BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Proses perubahan yang terjadi dalam masyarakat, seperti perubahan pola pikir, perubahan gaya hidup, perubahan sosial, perubahan teknologi, dan sebagainya, memiliki efek-efek negatif terhadap kehidupan jemaat gereja saat ini. Keadaan tersebut mau tidak mau mengharuskan gereja untuk terlibat penuh di dalamnya, karena yang berperan penting dalam pertumbuhan dan perkembangan sebuah gereja adalah warga jemaat atau umat dari gereja yang bersangkutan.1 Contoh dari keterlibatan gereja dalam menangani hal tersebut yaitu dengan banyak dilakukannya pembinaan bagi jemaat gereja. Salah satunya yaitu pembinaan bagi pasangan suami istri (pasutri). Kegiatan ini nantinya diharapkan dapat menangani gejala-gejala ketidakharmonisan di dalam rumah tangga yang kerap terjadi.
Dalam rumusan Tata Gereja Sinode GKI Wilayah Jawa Barat, pembinaan pasutri tidak menjadi keharusan bagi gereja-gereja GKI di wilayah Jawa Barat.2 Namun demikian Sinode GKI Jabar memberikan kebebasan bagi tiap-tiap gereja GKI dalam hal mengadakan pembinaan ataupun membentuk sebuah komisi baru jika dirasakan bermanfaat bagi jemaat gereja yang bersangkutan. Maka dari itu pada bulan April 2001, majelis bidang pembangunan jemaat GKI Puri Indah - Jakarta membentuk sebuah unit kerja / kepengurusan yang bertugas merancang program serta kegiatankegiatan untuk pembinaan pasutri.
Kegiatan unit kerja ini diawali dengan persekutuan suami istri yang bertemakan seputar keluarga. Persekutuan ini dilakukan satu kali dalam sebulan. Seiring dengan berjalannya persekutuan tersebut, unit kerja pembinaan pasutri menyelenggarakan Weekend Pasutri I pada tanggal 18-19 Agustus 2001 di Pondok Anugerah – Gunung Geulis – Sukabumi dan Weekend Pasutri II pada tanggal 4-5 Mei 2002 di tempat yang sama. Acara Weekend Pasutri ini ditujukan untuk memungkinkan para pasangan suami istri untuk dapat saling berbagi pengalaman dengan pasangan yang lain serta diskusi dengan pembicara atau pendeta mengenai tema yang dibawakan saat itu. Peserta yang hadir dalam acara tersebut berjumlah sekitar 15 pasutri (30 orang).
1
Rob van Kessel, 6 Tempayan Air – Pokok-pokok Pembangunan Jemaat, Kanisius-Yogyakarta, 1997, hlm 1 Tata Gereja, Tata Tertib, dan Tata Laksana Sinode GKI (w) Jawa Barat Tahun 2004.
2
1
Tidak lama setelah Weekend Pasutri II terlaksana, persekutuan yang sudah dijadwalkan satu bulan sekali tidak dapat menarik perhatian para pasutri. Peserta persekutuan menurun drastis dan keadaan di dalam persekutuan menjadi lesu dan tidak bergairah seperti di awal terbentuknya pembinaan ini. Anggota unit kerja berusaha mencari tema-tema baru yang “up-to-date”, namun apa daya, usaha mereka sia-sia belaka. Bahkan retret pasutri yang ke-III tidak dapat terlaksana karena kurangnya peserta yang mendaftarkan diri. Melihat kenyataan yang terjadi unit kerja ini melakukan pelawatan kepada jemaat yang bertujuan untuk menghidupkan kembali pembinaan pasutri, namun mereka malah mendapat perlakuan yang dingin disertai kata-kata sinis dari beberapa jemaat yang seolaholah menunjukkan kalau mereka tidak memerlukan kegiatan semacam itu. Unit kerja pembinaan pasutri inipun dengan sendirinya menjadi tidak bersemangat di dalam menjalankan tugasnya sebagai penyelenggara kegiatan. Pembinaan pasutri ini vakum untuk beberapa saat, tidak ada kegiatan, tidak ada rapat, dan kemudian bubar seiring dengan berjalannya waktu. Pembinaan pasutri ini tidak berkelanjutan lagi sampai sekarang.3
