BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Pendidikan adalah hak asasi setiap manusia. Oleh karena itu, pendidikan harus dapat dinikmati oleh setiap warga negara tanpa kecuali. Hal ini sejalan dengan Undang-Undang Dasar 1945 yang menginginkan agar setiap warga negara mendapatkan kesempatan belajar yang seluas-luasnya. Komisi Pembaruan Pendidikan
Nasional
mengemukakan
agar
pendidikan
bersifat
semesta,
menyeluruh dan terpadu. Semesta berarti bahwa pendidikan dinikmati oleh semua warga negara. Menyeluruh artinya agar ada mobilitas antara lain antara pendidikan formal dan non fomal, sehingga terbuka pendidikan seumur hidup bagi setiap warga negara Indonesia. Pendidikan menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (2003: 2) adalah : 1. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. 2. Pendidikan Nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman. 3. Sistem pendidikan nasional adalah keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan nasional. Dasar pendidikan nasional adalah Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Pada prinsipnya, pendidikan nasional mempunyai 3 fungsi, yaitu (1) mengembangkan kemampuan, (2) membentuk watak dan peradaban yang bermanfaat, (3) mencerdaskan bangsa. Sedangkan tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang (1) beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, (2) berakhlak mulia, (3) 1
2
sehat, (4) berilmu cakap, kreatif, (5) mandiri, (6) demokratif, dan (7) bertanggung jawab. Menurut S. Nasution (2005: 35) “Fungsi pendidikan adalah membimbing anak kearah suatu tujuan yang kita nilai tinggi. Pendidikan yang baik adalah usaha yang berhasil membawa semua anak didik kepada tujuan itu. Apa yang diajarkan hendaknya dipahami sepenuhnya oleh semua anak”. Dalam konteks untuk semua anak-anak yang mengalami kelainan fisik, intelektual, sosial emosional, gangguan perseptual, gangguan motorik, atau Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) merupakan warga negara yang memiliki hak yang sama untuk menikmati pendidikan seperti warga negara yang lain. Menurut Undang-Undang No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan di Indonesia dilaksanakan melalui tiga (3) jalur,
yaitu
pendidikan formal, pendidikan nonformal dan pendidikan informal. Pendidikan formal merupakan jenjang pendidikan yang jelas. Pendidikan nonformal merupakan pendidikan yang dilaksanakan di luar sekolah dan tidak mengikuti peraturan yang ketat. Sedangkan pendidikan informal merupakan jalur pendidikan keluarga dan lingkungan yang berbentuk kegiatan belajar secara mandiri. Pendidikan di sekolah merupakan tahap pendidikan yang ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik, tujuan yang akan dicapai, dan kemampuan yang akan dikembangkan. Pendidikan di Indonesia mengenal tiga jenjang pendidikan,
yaitu
pendidikan
SLTP/MTs/SMPLB/Paket
B),
dasar
pendidikan
(SD/MI/SDLB/Paket menengah
A
(SMU/SMK),
dan dan
pendidikan tinggi. Dalam tingkat pendidikan dasar sering kita jumpai siswa dengan problema belajar. Anak dengan problema belajar merupakan salah satu bagian dari ABK (Anak Berkebutuhan Khusus). Mereka pada umumnya dikenal sebagai anak berkesulitan belajar, anak lamban belajar, anak malas, anak bodoh, dan lain-lain. Menurut para ahli, prevalensi anak-anak dengan problema belajar cukup tinggi. Menurut Lerner (1981) dan Lovit (1989) dalam Munawir Yusuf, Sunardi, Mulyono Abdurrahman (2003: 4), “Prevalensi anak-anak dengan problema belajar berkisar antara 1% - 3% ”. Sedangkan Gaddes (1985) dalam Munawir Yusuf et al (2003) mengemukakan bahwa “Di Amerika dan Eropa Barat, anak berkesulitan
3
belajar diperkirakan mencapai 15% dari populasi anak sekolah tingkat dasar”. Di negara-negara
berkembang
seperti
Indonesia,
prevalensi
anak
dengan
problematika belajar diperkirakan lebih besar. Menurut Mulyono Abdurrahman & Nafsiah Ibrahim (1994) dalam Mulyono Abdurrahman (1999: 10) “Hasil penelitian terhadap 3.215 murid kelas satu hingga kelas enam SD di DKI Jakarta menunjukkan bahwa terdapat 16,52% yang oleh guru dinyatakan sebagai murid berkesulitan belajar”. Penyebabnya adalah masih cukup tingginya angka kurang gizi pada ibu hamil, bayi dan anak, diare, penyakit persalinan, serta infeksi susunan saraf pusat pada bayi. Gangguan atau kondisi di atas seringkali mengakibatkan terjadinya kesulitan belajar. Untuk mengatasi kesulitan dan atau problema belajar yang dihadapi serta untuk meningkatkan potensi yang dimiliki, mereka memerlukan pelayanan khusus. Di sekolah-sekolah umum, terutama di tingkat satuan pendidikan dasar (SD dan SLTP) sering kita menjumpai siswa yang cepat tanggap dalam menangkap materi yang diajarkan guru, ada pula siswa yang lamban dalam pelajaran di hampir semua materi ajar yang diterimanya, siswa dengan kesulitan belajar yang hanya dalam beberapa materi pelajaran tertentu, siswa dengan potensi belajar yang sebenarnya bagus, namun prestasi belajarnya selalu rendah, dan tentu saja ada pula siswa yang potensi dan prestasi belajarnya biasa-biasa saja. Menghadapi kondisi semacam itu, umumnya guru dalam proses belajar mengajar cenderung hanya mendasarkan pada pemenuhan kebutuhan siswa rata-rata, sedangkan siswa dengan kebutuhan belajar cepat atau lambat cenderung terabaikan. Harus kita sadari bahwa kurangnya pelayanan yang optimal bagi peserta didik dengan problema belajar sedikit banyak akan menurunkan prestasi belajar siswa dan menyumbang rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia dalam percaturan internasional. “Sebab, prestasi siswa merupakan salah satu indikator utama yang digunakan untuk melihat kualitas pendidikan” (Munawir Yusuf et al, 2003: 5 ). Kurangnya pelayanan yang optimal bagi peserta didik dengan problema belajar juga akan berdampak pada tingginya angka mengulang kelas yang pada
4
gilirannya akan berdampak juga pada rendahnya angka kelulusan. Sebagai contoh, dapat ditunjukkan bahwa pada tahun 2008 angka kelulusan SD berkisar 96,23%. Ini berarti masih ada sekitar 3,67% siswa SD yang tidak mampu menyelesaikan pendidikannya pada tahun yang bersangkutan, yang nantinya akan menjadi tambahan beban bagi orang tua, sekolah dan pemerintah dalam rangka wajib belajar di Indonesia. Seperti kita ketahui, ketika anak mulai belajar di kelas satu (1) sekolah dasar, anak mulai diajarkan membaca, menulis, dan berhitung. Namun, tingkat perkembangan anak didik yang berbeda-beda mempengaruhi kecepatan dan kecakapan anak dalam belajar, terutama dalam belajar membaca dan menulis. Banyak siswa yang telah mampu membaca dengan lancar dan cakap membaca. Namun, tidak jarang kita menjumpai siswa yang belum dapat membaca, bahkan membaca huruf sekalipun ketika ia masuk sekolah dasar. Menurut Eric Doman (1991: 28-29) “Membaca adalah suatu proses pengenalan kata dan memahami kata-kata serta ide, selain itu, membaca merupakan keterampilan yang wajib dimiliki anak usia sekolah dasar”. Karena kelas dua (2) masih merupakan awal pendidikan di sekolah dasar, maka siswa yang mengalami kesulitan belajar membaca benar-benar perlu mendapat prioritas perhatian dan penanganan khusus. Menurut Mulyono Abdurrahman (1999: 200) “Kemampuan membaca merupakan dasar untuk menguasai berbagai bidang studi. Jika anak pada usia sekolah permulaan tidak segera memiliki kemampuan membaca, maka ia akan mengalami banyak kesulitan dalam mempelajari berbagai bidang studi pada kelas-kelas berikutnya”. Berdasarkan pengamatan di lapangan, masih banyak siswa kelas dua (2) yang belum dapat membaca dengan baik. Contohnya huruf d pada kata datang dibaca b, sehingga kata datang dibaca batang, huruf b pada kata batu dibaca huruf p, sehingga kata batu dibaca patu. Hal ini menunjukkan bahwa siswa tersebut mengalami kesulitan dalam belajar membaca. Menurut Septiana Runikasari (2009)
dalam
http://www.lptui.com/artikel.php?fl3nc=1¶m...cmd...
