BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia adalah bangsa besar yang memiliki kekayaan budaya yang melimpah. Kekayaan budaya ini dapat dilihat dari berbagai peninggalan, baik berupa bangunan fisik maupun kasusastraan tertulis. Peninggalan yang berupa bangunan fisik misalnya candi, masjid, istana, dan tempat pemandian suci. Adapun peninggalan yang berupa kasusastraan tertulis misalnya naskah, prasasti, dokumen-dokumen, dan buku-buku (Baroroh-Baried, et.al., 1994:82–83). Salah satu peninggalan kesusastraan adalah naskah lama. Naskah-naskah di Nusantara mengemban isi yang sangat kaya. Siti Baroroh Baried et.al. berpendapat bahwa kekayaan itu oleh dapat ditunjukkan oleh aspek-aspek kehidupan yang dikemukakan, yaitu masalah sosial, politik, agama, kebudayaan, bahasa, dan sastra. Apabila dilihat sifat pengungkapannya, dapat dikatakan bahwa kebanyakkan isinya mengacu kapada sifat-sifat historis, religius, dll (BarorohBaried, et.al., 1985:4). Naskah-naskah lama merupakan rekaman khazanah budaya yang mencerminkan kehidupan masyarakat masa lampau. Khazanah budaya ini memuat cara berpikir serta norma-norma susila yang berlaku pada zamannya dan memberikan informasi yang akurat tentang sejarah atau peristiwa-peristiwa penting pada zamanya. Jadi, naskah lama sangat tepat untuk dijadikan objek penelitian. Naskah yang beraneka ragam dan banyak jumlahnya itu hanya sedikit yang sampai kepada generasi selanjutnya. Hal ini disebabkan banyak naskah yang
1
2
hilang karena perang, bencana alam, dan dimusnahkan atau dibawa pulang oleh penjajah yang pernah ada di Indonesia sehingga tidak mengherankan apabila banyak naskah Nusantara yang tersimpan di luar negeri. Selain itu, tidak sedikit pula naskah yang rusak karena termakan usia, kurang perawatan dan sebagainya. Mengingat bahan yang digunakan untuk menulis naskah adalah bahan yang tidak tahan lama, mudah rusak dan rapuh, dan tidak tahan terhadap cuaca lembab, seperti dluwang, lontar, bambu, dan kulit binatang. Apabila naskah tersebut tidak mendapatkan penanganan akan berakibat sangat buruk dan tidak mustahil sumber-sumber kebudayaan yang sangat penting itu kurang bermanfaat bahkan akan musnah tanpa terungkap isinya. Naskah sebagai warisan nenek moyang akan berharga apabila masih dapat dibaca, dipahami, dan dimengerti isinya. Pada umumnya naskah ditulis dengan bahasa daerah dan menggunakan aksara yang belum tentu dimengerti oleh semua orang. Adanya tradisi salinmenyalin naskah berakibat terjadinya perubahan dan kesalahan, baik disengaja maupun tidak disengaja. Kesalahan-kesalahan ini misalnya terjadinya korupsi, substitusi, varian, interpolasi dan sebagainya. Dalam tradisi penyalinan atau penurunan naskah, juga berakibat munculnya beberapa naskah bahkan banyak naskah yang berjudul sama, tetapi isinya berbeda atau sebaliknya, banyak naskah yang isinya sama tetapi judulnya berbeda. Mengingat
kondisi
naskah
yang
demikian,
naskah
yang
akan
didayagunakan dan disebarluaskan terlebih dahulu harus dikerjakan secara filologis. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan naskah yang bersih dari kesalahan dan naskah yang asli atau mendekati asli, serta mengetahui isinya agar dapat
3
didayagunakan.
Mengingat
pentingnya
peranan
filologi
dalam
rangka
penyelamatan, pelestarian, pendayagunaan, dan penyebarluasan warisan budaya bangsa, maka penelitian berusaha menggali khazanah naskah Melayu yang termasuk di dalamnya naskah-naskah yang bersifat Islami. Apalagi saat ini peneliti-peneliti naskah belum banyak. Banyak naskah yang menunggu dan mengharapkan sentuhan atau penanganan oleh para cendekia khususnya filolog. Siti Baroroh Baried et.al. mengemukakan bahwa yang layak mengemban “tugas untuk menggarap naskah tersebut secara filologis adalah para filolog dengan tujuan akhir menerbitkan secara ilmiah, bertanggungjawab disertai interpretasinya dan disebarluaskan di masyarakat”. (Baroroh-Baried, et.al., 1985:2). Menurut Siti Baroroh Baried et.al. penjelajahan terhadap naskah-naskah Nusantara melalui katalogus dan karya-karya ilmiah memberikan kesan bahwa naskah-naskah tersebut tampak adanya pengaruh dari agama Hindu, Buddha, dan Islam. (Baroroh-Baried, et.al., 1994:22). Dalam naskah-naskah Melayu banyak berisi keagamaan yang biasa disebut sastra kitab. Isinya membahas tasawuf, fikih, tauhid, dan sebagainya. Selain itu, pada umumnya sastra kitab banyak menggunakan gaya bahasa yang mendapat pengaruh dari Arab karena berisi masalah agama Islam. Naskah keagamaan oleh Siti Baroroh Baried et.al. merupakan hasil karya yang mengungkapkan ide, gagasan untuk menginformasikan dan menyampaikan pesan yang bersifat religi, hubungannya dengan Sang Pencipta. Naskah dipandang sebagai cipta sastra karena teks yang terdapat dalam naskah merupakan suatu keutuhan dan mengungkapkan pesan. Dilihat dari kandungan maknanya, wacana yang berupa teks klasik itu mengemban fungsi tertentu, yaitu membayangkan
4
pikiran dan membentuk norma yang berlaku, baik bagi orang sezaman maupun bagi generasi mendatang (Baroroh-Baried, et.al., 1985:4–5). Filologi menurut Siti Baroroh Baried et.al. merupakan satu disiplin ilmu yang berhubungan dengan peninggalan tulisan masa lampau yang dilakukan dalam rangka kerja menggali kandungan nilai-nilai masa lampau (Baroroh-Baried, et.al., 1994:2). Mengingat isi dalam naskah-naskah klasik merupakan sumber informasi dan pengetahuan terhadap berbagai macam kebudayaan pada masa lampau, maka penelitian filologi sangat dibutuhkan. Sebagai langkah awal dalam rangka kerja menggali nilai-nilai masa lampau khususnya pada naskah Melayu, maka salah satu dari naskah-naskah Melayu tersebut yang menjadi objek penelitian adalah teks Miftāhu’-l-Aqā’id. Berdasarkan inventarisasi naskah yang telah dilakukan melalui studi katalog online membuktikan bahwa teks Miftāhu’-l-Aqā’id terdapat dalam salah satu teks dalam naskah bunga rampai dengan nomor inventaris 07_00402. Teks ini tersimpan di Museum Aceh (dulu Museum Negeri Banda Aceh) Jalan Sultan Alaiddin Mahmudsyah, Banda Aceh, Provinsi Aceh, 23241, dan diunduh melalui laman pada katalog online nomor 1. Pada laman tersebut, naskah ini diberi nama Kumpulan Karangan Fiqh. File foto digital naskah Kumpulan Karangan Fiqh ini bisa diunduh dari laman http://nusantara.dl.uni-leipzig.de/receive/NegeriMS Book_islamhs_00002061. Sebelum meneliti Miftāhu’-l-Aqā’id, dilakukan pembacaan dari beberapa katalog naskah yang ada di museum-museum serta perpustakaan-perpustakaan. Berikut katalog terbitan yang digunakan dalam penelitian ini.
