1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) merupakan program pemerintah Indonesia yang diluncurkan dalam rangka pencapaian derajat kesehatan yang merata antar penduduk tanpa memandang latar belakang warga tersebut, baik kaya maupun miskin dapat mengakses pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan. Hal ini tidak terlepas dari konstitusi WHO pada tahun 1948 yang mendeklarasikan bahwa kesehatan merupakan dasar hak asasi manusia. Pada pertemuan Alma-Alta tahun 1978 juga mendeklarasikan tentang kesehatan untuk semua, akhirnya terbentuk lah Universal Health Coverage (UHC) (WHO, 2010). Indonesia merupakan negara nomor empat berpenduduk terbanyak di dunia setelah Cina, India dan Amerika Serikat. Jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2010 adalah sebanyak 237 juta jiwa dengan rata-rata pertumbuhan penduduk per tahun sebesar 1,49% (BPS, 2013). Penduduk tersebut tersebar di seluruh wilayah Indonesia yang berbentuk kepulauan terdiri dari 34 provinsi secara administratif yang memiliki karakteristik berbeda baik secara geografis, iklim, dan hal tersebut mempengaruhi masalah sosial, ekonomi, status kesehatan, dll. Peraturan Pemerintah No. 78 Tahun 2014 menyebutkan bahwa kriteria dalam penentuan daerah tertinggal yakni perekonomian masyarakat, sumber daya manusia, sarana dan prasarana, kemampuan keuangan daerah, aksesibilitas, karakteristik daerah. Berdasarkan dari Peraturan Presiden No. 131 Tahun 2015 diketahui terdapat 122 kabupaten tertinggal yang tersebar di seluruh Indonesia. Penyebaran daerah tertinggal tersebut 70% terdapat di kawasan Indonesia Timur. Sementara merujuk pada daftar Daerah Tertinggal, Terluar dan Terdepan (3T) dari Kementerian PPN/ Bappenas terdapat 165 kabupaten/ kota. Faktor yang mempengaruhi pemanfaatan pelayanan kesehatan dapat berasal dari jumlah fasilitas kesehatan, dimana tiap provinsi akan berbeda. Fasilitas kesehatan tingkat pertama milik pemerintah yakni Puskesmas serta fasilitas kesehatan swasta seperti dokter praktek perorangan dan klinik pratama,
1
2
merupakan gate keeper dalam program Jaminan Kesehatan Nasional. Puskesmas tersebut dapat ditemukan di setiap kecamatan seluruh Indonesia. Tujuan tersebut agar seluruh masyarakat dapat mengakses pelayanan kesehatan, karena tidak di semua wilayah terdapat dokter praktek. Tren rasio Puskesmas dari tahun 2012 – 2014 dari 3 wilayah di Indonesia sesuai tabel 1 mengalami perubahan yang tidak banyak dan cenderung Indonesia barat memiliki rata-rata rasio terkecil dibandingkan Indonesia tengah maupun timur. Pada wilayah barat tren rasio memang mengalami penurunan tidak banyak, sementara di wilayah tengah dan timur sempat mengalami kenaikan kemudian turun kembali. Apabila dibandingkan dengan rasio nasional maka ketiga wilayah tersebut sudah di atas rasio nasional, sehingga dapat dikatakan bahwa jumlah puskesmas sudah seimbang dengan jumlah penduduk (Kemenkes, 2015). Rasio ketersediaan Puskesmas belum menggambarkan kondisi
yang
sebenarnya mengenai aksesibilitas masyarakat terhadap pelayanan kesehatan dasar. Hal ini dipengaruhi oleh jumlah penduduk, dimana Indonesia wilayah timur memiliki jumlah penduduk yang relatif sedikit dan wilayah kerja yang luas, sedangkan Indonesia barat yang dapat dikategorikan padat penduduknya. Sebagai contoh DKI Jakarta merupakan provinsi terpadat dengan kepadatan penduduk tahun 2014 sebesar 15.173 jiwa/km2 (BPS, 2015). Tabel 1. Rata-rata Rasio Puskesmas per 30.000 Penduduk Wilayah Indonesia
2012 Barat 1,36 Tengah 1,93 Timur 3,73 Nasional 1,17 Sumber: Profil Kesehatan Indonesia 2014
Rata-rata Rasio 2013 1,35 1,95 3,85 1,17
2014 1,34 1,77 3,82 1,08
Rasio dokter di puskesmas jika dilihat dari tabel 2 diketahui bahwa untuk Indonesia wilayah tengah dan timur masih di bawah rasio nasional, sehingga meski jumlah puskesmas sudah mencukupi namun untuk tenaga medis masih sangat kekurangan. Masih terdapat puskesmas yang tidak memiliki dokter untuk memberikan pelayanan kesehatan dasar.