–
mengatakan bahwa “Kegagalan-kegagalan membaca yang cenderung dialami anak adalah kekurangmampuan dalam keterampilan pengenalan kata, analisis
5
kata, dan pemahaman isi bacaan. Kekurangmampuan dalam pengenalan kata ditunjukkan dengan kegagalan dalam diskriminasi huruf atau kata, dan konfigurasi. Dalam analisis kata ditunjukkan dengan kekurangcermatan dan kekurangtelitian dalam membaca, seperti ditunjukkan dengan kecenderungan menebak kata, meloncat, penggantian, penambahan, atau pengurangan huruf atau kata, serta pemahan tanda baca”. Faktor lain yang menjadi penyebab anak berkesulitan belajar membaca adalah kurangnya variasi metode belajar dan mengajar membaca yang digunakan guru dalam pelajaran membaca. Sampai saat ini, masih banyak guru yang menggunakan metode mengajar ceramah dan hanya menggunakan sedikit media belajar. Hal ini dapat membuat siswa cepat bosan dalam belajar dan juga tidak termotivasi dalam pembelajaran dan belajar membaca. Adalah suatu kenyataan bahwa kecakapan membaca adalah modal utama belajar. Setiap kegiatan terutama pelajaran sekolah selalu melakukan kegiatan membaca. Baik itu membaca tulisan maupun membaca gambar. Anak berkesulitan belajar membaca perlu mendapat perhatian dan pelayanan khusus. Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas, penulis berkeinginan mengadakan penelitian dengan judul : “EFEKTIVITAS PENGGUNAAN METODE
BERMAIN
MENINGKATKAN
(KARTU
HURUF
PRESTASI
DAN
BELAJAR
GAMBAR)
UNTUK
MEMBACA
ANAK
BERKESULITAN BELAJAR MEMBACA SISWA KELAS DUA SEKOLAH DASAR NEGERI 02 KALIKOTES KABUPATEN KLATEN TAHUN AJARAN 2009/2010”.
B. Identifikasi Masalah
Dari uraian latar belakang di atas, penulis dapat mengidentifikasi beberapa masalah yang ada, antara lain : 1. Di tingkat pendidikan dasar, sering kita jumpai siswa dengan problema belajar yang memerlukan pelayanan khusus.
6
2. Prevalensi anak berkesulitan belajar masih cukup tinggi. 3. Guru cenderung mendasarkan pengajaran pada pemenuhan kebutuhan siswa rata-rata, sedangkan siswa dengan kebutuhan belajar cepat atau lambat cenderung terabaikan. 4. Kurangnya pelayanan yang optimal bagi siswa berkesulitan belajar akan menurunkan prestasi belajar siswa dan menyumbang rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia. 5. Kurangnya pelayanan yang optimal bagi siswa berkesulitan belajar juga akan berdampak pada rendahnya angka kelulusan siswa. 6. Siswa yang tidak mampu menyelesaikan pendidikannya akan menjadi beban bagi orang tua, sekolah, dan pemerintah. 7. Setiap anak didik memiliki kemampuan dan tingkat perkembangan yang berbeda-beda, sehingga anak dengan kemampuan dan potensi belajar di bawah rata-rata memerlukan penanganan khusus. 8. Banyak siswa mengalami kesulitan belajar membaca pada usia sekolah permulaan, padahal anak-anak lain yang sebayanya sudah cakap membaca. 9. Siswa usia sekolah permulaan perlu segera memiliki kemampuan membaca. Karena jika tidak, ia akan mengalami banyak kesulitan dalam mempelajari bidang studi lainnya. 10. Kurangnya variasi metode belajar yang dipilih dan digunakan guru membuat siswa bosan mengikuti pelajaran membaca. 11. Kurangnya media belajar yang digunakan dalam kegiatan belajar mengajar membaca membuat siswa tidak termotivasi dalam belajar membaca. 12. Faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya prestasi belajar membaca anak berkesulitan belajar membaca diantaranya kurang mengenal huruf dan tidak memahami arti kata. Penggunaan metode bermain dengan menggunakan media kartu huruf dan gambar diharapkan dapat meningkatkan prestasi belajar membaca siswa.
7
C.
Pembatasan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang dan identifikasi masalah yang telah disampaikan di depan, terdapat banyak masalah yang harus dipecahkan. Namun, disini penulis membatasi permasalahan yang akan dipecahkan dalam penelitian ini. Adapun masalah yang akan dipecahkan adalah sebagai berikut : 1. Metode mengajar membaca menggunakan metode bermain dengan media kartu huruf dan gambar. Metode mengajar membaca dengan menggunakan metode bermain dengan media kartu dan gambar adalah suatu metode mengajar membaca yang menggunakan kartu yang melambangkan huruf - huruf dan angka beserta gambar yang menunjukkan susunan huruf setelah membentuk kata dalam bentuk permainan. 2. Prestasi belajar anak dibatasi pada pencapaian keberhasilan akademik, yaitu berupa prestasi belajar membaca. Prestasi belajar membaca yaitu hasil yang diperoleh berupa kesan-kesan yang mengakibatkan perubahan dalam diri individu sebagai hasil dari aktivitas membaca dalam belajar. 3. Subyek dibatasi pada anak berkesulitan belajar membaca. Subyek dibatasi pada anak berkesulitan belajar membaca kelas II yang terdapat di Sekolah Dasar Negeri 02 Kalikotes Kecamatan Kalikotes Kabupaten Klaten Tahun Ajaran 2009/2010 yang berjumlah 11 siswa.
D.
Perumusan Masalah
Bertolak dari pembatasan masalah di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut : “Efektifkah penggunaan metode bermain (kartu huruf dan gambar) untuk meningkatkan prestasi belajar membaca anak berkesulitan belajar
8
membaca siswa kelas dua Sekolah Dasar Negeri 02 Kalikotes Kecamatan Kalikotes Kabupaten Klaten Tahun Ajaran 2009/2010?”
E.
Tujuan Penelitian
Dalam penelitian ini, penulis merumuskan tujuan sebagai berikut : Untuk mengetahui efektifitas penggunaan metode bermain (kartu huruf dan gambar) terhadap peningkatan prestasi belajar membaca anak berkesulitan belajar membaca siswa kelas dua Sekolah Dasar Negeri 02 Kalikotes Kecamatan Kalikotes Kabupaten Klaten Tahun Ajaran 2009/2010.
F. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis
Mengetahui pengaruh penggunaan metode bermain (kartu huruf dan gambar) terhadap peningkatan prestasi belajar membaca anak berkesulitan belajar membaca.
2.
Manfaat Praktis
a. Bagi Penulis Penulis dapat menambah wawasan yang luas tentang ilmu pengetahuan dan sebagai lahan untuk mengaplikasikan teori yang diperoleh di bangku kuliah. b. Bagi Guru Dapat memilih dan menggunakan metode mengajar yang tepat untuk mengatasi anak berkesulitan belajar membaca. c. Bagi Siswa Siswa dapat belajar dengan senang karena guru berusaha menyesuaikan pembelajaran dengan karakteristik dan kebutuhan siswa.
