perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Krisis multidimensi yang melanda Indonesia sejak tahun 1997 telah membawa dampak yang luar biasa pada mutu Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia dan juga pada mutu pendidikan di Indonesia. Hal tersebut terlihat dari indikator secara makro, yakni pencapaian Human Development Index (HDI) dan indikator secara mikro, seperti misalnya kemampuan dalam hal membaca dan menulis. Pada tahun 2005, HDI Indonesia menduduki peringkat 110 dari 177 negara di dunia. Bahkan peringkat tersebut semakin menurun dari tahun-tahun sebelumnya. HDI Indonesia tahun 1997 adalah 99, lalu tahun 2002 menjadi 102, kemudian tahun 2004 merosot kembali menjadi 111 (Human Development Report 2005, UNDP). Menurut Laporan Bank Dunia dan studi IEA (International Association for the Evaluation of Educational Achievement), di Asia Timur menunjukkan bahwa keterampilan membaca siswa kelas IV SD di Indonesia berada pada peringkat terendah. Rata-rata skor tes membaca untuk siswa SD: 75,5 (Hongkong), 74,0 (Singapura), 65,1 (Thailand), 52,6 (Filipina), dan 51,7 (Indonesia). Kondisi anak-anak Indonesia hanya mampu menguasai 30 persen dari materi bacaan dan mereka sulit sekali menjawab soal-soal berbentuk uraian yang memerlukan penalaran. Hal ini disebabkan karena mereka sangat terbiasa dalam menghapal serta mengerjakan soal pilihan ganda (Ilham, Wika Y dan Greaney: 2007). Saat ini, HDI Indonesia berada pada peringkat 121 dari 184 negara. Peringkat tersebut naik 3 angka dari tahun sebelumnya 2012 yang berada pada posisi 124 dari 184 negara. Sedangkan pada tahun 2011, Indonesia berada pada peringkat 124 dari 178 negara (http;//www.jurnas.com/news/85371). Pada dasarnya, pendidikan adalah hak asasi setiap manusia dalam hidupnya, termasuk bagi rakyat Indonesia tanpa terkecuali. Pandangan dunia terhadap persoalan pendidikan memang tidak pernah berhenti. Hal tersebut dikarenakan masyarakat dunia saat ini memandang pendidikan sebagai sesuatu yang harus ada dalam hidup seseorang. Mengenyam pendidikan commit to user menjadi suatu masalah yang
1
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
urgent dalam masyarakat saat ini. Para orang tua mulai mewajibkan pendidikan bagi anak-anaknya agar generasi-generasi muda tersebut dapat menjadi orang yang lebih bermartabat dengan pendidikan yang dimilikinya. Pemerintah Indonesia sendiri telah mengamanatkan hak atas pendidikan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab IV Bagian Kesatu Tentang Hak dan Kewajiban Warga Negara Pasal 5 Ayat 1-5, menjelaskan bahwa: 1.
Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu.
2.
Warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan/atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus.
3.
Warga negara di daerah terpencil atau terbelakang serta masyarakat adat yang terpencil berhak memperoleh pendidikan layanan khusus.
4.
Warga negara yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa berhak memperoleh pendidikan khusus.
5.
Setiap warga negara berhak mendapat kesempatan meningkatkan pendidikan sepanjang hayat.
Menurut Bertrand Russell terdapat tiga tujuan pendidikan yang berbeda, namun semuanya mempunyai pendukung-pendukungnya di masa kini, yaitu : 1.
Tujuan pendidikan satu-satunya adalah untuk menyediakan peluang bagi pertumbuhan dan menyingkirkan pengaruh-pengaruh yang merintangi.
2.
Tujuan
pendidikan
adalah
membudayakan
individu
dan
mengembangkan kapasitasnya hingga maksimal. 3.
Tujuan pendidikan harus lebih dipertimbangkan dalam hubungannya dengan komunitas daripada dalam hubungannya dengan individu, dan bahwa urusannya ialah melatih
warga negara
yang berguna
(Russel,1993:35).