Keberhasilan dalam pembinaan pasutri tentu akan menghasilkan keluarga-keluarga yang baik atau harmonis pula. Dan keadaan keluarga yang baik adalah faktor mutlak untuk tercapainya kesejahteraan bagi orang perorangan, masyarakat umum maupun gereja. Artinya, nilai-nilai hidup sebuah keluarga yang menjiwai anggota keluarga tersebut akan terpantul keluar dan akan menentukan pandangan hidup selanjutnya bagi seluruh anggota keluarga tersebut. Maka dari itu keadaan keluarga yang saling rukun, saling pengertian, saling menghargai, dan sebagainya akan mempengaruhi perkembangan pribadi seseorang dan pandangan hidupnya. Relasi antara suami dan istri bukan hanya masalah cinta individual antara lelaki dan perempuan, melainkan masalah masa depan generasi, karena keluarga merupakan sel masyarakat, dan gereja banyak tergantung dari keadaan keluarga. Kegiatan, hidup, dan matinya gereja sangat ditentukan juga dari semangat Kristiani yang ada di dalam keluarga-keluarga. Jadi keluarga yang baik tidak akan ada dengan sendirinya dari pasutri yang hanya mengerti soal asmara, melainkan perlu dibentuk, dibina, diusahakan, dan dipersiapkan dengan sungguh-sungguh.4
Dalam skripsi ini penulis mencoba untuk melihat secara jelas, mengapa pembinaan pasutri tersebut tidak berkelanjutan lagi di GKI Puri Indah dengan meneliti para pasutri yang pernah mengikuti pembinaan pasutri dan anggota majelis jemaat selaku pejabat gereja. Dalam skripsi ini juga, penulis
3
Berdasarkan data-data yang diperoleh penulis melalui wawancara dengan anggota Majelis Jemaat GKI Puri Indah di Jakarta tanggal 27 Agustus 2005. 4 Tim Pembinaan Persiapan Berkeluarga, Membangun Keluarga Kristiani, Kanisius, Yogyakarta, 1981, hlm 10.
2
mencoba memberikan saran konkret kepada GKI Puri Indah dalam rangka menghidupkan kembali pembinaan pasutri.
B. RUMUSAN MASALAH
Dari latar belakang yang ada di atas maka penulis mencoba untuk merumuskan masalah yang akan dibahas dalam tulisan ini
:
1. Mengapa pembinaan pasutri di GKI Puri Indah tidak berkelanjutan? 2. Bagaimana menghidupkan kembali pembinaan pasutri di GKI Puri Indah? Maka dengan demikian penulis mengambil judul :
PEMBINAAN PASANGAN SUAMI ISTRI DI GKI PURI INDAH
C. ALASAN PEMILIHAN JUDUL
Pemilihan judul skripsi ini didasari oleh rasa keingin tahuan penulis atas permasalahan yang terjadi dalam pembinaan pasutri di GKI Puri Indah sehingga membuat pembinaan pasutri itu terhenti dan tidak berkelanjutan lagi sampai sekarang. Penulis yang juga merupakan anggota jemaat dari GKI Puri Indah sangat menyayangkan mengapa pembinaan pasutri tersebut yang diharapkan mampu menangani gejala-gejala ketidakharmonisan dalam rumah tangga harus terhenti dan tidak berkelanjutan lagi. Penulis menganggap bahwa pembinaan pasutri dalam gereja merupakan hal yang penting untuk dilakukan karena akan sangat bermanfaat bila pasangan suami istri masa kini tidak hanya mengerti soal cinta, asmara, dan seks, tapi juga lebih kepada bagaimana menciptakan suatu pola relasi yang harmonis dengan pasangannya sehingga akan berdampak pada terciptanya relasi yang harmonis juga antara pasutri sebagai orangtua dengan anak-anaknya, dengan keluarga dekat, dengan kerabat, dan yang lebih luas lagi di dalam kehidupan bergereja dan bermasyarakat.
Kata pembinaan sendiri dapat berarti: “memperbaiki atau meningkatkan keadaan yang sedang berlangsung. Pendekatan pembinaan dapat individual, berkelompok atupun massal, tetapi bagi semuanya itu tujuannya adalah satu, yaitu mengantar orang ke keadaan yang lebih baik, ke kemampuan yang lebih besar, dan ke kepribadian yang lebih dewasa”.5
5
J. J Tomasoa, Membina Jemaat Kristen Di Bumi Indonesia, TPK Gunung Mulia, Yogyakarta, 1986, hlm.8-10
3
Maka dari itu apapun bentuk pembinaan yang tengah dilakukan oleh gereja, apakah itu pembinaan pasutri, pembinaan remaja, pembinaan lansia, dan sebagainya, seharusnya dapat terus dipertahankan dan terus berkembang sebagai bagian dari usaha gereja mengatasi lika-liku kehidupan jemaatnya. Namun sayangnya sampai saat ini belum banyak gereja yang dapat merealisasikan hal tersebut, termasuk di dalamnya GKI Puri Indah – Jakarta yang kehilangan pembinaan pasutri.