9
BAB II LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka 1. Tinjauan Anak Berkesulitan Belajar
a. Pengertian Kesulitan Belajar Dalam
Kamus
Bahasa
Indonesia
(Poerwadarminto,1984:
973)
disebutkan “ Kesulitan diartikan sebagai keadaan yang sangat sulit, kesukaran – kesukaran”. Di sini dapat diartikan kesulitan adalah keadaan yang sangat sulit dimana ditandai dengan kesukaran. Definisi kesulitan belajar pertama kali dikemukakan oleh The United States Office of Education (USEO). Pada tahun 1977 yang dikenal dengan public law (PL), yang hampir identik dengan definisi yang dikemukakan oleh The National Advisory Comitte on Handicapped Children pada tahun 1967. Definisi tersebut seperti dikutip Mulyono Abdurahman (1999: 6-7) seperti di bawah ini : Kesulitan belajar khusus adalah suatu gangguan dalam satu atau lebih dari proses psikologis dasar yang mencakup pemahaman dan penggunaan bahasa ujaran atau tulisan. Gangguan tersebut mungkin menampakkan diri dalam bentuk kesulitan mendengarkan, berfikir, berbicara, membaca, menulis, mengeja, atau berhitung. Batasan tersebut mencakup kondisi-kondisi seperti gangguan perseptual, luka pada otak, disleksia dan afasia perkembangan. Batasan tersebut tidak mencakup anak-anak yang memiliki problema belajar yang penyebab utamanya berasal dari adanya hambatan dalam penglihatan, pendengaran, atau motorik, hambatan karena tuna grahita, karena gangguan emosional atau karena kemiskinan lingkungan, budaya, atau ekonomi. Dari definisi yang dikemukakan oleh USEO, dapat diketahui bahwa kesulitan belajar adalah gangguan yang mencakup pemahaman dan penggunaan bahasa lisan maupun tulisan yang dapat berupa kesulitan mendengarkan, berfikir, berbicara, membaca, menulis, mengeja, atau berhitung yang penyebab utamanya bukan berasal dari adanya gangguan penglihatan, pendengaran, motorik, gangguan emosional, tuna grahita, kemiskinan lingkungan, budaya atau ekonomi.
10
b. Faktor-faktor Penyebab Kesulitan Belajar Kesulitan belajar menyebabkan prestasi anak menjadi tidak optimal. Kesulitan belajar sendiri dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Mulyono Abdurrahman (1999: 13) mengemukakan bahwa penyebab kesulitan belajar adalah : 1. Faktor Internal, yaitu kemungkinan adanya disfungsi neurologis. Berbagai faktor yang dapat menyebabkan disfungsi neurologis, yaitu: a) Faktor genetik. b) Luka pada otak karena trauma fisik atau karena kekurangan oksigen. c) Biokimia yang hilang (misalnya biokimia yang diperlukan untuk memfungsikan saraf pusat). d) Biokimia yang dapat merusak otak (misalnya pencemaran timah hitam). e) Gizi yang tidak memadai. f) Pengaruh-pengaruh psikologis dan sosial yang merugikan perkembangan anak (deprivasi lingkungan). 2. Faktor Eksternal a. Strategi pembelajaran yang keliru. b. Pengelolaan kegiatan belajar yang tidak membangkitkan motivasi belajar anak. c. Pemberian ulangan penguatan (reinforcement) yang tidak tepat.
c. Gejala-Gejala Kesulitan Belajar Menurut Munawir Yusuf, Sunardi dan Mulyono Abdurrahman (2003: 8) “Gejala kesulitan belajar adalah : peserta didik yang mengalami kesulitan belajar umum, dengan gejala-gejala antara lain : 1) Tidak dapat mengikuti pelajaran seperti yang lain. 2) Sering terlambat atau tidak mau menyelesaikan tugas.
11
3) Menghindari tugas-tugas yang agak berat. 4) Ceroboh atau kurang teliti dalam banyak hal. 5) Acuh tak acuh atau masa bodoh. 6) Menampakkan semangat belajar yang rendah. 7) Tidak mampu berkonsentrasi, berubah-ubah. 8) Perhatian terhadap suatu obyek singkat. 9) Suka menyendiri, sulit menyesuaikan diri. 10) Murung. 11) Suka
memberontak,
agresif,
dan
meledak-ledak
dalam
merespon
ketidakcocokan. 12) Hasil belajar rendah.
d. Klasifikasi Kesulitan Belajar Menurut Mulyono Abdurahman
(1999: 11) kesulitan belajar dapat
diklasifikasikan menjadi dua kelompok, yaitu : 1) Kesulitan belajar yang berhubungan dengan perkembangan (developmental learning disabilities). a) Gangguan motorik dan persepsi. b) Kesulitan belajar bahasa dan komunikasi. c) Kesulitan belajar dalam menyesuaikan perilaku sosial. 2) Kesulitan Belajar akademik Kesulitan belajar akademik menunjuk pada adanya kegagalan-kegagalan pencapaian prestasi akademik yang sesuai dengan kapasitas yang diharapkan. Kegagalan-kegagalan tersebut mencakup penguasaan keterampilan dalam membaca, menulis dan / atau metematika.
e. Pengertian Anak Kesulitan Belajar Munawir
Yusuf,
Sunardi
dan
Mulyono
Abdurrahman
(2003:
8)
mengemukakan bahwa “Anak berkesulitan belajar adalah anak yang secara nyata mengalami kesulitan dalam tugas-tugas akademik khusus maupun umum, baik disebabkan oleh adanya disfungsi neurologis, proses, psikologis dasar maupun
12
sebab-sebab lain sehingga prestasi belajarnya rendah dan anak tersebut berisiko tinggi tinggal kelas”. Ada tiga jenis istilah yang sering dikacaukan pengertiannya karena mempunyai gejala yang sama yaitu : prestasi belajar yang rendah. Ketiga istilah tersebut ialah kesulitan belajar, lambat/lamban belajar, dan tunagrahita. “Anak kesulitan belajar” tidak sama dengan “anak tuna grahita”. Anak berkesulitan belajar umum biasanya ditandai dengan prestasi belajar yang rendah untuk hampir semua mata pelajaran atau nilai rata-rata jauh dibawah rata-rata kelas sehingga mempunyai risiko cukup tinggi untuk tinggal kelas. Kesulitan tersebut bukan disebabkan IQ yang rendah. Pada umumnya mereka memiliki IQ rata-rata bahkan ada yang diatas rata-rata. Anak yang mengalami kesulitan belajar karena mempunyai intelegensi di bawah rata-rata (IQ sekitar 70 -90) pada umumnya juga mempunyai nilai prestasi belajar yang cukup buruk untuk semua mata pelajaran karena umumnya anak tersebut sulit untuk menangkap pelajaran. Anak ini dapat disebut sebagai anak yang lambat belajar. Pada umumnya mereka bersekolah di sekolah-sekolah umum. Sementara itu tuna grahita adalah anak yang nyata-nyata menunjukkan kemampuan intelektual dan adaptasi sosial yang rendah (IQ dibawah 70). Umumnya mereka dimasukkan ke sekolah luar biasa atau kelas khusus di sekolah umum. Anak berkesulitan belajar kemungkinan juga mengalami gangguan fisik, sosial dan mental yang ringan sehingga cukup menganggu mereka dalam menangkap pelajaran jika dibandingkan dengan yang tidak mengalami kelainan. Anak yang mengalami gangguan penglihatan jauh akan mengalami kesulitan jika ditempatkan di tempat duduk yang paling belakang, demikian juga dengan anak yang mengalami gangguan pendengaran. Anak yang memiliki intelegensi sedikit dibawah rata-rata (slow learner) memerlukan penjelasan dengan menggunakan berbagai metode dan berulang-ulang agar mereka dapat memahami pelajaran dengan baik. Anak yang mengalami gangguan tingkah laku memerlukan cukup perhatian terhadap persoalan sosial yang dihadapi agar dapat mengkonsentrasikan diri pada pelajaran.
13
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Balitbang Dikbud pada tahun 1996/1997 (Munawir Yusuf, Sunardi, Mulyono Abdurrahman, 2003: 12) diketahui bahwa kesulitan belajar yang dialami anak pada umumnya tidak hanya satu jenis saja. Hal ini dapat dijelaskan karena jika anak mengalami kesulitan belajar pada salah satu dari kemampuan akademik utama, yaitu membaca, menulis atau berhitung dan kesulitan tersebut tidak segera diatasi, maka anak tersebut akan mengalami kesulitan bidang yang lain karena ketiga kemampuan tersebut merupakan kemampuan utama untuk mempelajari pengetahuan yang lain. Baik anak berkesulitan belajar, lambat belajar, maupun tuna grahita, semuanya mengalami masalah belajar. Umumnya prestasi belajar anak tersebut rendah. Anak yang mempunyai prestasi belajar rendah untuk semua atau hampir semua mata pelajaran disebut berkesulitan belajar umum. Jadi, anak berkesulitan belajar umum ditandai dengan prestasi belajar yang rendah untuk semua/hampir semua mata pelajaran baik yang disebabkan oleh faktor intelegensi maupun faktor lain. Sementara itu anak berkesulitan belajar khususnya adalah anak yang hanya mempunyai kesulitan pada kemampuan tertentu saja, misalnya membaca, menulis dan berhitung.
