BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Bahasa sebagai alat komunikasi, digunakan oleh anggota masyarakat untuk berinteraksi, dengan kata lain interaksi atau segala macam kegiatan komunikasi di dalam masyarakat akan lumpuh tanpa bahasa. Penggunaan bahasa oleh suatu masyarakat dalam berinteraksi dapat dilakukan secara lisan maupun tertulis. Interaksi secara tertulis merupakan komunikasi dengan media tulisan, seperti surat menyurat, SMS (Short Message Service) dan lain sebagainya, sedangkan interaksi secara lisan dapat berupa dialog atau percakapan antara dua orang atau lebih, seperti percakapan ditelepon, percakapan antara guru dengan murid di sekolah, ataupun percakapan penjual dan pembeli di pasar, dan lain sebagainya. Percakapan terjadi apabila terjadinya pergantian tuturan antara penutur dan lawan tutur. Suatu proses percakapan sangat dipengaruhi oleh peristiwa atau konteks tertentu saat terjadinya komunikasi. Artinya, makna yang terdapat di balik tuturan penutur ataupun lawan tutur tidak dapat dipisahkan dari situasi tutur. Suatu komunikasi dapat berlangsung dengan baik apabila terjadinya keberhasilan antara penutur dan lawan tutur dalam kebersamaan dan kesepahaman, meskipun penutur menyampaikan maksud atau pesan dalam bentuk yang berbeda-beda. Maksud dan pesan yang ingin disampaikan, bisa berupa pendapat, pemahaman, ekspresi perasaan, dan sebagainya, sehingga dalam setiap proses komunikasi, terjadilah apa yang disebut tindak tutur. Searle (1975) mengemukakan bahwa tindak tutur merupakan unsur yang paling kecil dalam berkomunikasi. Komunikasi merupakan kegiatan sosial yang dapat terjadi dimana saja, seperti di keluarga, di sekolah, di kantor ataupun di pasar. Pasar merupakan salah satu tempat bertemunya penjual dan pembeli, yang melibatkan keduanya dalam proses jual dan beli. Dalam proses jual beli, penjual dan pembeli dituntut untuk selalu melakukan komunikasi yang baik. Dalam kegiatan distribusi, pasar berfungsi mendekatkan jarak
1
2
antara konsumen dan produsen dalam melaksanakan transaksi. Menurut pelayanan dan kelengkapannya pasar terbagi menjadi dua yaitu pasar modern dan pasar tradisional. Pasar modern, pelayanan dilakukan secara mandiri dan dilayani oleh pramuniaga, sedangkan di pasar tradisional, pembeli dilayani langsung oleh penjual, sehingga dimungkinkan masih terjadi komunikasi secara langsung antara penjual dan pembeli dalam proses jual beli. Pada saat proses jual beli berlangsung, banyak ditemukan penerapan jenis-jenis tindak tutur yang dimunculkan oleh penjual ataupun pembeli. Jenis-jenis tindak tutur dalam proses jual beli di pasar tradisional itulah yang menarik untuk diteliti oleh penulis. Beragamnya penjual dan pembeli yang terdapat di pasar tradisional akan memunculkan tuturan dan variasi bahasa yang beragam pula. Tuturan yang muncul pada proses jual beli juga bervariasi ada yang bertujuan untuk menunjukan, menjelaskan, menyebutkan, meminta, menganjurkan, menawarkan, menolak, menyetujui, berterima kasih, dan lain sebagainya. Berbagai permasalahan yang ada dalam komunikasi sangat dipengaruhi oleh peristiwa dan situasi tertentu. Di dalam komunikasi tidak ada tuturan tanpa situasi tutur. Situasi tutur sangat penting di dalam pragmatik. Maksud tuturan yang sebenarnya hanya dapat diidentifikasi melalui situasi tutur yang mendukungnya. Tidak selamanya tuturan itu secara langsung menggambarkan makna yang dikandung oleh unsur-unsurnya (Rustono, 1999: 25). Leech (1993:19-20) membagi aspek-aspek situasi ujar menjadi lima macam yaitu: (a) penutur dan mitra tutur, (b) konteks sebuah tuturan, (c) tujuan sebuah tuturan, (d) tuturan sebagai bentuk tindakan atau kegiatan (tindak ujar), (e) tuturan sebagai produk tindak verbal. Begitu pula dalam komunikasi antara penjual dan pembeli dalam proses jual beli di pasar tradisional Surakarta. Berbagai tuturan yang disampaikan oleh penjual dan pembeli dalam proses jual beli di pasar tradisional Surakarta dilatarbelakangi oleh peristiwa dan situasi tertentu. Hal-hal yang melatarbelakangi tuturan yang disampaikan penjual ataupun pembeli dalam proses jual beli patut dijadikan sebagai bahan kajian. Apalagi sebagian besar tuturan-tuturan itu juga mengandung maksud dan tujuan tertentu. Tujuan dan maksud dari tuturan dapat diketahui melalui analisis tindak tutur yang disertai dengan konteks dari tuturan-tuturan tersebut.