D. TUJUAN PENULISAN
Penulisan skripsi ini bertujuan untuk : 1. Menggali penyebab pembinaan pasutri di GKI Puri Indah tidak berkelanjutan. 2. Memberikan usulan konkret terhadap penyelenggara pembinaan pasutri di GKI Puri Indah.
E. METODE PENULISAN
Dalam penulisan skripsi ini penulis akan menggunakan metode pengumpulan data dengan cara kajian literatur dan kajian lapangan serta menganalisa permasalahan yang terjadi di GKI Puri Indah. Kajian literatur dilakukan dengan membaca beberapa buku yang terkait dengan permasalahan yang terjadi dalam pembinaan pasutri di GKI Puri Indah. Sedangkan kajian lapangan dilakukan melalui pengumpulan data dari hasil penelitian di GKI Puri Indah melalui wawancara dengan aktivis (pengurus) pembinaan pasutri, anggota Majelis Jemaat, dan anggota jemaat yang pernah mengikuti pembinaan pasutri.
Proses pengumpulan data melalui wawancara terhitung sejak tanggal 15 Desember 2005 sampai dengan 20 Januari 2006. Wawancara ditujukan kepada penatua yang menjabat sebagai majelis bidang pembangunan jemaat dan kepengurusan pembinaan pasutri yang berjumlah 6 orang serta para peserta pembinaan pasutri yang berjumlah 10 pasutri (20 orang). Penulis memilih metode wawancara karena dengan dilakukannya wawancara para responden dapat lebih banyak berbicara dan dapat mengeluarkan isi pikirannya secara luas, dengan demikian informasi yang didapat akan lebih jelas jika dibandingkan dengan metode angket yang menyediakan pilihan jawaban.6 Sedangkan pengamatan yang dilakukan penulis tertuju kepada berkas-berkas program kerja pembinaan pasutri dari tahun 2001-2003 yang masih disimpan sebagai arsip gereja.
6
Moh Nazir, Metode Penelitian, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1988, hlm 234
4
F. SISTEMATIKA PENULISAN
BAB I. PENDAHULUAN Di dalam bab ini akan disampaikan keseluruhan tulisan ini yang meliputi: latar belakang masalah, rumusan masalah, alasan pemilihan judul, batasan masalah, tujuan penulisan judul, metode penelitian, dan sistematika penulisan.
BAB II. PEMBINAAN PASUTRI DI GKI PURI INDAH DAN MASALAH-MASALAH YANG DIHADAPI Di dalam bab ini akan di paparkan mengenai awal mula terbentuknya pembinaan pasutri di GKI Puri Indah, serta kendala-kendala yang menyebabkan pembinaan pasutri di GKI Puri Indah tidak berkelanjutan (dalam bab ini penulis masuk pada penelitian di GKI Puri Indah- Jakarta)
BAB III. ANALISA TERHADAP PEMBINAAN PASUTRI DI GKI PURI INDAH Dalam bab ini, penulis akan menganalisa secara kritis permasalahan yang terjadi di dalam pembinaan pasutri di GKI Puri Indah berdasarkan data-data yang sudah di paparkan pada bab II. Untuk menganalisa permasalahan tersebut, penulis menggunakan teori pembangunan jemaat serta pemahaman mengenai tugas dan fungsi pejabat gereja, seperti pendeta dan penatua yang merupakan elemen-elemen penting di dalam kemajelisan.
BAB IV. USULAN KONKRET TERHADAP PEMBINAAN PASUTRI DI GKI PURI INDAH Dengan mengetahui permasalahan yang terjadi serta menganalisanya, penulis akan mencoba memberikan usulan konkret terhadap pembinaan pasutri di GKI Puri Indah sebagai solusi alternatif bagi penyelenggara pembinaan pasutri di GKI Puri Indah. Usulan tersebut diharapkan menjadi bahan pertimbangan ketika penyelenggara akan mengadakan kembali pembinaan pasutri di GKI Puri Indah.
BAB V. PENUTUP Pada bagian akhir penulisan ini penulis akan merumuskan suatu kesimpulan dari semua yang sudah penulis paparkan pada bagian sebelumnya. Dalam bab ini penulis juga memberikan saransaran konkret kepada Sinode GKI Jabar dan gereja secara luas mengenai pembinaan pasutri.
5