2. Tinjauan Anak Berkesulitan Belajar Membaca
a. Pengertian Membaca Menurut Sunardi (1997: 1) “Membaca adalah aktivitas auditif dan visual untuk memperoleh makna dari simbol berupa huruf dan kata. Aktivitas ini meliputi proses, yaitu proses decoding, yang juga dikenal dengan istilah membaca teknis, dan proses pemahaman”. As Broto (1975) seperti yang dikutip Mulyono Abdurrahman (1999: 200) mengemukakan bahwa pembaca bukan hanya mengucapkan bahasa tulisan atau lambang bunyi bahasa, melainkan juga menanggapi dan memahami isi bahasa tulisan. Dengan demikian, membaca pada hakikatnya merupakan suatu bentuk komunikasi tulis.
14
Membaca bukanlah kegiatan yang hanya memandangi lambanglambang tertulis semata, bermacam-macam kemampuan dikerahkan oleh pembaca agar ia mampu memahami materi yang dibacanya. Soedarsono (1983) seperti yang dikutip Mulyono Abdurrahman (1999: 200) mengemukakan bahwa membaca merupakan aktivitas kompleks yang memerlukan sejumlah besar tindakan
terpisah-pisah,
mencakup
penggunaan
pengertian,
khayalan,
pengamatan, dan ingatan. Manusia tidak mungkin dapat membaca tanpa menggerakkan mata dan menggunakan pikiran. Bond (1975) seperti yang dikutip Mulyono Abdurrahman (1999: 200) mengemukakan bahwa membaca merupakan pengenalan simbol-simbol bahasa tulis yang merupakan stimulus yang membantu proses mengingat tentang apa yang dibaca, untuk membangun suatu pengertian melalui pengalaman yang telah dimiliki. Membaca merupakan proses psikologis. Ada banyak hal mendasar yang berkaitan dengan proses membaca, antara lain : (1) Intelegensia ; (2) usia mental ; (3) jenis kelamin ; (4) tingkat sosial ekonomi ; (5) bahasa ; (6) ras ; (7) kepribadian ; (8) sikap ; (9) pertumbuhan fisik ; (10) kemampuan persepsi ; (11) tingkat kemampuan membaca. Heilman dalam Suwaryono Wiryodijoyo (1989 :1) berpendapat : Membaca ialah penguacapan kata-kata dan perolehan arti dari barang cetakan. Kegiatan itu melibatkan analisis, dan pengorganisasian berbagai ketrampilan yang kompleks. Termasuk di dalamnya pelajaran, pemikiran, pertimbangan, perpaduan, pemecahan masalah, yang berarti menimbulkan kejelasan informasi bagi pembaca. Bertolak dari berbagai definisi membaca yang telah dikemukakan diatas, dapat disimpulkan bahwa membaca adalah aktivitas auditif dan visual untuk memperoleh makna dari simbol berupa huruf dan kata atau melihat
serta
memahami isi dari apa yang yang mencakup fisik dan mental. Aktivitas fisik yang terkait dengan membaca adalah gerak mata dan ketajaman penglihatan. Aktivitas mental mencakup ingatan dan pemahaman. Orang dapat membaca dengan baik jika mampu melihat huruf-huruf dengan jelas, mampu menggerakkan mata secara lincah, mengingat simbol-simbol bahasa dengan tepat, dan memiliki penalaran yang cukup untuk memahami bacaan.
15
b. Faktor - Faktor yang Dapat Mempengaruhi Kemampuan Membaca Kemampuan membaca seseorang tidak dapat diperoleh secara langsung. Menurut Sabarsi Akhodiah (1991: 26), ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kemampuan membaca seseorang, yaitu : 1) Motivasi Motivasi adalah faktor yang cukup besar pengaruhnya terhadap kemampuan membaca. Sering kegagalan membaca terjadi karena rendahnya motivasi. Motivasi meliputi motivasi intrinsik dan motivasi ekstinsrik. 2) Lingkungan Keluarga Orang tua memiliki kesadaran akan pentingnya kemampuan membaca akan berusaha agar anak-anaknya memiliki kesempatan untuk belajar membaca. Untuk itu orang tua memegang peranan penting untuk mengembangkan kemampuan membaca anak. 3) Bahan Bacaan Bahan bacaan akan mempengaruhi seseorang dalam minat maupun kemampuan memahaminya. Bahan bacaan harus disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan anak, jangan terlalu sulit dan terlalu mudah. Faktor yang diperhatikan dalam penentuan bahan bacaan adalah topik dan taraf kesulitan pembaca.
c. Jenis – jenis Membaca Menurut Suyatmi (1997: 50), jenis-jenis membaca berdasarkan tujuan membaca dapat dibagi menjadi beberapa macam, yaitu : 1) Membaca Intensif, yaitu jenis membaca yang dilakukan dengan titik tekan pada pemahaman isi bacaan sampai pada hal-hal kecil. 2) Membaca Kritis, yaitu jenis membaca yang bertujuan untuk menemukan faktafakta yang terdapat dalam bacaan untuk kemudian memberikan penilaian terhadap fakta-fakta tersebut. 3) Membaca Pemahaman, yaitu suatu aktivitas membaca yang bertujuan untuk memahami atau memperoleh informasi dalam bacaan melalui pengucapan simbol bahasa. 4) Membaca Cepat, yaitu jenis membaca yang menitikberatkan pada kecakapan menangkap gagasan pokok bacaan dalam waktu yang relatif singkat. 5) Membaca Indah, yaitu jenis membaca yang menitikberatkan pada pengungkapan segi keindahan terhadap karya sastra. 6) Membaca Teknik, yaitu membaca yang bertujuan agar pembaca memiliki ketrampilan membaca dengan lagu kalimat yang benar, sehingga pembaca dapat membaca kalimat dengan baik dan lancar. 7) Membaca Praktis, yaitu jenis membaca yang bertujuan untuk memperoleh sesuatu guna keperluan praktis dalam kehidupan sehari-hari.
16
8) Membaca untuk keperluan Studi, yaitu jenis membaca yang bertujuan menambah pengetahuan untuk mempelajari sesuatu.
d. Kesulitan Belajar Membaca Menurut Jamila K.A Muhammad (2008:140) “Kesulitan belajar membaca sering disebut juga disleksia”. Istilah disleksia sendiri berasal dari bahasa Yunani, yaitu “dys” dan “lexia”. Dys berarti kesulitan dan lexia berarti kata. Disleksia didefinisikan sebagai ketidakmampuan dalam memperoleh pengetahuan dari proses pembelajaran akibat kesulitan dalam menafsirkan kalimat. Ada nama-nama lain yang menunjuk kesulitan belajar membaca, yaitu Corrective Readers, dan Remidial Readers. Sedangkan kesulitan belajar membaca yang berat sering disebut Aleksia (alexia). Anak-anak penderita disleksia adalah anak-anak yang mengalami kesulitan dalam membaca, menulis dan mengeja. Tetapi, banyak anak yang tidak menyadari hal ini, dan yang dirugikan adalah mereka sendiri karena dianggap sebagai anak yang malas, bodoh, dan lamban. Hampir pada semua sekolah terdapat anak-anak yang mempunyai ciri-ciri disleksia. Yang membedakan adalah tingkat disleksia yang mereka hadapi, apakah ringan, sedang, ataukah serius. Intervensi awal harus diberikan pada anak-anak penderita disleksia untuk menghadapi kesulitankesulitan yang dialami.
e. Jenis – Jenis Kesulitan Belajar Membaca Menurut Jamila K.A Muhammad (2008:141), kesulitan belajar membaca atau disleksia dapat dibagi menjadi tiga kategori, yaitu : 1) Disleksia Visual Disleksia visual berkaitan dengan masalah anak-anak dalam menggunakan indra penglihatan. Walaupun anak-anak tersebut dapat melihat dengan baik, ia tidak dapat membedakan , menginterpretasikan dan mengingat hal yang dilihatnya. 2) Disleksia Auditoris Disleksia Auditoris berkaitan dengan masalah anak-anak dalam menggunakan indra pendengaran. Walaupun anak-anak tersebut dapat mendengar dengan
17
baik, ia mengalami kesulitan dalam mendengar bunyi, menyimpulkan kesamaan dan perbedaannya, mengenal dengan baik bunyi perkataan, dan juga bermasalah dalam membagi perkataan dalam kelompok suku kata. 3) Disleksia Visual-Auditoris Anak-anak pada tahap ini berada pada taraf yang serius, karena kedua indranya, yaitu penglihatan dan pendengarannya, tidak dapat membantunya menginterpretasikan apa yang dilihat dan didengarnya.
