1 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Tantangan pembangunan bangsa Indonesia pada abad ke-21 khususnya di bidang pendidikan adalah menyiapkan generasi muda yang luwes, kreatif, dan proaktif.
Generasi muda perlu dibentuk agar terampil dalam memecahkan
masalah, bijak dalam membuat keputusan, berpikir kreatif, suka bermusyawarah, dapat mengkomunikasikan gagasannya secara efektif, dan mampu bekerja secara efisien baik secara individu maupun dalam kelompok. Sekedar mengetahui pengetahuan (knowing of knowledge) saja terbukti tidak cukup efektif untuk dapat berhasil dalam menghadapi hidup dan kehidupan yang semakin kompleks dan dapat berubah dengan cepat (Warsono dan Hariyanto, 2012). Rotherdam & Willingham (2009) mencatat bahwa kesuksesan seorang peserta didik tergantung pada penguasaan kecakapan abad 21, sehingga peserta didik harus belajar untuk memilikinya. Partnership for 21th Century Skills mengidentifikasi kecakapan abad 21 meliputi: berpikir krtitis, pemecahan masalah (problem solving), komunikasi dan kolaborasi. Untuk mencapai sukses dan mampu bersaing di masyarakat global, peserta didik harus ahli dan memiliki kecakapan sebagai komunikator, kreator, pemikir kritis, dan kolabolator (Trisdiono,2013). Kemampuan problem solving dipandang perlu dimiliki oleh siswa, terutama siswa SMA, karena kemampuan-kemampuan ini dapat membantu siswa membuat keputusan yang tepat, cermat, sistematis, logis, dan mempertimbangkan berbagai sudut pandang. Sebaliknya, kurangnya kemampuan ini mengakibatkan siswa pada kebiasaan melakukan berbagai kegiatan tanpa mengetahui tujuan dan alasan melakukannya (Takwim, 2006). Perlunya siswa SMA mempunyai kemampuan problem solving, secara eksplisit telah dirumuskan dalam Permen 22 tahun 2006 tentang Standar Isi untuk mata pelajaran biologi SMA-MA (Depdiknas,2006) :
commit to user
1
2 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Mata pelajaran biologi dikembangkan melalui kemampuan berpikir analitis, induktif, dan deduktif untuk menyelesaikan masalah (problem solving) yang berkaitan dengan peristiwa alam sekitar. Penyelesaian masalah yang bersifat kualitatif dan kuantitatif dilakukan dengan menggunakan pemahaman dalam bidang matematika, fisika, kimia, dan pengetahuan pendukung lainnya. Menurut Wulan (2007), pembelajaran sains dewasa ini masih kurang memberi wawasan berpikir dan kurang mengembangkan kemampuan kerja ilmiah.
Padahal dalam membelajarkan sains semestinya dapat dikembangkan
kemampuan memecahkan masalah-masalah lingkungan dan wawasan berpikir untuk kehidupan masa depan yang baik (Rutherford & Ahlgren, 1990; Rustaman, 2006). Apabila mengacu pada National Research Council USA (1996) rendahnya kontribusi pembelajaran sains terhadap kelulushidupan warga negara disebabkan karena penggunaan assessment yang kurang tepat, sehingga warga negara hanya dipersiapkan untuk menguasai pengetahuan saja. Penelitian dilakukan pada sekolah menengah atas yang dipilih secara random
di Kabupaten Pesawaran Propinsi Lampung meliputi MA Negeri 1
Pesawaran, SMA Negeri 1 Way Lima dan
SMA Negeri 1 Gedong Tataan.
Kabupaten Pesawaran dipilih karena Kabupaten Pesawaran merupakan kabupaten baru hasil pemekaran yang masih termasuk dalam daftar kabupaten tertinggal menurut BAPPENAS (2013).