5
1. Malay Manuscripts: A Bibliograpical Guide (Howard, 1966), 2. Katalogus Koleksi Naskah Melayu Museum Pusat (Sutaarga, et.al, 1972), 3. Katalog Induk Naskah-Naskah Nusantara Jilid 4 (Behrend, 1998), 4. Katalog Induk Naskah-Naskah Nusantara Jilid 5A: Jawa Barat; Koleksi Lima Lembaga (Ekadjati dan A. Darsa, 1999), 5. Katalog Naskah Buton: Koleksi Abdul Mulku Zahari (Ikram, et.al, 2001), 6. Katalog Naskah Merapi-Merbabu (Setyawati, I. Kuntara Wiryamartana, dan Willem Van der Mollen, 2002), 7. Katalog Naskah Palembang (Ikram, 2004), 8. Katalog Naskah Bima:
Koleksi
Museum
Kebudayaan
Samparaja
(Maryam, R. Salahuddin dan Mukhlis, 2007), 9. Katalog Naskah Ali Hashmy Aceh, Catalog of Aceh Manuscripts: Ali Hashmy Colllection (Fathuraman dan Holil, 2007), 10. Katalog Naskah Dayah Tanoh Abee Aceh Besar (Fathuraman, 2010). Berdasarkan inventarisasi naskah yang telah dilakukan melalui studi katalog dengan menggunakan katalog terbitan, dapat diketahui bahwa Miftāhu’-lAqā’id dianggap teks tunggal. Tidak ditemukan teks yang identik atau sama dengan Miftāhu’-l-Aqā’id. Sesuai dengan deskripsi naskah yang terdapat dalam katalog online, naskah dengan nomor inventarisasi 07_00402 dengan tebal 191 halaman. Dalam naskah tersebut terdapat delapan teks, yaitu (1) teks pertama berjudul Miftāhu’-lAqā’id diambil dari halaman akhir teks tersebut; (2) teks kedua tentang tafsir; (3) teks ketiga berjudul Perkataan Rukun Syahadat dan segala kalimatnya dan perkataan nafi dan istbatnya diambil dari halaman awal dalam teks tersebut; (4)
6
teks keempat berjudul Kamilil ’Iman diambil dari halaman awal dalam teks tersebut; (5) teks kelima berjudul Junub Janabat diambil dari halaman awal teks tersebut; (6) teks keenam berjudul Hakikat Makrifat lil’Imam wal Makmum diambil dari halaman awal dalam teks tersebut; (7) teks ketujuh berjudul Syafa’ul Khulub diambil dari halaman kedua teks tersebut; dan teks terakhir tentang azan, ikamah, dan bacaan salat. Oleh karena itu, dari kedelapan teks yang ada dalam naskah tersebut dipilihlah salah satu teks yang berjudul Miftāhu’-l-Aqā’id sebagai objek penelitian. Judul teks terdapat pada akhir teks “… Muhammad Rasulullah dengan Ia pun akan dia tamat kitab musamma bi `l-akidah musamma bi miftahul aqāid fi waqti wa kitabihi takwilih tamma …”. Teks ini menjelaskan kunci dari akidah tauhid yang benar menurut Allah dan Rasulullah yang fokus pada sifat-sifat wajib, mustahil, jaiz Allah, dan Rasulullah. Penelitian terhadap teks Miftāhu’-l-Aqā’id didasarkan pada beberapa alasan. Pertama, teks Miftāhu’-l-Aqā’id berisi ajaran tauhid, oleh Syahminan Zaini tauhid merupakan suatu ajaran pokok bagi umat Islam sekaligus ilmu yang khusus membicarakan keesaan Allah, kemudian sifat-sifat yang mesti ada pada Allah, sifat-sifat yang tidak ada pada Allah, yang menjadi sendi pokok bagi agama Islam (Zaini, 1983:54). Selain itu, mayoritas penduduk di Indonesia adalah beragama Islam, maka perlu adanya sosialisasi atau pengajaran khusus masalah ilmu tauhid. Hal ini sangat berkaitan dengan akidah, seperti yang disampaikan oleh Ahmad Taufiq dan Muhammad Rohmadi bahwa “Fungsi dan peranan akidah tauhid, yaitu menuntun dan mengembangkan dasar ketuhanan yang dimiliki manusia sejak lahir, memberikan ketenangan dan ketenteraman jiwa, dan memberikan pedoman
7
hidup yang pasti”. (Taufiq dan Rohmadi, 2010:14–15). Oleh karena itu, Miftāhu’l-Aqā’id mempunyai peran penting dalam masyarakat khususnya masyarakat Islam tentang pentingnya memahami akidah sehingga teks Miftāhu’-l-Aqā’id layak dijadikan objek kajian filologi. Kedua, teks ini berbahasa Melayu klasik atau kuno yang ditulis dalam aksara Arab Melayu atau Jawi yang kebanyakan orang jarang memahami aksara tersebut. Apabila ada orang yang ingin mendalami naskah tersebut mengalami kesulitan, maka perlu dilakukan suntingan. Suntingan terhadap teks mampu menjembatani orang yang awam terhadap bahasa Melayu klasik atau kuno dan aksara Arab Melayu, maka perlu adanya penelitian tentang teks Miftāhu’-l-Aqā’id ini. Ketiga, naskah ini belum pernah dikaji, baik dari segi suntingan maupun dari segi penelitian yang lain. Berdasarkan Direktori Edisi Naskah Nusantara dan beberapa data judul skripsi program studi sastra Indonesia bidang kajian Filologi pada Perpustakaan FIB Universitas Sebelas Maret, Perpustakaan Pusat Universitas Sebelas Maret, Perpustakaan Pusat IAIN Surakarta, Perpustakaan Pusat UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Perpustakaan Pusat UGM, dan Perpustakaan Pusat UI. Selain itu, penulis juga melakukan pencarian dalam daftar penelitian sastra di Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Jakarta secara online
pada
http://badanbahasa.kemdikbud.go.id/lamanbahasajenisproduk/
Penelitian%20Sastra, tidak ditemukan penelitian dengan menggunakan teks yang berjudul Miftāhu’-l-Aqā’id. Keempat, teks Miftāhu’-l-Aqā’id tergolong sastra kitab. Sastra kitab termasuk salah satu genre dalam karya sastra. Sesuai dengan pendapat Siti
8
Chamamah Soeratno bahwa “Karya
sastra
merupakan
salah
satu
objek
penelitian yang layak untuk diteliti karena karya sastra memiliki fungsi-fungsi yang penting dalam kehidupan masyarakat” (Chamamah-Soeratno, 1982:76–79). Salah satu fungsi karya sastra yaitu fungsi pendidikan. Teks Miftāhu’-l-Aqā’id merupakan karya sastra dalam hal ini sastra kitab yang di dalamnya berisi ajaran agama Islam, khususnya ilmu tauhid. Jadi, Miftāhu’-l-Aqā’id memiliki fungsi kegunaan dan fungsi pendidikan karena menyampaikan dakwah atau syiar dan pengembangan ajaran agama Islam”. (Chamamah-Soeratno, 1982:76–79). Teks ini termasuk jenis teks yang susah untuk diteliti dan sedikit sekali yang ingin mempelajari, maka perlu diadakan penelitian lebih lanjut tentang teks Miftāhu’-lAqā’id. Kelima, teks Miftāhu’-l-Aqā’id merupakan teks yang utuh dan masih baik dan lengkap. Lengkap ditandai dengan diawali basmalah dan diakhiri kata tamat, yang merupakan salah satu ciri struktur sastra kitab sehingga dapat dikaji berdasakan analisis struktur sastra kitab dan memungkinkan untuk dilakukan penelitian lebih lanjut. Keenam, Miftāhu’-l-Aqā’id ini merupakan salah satu teks yang terdapat dalam kumpulan teks. Kumpulan teks iu merupakan naskah tunggal yang dikhawatirkan keselamatannya, baik dari segi fisik maupun isi, mengingat bahan yang digunakan berupa kertas yang tidak dapat bertahan lama sejalan dengan bertambahnya usia naskah. Berdasarkan latar belakang di atas, maka diperlukan penelitian Miftāhu’-lAqā’id secara lebih mendalam. Adapun judul dari penelitian ini adalah Miftāhu’-lAqā’id suntingan teks, analisis struktur, dan kandungan ajaran tauhid. Adapun
9
langkah kerja dalam penelitian ini adalah dengan menyajikannya dalam bentuk suntingan yang baik dan benar. Setelah tulisan dan bahasa dalam naskah dapat dipahami, langkah berikutnya adalah mengkaji dengan analisis struktur dan ajaran tauhid yang terkandung dalam teks dan mengungkapkan isi teks. Dari kajian tersebut, dapat diambil manfaat-manfaat yang terkandung dalam teks Miftāhu’-lAqā’id sehingga dapat dipahami dengan mudah oleh pembaca.
