perbandingan kegiatan ini sesuai dengan pra riset yang dilakukan bahwa ditemukan masalah pada pelaksanaan promosi online yang ditunjukkan dengan keaktifan yang sama pada masyarakat
22
kedua desa dalam menggunakan aplikasi Web 2.0 sebagai media promosi, akan tetapi hasil promosinya berbeda, yakni pada masyarakat Desa Melung belum maksimal, sedangkan masyarakat Desa Keniten tinggal berfokus mempertahankan pengelolaan media online secara bersama-sama dan menambah inovasi produk. Studi evaluasi terhadap perbandingan keduanya diperlukan untuk melihat perbedaan keduanya sehingga dilihat faktor yang mempengaruhi keberhasilan pada masyarakat Desa Keniten dan belum maksimalnya pada masyarakat Desa Melung terkait pemanfaatan aplikasi Web 2.0 sebagai media promosi. Penggunaan studi evaluasi implementasi dan perbandingan kegiatan promosi online ini mampu menjelaskan apa yang terjadi pada masyarakat Desa Melung dan Desa Keniten dalam pelaksanaan promosi online dengan memanfaatkan aplikasi Web 2.0 sebagai media promosinya, bagaimana aktivitas promosi online masyarakat kedua desa berjalan, dan mengapa terjadi perbedaan hasil promosi di kedua desa. Penelitian ini dengan melihat implementasinya bisa melihat bagaimana masyarakat kedua desa dalam memanfaatkan aplikasi Web 2.0 sebagai media promosi. Penelitian ini bertujuan menganalisis secara komprehensif indikatorindikator yang perlu dievaluasi untuk mengetahui penyebab perbedaan hasil promosi kedua desa dari dimensi konteks, input, proses, dan output. Penelitian ini menjelaskan tentang masyarakat Desa Melung dan Desa Keniten dalam memanfaatkan aplikasi Web 2.0 yang sifatnya mengevaluasi dengan melihat dari lingkungan, nilai kebutuhan, peluang, karakteristik SDM, kemampuan SDM, perencanaan kegiatan, sarana dan prasarana aplikasi Web 2.0 serta perangkatnya, proses pelaksanaannya, dan hasil jangkauannya. Evaluasi akan dilakukan secara keseluruhan dalam segala aspek yang relevan dengan pelaksanaan promosi online berbasis Web 2.0 berdasarkan indikator-indikator analisis yang telah ditentukan. Berdasarkan evaluasi tersebut dapat diketahui secara detail hasil mana yang telah maksimal dan yang belum dari setiap komponen dalam pelaksanaan aktivitas promosi online sehingga diketahui bagian mana yang harus diperbaiki. Hasil analisa penelitian kualitatif dengan studi evaluasi ini dapat menghasilkan solusi secara empiris dan sistematis yang dapat memperbaiki sekaligus meningkatkan hasil pelaksanaan promosi online dengan
23
memanfaatkan aplikasi Web 2.0. Adapun tahap-tahap pelaksanaan evaluasi dalam penelitian ini adalah: a. Pengumpulan data yang relevan dengan konteks penelitian dan sesuai indikator-indikator analisis yang telah ditentukan dari masing-masing desa melalui wawancara, observasi, dan dokumentasi. b. Memetakan data dalam pola, tema, dan kategori yang sama sesuai konteks penelitian untuk pembahasan masing-masing masyarakat desa. c. Analisis data masing-masing desa, terkait implementasi masing-masing masyarakat desa dalam memanfaatkan aplikasi Web 2.0 sebagai media promosi
berdasarkan
indikator-indikator
penelitian
yang
telah
ditentukan. d. Menginterpretasikan perbedaan dan persamaan implementasi antara masyarakat Desa Melung dengan Desa Keniten dalam memanfaatkan aplikasi Web 2.0 sebagai media promosi online berdasarkan indikatorindikator dari setiap dimensi evaluasi context, input, process, dan product. e. Validasi data untuk kredibilitas data dengan trianggulasi sumber data, yakni wawancara, observasi, dan dokumentasi. f. Pengambilan kesimpulan yang menjawab rumusan masalah. g. Penyusunan rekomendasi terkait hasil studi. 2. Obyek Penelitian Obyek penelitian ini adalah Kepala Desa Melung, Kepala Desa Keniten, anggota perangkat pemerintah Desa Melung, anggota Komunitas Pager Gunung Desa Melung, anggota Karang Taruna Tunas Karya Keniten dan produsen produk Sayuran Organik Desa Melung, Bedug Keniten serta Sandal Bandol Desa Keniten. Selain itu, obyek penelitian ini juga mencakup aplikasi-aplikasi Web 2.0 yang memuat konten promosi online kedua desa. Aplikasi Web 2.0 dalam penelitian ini difokuskan pada portal desa baik yang dalam bentuk web maupun aplikasi android, portal pasar, twitter, dan facebook. Fokus penelitian ini adalah masyarakat Desa Melung dan Desa Keniten yang memanfaatkan aplikasi Web 2.0 sebagai media promosi online untuk memperluas pasar dan meningkatkan perekonomian desa.