3
Tindak tutur (speech act) menurut Rustono (1999: 31) merupakan entitas yang bersifat sentral dalam pragmatik. Tindak tutur bersifat pokok di dalam pragmatik, karena sifatnya yang sentral. Seseorang yang mengujarkan sebuah tuturan tertentu bisa dipandang sebagai melakukan tindakan (mempengaruhi, menyuruh) di samping memang mengucapkan atau mengujarkan tuturan itu. Berkaitan dengan teori tindak tutur, analisis dan pembahasaan dalam penelitian ini berdasar pada penggolongan jenis tindak tutur dari Kreidler. Kreidler (1998:183-194) membagi tindak tutur menjadi tujuh, yaitu: tindak tutur asertif (assertif utterances), tindak tutur performatif (performative utterances), tindak tutur verdiktif (verdictive utterances), tindak tutur ekspresif (expressive utterances), tindak tutur direktif (directive utterances), tindak tutur komisif (commissive utterances), dan tindak tutur fatis (phatic utterances). Fenomena tindak tutur dalam proses jual beli di pasar tradisional Surakarta ini dikaji dengan tinjauan pragmatik. Adapun alasan pengambilan tinjauan pragmatik dalam penelitian ini, karena banyak muncul keterkaitan bahasa dengan unsur-unsur eksternal yang menjadi ciri khas ilmu pragmatik yang dimunculkan antara penjual dan pembeli dalam proses jual beli di pasar tradisional Surakarta. Pragmatik mempelajari struktur bahasa eksternal, yakni bagaimana satuan kebahasaan digunakan dalam komunikasi antara penutur dan mitra tutur, di samping itu makna yang dikaji dalam pragmatik adalah makna yang terikat dengan konteks (Wijana 1996:1-2). Berdasar atas anggapan dasar bahwa bervariasinya tindak tutur dalam proses jual beli di pasar tradisional Surkarta, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian di beberapa pasar tradisional Surakarta, seperti di pasar Gedhe, Klewer, Ledoksari, Nusukan, dan Mojosongo. Metode pengumpulan data yang digunakan untuk penelitian ini adalah metode simak, sedangkan teknik untuk pengumpulan data menggunakan teknik simak libat cakap (SLC), teknik rekam, dan teknik catat. Sebagian besar tuturan yang terdapat dalam proses jual beli khususnya di pasar tradisional di Surakarta menerapkan teori tindak tutur sehingga hal tersebut menarik untuk dikaji. Contoh tuturan dalam proses jual beli di pasar Surakarta adalah sebagai berikut.