f. Ciri-Ciri Anak Berkesulitan Belajar Membaca Ott (1997) seperti yang dikutip oleh Jamila K.A Muhammad (2008:143144) menguraikan ciri-ciri anak disleksia sebagai berikut : 1) Umum a) Perkembangan penuturan dan bahasa lambat b) Kemampuan mengeja lemah c) Kemampuan membaca lemah d) Keliru membedakan kata yang hampir sama e) Sulit mengikuti arahan f) Sulit dalam menyalin tulisan g) Sulit melewati jalan yang memiliki banyak belokan 2) Pengamatan dan Tingkah laku a) Salah jika menentukan arah b) Bingung untuk menentukan waktu c) Sering merasa tertekan d) Sering salah dalam memakaikan sepatu pada kaki yang benar e) Kemampuan untuk mandiri yang lemah 3) Koordinasi antara pandangan dengan penglihatan a) Sulit mengeja dengan benar b) Sering melupakan huruf yang ada pada awal kata c) Sering menambah huruf pada akhir kata d) Bermasalah dalam penyusunan huruf e) Sulit untuk memahami perkataan f) Daya ingat lemah g) Sulit membuat abstraksi terhadap suatu kata 4) Kemampuan Motorik a) Koordinasi yang lemah b) Selalu menggerakkan tangan dengan terlampau cepat c) Lamban dalam menulis d) Tulisan buruk dan sulit dibaca e) Sulit memegang pensil dengan benar f) Kesulitan dalam menggunakan gunting g) Sulit menjaga keseimbangan badan h) Sulit menendang dengan benar i) Sulit untuk menaiki tangga dengan
18
g. Gejala-Gejala Anak Berkesulitan Belajar membaca Munawir Yusuf, Sunardi dan Mulyono Abdurrahman (2003: 16-17) mengemukakan ada dua tipe disleksia, yaitu disleksia auditoris dan disleksia visual. Gejala-gejala disleksia auditoris dapat dijelaskan sebagai berikut : 1) Kesulitan dalam diskriminasi auditoris dan persepsi, sehingga mengalami kesulitan dalam analisis fonetik. Contohnya, anak tidak bisa membedakan kata ‘kakak’, ‘katak’,’kapak’. 2) Kesulitan analisis dan sintesis auditoris. Contohnya ‘ibu’ tidak dapat diuraikan menjadi ‘i-bu’ atau problem sintesa ‘p-i-t-a’ menjadi ‘pita’. Gangguan ini dapat menyebabkan kesulitan membaca dan mengeja. 3) Kesulitan reauditoris bunyi atau kata. Jika diberi huruf, tidak dapat mengingat bunyi huruf atau kata tersebut. Atau kalau melihat kata, tidak dapat mengungkapkannya,walaupun mengerti arti kata tersebut. 4) Membaca dalam hati lebih baik daripada membaca latin. 5) Kadang-kadang disertai gangguan urutan auditoris 6) Anak cenderung melakukan aktivitas visual. Sedangkan gejala-gejala disleksia visual adalah sebagai berikut : 1) Tendensi terbalik, misalnya ‘b’ dibaca ‘d’, ‘p’ menjadi ‘g’, atau ‘u’ menjadi ‘n’,’m’ menjadi ‘w’ dan sebagainya. 2) Kesulitan diskriminasi, mengacaukan huruf atau kata yang mirip. 3) Kesulitan mengikuti dan mengingat urutan visual. Jika diberi huruf cetak untuk menyusun kata, mengalami kesulitan. Misalnya kata ‘ibu’ menjadi ‘iub’,atau ‘ubi’. 4) Memori visual terganggu. 5) Kecepatan persepsi lambat 6) Kesulitan analisis dan sintesis visual 7) Hasil tes membaca buruk 8) Biasanya lebih baik dalam kemampuan aktivitas auditoris Menurut Mulyono Abdurrahman (1999: 206-208), Anak-anak berkesulitan membaca permulaan mengalami berbagai kesalahan dalam membaca, antara lain :
19
1) Penghilangan kata atau huruf 2) Penyelipan kata 3) Penggantian kata 4) Pengucapan kata salah dan makna berbeda 5) Pengucapan kata salah tetapi makna sama 6) Pengucapan kata salah dan tidak bermakna 7) Pengucapan kata dengan bantuan guru 8) Pengulangan 9) Pembalikan kata 10) Pembalikan huruf 11) Kurang memperhatikan tanda baca 12) Pembetulan sendiri 13) Ragu-ragu 14) Tersendat-sendat. Penghilangan huruf atau kata sering dilakukan oleh anak berkesulitan belajar membaca karena adanya kekurangan dalam mengenal huruf, bunyi bahasa (fonik), dan bentuk kalimat. Penghilangan huruf atau kata biasanya terjadi pada pertengahan atau akhir kata atau kalimat. Penyebab lain dari adanya penghilangan tersebut adalah karena anak menganggap huruf atau kata yang dihilangkan tersebut tidak diperlukan. Contoh penghilangan huruf atau kata adalah “Baju anak itu merah” dibaca “ Baju itu merah”, atau “Adik membeli roti” dibaca “Adik beli roti”. Penyelipan kata karena anak kurang mengerti huruf, membaca terlalu cepat, atau karena bicaranya melampaui kecepatan membacanya. Contoh dari kesalahan ini misalnya pada saat anak seharusnya membaca “ Baju mama di lemari” dibaca “ Baju mama ada di lemari “. Penggantian kata yang salah merupakan kesalahan yang banyak terjadi. Hal ini mungkin disebabkan karena anak tidak memahami kata tersebut, sehingga hanya menerka-nerka saja. Contoh penggantian kata yang tidak mengubah makna adalah “ Tas Ayah si dalam mobil “ dibaca “ Tas Bapak di dalam mobil “.
20
Pengucapan kata yang salah terdiri dari tiga macam, (1) Pengucapan kata yang salah, makna berbeda, (2) Pengucapan kata salah, makna sama, (3) Pengucapan kata salah, tidak bermakna. Keadaan
semacam ini dapat terjadi
karena anak tidak mengenal huruf sehingga menduga-duga saja, mungkin karena membaca terlalu cepat, karena perasaan tertekan atau takut pada guru, atau karena perbedaan dialek anak dengan bahasa Indonesia yang baku. Contoh pengucapan kata yang salah, makna berbeda adalah “Baju Bibi baru” dibaca “Baju Bibi biru”. Penggunaan kata yang salah, makna salah adalah “Kakak pergi ke sekolah” dibaca “ Kakak pigi ke sekolah”. Sedangkan contoh pengucapan kata yang salah, tidak bermakna adalah “Bapak beli duren” dibaca “Bapak beli buren”. Pengucapan kata dengan bantuan guru terjadi jika guru ingin membantu anak melafalkan kata-kata. Hal ini terjadi karena sudah beberapa menit ditunggu oleh guru, anak belum juga melafalkan kata-kata yang diharapkan. Anak yang memerlukan bantuan semacam itu biasanya karena adanya kekurangan dalam mengenal huruf atau karena takut risiko jika terjadi kesalahan,. Anak semacam ini biasanya juga memiliki kepercayaan diri yang kurang, terutama saat menghadapi tugas membaca. Pengulangan dapat terjadi pada kata, suku kata atau kalimat. Contoh pengulangan adalah “Ba-ba-ba-bapak menulis su-su-surat”. Pengulangan terjadi karena kurang mengenal huruf, sehingga harus memperlambat membaca sambil mengingat-ingat nama huruf yang kurang dikenal tersebut. Kadang-kadang anak sengaja mengulang kalimat untuk lebih memahami arti kalimat tersebut. Pembalikan huruf terjadi karena anak bingung posisi kanan-kiri, atau atasbawah. Pembalikan terjadi terutama pada huruf-huruf yang hampir sama, seperti huruf d dengan b, p dengan q atau g, m dengan n atau w. Pembetulan sendiri dilakukan oleh anak jika ia menyadari adanya kesalahan. Karena kesadaran akan adanya kesalahan, anak lalu membetulkan sendiri bacaannya. Anak yang ragu-ragu, kemampuannya sering membaca dengan tersendatsendat. Murid yang ragu-ragu dalam membaca sering dianggap bukan sebagai kesalahan. Meskipun demikian, guru umumnya berupaya untuk memperbaiki
21
karena dianggap sebagai kebiasaan yang tidak baik. Keraguan dalam membaca juga
sering
disebabkan
anak
kurang
mengenal
huruf
atau
karena
kekurangpahaman.