3
Tabel 2. Rata-rata Rasio Dokter Umum terhadap Puskesmas per 30.000 Penduduk Wilayah Indonesia
Rata-rata Rasio 2014 2,14 1,79 0,92 1,83
Barat Tengah Timur Nasional Sumber: Profil Kesehatan Indonesia 2014
Tenaga kesehatan merupakan kunci utama dalam keberhasilan pencapaian tujuan pembangunan kesehatan. Berdasar dari Keputusan Menteri Koordinator Bidang
Kesejahteraan
Rakyat
No.
54
Tahun
2013
tentang
Rencana
Pengembangan Tenaga Kesehatan Tahun 2011 – 2025, ditargetkan rasio dokter umum sebesar 40 dokter umum per 100.000 penduduk. Bersumber tabel 3 diketahui bahwa Indonesia masih belum bisa mencapai target tersebut di semua wilayah. Jumlah dokter yang tersedia saat ini masih belum memadai. Sehingga mengakibatkan tingginya beban kerja dokter umum. Rata-rata rasio wilayah Indonesia Barat, Tengah, dan Timur telah lebih baik apabila dibandingkan dengan rasio nasional. Laporan WHO tahun 2006 menyebutkan bahwa Indonesia termasuk salah satu 57 negara di dunia yang menghadapi krisis SDM Kesehatan, baik jumlahnya yang kurang maupun distribusinya. Tabel 3. Rata-rata Rasio Dokter Umum per 100.000 Penduduk Tahun 2014 Wilayah Indonesia Barat Tengah Timur Nasional Sumber: Profil Kesehatan 2014
Rata-rata Rasio 2014 20,86 22,51 25,35 16,80
Perbedaan jumlah dokter Puskesmas di Indonesia ini akan mempengaruhi jumlah kapitasi yang diterima oleh Puskesmas, karena ketersediaan dokter akan mempengaruhi kapitasi untuk tiap peserta. PMK No. 59 Tahun 2014 menyebutkan bahwa kapitasi untuk tiap peserta sebesar Rp. 3.000 hingga Rp. 6.000 bagi puskesmas. Sehingga jika suatu puskesmas memiliki tenaga kesehatan yang lengkap maka dana kapitasi yang diterima akan semakin besar pula. Kapitasi
4
memiliki pengaruh dalam pelayanan kesehatan, akan meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan apabila dilakukan dengan menggunakan cost effective, namun penelitian dari Grumbak, et al. (1998) mengakibatkan penurunan kualitas pelayanan kesehatan dengan adanya manage care (Hendrartini, 2010). Pemanfaatan pelayanan kesehatan di puskesmas antara 3 wilayah di Indonesia memiliki perbedaan, terlihat dari data SUSENAS 2001 rumah tangga yang melakukan kunjungan ke puskesmas untuk kawasan Indonesia timur memiliki prosentase sebesar 28,9 dan Indonesia barat 21,55 (Setyowati, 2003). Akses pelayanan kesehatan ikut andil dalam mempengaruhi pemanfaatan pelayanan kesehatan tersebut, dimana beberapa penduduk merasa sulit mengakses dikarenakan jarak tempat tinggal yang jauh dari fasilitas kesehatan (Pratiwi, 2012). Jaminan kesehatan merupakan salah satu upaya seseorang dalam memproteksi dirinya apabila dikemudian hari terjadi permasalahan dalam kesehatan yang mempengaruhi keadaan ekonomi. Sehingga akan sangat beresiko bagi masyarakat yang tergolong miskin atau hampir miskin terhadap guncangan ekonomi akibat biaya kesehatan yang mahal (Roxk, et al., 2009). Indonesia wilayah timur cenderung lebih miskin dari pada wilayah barat, dimana penduduk di Maluku dan Papua memiliki penduduk miskin terbesar dengan prosentase 25,25% (Sikoki et al., 2013). Penelitian yang dilakukan oleh Xu, et al. (2005) diketahui bahwa masyarakat akan mendapatkan gangguan keuangan (pengeluaran katastrofik) pada saat mereka sakit dan harus mengeluarkan biaya pelayanan kesehatan tanpa skema asuransi atau secara out of pocket. Hal ini akan mengakibatkan masyarakat tidak menggunakan pelayanan kesehatan meskipun dalam keadaan sakit dikarenakan tidak mampu untuk membayar. Sementara salah satu provinsi di Indonesia wilayah timur yakni Maluku Utara sesuai Profil Kesehatan tahun 2012 masih sedikit yang memiliki jaminan kesehatan pra bayar yakni 56% dari seluruh penduduk Maluku Utara, mengingat target BPJS Kesehatan adalah cakupan semesta tahun 2019. Secara Nasional cakupan kepesertaan BPJS Kesehatan tahun
5
2014 untuk Indonesia barat 51,94%, tengah 52,58%, timur 68% (Kemenkes, 2015). Salah satu cara pengendalian biaya yang dilakukan PT Askes adalah dengan sistem pembayaran kapitasi ke FKTP. Diharapkan dengan demikian angka rujukan akan terkendali. Hasil penelitian Fita (2004) menunjukkan rata-rata rasio kunjungan peserta PT Askes di Puskesmas Yogyakarta sebesar 11,68%, dan rasio rujukan ke RS sebesar 20,83%.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan dari permasalahan di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut: “Bagaimana pemanfaatan pelayanan kesehatan peserta program Jaminan Kesehatan Nasional pada daerah DTPK dan non DTPK tahun 2014-2015?”