B. Pembatasan Masalah Pembatasan masalah diperlukan agar penelitian ini dapat terarah dan sesuai
dengan
tujuan
penelitian
atau
tidak
menyimpang
dari
pokok
dibatasi
pada,
permasalahannya. Pembatasan masalah dalam penelitian ini adalah : 1. Menyediakan
suntingan
teks
Miftāhu’-l-Aqā’id
inventarisasi naskah, deskripsi naskah, kritik teks, suntingan teks, dan daftar kosakata sukar. 2. Analisis struktur teks sastra kitab Miftāhu’-l-Aqā’id dibatasi pada, struktur penyajian teks, gaya penyajian teks, pusat penyajian teks, dan gaya bahasa teks. 3. Analisis isi berdasarkan kandungan ajaran tauhid teks Miftāhu’-l-Aqā’id dibatasi pada ajaran tauhid, khususnya sifat-sifat wajib Allah, sifat-sifat mustahil Allah, sifat-sifat jaiz Allah dan penggolongan sifat-sifat wajib Allah dan sifat-sifat wajib Rasulullah, sifat-sifat mustahil Rasulullah serta sifat jaiz Rasulullah.
10
C. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang dan pembatasan masalah seperti yang telah dikemukakan, dapat dirumuskan masalah sebagai berikut. 1. Bagaimana suntingan teks sastra kitab Miftāhu’-l-Aqā’id? 2. Bagaimana struktur teks sastra kitab Miftāhu’-l-Aqā’id? 3. Bagaimana kandungan ajaran tauhid teks sastra kitab Miftāhu’-l-Aqā’id?
D. Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan tujuan sebagai berikut. 1. Menyediakan suntingan teks Miftāhu’-l-Aqā’id yang baik dan benar. Baik berarti mudah dibaca dan dipahami sebab sudah ditransliterasi dan ejaan sudah disesuaikan dengan bahasa sasaran. Benar artinya kebenarannya dapat dipertanggungjawabkan karena sudah dibersihkan dari kesalahankesalahan yang disebabkan adanya penyalinan secara turun-menurun. 2. Menyajikan struktur teks Al Miftāhu’-l-Aqā’id. 3. Mengungkapkan isi ajaran tauhid yang terkandung dalam teks Miftāhu’-lAqā’id.
E. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini yaitu sebagai berikut. 1. Manfaat teoretis. a. Turut memperkaya hasil-hasil penelitian, terutama dalam bidang filologi, khususnya sastra kitab. b. Sebagai bahan pertimbangan bagi penelitian lain, baik itu di bidang filologi maupun penelitian yang lain, seperti ilmu sastra dan ilmu agama.
11
2. Manfaat praktis. a. Memberikan kemudahan dalam pembacaan naskah lama yang memiliki aksara yang sukar dipahami masyarakat saat ini. b. Membantu melestarikan salah satu peninggalan kebudayaan bangsa Indonesia. c. Mengetahui dan mempelajari struktur teks serta isi teks Miftāhu’-l-Aqā’id. d. Memberi wawasan dan pengetahuan bagi pembaca dalam mengetahui segala sesuatu mengenai ajaran Islam, khususnya ajaran tauhid.
F. Sistematika Penulisan Penelitian ini terdiri dari enam bab, yaitu pendahuluan, kajian pustaka dan kerangka pikir, metode penelitian, suntingan teks, analisis, dan penutup. Masingmasing bab diuraikan yaitu sebagai berikut. Bab pertama berisi pendahuluan. Bab ini terdiri atas latar belakang masalah, pembatasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. Bab kedua berisi kajian pustaka dan kerangka pikir. Bab ini terdiri atas tinjauan studi terdahulu, landasan teori yang terbagi atas teori penyuntingan teks dan teori pengkajian teks, dan kerangka pikir. Bab ketiga berisi metode penelitian. Bab ini terdiri atas jenis dan bentuk penelitian, data dan sumber data, teknik pengumpulan data, teknik analisis data, teknik penyajian analisis data, dan teknik penarik simpulan. Bab keempat berisi suntingan teks. Bab ini terdiri atas inventarisasi naskah, deskripsi naskah, ikhtisar isi teks, kritik teks, suntingan teks, dan daftar kata sukar.
12
Bab kelima berisi analisis. Bab ini terdiri atas analisis struktur dan analisis isi berdasarkan tinjauan ajaran tauhid yaitu mengenai sifat-sifat wajib, mustahil, dan jaiz Allah serta Rasulullah, dan penggolongan sifat-sifat wajib Allah. Bab keenam berisi penutup. Bab ini terdiri atas simpulan dan saran dari keseluruhan hasil penelitian.
13
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR
A. Tinjauan Studi Terdahulu Tinjauan studi terdahulu adalah mempelajari kembali temuan penelitian terdahulu atau yang sudah ada dengan menyebutkan dan membahas seperlunya hasil penelitian yang relevan. Berikut ini beberapa penelitian perihal judul teks, suntingan teks, analisis struktur, dan analisis isi berdasarkan ajaran tauhid. Penelitian pertama, penelitian yang dilakukan oleh Mursini, Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Sastra dan Seni Rupa, Universitas Sebelas Maret (2007) dalam skripsi yang berjudulDurratu ΄l-Baidā΄ Tanbihan li ΄n-Nisā΄: Suntingan Teks, Analisis Struktur, dan Tinjauan Ajaran Tauhidmenyajikan suntingan teks Durratu ΄l-Baidā΄ Tanbihan li ΄n-Nisā΄yang baik dan benar, mendeskripsikan struktur teks Durratu ΄l-Baidā΄ Tanbihan li ΄n-Nisā΄, dan mengungkapkan ajaran tauhid teks Durratu ΄l-Baidā΄ Tanbihan li ΄n-Nisā΄.Dalam penelitian ini disimpulkan :pertama, suntingan teks ditemukan beberapa kesalahan salin tulis; kedua, berstruktur sastra kitab dengan struktur penyajian teks berstruktur sistematis yang terdiri dari pendahuluan, isi, dan penutup. Gaya penyajiannya menggunakan bentuk interlinier.Pusat penyajian teks menggunakan metode orang ketiga yang bersifat obyektif.Gaya bahasa teks terdiri atas kosakata, ungkapan, sintaksis, dan sarana retorika; ketiga, ajaran tauhid yang terkandung dalam teks adalah mengenai sifat-sifat wajib Allah, sifat mustahil Allah, dan sifat jaiz pada Allah(Mursini,
2007).Persamaan
dengan
teks
Miftāhu’-l-Aqā’idsama-sama
membahas sifat wajib Allah, sifat mustahil Allah dan sifat jaiz Allah,
14
perbedaannya dengan Miftāhu’-l-Aqā’id juga menjelaskan sifat wajib Rasulullah, sifat mustahil Rasulullah dan sifat Jaiz Rasulullah Peneltian kedua, penelitianyang dilakukan oleh Muhammad Yanuar Rulis Ardianto, Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Sastra dan Seni Rupa, Universitas Sebelas Maret (2009) dalam skripsi yang berjudul ‘Aqīdatun Fī Mā Lā Budda Li `l-Mukalafīn: Suntingan Teks, Analisis Struktur, dan Tinjauan Ajaran Tauhidmenyajikan suntingan teks ‘Aqīdatun Fī Mā Lā Budda Li `l-Mukalafīn yang baik dan benar, mendeskripsikan struktur teks ‘Aqīdatun Fī Mā Lā Budda Li `l-Mukalafīn, dan mengungkapkan ajaran tauhid teks ‘Aqīdatun Fī Mā Lā Budda Li `l-Mukalafīn.Dalam penelitian ini disimpulkan pertama, suntingan teks tidak sepenuhnya dapat ditransliterasi dan ditemukan beberapa kesalahan salah tulis; kedua, berstruktur sastra kitab dengan struktur penyajian teks terdiri atas pendahuluan, isi, dan penutup. Gaya penyajian teks menggunakan gaya interlinier. Pusat penyajian menggunakan metode orang pertama. Gaya bahasa teks banyak dipengaruhi oleh bahasa Arab yang terlihat dalam pemilihan kosakata, sintaksis, dan ungkapan yang terdapat di dalamnya; ketiga, ajaran tauhid yang terkandung dalam teks, meliputi: akidah, sifat wajib bagi Allah (Sifat Dua Puluh), sifat jaiz bagi Allah, dan sifat-sifat yang ada pada diri Rasul. Konsep akidah yang terdapat dalam teks adalah uraian mengenai kewajiban setiap mukalaf untuk makrifat dan mengimani Allah, Rasul, beserta sifat-sifat-Nya (Ardianto, 2009).Persamaan dengan teks Miftāhu’-l-Aqā’idsama-sama membahas sifat wajib bagi Allah, sifat jaiz bagi Allah, dan sifat-sifat yang ada pada diri Rasul, perbedaan dengan Miftāhu’-l-Aqā’id menjelaskan tentang sifat mustahil Allah, sifat mustahil dan sifat jaiz Rasulullah.