Berangkat dari pemikiran Russell tersebut di atas, pendidikan di Indonesia masih mempunyai tujuan untuk membudayakan individu commit to user serta mengembangkan potensi
2
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
yang ada hingga maksimal serta menjadikan generasi muda sebagai generasi yang dapat membangun bangsanya. Seperti termuat dalam Undang - Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional BAB II Pasal 3, yang berbunyi : “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan
kehidupan
bangsa,
bertujuan
untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.”
Pendidikan memang menjadi hak bagi setiap warga negara di Indonesia, termasuk pula pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus yang oleh pemerintah pun di atur dalam undang-undang yang sama. Bagi sebagian bahkan banyak orang, mengenyam pendidikan bukanlah hal yang sulit, apalagi bagi mereka yang termasuk dalam golongan high class. Namun, mengenyam pendidikan menjadi suatu masalah tersendiri bagi anak-anak dengan kebutuhan khusus seperti cacat mental dan fisik. Para orang tua dengan Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) ini, mempunyai kendala tersendiri dalam mencari sekolah-sekolah khusus dalam rangka memberikan pendidikan yang baik bagi anak-anaknya. Terkadang bukan karena tidak adanya sekolah luar biasa atau lembaga pendidikan khusus di daerah mereka, namun karena para orang tersebut enggan untuk menyekolahkan anak-anaknya yang berkebutuhan khusus tersebut pada sekolah-sekolah luar biasa yang telah disediakan oleh pemerintah ataupun oleh pihak swasta. Rasa enggan tersebut karena para orang tua merasa malu jika anaknya bersekolah di Sekolah Luar Biasa (SLB). Selain rasa malu, para orang tua merasa bahwa jika anak-anaknya bersekolah di sekolah luar biasa, hal tersebut akan membuat lingkungan anaknya menjadi terisolasi dari masyarakat luas, namun jika anaknya bersekolah di sekolah umum, kemungkinan anak tersebut akan lebih susah berinteraksi dengan tema-temannya yang notabene adalah anak-anak normal. Selain kedua hal tersebut diatas, faktor ekonomi menjadi kendala tersendiri bagi para commit pun to user
3
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
orang tua anak berkebutuhan khusus. Bagaimana tidak, jika untuk sekolah normal saja saat ini biayanya sudah amat tinggi, terlebih untuk sekolah-sekolah khusus bagi anak-anak berkebutuhan khusus, tentu biaya yang dikeluarkan pun tidaklah sedikit. Hal tersebut menjadi kendala tersendiri untuk para orang tua yang memiliki anak berkebutuhan khusus usia sekolah. Pada akhirnya, para orang tua ini menjadi dilema antara menyekolahkan anaknya pada sekolah luar biasa atau pada sekolahsekolah umum. Pemerintah melalui Undang-Undang Republik Indonesia No.20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 32 mengamanatkan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus, sebagai berikut : “Pendidikan khusus (pendidikan luar biasa) merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, mental, emosional dan sosial, dan atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa” (Kustawan, 2013:17).