C. Tujuan Penelitian Penelitian ini memiliki tujuan sebagai berikut: 1. Mengetahui utilisasi kunjungan peserta program Jaminan Kesehatan Nasional pada daerah DTPK dan non DTPK di Indonesia. 2. Mengetahui unit cost peserta program Jaminan Kesehatan Nasional pada daerah DTPK dan non DTPK di Indonesia. 3. Mengukur pengaruh variabel jenis fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP) dan lokasi geografis dengan utilisasi dan unit cost peserta program JKN.
D. Manfaat Penelitian 1. Kementerian Kesehatan RI a. Sebagai bahan monitoring dan evaluasi tentang pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional. b. Sebagai informasi untuk upaya peningkatan pemerataan pelayanan kesehatan antar daerah
6
2. Dinas Kesehatan Sebagai bahan masukan dalam pembuatan kebijakan untuk tercapainya pelayanan kesehatan yang bermutu dan berkualitas, serta mudah diakses
3. Puskesmas Sebagai bahan masukan dalam peningkatan pelayanan kesehatan kepada seluruh peserta Jaminan Kesehatan Nasional 4. Peneliti Sebagai referensi dan tambahan pengetahuan mengenai Jaminan Kesehatan Nasional
E. Keaslian Penelitian 1. Penelitian dari Cholid, 2013 dengan judul Equity Pembiayaan dan Utilisasi Pelayanan Kesehatan oleh Peserta Program Jamkesmas di Indonesia merupakan penelitian deskriptif dengan analisis data sekunder dari Susenas triwulan pertama tahun 2011 dari Biro Statistik BPS dan data Program Jamkesmas tahun 2011 dari Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan (P2JK) Kementerian Kesehatan Republik Indonesia di 33 provinsi seluruh Indonesia. Kesamaan dari penelitian ini yakni mendeskripsikan tentang equity dari suatu program jaminan kesehatan yang tersebar di seluruh Indonesia. Namun perbedaan yang dimiliki yaitu penelitian ini melihat dari equity pembiayaan jaminan kesehatan tersebut, tidak hanya melihat utilitas pelayanan kesehatan yang diterima masyarakat Indonesia. 2. Penelitian dari Kurniawan, et al. 2015 dengan judul Pemanfaatan dan Pengelolaan Dana Kapitasi (Monitoring dan Evaluasi Program JKN di Indonesia) merupakan penelitian deskriptif yang dilaksanakan di tingkat FKTP di 20 kabupaten/kota di Indonesia. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa besaran alokasi dana kapitasi untuk FKTP Puskesmas dan FKTP swasta yaitu dokter praktek perorangan dan klinik pratama dipengaruhi oleh jumlah peserta dan Puskesmas cenderung memiliki jumlah peserta lebih tinggi dibandingkan dokter praktek perorangan dan klinik pratama. Pemanfaatan
7
dana kapitasi di FKTP mempunyai pengaruh pada peningkatan rasio utilisasi di FKTP dan karena kebijakan prosentase minimal yang diberlakukan, maka prosentase dana operasional lebih kecil dari prosentase jasa pelayanan. Perbedaan dengan penelitian ini yaitu pada penelitian yang sebelumnya lebih fokus menganalisa alokasi, pemanfaatan, dan pengelolaan dana kapitasi.