15
Penelitian ketiga, penelitian yang dilakukan oleh Farida Rohmawati, Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Sastra dan Seni Rupa, Universitas Sebelas Maret (2013) dalam skripsi yang berjudul Syair Ibadat: Suntingan Teks, Analisis Ajaran Tauhid dan Konsep Ekskatologi menyajikan suntingan teks Syair Ibadatyang baik dan benar, mengungkapkan ajaran tauhid teks Syair Ibadat, dan mengungkapkan konsep ekskatologi teks Syair Ibadat. Dalam penelitian ini disimpulkan pertama, suntingan teks secara keseluruhan ditemukan beberapa kesalahan tulis; kedua ajaran tauhid yang terkandung dalam teks, meliputi: sifat wajib bagi Allah dan sifat wajib Nabi Muhammad; ketiga, konsep ekskatologi yang terkandung dalam teks, meliputi: alam kubur, hari kiamat, hari kebangkitan, hari berkumpul, hari pengadilan, serta surga dan neraka(Rohmawati, 2013). Persamaan dengan teks Miftāhu’-l-Aqā’idsama-sama membahas sifat wajib bagi Allah dan sifat wajib Nabi Muhammad, perbedaan dengan Miftāhu’-l-Aqā’id menjelaskan tentang sifat mustahil dan sifat jaiz Allah dan sifat mustahil serta sifat jaiz Rasulullah, perlu diketahui teks Miftāhu’-l-Aqā’id tidak menggunakan konsep ekskatologi dalam menganalisis teks Miftāhu’-l-Aqā’id. Peneltian keempat, penelitian yang dilakukan oleh Dhini Yustia Widhya Saputri, Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Sastra dan Seni Rupa, Universitas Sebelas Maret (2014) dalam skripsi yang berjudul Syair ‘Aqīdatu `l- ‘Awām menyajikan suntingan teks Syair ‘Aqīdatu `l- ‘Awām yang baik dan benar, mendeskripsikan struktur teks Syair ‘Aqīdatu `l- ‘Awām, dan mengungkapkan ajaran tauhid teks Syair ‘Aqīdatu `l- ‘Awām. Dalam penelitian ini disimpulkan pertama, suntingan teks secara keseluruhan ditemukan beberapa kesalahan tulis; kedua, berstruktur sastra kitab.Gaya penyajian menggunakan bentuk syair.Pusat
16
penyajian menggunakan metode orang pertama dan kedua. Gaya bahasa yang digunakan adalah bahasa ilmiah sehingga tidak ditemukan bahasa kiasan atau majas; ketiga, ajaran tauhid yang terkandung dalam teks ini adalah dua puluh sifat Allah, sifat jaiz Allah, rasul-rasul Allah dan sifat-sifatnya, malaikat-malaikat Allah, kitab-kitab Allah, dan hari akhir (Saputri, 2014).Persamaan dengan teks Miftāhu’-l-Aqā’idsama-sama membahas dua puluh sifat Allah, sifat jaiz Allah, sifat rasul Allah, perbedaan dengan Miftāhu’-l-Aqā’id menjelaskan tentang sifat mustahil Allah, sifat mustahil dan sifat jaiz Rasulullah, tidak menjelaskan tentang malaikat-malaikat Allah, kitab-kitab Allah, dan hari akhir. Miftāhu’-l-Aqā’id merupakan judul teks dalam penelitian ini yang berarti „kunci akidah‟. Hal ini terdapat pada kutipan teks berikut. “kitabmusamma bi `lakidah musamma bi miftahul aqāid”(Miftāhu’-l-Aqā’id:30). Secara keseluruhan Miftāhu’-l-Aqā’id berisi tentang dasar akidah khususnya ajaran tauhid berupa sifat-sifat wajib Allah yang berjumlah 20 sifat, sifat-sifat mustahil Allah yang berjumlah 20 sifat, sifat jaiz Allah, sifat wajib Rasulullah berjumlah 4 sifat, sifat mustahil Rasulullah, sifat jaiz Rasulullah,dan penggolongan sifat-sifat wajib Allah menjadi 4 bagian, meliputi: (1) sifat Nafsiyah, (2) sifat Salbiyah, (3) sifat Ma’ānī, dan (4) sifat Ma’nawiyah.Oleh Muhammad An-Nawawi “keyakinan (wajib) yang berkaitandengan para Rasul terdiri dari sembilan sifat, dan yang telah diuraikan merupakan hubungan dengan sifat ke-Tuhanan yang seluruhnya berjumlah empat puluh satu. Jumlahnya keseluruhan ada lima puluh” (An-Nawawi, 2010:39). Berdasarkan deskripsi dari penelitian filologi terdahulu tersebut, dapat diketahui secara umummemiliki persamaan tentang konsep akidah menurut ajaran tauhid tradisional. Selain persamaan ada beberapa perbedaan,pertama perihal teks
17
yang diteliti, kedua isi dari setiap teks berbeda ada yang menjelaskan sifat wajib dan mustahil dan jaiz Allah saja sedangkan sifat wajib, mustahil dan jaiz Rasulullah tidak dijelaskan, ada pula yang menjelaskan sifat wajib Allah dan sifat Rasulullah saja, lalu menjelaskan sifat wajib Allah dan rukun iman, sedangkan dalam teks Miftāhu’-l-Aqā’id dijelaskan secara jelas mulai dari sifat wajib, mustahil dan jaiz Allah serta sifat wajib, mustahil dan jaiz Rasulullah, maka penelitian terhadap Miftāhu’-l-Aqā’id belum pernah dikaji dari aspek suntingan, analisis struktur, dan isi berdasarkan kandungan ajaran tauhid.
B. Landasan Teori 1. Toeri Suntingan Teks Dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia),menyunting diartikan sebagai suatu proses atau cara, pembuatan atau pekerjaan, menyiapkan naskah siap cetak atau siap terbit dengan memperhatikan segi sistematika penyajian, isi, dan bahasa (atau yang biasa dikenal dengan pengeditan)(2008:1358). Dalam filologi menyunting adalah menyediakan naskah yang mendekati aslinya, yaitu naskah yang baik dan benar. Oleh Sholeh Dasuki baik, berarti mudah dibaca dan dipahami karena sudah ditransliterasikan dan ejaannya sudah disesuaikan dengan bahasa sasaran. Benar, berarti kebenaran isi teks dapat dipertanggungjawabkan karena sudah dibersihkan dari kesalahan (Dasuki, 1996:60). Penyuntingan teks oleh Edwar Djamaris dapat dilakukan denganduahal, yakni penyuntingan naskah tunggal jika hanya terdapat satu naskah dan penyuntingan naskah jamak jika lebih dari satu naskah (Djamaris, 2006:24–26).