4
Konteks
: Percakapan antara O1 (ibu pedagang) dan O3 (pembeli) di kios milik O1. O3 menghampiri kios O1, dan langsung menanyakan barang yang diinginkannya kepada O1. Bentuk tuturan: O3 : “Kentange bu (sambil melihat barang yang dimaksud)?” Kentanngnya bu? O1 : “Niki (sambil memegang kentang yang dimaksudkan).” Niki. O3 : “Nggih.” Iya. (PNS/ 1/ 04-11-2012) Tuturan “Kentange bu?” menunjukkan bahwa pembeli perempuan pertama (O3) menghampiri ibu pedagang (O1) dan terlihat bahwa (O3) memulai dialog dengan tuturan “Kentange bu?” dimaksudkan O3 menanyakan apakah ibu pedagang (O1) menjual kentang?. O1 kemudian merespon pertanyaan O3 dengan menunjukkan satu kantung kentang kepada O3. Pada percakapan antara penjual dan pembeli atas, menunjukkan bahwa dalam percakapn tersebut penjual dan pembeli menerapkan beberapa jenis tindak tutur. Tindak yang diterapkan oleh penjual dan pembeli dalam percakapan di atas adalah tindak tutur asertif dan tindak tutur komisif. Tuturan yang menunjukkan penerapan tindak tutur komisif, terlihat pada tuturan yang diutarakan oleh O3 yang pertama, karena tuturan tersebut bertujuan untuk menanyakan ditandai dengan bentuk pertanyaan yang dituturkan oleh O3 yakni tuturan “Kentange bu?”. Tuturan yang menunjukkan penerapan tindak tutur asertif terlihat pada tuturan yang diutarakan oleh O1 yang pertama, karena tuturan tersebut bertujuan untuk menunjukkan ditandai dengan adanya tindakan langsung dari O1 yakni menunjukkan barang yang dimaksud O3 pada tuturan sebelumnya, tuturan tersebut adalah “niki” (sambil menunjukkan kentang). Tuturan yang menunjukkan penerapan tindak tutur komisif, terlihat pada tuturan yang diutarakan oleh O3 yang kedua, yakni tuturan “nggih” karena tuturan tersebut bermaksud menyetujui tuturan O1 sebelumnya. Penelitian mengenai tindak tutur sudah banyak dilakukan oleh para peneliti bahasa. Penelitian-penelitian mengenai tindak tutur yang pernah dilakukan seperti penelitian dari Imam Asrori (2005) berjudul “Tindak Tutur dan Operasi Prinsip Sopan Santun dalam Wacana Rubrik Konsultasi Jawa Pos (WARKONJAPOS)”, Edy Tri
5
Sulistyo (2012) dalam disertasinya yang berjudul “Kajian Pragmatik Tindak Tutur Direktif dalam Serat Wedhatama Karya KGPAA Mangkunagara IV”, dan Agus Yuliantoro (2014) dalam disertasinya yang berjudul “Tindak Tutur Penolakan Masyarakat Jawa Surakarta dan Banyumas dalam Transaksi Jual beli di Pasar Tradisional (Kajian Pragmatik)”. Penelitian ini berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya. Perbedaannya terletak pada sumber data penelitian dan aspek yang menjadi fokus analisis. Penelitianpenelitian sebelumnya menggunakan data dari teks dan wacana, sedangkan penelitian ini menggunakan data dari percakapan atau dialog, yakni percakapan atau dialog antara penjual dan pembeli dalam proses jual beli di pasar tradisional Surakarta. Perbedaan selanjutnya, terletak pada aspek yang menjadi fokus analisis. Penelitian ini menganalisis penerapan jenis-jenis tindak tutur, prinsip kerja sama dan prinsip kesantunan. Penelitian-penelitian sebelumnya lebih banyak meneliti mengenai salah satu jenis tindak tutur, misalnya tindak tutur penolakan, seperti pada disertasi Edy Tri Sulistyo atau tindak tutur direktif, pada penelitian Agus Yuliantoro. Penelitian ini, akan membahas lebih mendalam mengenai penerapan jenis-jenis tindak tutur menurut pembagian Kreidler serta hubungan tindak tutur yang muncul tersebut dengan prinsip kerjasama dan prinsip kesantunan yang terdapat dalam percakapan antara penjual dan pembeli pada proses jual beli di pasar tradisional Surakarta. Penelitian ini terfokus pada masalah pemakaian bahasa dalam proses jual beli di pasar tradisional Surakarta yang terbatas pada masalah tindak tutur menurut Kreidler, dan bagaimana hubungan antara tindak tutur dengan prinsip kerjasama dan prinsip kesantunan yang dimunculkan oleh penjual ataupun pembeli dalam proses jual beli di pasar tradisional Surakarta. Peneliti juga mempertimbangkan aspek-aspek peristiwa tutur yang melatarbelakanginya, dalam menganalisis fenomena tindak tutur dalam proses jual beli di pasar tradisional. Berdasarkan latar belakang tersebut maka penulis tertarik untuk mengkaji penelitian ini dengan judul Tindak Kerjasama dalam Proses Jual Beli di Pasar Tradisional Surakarta.