Hasil observasi peneliti dengan menggunakan
angket sebagai alat ukur kemampuan problem solving di
ketiga Sekolah
Menengah Atas (SMA) Negeri di Kabupaten Pesawaran Propinsi Lampung tersebut, didapat data bahwa siswa sudah memiliki kepercayaan diri yang tinggi dalam memahami, mengkarakteristik, menggambarkan, memecahkan masalah, memikirkan solusi, dan mengkomunikasikan masalah. Tetapi pada saat siswa diberikan tes kognitif problem solving skills, ternyata hasil tes siswa tersebut masih sangat rendah, kurang, bahkan ada yang gagal. Kemampuan siswa ini dapat dilihat dari persentase skor problem solving skills siswa disetiap sekolah. Di SMA Negeri 1 Gedong Tataan memiliki persentase skor 58,52% , dengan kriteria cukup. Sedangkan kemampuan problem solving skills siswa di MA Negeri 1 Pesawaran dan SMA Negeri 1 Waylima memiliki persentase skor 45,86% dan 49,96%, yang keduanya memiliki kriteria “kurang”. commit to user
3 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Hasil analisis butir soal pada materi lingkungan dalam ulangan harian, Ujian Akhir Semester (UAS), Ujian Madrasah/Ujian Sekolah (UM/US), Ujian Nasional (UN), dan buku paket biologi yang digunakan di MA Negeri 1 Pesawaran, SMA Negeri 1 Way Lima dan SMA Negeri 1 Gedong Tataan menunjukkan bahwa soal-soal tersebut masih belum memberdayakan problem solving skills siswa. Berdasarkan hasil analisis soal yang dilakukan, didapatkan rata-rata persentase indikator problem solving skills pada aspek memahami masalah sebesar 11,76 %, aspek mengkarakteristikkan masalah 23,53 %, menggambarkan masalah 2,52 %, memecahkan masalah 3,36 %, memikirkan solusi 7,56 %, dan mengkomunikasikan solusi 0 %. Kurangnya persentase soal yang dapat memberdayakan kemampuan problem solving siswa ini diduga menjadi salah satu penyebab kurangnya kemampuan siswa dalam menyelesaikan masalah dan membuat solusinya. Berkaitan dengan kemampuan siswa dalam menyelesaikan masalah, pembelajaran dan asessment yang dilakukan oleh guru biologi di MA Negeri 1 Pesawaran, SMA Negeri 1 Way Lima dan SMA Negeri 1 Gedong Tataan sangat jarang mengarah kepada kemampuan pemecahan masalah.
Berdasarkan hasil
wawancara didapat juga informasi bahwa biasanya guru hanya memberikan soal rutin atau soal ulangan harian yang sesuai dengan buku yang digunakan, lingkup soalnya pun belum mengacu pada pemberdayaan problem solving skills siswa, begitupun assessment nya. Menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nomor 20 Tahun 2007 tentang Standar Penilaian Pendidikan, assessment pendidikan adalah proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk menentukan pencapaian hasil belajar siswa. Hal ini dinyatakan secara tegas di dalam Rancangan Penilaian Hasil Belajar (Depdiknas, 2007) yang menyatakan bahwa assessment adalah rangkaian kegiatan untuk memperoleh, menganalisis, dan menafsirkan data tentang proses dan hasil belajar peserta didik yang dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan sehingga menjadi informasi yang bermakna dalam pengambilan keputusan. Terlihat bahwa penilaian yang ideal adalah penilaian yang menyangkut proses belajar maupun hasil belajar. commit to user
4 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Pada Permendiknas Nomor 16 Tahun 2007 tentang standar kualifikasi akademik dan kompetensi guru mata pelajaran (termasuk guru biologi SMA/MA) dinyatakan bahwa kompetensi guru mata pelajaran antara lain adalah mengembangkan instrumen assessment.
Kualitas instrumen assessment
berpengaruh langsung dalam keakuratan status pencapaian hasil belajar siswa. Oleh karena itu, kedudukan instrumen assessment sangat strategis dalam pengambilan keputusan bagi guru dan sekolah terkait pencapaian siswa. Pada Permendiknas Nomor 20 Tahun 2007 tentang standar penilaian pendidikan dinyatakan bahwa dalam menggunakan assessment dapat menggunakan berbagai teknik penilaian berupa tes, observasi, penugasan perseorangan atau kelompok, dan bentuk lain yang sesuai dengan karakteristik kompetensi dan tingkat perkembangan siswa. Teknik tes berupa tes tertulis, tes lisan, dan tes praktik atau tes kinerja. Teknik observasi atau pengamatan dilakukan selama pembelajaran berlangsung atau di luar kegiatan pembelajaran.