18
Langkah-langkah yang harus dilakukan dalam penyuntingan adalah sebagai berikut. a.Inventarisasi Naskah Tahap inventarisasi naskah menurut Siti BarorohBaried et.al.adalah tahap pencatatan dan pengumpulan naskah. Tahap ini dilakukan dengan mencatat naskah dan teks cetakan yang berjudul sama, atau berisi cerita yang sama, yang termuat dalam katalogus di berbagai perpustakaan, museum, universitas, atau instansi yang menyimpan koleksi naskah (Baroroh-Baried, et.al., 1994:65). Dengan demikian, dapat diketahui naskah yang akan diteliti merupakan naskah tunggal atau naskah jamak. Informasi mengenaikeberadaan naskah dapat ditempuh melalui dua cara, yaitu studi katalog dan studi lapangan. Studi katalog dilakukan dengan mendaftar judul naskah yang akan diteliti melalui katalog naskah. Naskah yang terdaftar di katalog biasanya dimiliki oleh museum, perpustakaan, universitas, atau instansi yang menyimpan koleksi naskah. Studi lapangan dilakukan dengan terjun ke lingkungan masyarakat dan mendatangi orang-orang tertentu atau tempat-tempat tertentu yang diduga menyimpan koleksi naskah, seperti masjid, pondok pesantren, toko buku kuno, perpustakaan, dan sebagainya. b.Deskripsi Naskah Karsono H Saputra berpendapat bahwa deskripsi naskah merupakan kegiatan yang memaparkan informasi mengenai seluk-beluk naskah yang menjadi objek penelitian. Deskripsi naskah dilakukan dengan menguraikan secara terperinci keadaan naskah yang akan diteliti (Saputra, 2008:82–83). Semua
19
naskah dideskripsikan dengan pola yang sama, yaitu judul naskah, nomor naskah, tempat penyimpanan naskah, asal naskah, keadaan, ukuran naskah, tebal naskah, jumlah baris pada setiap halaman naskah, bentuk huruf, cara penulisan, bahan naskah, bahasa naskah, bentuk teks, umur naskah, identitas pengarang teks, dan fungsi sosial teks. c.Suntingan Teks Tahap pertama yang dilakukan sebelum melakukan suntingan, yaitu transliterasi atau pengalihaksaraan. Karsono H Saputra berpendapat bahwa pengalihaksaraan berupa pengubahan suatu sistem berikut ejaan dan tandatandanya ke sistem yang lain. Pengalihaksaraan berupa konversi dari aksara sumber ke aksara sasaran yaitu pembaca yang dituju, yang umumnya adalah aksara Latin(Saputra, 2008:98). Tahap berikutnya setelah dilakukan transliterasi, yaitu suntingan teks. Metode ini harus disesuaikan dengan jenis naskah yang akan diteliti. Metode yang digunakan untuk menyunting naskah tunggal adalah metode standar.Metode standar,yaitu metodepenyuntingan untuk naskah tunggal dengan melakukan perbaikan-perbaikan.Oleh Edwar Djamaris perbaikan-perbaikan itu dilakukan dengan mentransliterasikan teks, membetulkan kesalahan teks, membuat catatan perbaikan/perubahan, memberikan komentar atau tafsiran, membagi teks dalam beberapa bagian dan menyusun daftar kata sukar(Djamaris, 2002:24). d.Kritik Teks Langkah berikutnya setelah tahap transliterasi adalah melakukan kritik teks. Siti BarorohBaried et.al.berpendapat bahwaKata „kritik‟ berasal dari bahasa Yunani, yaitu krites yang berarti „seorang hakim‟, krinein berarti „menghakimi‟,
20
dan kriterion berarti „dasar penghakiman‟. (Baroroh-Baried,et.al., 1994:61). Jadi, kritik teks, yaitu memberikan penilaian terhadap teks dalam naskah yang bertujuan menghasilkan teks yang mendekati dengan teks aslinya. 2. Teori Pengkajian Teks a.
Sastra Kitab Sastra kitab merupakan sastra klasik yang berisi ajaran Islam yang
bersumber pada ilmu fikih, ilmu tasawuf, ilmu kalam, dan tarikh serta riwayat tokoh-tokoh historis. “Tujuannya untuk menanamkan ajaran Islam dan meluruskan ajaran yang menyimpang dari Islam sehinggadapat menguatkan iman” (Chamamah-Soeratno,1982:149–150). Roolvink berpendapat bahwa“kajian tentang Quran, tafsir, tajwid, arkanul-Islam, usuluddin, fikih, ilmu sufi, ilmu tasawuf, tarikat, zikir, rawatib, doa, jimat, risalah, wasiat dan kitab (obat-obatan, jampi-menjampi), semuanya dapat digolongkan ke dalam sastra kitab” (Fang,2011:380). Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa sastra kitab adalah suatu jenis karya yang mengemukakan ajaran Islam, mengemukakan ajaran yang bersumber dari ilmu fikih, tasawuf, ilmu kalam, ilmu tauhid, dan kitab-kitab lain dalam agama Islam. b.
Struktur Sastra Kitab Sastra kitab pada umumnya menunjukkan struktur yang tetap, yaitu
sebagai berikut. (1) Struktur Penyajian Teks Struktur
yang
akan
dibahas
dalam
kajian
ini
adalah
struktur
narasi.“Struktur narasi sastra kitab adalah struktur penyajian teks, sama halnya
21
dengan struktur penceritaan dalam sastra fiksi yang berupa plot atau alur.”(Chamamah-Soeratno, 1982:152).Struktur penyajian teks terdiri atas tiga bagian, yaitu pendahuluan, isi, danpenutup (Chamamah-Soeratno, 1982:209). Pendahuluan dimulai dengan satu rangkaian pembuka karangan yang berupa basmalah, hamdalah, serta selawat untuk Nabi Muhammad saw.untuk keluarganya dan para sahabatnya, yang dipakai secara berturut-turut.Berikutnya, kata
“wabakdu”
yang
merupakan
ungkapan
tetap
untuk
menyudahi
bacaanpembukaan.Setelah itu motivasi penulisan kitab tersebut dan judul atau namakitab. Semua ditulis dalam bahasa Arab dan diikuti terjemahan yang dilakukan kalimat per kalimat secara interlinier. Isi menguraikan pokok permasalahan yang dibahas dan sebagai penutup digunakan kata “tamat” yang berarti „selesai‟ atau „sempurna‟ (Chamamah-Soeratno, 1982:156–157). (2) Gaya Penyajian Teks Gaya penyajian adalah cara pengarang yang khusus dalam menyampaikan cerita, pikiran, serta pendapat-pendapatnya. Menurut Siti Baroroh Baried gaya penyajian dalam sastra kitab seringkali menggunakan dua bahasa sekaligus. Artinya, gaya penyajian dimulai dengan doa yang menggunakan bahasa Arab diikuti
dengan
terjemahannya
dalambahasa
Melayu(Chamamah-Soeratno,
1982:160). (3) Pusat Penyajian Teks Pusat penyajian adalah posisi seorang pengarang dalam menyampaikan cerita atau ajarannya. Pusat penyajian sastra kitab dibedakan menjadi dua tipe. Tipe pertama adalah pusat penyajian orang pertama. Pada tipe pertama, semua pendapat dituturkan sendiri oleh pengarang yang dicirikan dengan penggunaan
22
kata ganti “aku”, “saya”, “kami”, atau “kita”. Tipe kedua adalah pusat penyajian orang ketiga yang dicirikan dengan penggunaan kata ganti “mereka”. Pada tipe kedua, pengarang dianggap sebagai orang yang serba tahu dengan teks yang ditulisnya (Chamamah-Soeratno, 1982:172). Pada umumnya, pusat penyajian sastra kitab cenderung pada pusat penyajian tipe keduayakni metode pada orang ketiga. Metode ini dapat dibagi menjadi dua macam. Pertama, metode orang ketiga bersifat romantik-ironik (penceritaan yang menonjolkan pengarang). Kedua, metode orang ketiga objektif (pengarang
bersembunyi
dibalik
tokoh-tokohnya)
(Chamamah-Soeratno,
1982:173). (4) Gaya Bahasa Gayabahasa merupakan bagiandari pilihan katayangmempersoalkan cocok tidaknya pemakaian kata, frasa atau klausa tertentu untuk menghadapi situasi tertentu. Gaya bahasa sastra kitab bersifat khusus. Kekhususan tersebut dapat dilihat dalam kosakata, ungkapan, sintaksis, sarana retorika atau bahasa retoris, dan bahasa kiasan yang mempergunakan istilah-istilah Islam berupa unsur bahasa Arab (Chamamah-Soeratno, 1982:178). Gaya penyajian sastra kitab oleh Ahmad Taufiq memiliki gaya yang khusus, baik dari kosakata, istilah maupun kalimatnya yang telah tercampur dengan istilah-istilah Islam (bahasa Arab), tasawuf, fikih dan lain-lain. Begitu pula mengenai susunan kalimat serta sarana retorika yang dipergunakan meliputi gaya pertentangan, gaya penguraian, penguatan, ulangan dan lain-lain (Taufiq, 2007:63-64).