3. Tinjauan Prestasi Belajar
a. Pengertian Belajar Belajar merupakan proses perubahan tingkah laku pada diri individu yang relatif menetap berkat adanya interaksi antar individu dan individu dengan lingkungannya sebagai upaya untuk mencapai tujuan belajar atau yang biasa disebut hasil belajar, dimana seorang individu ini setelah mengalami proses belajar, akan mengalami perubahan tingkah laku, baik aspek pengetahuan, keterampilan, maupun aspek sikapnya. Menurut M. Ngalim Purwanto (2006: 85) belajar ada beberapa definisi, antara lain : 1) Belajar merupakan suatu perubahan dalam tingkah laku, dimana perubahan itu dapat mengarah kepada tingkah laku yang lebih baik, tetapi ada juga mengarah tingkah laku yang lebih buruk. 2) Belajar merupakan suatu perbuatan yang terjadi melalui latihan atau pengalaman. 3) Belajar merupakan suatu perubahan yang relatif mantap, harus merupakan akhir dari suatu periode waktu yang cukup panjang. 4) Tingkah laku yang mengalami perubahan karena belajar menyangkut beberapa aspek kepribadian, baik fisik maupun psikis. W.S Winkel (2005: 58) berpendapat bahwa “Belajar adalah kegiatan mental yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungannya yang menghasilkan perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, ketrampilan, dan nilai atau sikap”. Sedangkan Slameto (2001: 7) berpendapat bahwa “Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan dalam tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalamannya sendiri”.
22
Berdasarkan pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses usaha yang berupa kegiatan mental yang dilakukan seseorang yang terjadi melalui latihan atau pengalaman untuk memperoleh perubahan, dimana perubahan itu dapat mengarah kepada yang lebih baik, tetapi ada juga yang mengarah tingkah laku yang lebih buruk. Kegiatan belajar tersebut menghasilkan perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan, dan nilai atau sikap.
b. Unsur-unsur Belajar Cronbach (1954) seperti yang dikutip oleh Slameto (2003: 25-26) mengemukakan adanya tujuh unsur utama dalam proses belajar, yaitu : 1) Tujuan. Belajar dimulai karena adanya sesuatu tujuan yang ingin dicapai. Tujuan itu mencul untuk memenuhi sesuatu kebutuhan. Perbuatan belajar diarahkan kepada pencapaian sesuatu tujuan dan untuk memenuhi sesuatu kebutuhan. Sesuatu perbuatan belajar akan efisien apabila terarah kepada arah yang jelas dan berarti bagi individu. 2) Kesiapan. Untuk dapat melakukan perbuatan belajar dengan baik, anak atau individu perlu memiliki kesiapan, baik kesiapan fisik dan psikis, kesiapan yang berupa kematangan untuk melakukan sesuatu, maupun penguasaan pengetahuan dan kecakapan-kecakapan yang mendasarinya. 3) Situasi. Kegiatan belajar berlangsung dalam suatu situasi belajar. Dalam situasi belajar ini terlibat tempat, lingkungan sekitar, alat dan bahan yang dipelajari, orang-orang yang turut tersangkut dalam kegiatan belajar serta kondisi siswa yang belajar. Kelancaran dan hasil dari belajar banyak dipengaruhi oleh situasi ini, walaupun untuk individu dan pada waktu tertentu sesuatu aspek dari situasi belajar ini lebih dominan, sedang pada individu atau waktu lain aspek lain yang lebih berpengaruh. 4) Interpretasi. Dalam menghadapi situasi, individu mengadakan interpretasi, yaitu melihat hubungan diantara komponen-komponen situasi belajar, melihat
23
makna dari hubungan tersebut dan menghubungkannya dengan kemungkinan pencapaian tujuan. Berdasarkan interpretasi tersebut mungkin individu sampai kepada kesimpulan dapat atau tidak mencapai tujuan. 5) Respon. Berpegang kepada hasil interpretasi apakah individu mungkin atau tidak mungkin mencapai tujuan yang diharapkan, maka ia memberikan respon. Respon ini mungkin berupa suatu usaha coba-coba (trial and error), atau usaha yang perhitungan dan perencanaan ataupun ia menghentikan usahanya untuk mencapai tujuan tersebut. 6) Konsekuensi. Setiap usaha akan membawa hasil, akibat atau konsekuensi entah itu keberhasilan atau kegagalan. Demikian juga dengan respons atau usaha belajar siswa. Apabila siswa berhasil dalam belajarnya ia akan merasa senang, puas, dan akan lebih meningkatkan semangatnya untuk melakukan usaha-usaha belajar berikutnya. 7) Reaksi terhadap kegagalan. Selain keberhasilan, kemungkinan lain yang diperoleh siswa dalam belajar adalah kegagalan. Peristiwa ini akan menimbulkan perasaan sedih dan kecewa. Reaksi siswa terhadap kegagalan dalam belajar bisa bermacam-macam. Kegagalan bisa menurunkan semangat, dan memperkecil usaha-usaha belajar selanjutnya. Tetapi bisa juga sebaliknya, kegagalan membangkitkan semangat yang berlipat ganda untuk menebus dan menutupi kegagalan tersebut.
c. Prinsip-prisip Belajar Slameto (2003: 27-28) mengemukakan prinsip-prinsip belajar, antara lain: a. Berdasarkan prasyarat yang diperlukan untuk belajar 1. dalam belajar setiap siswa harus diusahakan partisipasi aktif meningkatkan minat dan membimbing untuk mencapai tujuan instruksional. 2. belajar harus dapat menimbulkan reinforcement dan motivasi yang kuat pada siswa untuk mencapai tujuan instruksional.
24
3. belajar perlu lingkungan yang menantang dimana anak dapat mengembangkan kemampuannya bereksplorasi dan belajar dengan efektif. 4. belajar perlu adanya interaksi siswa dengan lingkungannya. b. Sesuai hakikat belajar 1. belajar itu proses kontinyu, maka harus tahap demi tahap menurut perkembangannya 2. belajar adalah proses organisasi, adaptasi,eksplorasi, dan discovery. 3. belajar adalah proses kontinguitas (hubungan antara pegertian yang satu dengan pengertian yang lain) sehingga mendapatkan pengertian yang diharapkan. Stimulus yang diberikan menimbulkan response yang diharapkan. c. Sesuai materi atau bahan yang harus dipelajari. 1. belajar bersifat keseluruhan dan materi itu harus memiliki struktur, pengajaran yang sederhana, sehingga siswa mudah menangkap pengertiannya. 2. belajar harus mengembangkan kemampuan tertentu sesuai dengan tujuan instruksional yang harus dicapainya. d. Syarat keberhasilan belajar 1. belajar memerlukan sarana yang cukup, sehingga siswa dapat belajar dengan tenang. 2. repetisi, dalam proses belajar perlu ulangan berkali-kali agar pengertiannya, keterampilannya atau sikap itu mendalam pada siswa.
d. Pengertian Prestasi Belajar Kegiatan belajar dapat dikatakan berhasil jika dapat mencapai hasil belajar yang optimal. Setiap bentuk kegiatan yang dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu, pada akhirnya selalu diketahui
hasilnya. Hasil yang ingin dicapai
tersebut disebut Prestasi. Dalam kamus besar Bahasa Indonesia (Poerwadarminto,1984: 787) “Prestasi adalah hasil yang telah dicapai, prestasi belajar adalah penguasaan pengetahuan ketrampilan
yang dikembangkan oleh mata pelajaran lazimnya
25
ditunjukkan oleh nilai tes yang diberikan oleh guru”. Sedangkan Nana Syaodah Sukmadinata (2003 : 103-104) berpendapat bahwa “Prestasi belajar atau achievement merupakan realisasi dari kecakapan-kecakapan potensial yang dimiliki seseorang. Prestasi belajar seseorang dapat dilihat dari perilakunya, baik perilaku dalam bentuk penguasaan pengetahuan, keterampilan berpikir maupun kemampuan motorik”. Sutartinah Tirtonegoro (1984: 211), menyatakan bahwa “Prestasi belajar adalah hasil dari usaha kegiatan belajar yang dinyatakan dalam bentuk simbol, huruf, maupun kalimat yang mencerminkan hasil yang dicapai”. Prestasi belajar merupakan catatan yang dibuat oleh orang yang berwenang atau bertanggung jawab memberikan penilaian terhadap subyek belajar. Dalam hal ini prestasi akademis, prestasi bakat, dan lain sebagainya. Dewa Ketut Sukardi (1983: 30) menyatakan bahwa “Prestasi belajar adalah suatu hasil maksimal yang diperoleh seseorang dalam usahanya, dalam rangka mengaktualisasikan diri lewat belajar”. Dalam hal ini dapat diuraikan bahwa prestasi belajar adalah hasil final dari suatu aktivitas pembelajaran, yang mana lewat belajar ini seseorang berfikir bahwa aktualisasi dirinya akan tercapai dalam aspek ini. Prestasi yang dihasilkan merupakan hasil akhir yang merupakan kebanggaan tertinggi yang didapatnya. Dari beberapa pengertian diatas, penulis menarik kesimpulan bahwa prestasi belajar adalah suatu bukti keberhasilan yang telah dicapai anak didik setelah mempelajari suatu ilmu yang dikembangkan oleh bidang studi, yang ditunjukkan dengan nilai tes oleh guru.