Teknik ini dapat berupa
penugasan perseorangan atau kelompok, dapat berupa tugas rumah dan/atau proyek. Instrumen assessment yang digunakan pendidik juga harus memenuhi beberapa persyaratan, antara lain: 1) substansi, yaitu mempresentasikan kompetensi yang dinilai; 2) konstruksi, yaitu memenuhi persyaratan teknis sesuai dengan bentuk instrumen yang digunakan; dan 3) bahasa, yaitu menggunakan bahasa yang baik dan benar serta komunikatif sesuai dengan taraf perkembangan peserta didik (Depdiknas, 2007). Berdasarkan peraturan menteri tersebut, assessment pembelajaran biologi di sekolah seharusnya lebih ditekankan pada pemahaman teori, pemahaman pemecahan masalah dan penalaran ilmiah siswa. Assessment di kebanyakan sekolah menggunakan tes tertulis, yang bertujuan untuk menilai pengetahuan siswa saja dan ini tidak sesuai dengan tuntutan kurikulum yang ada (Wulan, 2007). Penilaian yang selama ini masih banyak dilakukan oleh pendidik adalah tes baku.
Tes baku adalah tes-tes yang secara tradisional digunakan untuk
mengukur perkembangan belajar (Marhaeni, 2006). Tes baku terdiri dari tes tulis dan non-tulis. Tes tulis dapat berupa tes objektif dan isian. Sedangkan tes nontulis dapat berupa wawancara atau ujiantolisan. commit user Adapun tes yang digunakan di
5 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
ketiga sekolah tersebut adalah tes tertulis yang tidak mampu menampilkan kemampuan peserta didik secara menyeluruh. Tes tulis selama ini lebih menekankan pentingnya menilai hapalan dan pemahaman materi biologi (biologi sebagai produk) daripada pengetahuan siswa tentang proses, prosedur, dan cara berpikir siswa (biologi sebagai proses). Padahal penilaian pembelajaran biologi selain menuntut penguasaan materi, juga menuntut penguasaan keterampilan, sikap ilmiah, pemecahan masalah, dan penerapan biologi dalam kehidupan seharihari.
Oleh karena itu, perlu dikembangkan instrumen assessment yang
memberikan
kesempatan
kepada
peserta
didik
untuk
menunjukkan
kemampuannya. Salah satu kemampuan yang harus ditunjukkan yaitu kemampuan dalam memecahkan masalah. Belum adanya assessment yang digunakan untuk memberdayakan problem solving skills di ketiga sekolah menegah atas di Kabupaten Pesawaran Propinsi Lampung tersebut mendorong peneliti untuk melakukan penelitian pengembangan dengan judul “Pengembangan Assessment untuk Mengukur Problem Solving Skills Siswa SMA pada Mata Pelajaran Biologi Materi Lingkungan”. B. Rumusan Masalah Rumusan masalah dalam penelitian pengembangan assessment sebagai berikut: 1. Bagaimana karakteristik assessment yang mampu mengukur problem solving skills siswa? 2. Bagaimana kelayakan assessment yang mampu mengukur problem solving skills siswa? C. Tujuan Pengembangan Tujuan dari penelitian pengembangan assessment adalah mengembangkan assessment yang mampu mengukur problem solving skills siswa. Tujuan khusus dari penelitian pengembangan assessment sebagai berikut : 1. Menggambarkan karakteristik assessment yang mampu mengukur problem solving skills siswa SMA. 2. Mengetahui kelayakan assessment problem solving skills. commit to user
6 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
D. Spesifikasi Produk Produk assessment yang mampu mengukur problem solving skills siswa memuat : 1. Indikator problem solving skills termodifikasi. 2. Assessment problem solving skills yang valid. 3. Assessment problem solving yang objektif dan dapat digunakan oleh guru di sekolah. 4. Perangkat assessment yang terdiri atas petunjuk penggunaan assessment problem solving skills, kisi-kisi assessment problem solving skills, lembaran yang memuat butir-butir soal, lembar jawaban tes, kunci jawaban tes, dan rubrik penilaian. E. Pentingnya Pengembangan Pengembangan assessment diharapkan memberikan hasil yang dapat dimanfaatkan secara teoritis dan praktis. 1. Manfaat teoritis. Mengembangkan khazanah keilmuan di bidang assessment untuk mengukur problem solving skills