23
Ahmad Taufiq berpendapat bahwa gaya penguraian (analitik) diartikan sebagai“gaya bahasa yang digunakan untuk menguraikan masalah yang dibahas secara terperinci” (Taufiq, 2007:69). Gaya penegasan oleh Ahmad Taufiq adalah “gaya bahasa yang digunakan untuk memperjelas atau mempertegas pernyataan” (Taufiq, 2007:69). Gaya polisindeton oleh GorysKeraf adalah “gaya bahasa yang terdiri dari beberapa kata, frasa atau klausa yang berurutan dihubungkan satu sama lain dengan kata-kata sambung” (Keraf, 2007:131). Gaya pertentangan (antitesis) oleh Gorys Keraf adalah “sebuah gaya bahasa yang mengandung gagasan-gagasan yang bertentangan, dengan mempergunakan kata-kata atau kelompok kata yang berlawanan” (Keraf, 2007:126). Litotes ditandai dengan pengecilan suatu pernyataan (Keraf, 2007:131).Gaya bahasa kiasan adalah cara pemakaian bahasayang merupakan penyimpangan yang lebih jauh, khususnya dalam bidang makna berupa perbandingan atau persamaan dengan hal yang lain. Gaya
bahasa
kiasan
dalam
teks
Miftāhu’-l-Aqā’id
adalah
simile.
“Similemerupakan suatu gaya bahasa yang berupa perbandingan yang bersifatgambling”(Keraf, 2007:136–138). 2. Tauhid a.
Pengertian Ilmu Tauhid Kata “Tauhid” berasal dari kata “wahhada”, “yuwahhidu”, “tauhiidan”,
yang berarti mengesakan. Jadi, ilmu tauhid adalah ilmu yang membicarakan keesaan Allah yang menjadi sendi pokok bagi agama Islam (Zaini, 1983:54).Dalam pengertian lain ilmu tauhid adalah, ilmu yang membahas tentang Allah dan segala sifat yang wajib , sifat yang dibolehkan dan sifat yang mustahil dari Allah Swt. serta tentang rasul-rasul Allah untuk menetapkan kerasulan
24
mereka, segala yang wajib, segala yang mustahil dan segala yang dibolehkan ada pada diri mereka (Anshari. et al., 2001:5:90) b. Sifat-Sifat Allah Diwajibkan bagi setiap muslim mukalaf (yang telah dewasa) agar mengetahui sifat-sifat Allah yang wajib, yang mustahil dan yang jaiz (boleh). Sifat-sifatAllah terdiri dari 20 sifat yang wajib, 20 sifat yang mustahil dan satu sifat yang boleh atau jaiz pada Allah (An-Nawawi, 2010:28), (Abbas, 1997:37). Dua puluh sifat wajib Allahmenurut Siradjuddin Abbasadalah sebagai berikut. 1.Wujud, artinya ada. 2. Qidam, artinyatidak berpermulaan ada-Nya. 3. Baqā`, artinya kekal selama-lamanya. 4.Mukhālafatuhu Ta’ālā li `l-Hawadis, artinya berlainan dengan sekalian makhluk. 5. QiyāmuhuTa’ālā Binafsih, artinya berdirisendiri. 6. Wahdāniyat, artinya esa. 7. Qudrat, artinya kuasa. 8. Irādat, artinya menetapkan sesuatu menurut kehendak-Nya. 9. ‘Ilmu, artinya mengetahui segala perkara. 10. Hayāt, artinya hidup. 11. Sama’, artinya mendengar. 12. Bashar, artinya melihat. 13. Kalām, artinya berkata-kata. 14. Qādirān, artinya selalu berkuasa.
25
15. Muridān, artinya selalu berkehendak. 16. ‘Ālimān, artinya selalu mengetahui. 17. Hayyān, artinya selalu hidup. 18. Sami’ān, artinya selalu mendengar. 19. Bashīrān, artinya selalu melihat. 20. Mutakallimān, artinyaselalu berkata-kata(Abbas, 1997:37–45). Dua puluh sifat Mustahil Allah menurut Muhammad Al-Fudholi adalah sebagai berikut. 1. Mustahil Allah bersifat ‘Adam atau tidak ada. 2. Mustahil Allahbersifat Hudus atau baru. 3. Mustahil Allah bersifat Fana’ atau menerima tiada. 4. Mustahil Allah bersifat Mumātsalatu li `l-Hawādis atau serupa dengan makhluk. 5. Mustahil Allah bersifat Lāyakūna Qa`imān Binafsih atau tidak berdiri sendiri. 6. Mustahil Allah bersifat Lāyakūna Wāhidā atau tidak esa/berbilang. 7. Mustahil Allah bersifat’Ajzu atau lemah/tidak kuasa. 8. Mustahil Allah bersifat Karāhahatauterpaksa/dipaksa. 9. Mustahil Allah bersifat Jahlu atau tidak mengetahui segala sesuatu dan tidak menyadari dirinya sendiri tidak tahu. 10. Mustahil Allah bersifat Mautatau mati. 11. Mustahil Allah bersifat Ashummu atau tuli. 12. Mustahil Allah bersifat‟Umyu atau buta. 13. Mustahil Allah bersifat Bukmu atauKharasuatau tidak dapat berkata-kata/bisu. 14. Mustahil Allah bersifat‘ājizandalam keadaan lemah.
26
15. Mustahil Allah bersifatKārihan atau dalam keadaan tiada berkehendak. 16. Mustahil Allah bersifatJahilanatau dalam keadaan jahil/tidak tahu. 17. Mustahil Allah bersifatMayyitan ataudalam keadaan mati. 18. Mustahil Allah bersifat Ashamma atau dalam keadaan tuli. 19. Mustahil Allah bersifat A’ma atau dalam keadaan buta. 20. Mustahil Allah bersifat Abkam atau dalam keadaan tidak dapat berkatakata/bisu. (Al-Fudholi, 1997:164–174) Sifat jaiz Allah merupakan kewenangan atau hak Allah untuk menciptakan atau tidak menciptakan sesuatu baik itu yang mungkin wujud atau tidak bewujud.Muhammad An-Nawawi berpendapat bahwa “sifat Jaiz Allah, yaitu menciptakan setiap yang mungkin wujudnya atau tidak menciptakanya”.(AnNawawi, 2010 :28-29) Oleh Zainal Abidinkedua puluhsifat Allah Swt. di atas dapat dikelompokkan menjadi empat kelompok, yaitu sifat Nafsiyah, sifat Salbiyah, sifat Ma’ānī, dan sifat Ma’nawiyah(Abidin, 1994:251–278) yang diuraikan sebagai berikut. a. Sifat Nafsiyah adalah hal (keadaan) yang ada pada zat selama zat itu dalam keadaan tiada dikarenakan oleh sesuatu, dijelaskan juga bahwa “sifat Nafsiyah adalah sifat yang berhubungan dengan zat Allah Swt.” (Anshari. et al.,2001:4:271). Sifat Nafsiyah berasal dari kata „nafs‟ yang artinya diri. Sifat ini adalah sifat khusus untuk menunjukkan adanya Allah dan hanya pada diri Allah.Jadi, dapat diartikan sifat Nafsiyahadalah sifat yang berhubungan dengan zatAllah Swt.Sifat yang tergolong dalam sifat Nafsiyahadalah Wujūd. Artinya,Wujūdadalah zatAllah Swt, bukan merupakan tambahandari zat-Nya.