24
3. Teknik Pengumpulan Data Terdapat tiga cara pengumpulan data dalam metode studi evaluasi ini, yakni 1) wawancara informal, wawancara mendalam, atau wawancara dengan format terbuka, dan wawancara tertutup; 2) observasi; dan 3) pemanfaatan dokumen tertulis (Patton, 2002). Teknik pengumpulan data penelitian ini dilakukan dengan wawancara semi-terstruktur atau format terbuka, observasi langsung dan online, dan pemanfaatan dokumen yang relevan. Wawancara semi-terstruktur atau wawancara dengan format terbuka dilakukan secara langsung (face to face) dan secara online. Wawancara dalam penelitian ini dilakukan dengan sejumlah informan kunci yang relevan, dari masyarakat Desa Melung meliputi Khoerudin selaku Kepala Desa Melung, Margino dan Sulastri selaku perangkat pemerintah Desa Melung yang mengelola aplikasi-aplikasi Web 2.0 sebagai media promosi. Serta, Rasito sebagai tim pemasaran sayuran organik dari Komunitas Pager Gunung. Sementara, untuk sumber data dari masyarakat Desa Keniten meliputi Dirno sebagai Kepala Desa Keniten, Yudi Setiyadi sebagai Ketua Karang Taruna Tunas Karya Desa Keniten sekaligus admin aplikasi-aplikasi Web 2.0 desa yang digunakan sebagai media promosi, Daryanto sebagai pengrajin Sandal Bandol dan Taufik Amin sebagai perangkat desa sekaligus pengrajin Bedug Keniten. Data hasil observasi secara online dilakukan terhadap konten promosi di berbagai aplikasi Web 2.0 yang dihasilkan masyarakat kedua desa dan observasi langsung pada segala aktivitas mereka terkait promosi online dengan memanfaatkan aplikasi Web 2.0 sebagai medianya. Dokumen yang dikumpulkan dan dianalisis berupa data dokumen tertulis/teks, gambar atau foto, audio, dan video terkait promosi online kedua desa dari situs portal Desa Melung (http://melung.desa.id) dan Desa Keniten (http://keniten.desa.id), portal pasar Keniten (bedugkeniten.pasardesa.net dan sandalbandol.pasardesa.net), media sosial (Facebook, Twitter, Youtube, dan sejenisnya), dan beberapa situs online lainnya yang relevan.
25
4. Teknik Analisis Data Penelitian ini menggunakan beberapa tahap analisis dari Patton (2002). Semua tahap analisis ini dilakukan berdasarkan konteks penelitian, yakni konteks masyarakat Desa Melung dan Desa Keniten dalam memanfaatkan aplikasi Web 2.0 sebagai media promosi selama tahun 2013 sampai dengan 2014. Tahap pertama, coding data, finding pattern, labeling themes, dan developing category system. Pada tahap coding dan pengklasifikasian data dalam pola, tema, dan kategori dipertimbangkan konvergensi dan divergensi dalam data. Konvergensi mencakup dua jenis data, yakni data penelitian yang memiliki kesamaan dan perbedaan diantara kategori yang telah ditentukan. Sedangkan, divergensi adalah saat ketika dalam analisis peneliti menemukan beberapa hal yang tidak berkaitan dengan penelitian sehingga tidak dimasukkan dalam kategori analisis data. Tahap kedua, interpretasi data dari Patton (2002:477) dalam penelitian ini terfokus pada makna hasil penelitian yang relevan dalam menjawab rumusan masalah penelitian ini. Interpretasi data dari Patton (2002) mencakup comparison, causes,
consequences,
dan
relationship.