e.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar
Dalam mencapai prestasi belajar, banyak faktor yang mempengaruhi sepanjang proses belajar itu berlangsung. Conny R. Semiawan (2002: 11) mengemukakan beberapa faktor yang mempengaruhi prestasi belajar, antara lain :
26
1) Pemenuhan Kebutuhan Psikologis Pemenuhan kebutuhan psikologis ini mencakup kebutuhan primer, pangan, sandang dan perumahan. Serta kasih sayang , perhatian, penghargaan terhadap dirinya dan peluang mengaktualisasikan dirinya. 2) Intelegensi Anak yang mempunyai intelegensi tinggi akan lebih mudah mencerna materi yang diajarkannya dan dengan demikian biasanya juga lebih tinggi prestasi belajarnya. Namun Intelegensi Emosional/EQ (Emotional Inteliegence) juga mempengaruhi prestasi belajar. 3) Faktor non Kognitif Faktor non kognitif meliputi emosi, motivasi, minat, kepribadian serta juga berbagai pengaruh lingkungan. Keberhasilan belajar sangat ditentukan antara lain oleh faktor kognitif, tapi ternyata faktor non kognitif tidak kalah penting. Bahkan mempengaruhi kinerja serta lingkungan, maupun pengembangan dirinya sendiri. 4) Pengembangan Kreativitas Pembelajaran yang mengendalikan berfungsinya kedua belahan yaitu kiri dan kanan harmonis akan banyak membantu anak berprakarsa mengatasi dirinya, meningkatkan prestasi belajar sehingga mencapai kemandirian dan mampu mengatasi berbagai tantangan.
f.
Fungsi dan Tujuan Prestasi Belajar
Fungsi evaluasi belajar menurut Oemar Hamalik (2001: 159 ) adalah : (1) untuk diagnostik dan pengembangan; (2) untuk seleksi ; (3) untuk kenaikan kelas ; dan (4) untuk penempatan. Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut : 1) Untuk diagnostik dan pengembangan Hasil evaluasi menggambarkan kemajuan, kegagalan dan kesulitan masingmasing siswa. Untuk menentukan jenis dan tingkat kesulitan siswa serta faktor penyebabnya dapat diketahui dari hasil belajar atau hasil evaluasi tersebut.
27
2) Untuk seleksi Hasil evaluasi dapat digunakan dalam rangka menyeleksi calon siswa dalam rangka penerimaan siswa baru dan atau melanjutkan ke jenjang pendidikan berikutnya. 3) Untuk kenaikan kelas Hasil evaluasi digunakan untuk menetapkan siswa mana yang memenuhi rangking atau ukuran yang ditetapkan dalam rangka kenaikan kelas. 4) Untuk penempatan Evaluasi hasil penilaian berfungsi menyediakan data tentang lulusan agar dapat ditempatkan sesuai dengan kemampuannya. Sedangkan Saifudin Azwar (2003: 11) menempatkan tes prestasi belajar dalam beberapa fungsi, yaitu : (1) fungsi penempatan (placement) ; (2) fungsi formatif ; (3) fungsi diagnostik ; dan (4) fungsi sumatif. 1) Fungsi penempatan adalah penggunaan hasil tes prestasi belajar untuk klasifikasi individu ke dalam bidang atau jurusan yang sesuai dengan kemampuan yang telah diperlihatkannya pada hasil belajar yang telah lalu. 2) Fungsi formatif adalah penggunaan hasil tes prestasi belajar guna melihat sejauh mana kemajuan yang telah dicapai oleh siswa dalam suatu program pelajaran. 3) Fungsi diagnostik adalah penggunaan hasil prestasi untuk mendiagnosis kesukaran – kesukaran dalam belajar. 4) Fungsi sumatif adalah penggunaan hasil prestasi belajar untuk memperoleh informasi
mengenai
penguasaan
pelajaran
yang
telah
direncanakan
sebelumnya dalam suatu program pelajaran. Saifudin Azwar (2003: 13) juga menjelaskan bahwa “ Tes prestasi belajar bertujuan untuk mengukur prestasi atau hasil yang telah dicapai siswa dalam belajar”.
28
4. Tinjauan Metode Permainan Kartu Huruf dan Gambar
a. Pengertian Metode Mengajar Agar belajar mengajar berjalan dengan baik, efektif dan efisien, maka guru harus mempunyai strategi dalam penyajian materi pelajaran. Salah satu langkah untuk memiliki strategi itu adalah penguasaan teknik-teknik penyajian atau biasa disebut dengan metode mengajar. Seperti yang dikemukakan oleh Rustiyah N.K.(1991: 1) “Metode mengajar adalah suatu pengetahuan tentang cara-cara mengajar yang digunakan oleh guru. Pengertian lain adalah teknik penyajian yang dikuasai guru untuk menyajikan bahan pelajaran kepada anak di dalam kelas agar pelajaran tersebut dapat ditangkap, dipahami, dan dipergunakan oleh anak dengan baik”.
b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pemilihan Metode Mengajar Sebagai suatu cara, metode tidaklah berdiri sendiri, tetapi dipengaruhi oleh faktor-faktor lain. Winarno Surakhmad dalam Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain (2002: 88-93) mengemukakan bahwa “Pemilihan dan penentuan metode dipengaruhi oleh beberapa faktor, sebagai berikut : 1) Anak Didik Perbedaan individual anak didik pada aspek biologis, intelektual, dan psikologis mempengaruhi pemilihan dan penentuan metode yang mana sebaiknya guru ambil untuk menciptakan lingkungan belajar yang kreatif dalam sekon yang relatif lama demi tercapainya tujuan pengajaran yang telah dirumuskan secara operasional. Dengan demikian jelas, kematangan anak ddik yang bervariasi mempengaruhi pemilihan dan penentuan metode pengajaran. 2) Tujuan Tujuan yang guru pilih harus sejalan dengan taraf kemampuan yang hendak diisi ke dalam diri setiap anak didik. Artinya, metodelah yang harus tunduk kepada kehendak tujuan dan bukan sebaliknya. Karena itu, kemampuan yang bagaimana yang dikehendaki oleh tujuan, maka metode harus mendukung sepenuhnya.