Ketetapan tersebut memberikan landasan yang kuat bagi anak berkebutuhan khusus untuk mendapatkan kesempatan yang sama dalam memperoleh pendidikan formal dan pengajaran seperti anak normal. Melalui undang-undang tersebut juga, pemerintah menyatakan kepeduliannya terhadap pendidikan bagi anak-anak berkebutuhan khusus. Berbicara mengenai pendidikan dan anak berkebutuhan khusus mungkin memang tidak akan ada habisnya. Ketika kita berbicara mengenai pendidikan khusus untuk anak berkebutuhan khusus seharusnya kita juga berbicara mengenai semua anak. Saat ini, terdapat kecenderungan adanya pendidikan inklusif bagi anakanak berkebutuhan khusus. Pendidikan inklusif sendiri merupakan sistem layanan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua anak untuk belajar bersama-sama di sekolah umum dengan memperhatikan keragaman dan kebutuhan individual, sehingga potensi anak dapat berkembang secara optimal (Rachmayana, 2013:89). Seting pendidikan inklusif menempatkan anak berkebutuhan khusus yang memerlukan pendidikan dan layanan khusus dalam satu kesatuan dengan anak commit to user
4
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
normal dengan pelayanan yang inklusif. Pendidikan inklusif memberikan harapan baru bagi anak berkebutuhan khusus untuk mengenyam pendidikan formal pada sekolah-sekolah umum, sehingga mengurangi resiko terisolasi dari lingkungan sekitarnya. Namun, permasalahan selanjutnya adalah bahwa tidak semua daerah mempunyai sekolah dengan layanan pendidikan inklusif. Tidak hanya itu, banyak sekolah-sekolah negeri yang juga enggan untuk menjadi sekolah inklusif bagi anak berkebutuhan khusus. Tentu saja itu bukan semata kesalahan pihak sekolah yang tidak mau menjadi sekolah dengan layanan inklusif, karena memang tidak mudah untuk menjadi sekolah inklusif. Untuk menjadi sekolah dengan layanan inklusif, pihak sekolah harus menyediakan guru pendamping, psikolog atau psikiater, bahkan harus pula menyediakan tenaga ahli untuk terapi. Kondisi diatas kemudian membuat terjadinya gap antara sekolah umum non inklusif dengan sekolah umum inklusif. Gap yang terjadi bukan saja antar guru, namun sudah merambah pada prestasi akademik pada sekolah-sekolah tersebut. Beban ganda yang ada pada sekolah inklusif telah membuat para guru dan siswa untuk berpacu demi memperoleh prestasi yang gemilang pada bidang akademik. Pengakuan msayarakat saat ini bahwa sekolah inklusif masuk dalam kelompok sekolah unggulan juga membuat adanya kesenjangan dengan sekolah umum non inklusif. Padahal seharusnya, tidak ada gap antara sekolah umum non inklusif dan sekolah umum inklusif sebagai lembaga pendidikan formal yang benaung di bawah payung yang sama yaitu Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Hal tersebut dikarenakan semua lembaga pendidikan formal mempunyai tugas dan tanggung jawab yang sama, yaitu mencerdaskan kehidupan generasi muda baik yang normal maupun yang berkebutuhan khusus. Nampaknya sekolah dengan layanan pendidikan inklusif menjadi alternatif para orang tua dari anak berkebutuhan khusus agar dapat menyekolahkan anakanaknya pada sekolah formal umum. Sekolah Dasar Negeri 1 Tanjung, Kecamatan Purwokerto
Selatan, Kota Purwokerto, merupakan sekolah negeri yang
memberikan layanan pendidikan inklusif di Kota Purwokerto. Pada sekolah ini, terdapat lima puluh satu siswa berkebutuhan khusus yang tersebar dari kelas satu hingga kelas enam pada sekolah tersebut dengan lima kategori anak berkebutuhan khusus. Sekolah ini mempunyai payung commithukum to useryaitu Keputusan Bupati Banyumas
5
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
No. 421/149/2011 dan Permendiknas No. 70 Tahun 2009. SD Negeri 1 Tanjung, Kecamatan Purwokerto Selatan, Kota Purwokerto memulai layanan pendidikan inklusif sejak tahun pelajaran 2004-2005 sebagai SD Rintisan SD Inklusif. Pada Kota Purwokerto sendiri, sekolah dengan layanan pendidikan inklusif tidak hanya ada pada SDN 1 Tanjung, Kecamatan Purwokerto
Selatan, Kota Purwokerto,
setidaknya terdapat enam sekolah inklusif dari jenjang Sekolah Dasar (SD) hingga Sekolah Menengah Pertama (SMP), salah satunya termasuk SDN 1 Tanjung, Kecamatan Purwokerto Selatan, Kota Purwokerto. Dari enam sekolah inklusif yang ada empat sekolah merupakan sekolah swasta yang juga menyelenggarakan pendidikan inklusif disekolahnya termasuk satu SMP, sementara dua lainnya merupakan SD negeri. Berikut adalah data tentang sekolah dasar dengan layanan pendidikan inklusif yang ada di Kota Purwokerto : 1. SD Al-Irsyad 1 Purwokerto. 2. SD Al-Irsyad 2 Purwokerto. 3. SD Putra Harapan Purwokerto. 4. SD Negeri 1 Tanjung, Purwokerto. 5. SD Negeri 5 Arcawinangun, Purwokerto.