Comparison
dilakukan
dengan
membandingkan hasil temuan data antara masyarakat Desa Melung dan Desa Keniten terkait promosi online untuk dilihat perbedaannya pada hasil evaluasi. Causes dilakukan dengan mengidentifikasikan dan menganalisis faktor-faktor yang berperan mempengaruhi promosi online pada masyarakat kedua desa. Consequences dilakukan dengan meganalisis dampak dari promosi online menggunakan aplikasi Web 2.0 untuk masyarakat kedua desa dalam promosi online. Relationship dilakukan dengan saling menghubungkan hasil evaluasi antar indikator dari context, input, process, dan product, serta antara data hasil evaluasi masyarakat Desa Melung dengan masyarakat Desa Keniten. Pada tahap kedua ini juga digunakan grounded theory analysis, yakni hasil interpretasi data dianalisis berdasarkan teori-teori yang digunakan sebagai landasan konseptual, yakni masyarakat pedesaan, promosi online berbasis Web 2.0 dan model evaluasi CIPP Stufflebeam. Tujuannya adalah menghasilkan makna dan penjelasan hasil temuan penelitian secara mendalam. Tahap terakhir adalah reporting findings atau pelaporan. Terkait pelaporan penelitian ini, hal yang perlu diperhatikan adalah terdapat keseimbangan antara deskripsi dan
26
interpretasi. Pada pelaporan hasil ini disertai pengambilan kesimpulan yang menjawab rumusan masalah. 5. Validitas Data Pengujian keabsahan data menjadi penting agar data hasil analisis bisa kredibel. Validitas data dalam penelitian ini menggunakan triangulasi dalam memperkuat kredibilitas hasil analisis data. Triangulasi terdiri dari empat jenis, yakni 1) methods triangulation, menggunakan metode pengumpulan data yang berbeda dalam menguji konsistensi penemuan penelitian yang dihasilkan; 2) triangulation of sources, menguji konsistensi hasil temuan penelitian dari sumber data yang berbeda didalam metode yang sama; 3) analyst triangulation, menggunakan beragam analis untuk me-review hasil temuan penelitian ; 4) theory/perspective triangulation, menggunakan beragam perspektif atau teori menginterpretasikan data (Patton, 2002:556). Validitas data penelitian ini dilakukan menggunakan triangulation of sources, yakni membandingkan dan meng-cross-check konsistensi hasil temuan dalam satu metode penelitian kualitatif dari wawancara semi-terstruktur, observasi, dan dokumen. Adanya kombinasi wawancara, obervasi, dan analisis dokumen dapat menggunakan sumber data yang berbeda dapat meningkatkan validitas data hasil penelitian (Patton, 2002:306). Triangulasi sumber dalam penelitian ini akan dilakukan dengan beberapa tahap sesuai adaptasi dari Patton (2002), yakni: a. Membandingkan hasil data observasi dengan wawancara. b. Membandingkan apa yang orang katakan di publik dengan apa yang mereka katakan secara personal. c. Menge-check konsistensi pada apa yang para informan katakan tentang hal yang sama dalam beberapa waktu yang berbeda. d. Membandingkan perspektif para informan dari poin pandangan yang berbeda. e. Menge-check hasil data wawancara terhadap data dokumentasi dan bukti tertulis lainnya yang menguatkan data wawancara informan. f. Menge-check hasil data obervasi terhadap dokumentasi.
27
6. Limitasi Penelitian Penelitian ini hanya berfokus pada evaluasi masyarakat Desa Melung dan Desa Keniten, sedangkan masih terdapat banyak desa diluar Desa Melung dan Desa Keniten yang juga memerlukan evaluasi dengan kajian ilmiah terkait promosi online berbasis Web 2.0. Penelitian ini untuk produsen produk desa sebagai sumber data sendiri masih terbatas pada produsen produk unggulan desa, belum mencakup semua produsen yang ada di masing-masing desa. Analisis terhadap tanggapan customer-nya masih belum bisa dilakukan terlalu dalam karena penelitian ini fokus pada pihak masyarakat desa yang merupakan aktor utama yang terlibat dalam promosi online menggunakan aplikasi Web 2.0. G. Sistematika Tesis Peneliti memaparkan keseluruhan hasil penelitian evaluatif ini dalam empat bab. Pada Bab I peneliti menjelaskan latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, obyek penelitian, kerangka pemikiran, dan metodologi penelitian. Pada Bab II, peneliti menjelaskan konteks penelitian yang dekat dengan data yang diperlukan, yaitu mencakup demografis, sosial ekonomi dan sosial budaya masing-masing masyarakat desa, masyarakat kedua desa pelaku promosi online berbasis Web 2.0, produk unggulan promosi online kedua desa, dan aplikasi-aplikasi Web 2.0 yang digunakan masyarakat kedua desa untuk promosi. Pada Bab III, peneliti mengevaluasi pemanfaatan aplikasi Web 2.0 sebagai media promosi online pada masyarakat Desa Melung dan Desa Keniten berdasarkan empat dimensi, yakni context, input, process, dan product (output). Berdasarkan hasil evaluasi tersebut kemudian bisa dijelaskan tentang berbagai faktor penyebab perbedaan hasil promosi pada masyarakat kedua desa dilihat dari keempat dimensi. Pada Bab IV, peneliti membuat kesimpulan akhir dari penelitian dan rekomendasi praktis serta rekomendasi akademis untuk penelitian selanjutnya.