27
b. Sifat Salbiyah adalah sifat yang menunjukkan atas penolakan segala yang tidak layak bagi Allah azza wajalla, dijelaskan juga bahwa “sifat Salbiyah adalah sifat-sifat yang tidak sesuai bagi Allah Swt.”(Anshari. et al.,2001:4: 271–272). Sifat Salbiyah berasal dari kata “salab” yang artinya „menolak‟. Sifat ini adalah sifat khusus yang mengandung arti menolak sifat-sifat yang tidak layak bagi Allah. Jadi, yang dimaksud bukan menolak sifat-sifat itu dari Allah. Sifat-sifat yang tergolong dalam sifat Salbiyahadalah Qidam, Baqā`, Mukhālafatuhū li ´l-Hawādis,QiyāmuhuTa’ālā Binafsih, danWahdāniyat. c. Sifat Ma’ānīadalah setiap sifat yang maujudah yang ada pada yang maujud yang mengakibatkan lahirnya hukum, Kata “maujudah” maksudnya adalah sifat Nafsiyah, sifat Salbiyah, dan sifat Ma’nawiyah.Dijelaskan pula bahwa “sifat Ma’ānīadalah sifat wajib bagi Allah yang dapat digambarkan oleh akal pikiran manusia dan dapat meyakinkan orang lain karena kebenaranya dapat dibuktikan oleh pancaindra”(Anshari. et al.,2001:4:272–273).Kata “maujud” maksudnya adalah yang bersifat dengan sifat yang tujuh, yaitu Qudrat, Irādat, ‘Ilmu, Hayāt, Sama’, Bashar, dan Kalām.Maksud “mengakibatkan lahirnya hukum” adalah yang melazimkan timbulnya sifat Ma’nawiyah. Jadi, dapat diartikan sifat Ma’ānīadalah sifat yang ada pada zat Allah yang menjadi sifat wajib bagi Allah.Sifat-sifat itu adalahQudrat, Irādat, ‘Ilmu, Hayāt, Sama’, Bashar, danKalām. d. Sifat Ma’nawiyah ialah keadaan yang ada pada zat selama zat itu disebabkan oleh sesuatu sebab. Maksud dari kata “keadaaan” adalah sifat Nafsiah. Maksud dari kata “sebab” adalahsifat Ma’ānī yang ada pada zat. Jadi, dapat diartikan sifat Ma’nawiyah adalah sifat adalah sifat yang ada pada zat
28
Allahdan berhubungan dengan sifat Ma’ānī atau merupakan kelanjutan dari sifat Ma’ānī,dijelaskan pula bahwa“sifatMa’nawiyah adalah sifat yang berhubungan dengan sifat Ma’ānī atau merupakan kelanjutan logis dari sifat Ma’ānī”.(Anshari. et al., 2001:4:273).Sifat-sifat itu adalah, 1) Qādirān, artinya selalu berkuasa, 2)Muridān, artinya selalu berkehendak, 3) ‘Ālimān, artinya selalu mengetahui, 4) Hayyān, artinya selalu hidup, 5) Sami’ān, artinya
selalu
mendengar,
6)Bashīrān,
artinya
selalu
melihat,
7)
Mutakallimān, artinyaselalu berkata-kata. c. Sifat-sifat Rasulullah Oleh Muhammad An-Nawawi, sifat 4 yang wajib ada pada Rasulullahdan sifat 4 yangmustahil serta sifat Jaiz pada Rasulullah itu adalah sebagai berikut. 1. Siddiq, artinya jujur, mustahil Rasulullah bersifat dusta. 2. Amanat, artinya dapat dipercaya, mustahil Rasulullah bersifat khianat. 3. Tabligh, artinya menyampaikan semua yang diperintahkan Allah, mustahil Rasulullah bersifat kitman (menyembunyikan). 4. Fathanah, artinya cerdas, mustahil Rasulullah bersifat bodoh, tolol atau dungu. Sifat jaiz Rasulullah adalah sifat kemanusiaan yang sama tidak mengurangi ketinggian derajatnya sebagai seorang nabi.(An-Nawawi, 2010 :30–39)
29
C. Kerangka Pikir Teks Miftāhu’-l-Aqā’id
Suntingan Teks
Analisis Struktur
Analisis Isi Teks Menurut Kandungan Ajaran Tauhid
Metode Standar Metode Kualitatif Deskriptif
Teori Suntingan Teks:
Teori Analisis Struktur:
Teori Analisis Isi:
1.Inventarisasi Naskah 2.Deskripsi Naskah 3.Ikhtisar Isi Teks 4.Kritik Teks 5.Suntingan Teks 6.Daftar Kata Sukar
1.StrukturPenyajian Teks 2.GayaPenyajian Teks 3.Pusat Penyajian Teks 4.Gaya Bahasa
1.Sifat-Sifat Wajib, Mustahil dan Jaiz Allah serta Penggolongan Sifat-Sifat Wajib Allah 2.Sifat-Sifat Wajib, Mustahil, dan Jaiz Rasulullah
Menyediakan suntingan teks yang baik dan benar, mengungkapkan analisis struktur dan isi teks tentang kandungan ajaran tauhid
Kerangka pikir merupakan garis besar atau gambaran langkah kerja yang akan ditempuh untuk mengkaji dan memahami permasalahan yang diteliti. Penjelasan terhadap bagan di atas adalah sebagai berikut. Teks yang dikaji dalam penelitian ini adalah teks Miftāhu’-l-Aqā’id. Teks Miftāhu’-l-Aqā’id mengandung tiga rumusan masalah yang berkaitan dengan suntingan teks, analisis struktur, dan analisis isi menurut kandungan ajaran tauhid.
30
Metode yang digunakan untuk menyelesaikan masalah suntingan teks adalah metode standar. Metode yang digunakan untuk menyelesaikan masalah analisis struktur teks dan analisis isi teks adalah metode kualitatif deskriptif. Analisis struktur teks menggunakan teori struktur penyajian teks, gaya penyajian teks, pusat penyajian teks, dan gaya bahasa. Analisis isi berdasar kandungan ajaran tauhid menggunakan teori sifat-sifat wajib, mustahil dan jaiz Allah serta penggolongan sifat-sifat wajib Allah, berikutnya sifat-sifat wajib, mustahil dan jaiz Rasulullah. Simpulan dalam penelitian ini adalah menjelaskan hasil temuan dalam penelitian teks Miftāhu’-l-Aqā’id, yaitu suntingan teks Miftāhu’-l-Aqā’id yang baik dan benar, analisis struktur teks Miftāhu’-l-Aqā’id , dan kandungan ajaran tauhid teks Miftāhu’-l-Aqā’id.
31
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Bentuk Penelitian Penelitian ini termasuk jenis penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif menurut Moleong, yaitu upaya penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah (Herdiansyah, 2012:9). Penelitian ini menggunakan bentuk penelitian deskriptif kualitatif. Menurut H.B, Sutopo penelitian deskriptif kualitatif berusaha mengungkapkan berbagai informasi kualitatif atau bahan tertulis dengan deskripsi yang teliti, akurat, penuh rasa dan nuansa (Sutopo, 2002:183). Jadi, penelitian yang dilakukan terhadap teks Miftāhu’-l-Aqā’id ini termasuk dalam penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif.
B. Objek Penelitian Sebuah penelitian tentu memiliki objek yang diteliti, yakni hal yang dijadikan bahan atau sasaran untuk diteliti. Dalam penelitian ini yang menjadi objek penelitian adalah teks Miftāhu’-l-Aqā’id dalam naskah kumpulan teks. Struktur sastra kitab dan kandungan ajaran tauhid dalam teks Miftāhu’-l-Aqā’id.