Berdasarkan data diatas, terdapat dua SD Negeri yang menyediakan layanan pendidikan inklusif. Dari dua SD negeri yang menyelenggarakan layanan pendidikan inklusif, SDN 1 Tanjung, Kecamatan Purwokerto
Selatan, Kota
Purwokerto, merupakan sekolah yang ditunjuk langsung oleh pemerintah daerah Purwokerto untuk menyediakan layanan pendidikan inklusif. Sementara satu SD Negeri lain yaitu SDN 5 Arcawinangun, merupakan sekolah yang mengajukan diri untuk menjadi sekolah dengan layanan pendidikan inklusif. Makin banyaknya jumlah sekolah inklusif pada Kota Purwokerto menunjukan bahwa saat ini, masyarakat mulai terbuka dan dapat menerima perbedaan yang ada disekitarnya. Hal ini juga menunjukan bahwa orang tua dari anak berkebutuhan khusus mulai memilih menyekolahkan anak-anaknya pada sekolah formal yang umum daripada sekolah luar biasa atau sekolah khusus untuk anak berkebutuhan khusus. Bagi para orang tua siswa tersebut, menyekolahkan anaknya yang berkebutuhan khusus pada sekolah inklusif SDN 1 Tanjung, commit to user
6
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Kecamatan Purwokerto Selatan, Kota Purwokerto, tentu bukanlah tanpa alasan. Beberapa orangtua memasukkan anaknya ke Layanan Pendidikan Inklusif agar anaknya mendapatkan perlakuan yang sama dalam bidang pendidikan, adapula yang memasukkan anaknya karena faktor jarak dan keterbatasan lembaga pendidikan yang diperuntukkan untuk anak-anak dengan kebutuhan khusus. Namun, apapun alasannya, para orang tua ini telah mengambil tindakan dengan menyekolahkan anak-anaknya yang berkebutuhan khusus untuk mendapat pendidikan pada sekolah inklusif SDN 1 Tanjung, Kecamatan Purwokerto Selatan, Kota Purwokerto. Satu hal yang menarik untuk diteliti adalah tindakan yang dilakukan oleh para orangtua dari anak-anak berkebutuhan khusus ini dalam menyekolahkan anakanaknya yang berkebutuhan khusus. Undang-Undang tentang pendidikan di Indonesia memang jelas mengamanatkan tidak adanya diskriminasi bagi seluruh rakyat Indonesia untuk mengenyam pendidikan, namun pada kenyataannya tidak semudah membalikkan telapak tangan. Para orangtua dengan anak berkebutuhan khusus harus bekerja dan berusaha ekstra untuk dapat menyekolahkan anakanaknya. Mendapatkan pendidikan formal bukanlah hal yang mudah, karena tidak semua sekolah dapat menerima siswa dengan kebutuhan khusus. Disinilah terjadi kesenjangan antara das solen dan das sein dalam hal pendidikan untuk anak-anak berkebutuhan khusus. Disini pula penelitian tentang tindakan orangtua yang menyekolahkan anak berkebutuhan khusus pada sekolah dengan layanan pendidikan inklusif menjadi menarik untuk dilakukan, agar masyarakat menjadi memahami tentang kondisi pendidikan yang ada saat ini, dimana masih ada diskriminasi pendidikan terhadap anak-anak dengan kebutuhan khusus.