Tutur dan Prinsip
6
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah, rumusan masalah yang diteliti dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Apa saja jenis-jenis tindak tutur yang terdapat dalam proses jual beli di pasar tradisional Surakarta dan tindak tutur apa yang dominan beserta alasan mengapa tindak tutur tersebut dominan? 2. Bagaimana prinsip kerjasama dan prinsip kesantunan yang terdapat dalam proses jual beli di pasar tradisional Surakarta?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan suatu penelitian harus jelas, mengingat penelitian harus mempunyai arah sasaran yang terarah. Perumusan tujuan penelitian sebaiknya disesuaikan dengan permasalahan yang dikaji. Tujuan dari penelitian ini sebagai berikut. 1. Mendeskripsikan dan menjelaskan jenis-jenis tindak tutur yang terdapat dalam proses jual beli di pasar tradisional Surakarta, dan menunjukkan tindak tutur yang dominan berserta alasan yang menyebabkan tindak tutur tersebut dominan dalam proses jual beli barang di pasar tradisional Surakarta. 2. Mendeskripsikan dan menjelaskan prinsip kerjasama dan prinsip kesantunan yang dimunculkan oleh penjual ataupun dalam proses jual beli di pasar tradisional Surakarta.
D. Manfaat Penulisan
Suatu penelitian dilakukan untuk mendapatkan suatu manfaat. Perumusan mengenai manfaat penelitian sering diperlukan dan hal itu biasanya dikaitkan dengan masalah yang bersifat praktis. Hal ini dimaksudkan agar penelitian dapat memberikan sumbangan ke arah pengembangan ilmu dan ikut memberi pemecahan masalah yang bersifat praktis (Edi Subroto, 2007:98). Adapun manfaat yang dapat dipetik dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
7
1. Manfaat Teoretis Hasil penulisan ini diharapkan dapat mengembangkan teori tindak tutur, prinsip kerjasama dan teori kesantunan, khususnya tindak tutur menurut Kreidler, prinsip kerjasama menurut Grice dan kesantunan berbahasa dalam percakapan. Selain itu, juga diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi perkembangan model analisis tindak tutur, prinsip kerjasama dan kesantunan berbahasa dalam proses jual beli di pasar tradisional Surakarta. 2. Manfaat Praktis Penulisan ini secara praktis diharapkan dapat memberikan konstribusi yang berarti semua orang di bidang bahasa. Bagi para pembaca diharapkan penulisan ini dapat dijadikan tambahan pengetahuan tentang pemahaman percakapan, terutama dalam hal memahami teori tindak tutur, prinsip kerjasama dan strategi kesantunan dalam proses jual beli di pasar tradisional. Penulisan ini juga diharapkan dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam hal pengajaran bahasa dan juga landasan kajian teori pada penelitian sejenis.