C. Data dan Sumber Data Data dalam penelitian ini, yaitu teks Miftāhu’-l-Aqā’id yang mengandung ajaran tauhid. Sumber data yang digunakan adalah naskah dengan nomor inventarisasi 07_00402 yang tersimpan di Museum Aceh yang beralamat di Jalan Sultan Alaiddin Mahmudsyah No.12 Kecamatan Baiturahman, Banda Aceh
32
23241, Provinsi Nangroe Aceh Darussalam dan didapatkan melalui katalog naskah-naskah online Manuskrip-Manuskrip Peninggalan Aceh dengan laman http://nusantara.dl.unileipzig.de/receive/NegeriMSBook_islamhs0000261
D. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan teknik pustaka, yakni menggunakan katalog online. File foto digital naskah dengan nomor inventaris 07_00402 diunduh melalui katalog online Manuskrip-Manuskrip Peninggalan
Aceh
berdasarkan
situs
web
laman
http://nusantara.dl.uni-
leipzig.de/receive/NegeriMSBookislamhs0000261 dan diakses pada 12 Agustus 2014 pukul 21.25. Naskah yang diunduh masih dalam bentuk file dalam format jpg untuk mendapatkan salinannya, file tersebut dicetak sesuai aslinya tanpa merubah bentuk asli dari file naskah dengan nomor inventarisasi 07_00402.
E. Metode Analisis Data Analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode yang sesuai dengan ilmu filologi. Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Metode Penyuntingan Teks Teks Miftāhu’-l-Aqā’id merupakan naskah tunggal, hal ini dapat diketahui dengan studi katalog. Metode penyuntingan teks yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penyuntingan naskah tunggal, yaitu metode standar. Oleh Siti Baroroh Baried, et. al. metode suntingan teks yang digunakan untuk meneliti naskah tunggal ada dua jenis, yaitu metode diplomatik dan metode standar. Metode diplomatik, yaitu menyunting teks dengan apa adanya dan tidak
33
memberi perubahan sedikit pun (Baroroh-Baried, et. al. 1994:69). Metode standar, yaitu menyunting teks dengan melakukan perbaikan-perbaikan. Oleh karena itu, dalam penyuntingan teks Miftāhu’-l-Aqā’id metode yang digunakan adalah metode standar. Edwar Djamaris merumuskan hal-hal yang perlu dilakukan dalam metode standar antara lain sebagai berikut. a) Teks ditransliterasikan Transliterasi teks Miftāhu’-l-Aqā’id menggunakan pedoman transliterasi Arab-Latin berdasarkan sistem yang dipakai di UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta. Pedoman transliterasi ini juga terdapat tambahan huruf Arab Melayu. b) Kesalahan teks dibetulkan Tahap berikutnya setelah teks ditransliterasikan, yaitu pengkoreksian teks. Kesalahan yang ditemukan dalam teks dicatat kemudian dikelompokkan berdasarkan jenis kesalahan disertai pembetulan. c) Teks diberi catatan perbaikan/perubahan Tahap berikutnya setelah teks dibetulkan, yaitu pemberian catatan perbaikan atau perubahan. Teks yang sudah dibetulkan diberi tambahan catatan kaki pada setiap kesalahan yang ditemukan dalam teks khususnya dalam teks Miftāhu’-l-Aqā’id. Kesalahan yang dicatat dan yang dikelompokkan kemudian dibuat tabel yang memberikan informasi segala bentuk perbaikannya. d) Teks diberi komentar atau tafsiran Tahap berikutnya setelah teks diberi catatan perbaikan/perubahan yaitu pemberian komentar. Catatan komentar berupa penjelasan pada bagian teks yang sulit dibaca, seperti kata-kata yang tidak terbaca karena proses penyalinan yang
34
tidak sempurna dan kata-kata arkais. Selain itu, catatan komentar dapat berupa penggunaan tanda baca pada teks yang ditransliterasikan. Ketentuan penggunaan tanda baca disesuaikan dengan pedoman ejaan yang berlaku, yaitu Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan (EYD). e) Teks dibagi menjadi beberapa bagian Tahap berikutnya setelah teks ditransliterasikan, yaitu teks dibagi menjadi beberapa bagian. Pembagian teks dilakukan dengan pengaturan alinea atau paragraf sesuai dengan pokok permasalahan yang dikemukakan dalam teks. f) Penyusunan daftar kata sukar pada teks Tahap berikutnya setelah teks ditransliterasikan, yaitu teks dicari kata-kata yang sukar untuk dicatat dan diberi penjelasan maknanya pada akhir suntingan. Menurut Edwar Djamaris kata-kata yang sukar dalam teks berupa kata-kata arkais, kosakata Arab yang belum diserap ke dalam bahasa Indonesia, istilah Arab, dan kosakata Arab yang sudah diserap ke dalam bahasa Indonesia. Dengan demikian, suntingan teks dengan metode standar diharapkan dapat mempermudah pembaca dalam membaca dan memahami teks (Djamaris, 2002:24). 2. Metode Pengkajian Teks Metode yang digunakan untuk mengkaji teks Miftāhu’-l-Aqā’id adalah metode deskriptif kualitatif, yaitu menganalisis data dengan memberikan uraianuraian permasalahan pada teks. 1. Metode Analisis Struktur Nabilah Lubis berpendapat bahwa “Analisis struktur terhadap sebuah karya sastra bertujuan untuk menguraikan dengan panjang lebar keterkaitan semua unsur-unsur dan aspek karya sastra yang bersama-sama menghasilkan makna
35
yang menyeluruh” (Lubis, 1996:87). Metode analisis struktur dalam penelitian ini menggunakan metode analisis struktur sastra kitab. Struktur sastra kitab, meliputi: pertama, struktur penyajian teks, yang memiliki pola tetap, yaitu pendahuluan, isi, penutup. kedua, gaya penyajian teks, ketiga, pusat penyajian teks, dan keempat, gaya bahasa yang, meliputi: kosakata, ungkapan dalam bahasa Arab, sintaksis, sarana retorika, dan bahasa kiasan. 2. Metode Analisis Isi Analisis isi dilakukan dengan mendeskripsikan atau menggambarkan apa yang menjadi masalah kemudian menganalisis dan menafsirkan data yang ada. Metode analisis isi dalam penelitian ini dilakukan dengan mengungkapkan isi teks berdasarkan kandungan ajaran tauhid tentang sifat-sifat wajib, mustahil, dan jaiz Allah, dan penggolongan sifat-sifat wajib Allah, kemudian sifat-sifat wajib, mustahil, dan jaiz Rasulullah.
F. Teknik Pengolahan Data Pada tahap pengolahan data, tahap-tahap yang dilakukan adalah sebagai berikut. 1. Tahap Deskripsi Tahap pertama dalam analisis data adalah tahap deskripsi. Naskah dideskripsikan dengan pola yang sama, mulai dari judul naskah, nomor naskah, tempat penyimpanan naskah, keadaan naskah, ukuran naskah, tebal naskah, jumlah baris pada setiap halaman naskah, huruf, aksara, dan tulisan, cara penulisan, bahan naskah, bentuk teks, bahasa naskah, umur naskah, sejarah teks, identitas pengarang, dan ikhtisar isi teks yang dikandung dalam naskah.
36
2. Tahap Analisis Setelah
dilakukan
pendeskripsian,
langkah
selanjutnya
adalah
menganalisis data. Pada tahap ini dilakukan suntingan teks dengan edisi standar, menganalisis struktur teks sastra kitab dan analisis isi menurut tinjauan ajaran tauhid. 3. Tahap Evaluasi Data yang sudah dianalisis, tidak langsung ditarik kesimpulan begitu saja. Data-data yang ada harus diteliti kembali dan dievaluasi agar dapat diperoleh penilaian yang benar-benar dapat dipertanggungjawabkan.
G. Teknik Penarikan Simpulan Tahap akhir suatu penelitian adalah penarikan kesimpulan. Cara yang dilakukan dalam penarikan kesimpulan, yaitu dengan mengumpulkan data-data dari teks Miftāhu’-l-Aqā’id. Lalu diklasifikasikan, kemudian dianalisis sesuai dengan objek permasalahan dan langkah akhir dalam penelitian ini adalah pengambilan kesimpulan. Pengambilan kesimpulan pada penelitian ini dilakukan secara induktif, yaitu didasarkan pada data-data khusus untuk dianalis dan ditarik kesimpulan yang bersifat umum.