B. Rumusan Masalah Seperti yang kita semua ketahui, setiap warga negara Indonesia pada dasarnya mempunyai hak dan kewajiban yang sama dalam hal pendidikan. Tidak ada satu warga negara pun yang ingin didiskriminasikan haknya untuk memperoleh pendidikan yang layak. Hal tersebut juga berlaku bagi anak-anak berkebutuhan khusus yang ingin memperoleh pendidikan yang layak. Makin maraknya program pendidikan inklusif bagi anak commit berkebutuhan to user khusus di Kota Purwokerto
7
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
membuktikan bahwa saat ini terdapat kecenderungan dimana para orang tua dengan anak berkebutuhan khusus lebih memilih menyekolahkan anaknya pada sekolah inklusif dariada sekolah luar biasa atau sekolah khusus. Hal tersebut tentu menjadi menarik untuk diteliti karena apa yang dilakukan para orang tua tersebut merupakan sebuah tindakan sosial yang mempunyai maksud dan tujuan tertentu. Untuk itu, perumusan masalah penelitian ini difokuskan kepada tindakan orang tua dalam menyekolahkan anak berkebutuhan khusus pada sekolah inklusif. Dengan pertanyaan penelitian sebagai berikut, “Bagaimanakah tindakan orangtua dalam menyekolahkan anak berkebutuhan khusus di Sekolah Dasar Negeri 1 Tanjung, Kecamatan Purwokerto Selatan, Kota Purwokerto?”.
C. Tujuan Penelitian Berdasarkan uraian latar belakang dan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1.
Tujuan Operasional a. Untuk menggambarkan tindakan orangtua dalam menyekolahkan anak pada layanan pendidikan inklusif di SDN 1 Tanjung, Kecamatan Purwokerto Selatan, Kota Purwokerto. b. Untuk menggambarkan tindakan orangtua dalam menyekolahkan anak berkebutuhan khusus pada sekolah inklusif SDN 1 Tanjung, Kecamatan Purwokerto Selatan, Kota Purwokerto.
2.
Tujuan Fungsional Untuk memberikan kontribusi pada perkembangan ilmu pengetahuan sosial, terutama untuk bidang Sosiologi Pendidikan.
3.
Tujuan Individual Penelitian ini dilakukan guna memenuhi tugas akhir perkuliahan sekaligus untuk memperoleh gelar Magister Sosiologi Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.
commit to user
8
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Manfaat teoritis dari penelitian ini adalah memberikan pemahaman wacana pada masyarakat tentang dunia pendidikan dan pendidikan inklusif yang saat ini mulai banyak bermunculan di sekitar kita. Selain itu, penelitian ini diharapkan juga dapat memberikan berbagai manfaat dan memperkaya kajiankajian ilmu pengetahuan sosial khususnya Sosiologi Pendidikan. 2. Manfaat Praktis Manfaat praktis dari penelitian ini adalah memberikan gambaran tentang tindakan orangtua dalam menyekolahkan anak berkebutuhan khusus pada layanan pendidikan inklusif. Dengan demikian, para orang tua dengan anak berkebutuhan khusus dapat menentukan dengan bijak dimana anaknya akan disekolahkan, sehingga anak-anak berkebutuhan khusus dapat memperoleh layanan pendidikan formal tanpa adanya diskriminasi. Selain orangtua, manfaat praktis dari penelitian ini bagi pemerintah khususnya Dinas Pendidikan dan Kebudayaan sebagai pembuat kebijakan dalam hal pendidikan adalah membuat kebijakan yang dapat menekan biaya pendidikan terutama pendidikan bagi anak atau siswa berkebutuhan khusus sehingga pendidikan khusus bukan lagi momok bagi orangtua yang menganggap pendidikan itu mahal dan hanya membuangbuang uang saja. Selain menekan biaya pendidikan agar semakin murah dan terjangkau, pemerintah pun harus semakin memperhatikan sarana dan prasarana pendidikan pada sekolah atau layanan pendidikan khusus agar proses belajar mengajar menjadi maksimal.
commit to user
9