dengan indikator: 1) mendefinisikan masalah; 2)
memeriksa masalah; 3) merencanakan solusi; 4) melaksanakan rencana yang telah dibuat (memecahkan masalah); dan 5) mengevaluasi. 2. Manfaat praktis. a. Siswa terlatih untuk mengembangkan pengetahuan dan kemampuan memecahkan masalah. b. Guru dapat memanfaatkan hasil penelitian sebagai informasi dan wawasan dalam mengembangkan soal sebagai assessment problem solving skills. c. Peneliti memperoleh pengalaman langsung
dalam mengembangkan
assessment sebagai alat ukur problem solving skills. d. Peneliti lain dapat memanfaatkan hasil penelitian sebagai bahan pertimbangan untuk penelitian lebih lanjut pada pembelajaran biologi.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
7 digilib.uns.ac.id
F. Asumsi dan Keterbatasan Pengembangan Asumsi yang membantu landasan pengembangan kerangka pikir sebagai berikut : 1. Siswa sebelumnya telah mendapatkan materi mengenai lingkungan. 2. Problem solving skills siswa dapat diukur melalui pengembangan assessment ini. Keterbatasan pengembanagn assessment ini sebagai berikut : 1. Produk pengembangan assessment hanya menggunakan materi lingkungan. 2. Produk pengembangan assessment dapat digunakan pada siswa yang sebelumnya telah mendapatkan materi lingkungan. 3. Produk pengembangan assessment hanya digunakan untuk mengukur indikator kognitif produk dari proses pembelajaran yang dilakukan. 4. Sekolah yang digunakan sebagai tempat uji coba adalah MA Negeri 1 Pesawaran, SMA Negeri 1 Gedong Tataan dan SMA Negeri 1 Way Lima Kabupaten Pesawaran Propinsi Lampung. G. Definisi Istilah Penelitian pengembangan assessment menggunakan beberapa istilah yang diidentifikasi sebagai berikut : 1. Assessment adalah istilah umum yang mencakup keseluruhan prosedur yang digunakan untuk mendapatkan informasi mengenai belajar siswa (observasi, rating kerja atau proyek, juga paper-and-pencil test) serta pembentukan nilai/penilaian mengenai kemajuan belajar (Gronlund & Linn, 2000). 2. Problem solving skills adalah kemampuan/kapasitas individu yang terlibat dalam proses kognitif untuk memahami dan memecahkan masalah, di mana metode dan solusi masalah tersebut masih belum jelas (OECD, 2012). Hamalik (1994) mengungkapkan bahwa problem solving merupakan kemampuan memecahkan masalah melalui proses mental dan intelektual dalam menemukan masalah dan memecahkan berdasarkan data dan informasi yang akurat, sehingga dapat diambil kesimpulan yang tepat dan cermat. 3. Indikator problem solving skills yang digunakan dalam penelitian ini merupakan indikator problem solving termodifikasi yang diadaptasi dari commit to user Mourtos, Okamoto & Rhee (2004) terdiri atas: 1) define the problem
8 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
(mendefinisikan masalah); 2) explore the problem (memeriksa masalah); 3) plan the solution (merencanakan solusi); 4) implement the plan (melaksanakan rencana yang dibuat); dan 5) evaluate/reflect (evaluasi/refleksi). 4. Karakteristik assessment yang dapat mengukur pencapaian problem solving skills adalah assessment yang disususun berdasarkan indikator problem solving skills. Kelayakan assessment dijamin melalui validasi isi, validasi konstruk, validasi butir soal, tingkat kesukaran, daya pembeda, serta penggunaan yang dinilai minimal “cukup”. 5. Respon siswa terhadap penerapan assessment di sekolah dapat dilihat melalui pemberian tes kognitif problem solving skills. 6. Materi yang digunakan dalam penelitian adalah materi lingkungan.
commit to user