29
3) Situasi Situasi kegiatan belajar mengajar yang guru ciptakan tidak selamanya sama dari hari ke hari. Pada suatu waktu boleh jadi guru ingin menciptakan situasi belajar mengajar di alam terbuka, yaitu di luar ruang sekolah. Maka guru dalam hal ini tentu memilih metode mengajar yang sesuai dengan situasi yang diciptakan itu. Di lain waktu sesuai dengan sifat bahan dan kemampuan yang ingin dicapai oleh tujuan, maka guru menciptakan lingkungan belajar anak didik secara berkelompok. Disana, semua anak didik dalam kelompok masingmasing diserahi tugas oleh guru untuk membelajarkan anak didiknya, yaitu metode problem solving. Demikianlah, situasi yang diciptakan guru mempengaruhi pemilihan dan penentuan metode mengajar. 4) Fasilitas Fasilitas merupakan hal yang mempengaruhi pemilihan dan penentuan metode mengajar. Fasilitas adalah kelengkapan yang menunjang belajar anak didik di sekolah. Lengkap tidaknya fasilitas belajar akan mempengaruhi pemilihan dan penentuan metode mengajar. 5) Guru Latar belakang pendidikan guru diakui mempengaruhi kompetensi. Kurangnya penguasaan terhadap bebagai jenis metode menjadi kendala dalam memilih dan menentukan metode. Itulah yang biasanya dirasakan oleh mereka yang bukan berlatarbelakang pendidikan guru. Apalagi belum memiliki pengalaman mengajar yang memadai. Sungguhpun begitu, baik bila berlatar belakang pendidikan maupun bukan, dan sama-sama minim pengalaman mengajar di kelas cenderung sukar memilih metode yang tepat. Tetapi ada juga yang tepat memilihnya, namun dalam pelaksanaannya menemui kendala, disebabkan labilnya kepribadian dan dangkalnya penguasaan atas metode yang digunakan.
c. Macam - Macam Metode Mengajar Hingga sekarang, banyak
dikenal macam metode mengajar. Menurut
Syaiful Bahri Djamarah dan Azwan Zain (2002: 94-110), metode mengajar ada beberapa macam, antara lain :
30
1) Metode Proyek Metode proyek atau unit adalah cara penyajian pelajaran yang bertitik tolak dari suatu masalah , kemudian dibahas dari berbagai segi yang berhubungan, sehingga pemecahannya secara keseluruhan. 2) Metode eksperimen Metode eksperimen atau percobaan adalah cara penyajian pelajaran dimana siswa melakukan percobaan dengan mengalami dan membuktikan sendiri sesuatu yang dipelajari. 3) Metode Tugas dan Resitasi Metode Resitasi atau penugasan adalah cara penyajian bahan dimana guru memberikan tugas tertentu agar siswa melakukan kegiatan belajar yang dapat dilakukan di dalam kelas, halaman sekolah, atau dimana saja, asal tugas itu dapat dikerjakan. 4) Metode diskusi Metode diskusi adalah cara penyajian pelajaran, dimana siswa – siswa dihadapkan kepada suatu masalah yang bisa berupa pernyataan atau pertanyaan yang bersifat problematik untuk dibahas dan dipecahkan bersama. 5) Metode Sosiodrama Metode sosiodrama dan Role playing dapat dikatakan sama artinya, dan dalam pemakaiannya
sering
disilihgantikan.
Sosiodrama
pada
dasarnya
mendramatisasikan tingkah laku dalam hubungannya dengan masalah sosial. 6) Metode Demonstrasi Metode demontrasi adalah cara penyajian pelajaran dengan memperagakan atau mempertunjukkan kepada siswa suatu proses, situasi atau benda tertentu yang sedang dipelajari, baik sebenarnya ataupun tiruan, yang sering disertai dengan penjelasan lisan. 7) Metode Problem Solving Metode problem solving (metode pemecahan masalah) bukan hanya sekedar metode mengajar, tetapi juga merupakan suatu metode berfikir, sebab dalam problem solving dapat menggunakan metode-metode lainnya yang dimulai dengan mencari data sampai kepada menarik kesimpulan.
31
8) Metode Karya Wisata Metode karya wisata adalah cara mengajar yang dilaksanakan
dengan
mengajak siswa ke suatu tempat atau obyek tertentu diluar sekolah untuk mempelajari atau menyelidiki sesuatu. 9) Metode Tanya Jawab Metode Tanya jawab adalah cara penyajian pelajaran dalam bentuk pertanyaan yang harus dijawab, terutama dari guru kepada siswa, tetapi dapat pula dari siswa kepada guru. 10) Metode Latihan Metode yang disebut juga metode training, merupakan suatu cara mengajar yang baik untuk menanamkan
kebiasaan-kebiasaan tertentu. Juga sebagai
sarana untuk memelihara kebiasaan-kebiasaan yang baik. Metode ini dapat juga digunakan untuk memperoleh suatu ketangkasan, ketepatan, kesempatan dan ketrampilan. 11) Metode Ceramah Metode ceramah merupakan suatu cara mengajar yang dipergunakan untuk menyampaikan keterangan atau informasi atau uraian tentang suatu pokok persoalan serta maslah secara lisan. Selain metode-metode diatas, ada juga metode mengajar yang dapat digunakan guru untuk memberikan materi kepada siswa dengan cara yang menyenangkan dan berorientasi pada siswa sebagai obyek, aktif, kreatif dan gembira. Metode ini disebut metode bermain. Metode bermain adalah cara penyajian dalam bentuk permainan yang dirancang oleh guru yang bertujuan agar siswa dapat merumuskan pemahaman tentang suatu konsep, kaidah-kaidah asas (prinsip), unsure - unsur pokok, proses, hasil dan dampak dan seterusnya.
d. Pengertian Permainan Menurut Andang Ismail (2006: 23) ”Bermain dapat merupakan suatu kegiatan yang dilakukan dengan atau tanpa menggunakan alat yang dapat menghasilkan pengertian atau memberikan informasi, memberi kesenangan, maupun mengembangkan imajinasi anak”. Sedangkan Suyatno (2005: 12)
32
berpendapat “Permainan atau games biasanya digunakan untuk memperagakan atau menirukan keadaan yang sebenarnya, dimana keadaan tersebut tidak dapat dihadirkan langsung di dalam ruang atau tempat latihan”. Jenis metode ini terutama sangat efektif untuk menjelaskan suatu pengertian niskala ( abstrak ) atau konsep yang sering sulit dijelaskan dengan kata-kata.
g.
Manfaat Permainan Menurut Suyatno (2005: 12) “Permainan yang tepat dapat membuat
pembelajaran menyenangkan dan menarik, dapat menguatkan pembelajaran, bahkan menjadi semacam ujian. Permainan belajar (learning games) menciptakan atsmosfir yang menggembirakan dan membebaskan kecerdasan penuh dan tak terhalang dan dapat memberikan banyak sumbangan”. Suyatno (2005: 12) juga berpendapat bahwa “ Permainan belajar, jika dimanfaatkan secara bijaksana, dapat : 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7) 8)
Menyingkirkan keseriusan yang menghambat Menghilangkan stress dalam lingkungan belajar Mengajak orang terlibat jenuh Meningkatkan proses belajar Membangun kreativitas diri Mencapai tujuan dengan ketidaksadaran Meraih makna belajar melalui pengalaman Memfokuskan siswa sebagai subyek belajar
f . Jenis Permainan Dalam Pembelajaran Suyatno (2005: 12) menjelaskan bahwa ada dua jenis permainan dalam pembelajaran, yaitu: 1.
Permainan yang digunakan dalam pendidikan Permainan tersebut digunakan dengan tujuan tertentu. Misalnya permainan anagram digunakan untuk meningkatkan kepekaan siswa tehadap perbedaan huruf .
2.
Permainan dalam proses belajar yang memang digunakan semata-mata sebagai “ permainan murni”, yakni apa yang disebut “pemecahan kebekuan” (ice breaker) atau “ pembangkit semangat” (energiezer). Permainan tersebut
33
bukan untuk membahas suatu topic tertentu, tetapi hanya untuk menghidupkan suasana.
g. Pengertian Kartu Huruf dan Gambar Poerwadarminto (1984: 116) menyatakan bahwa “Media kartu huruf dan gambar adalah suatu media yang menggunakan atau menyampaikan bentukbentuk tulisan”. Kemudian Andang Ismail (2006: 200) mengatakan bahwa “Kartu huruf dan gambar adalah suatu media belajar membaca yang menggunakan kartu yang melambangkan huruf dan angka beserta gambar yang menunjukkan susunan huruf setelah membentuk kata”. Adanya bentuk huruf yang di tampilkan sendiri maupun di rangkai dengan huruf-huruf lain akan membantu anak lebih mudah memahami sesuatu rangkaian huruf atau tulisan. Cara seperti ini di harapkan dapat membuat siswa lebih memperhatikan pada hal-hal di ajarkan. Dengan metode ini, siswa akan tertarik untuk belajar lebih giat dan mempermudah anak memahami pelajaran.
B. Hasil Penelitian yang Relevan
Maryamah dalam skripsinya pengaruh penggunaan Media Kartu Huruf dan Gambar terhadap Prestasi Belajar Anak Berkesulitan Belajar di Kelas II Sekolah Dasar Negeri Jatisari I Kecamatan Sambi Kabupaten Boyolali Semester 2 Tahun Pelajaran 2002/2003, menyimpulkan bahwa ada pengaruh penggunaan media kartu huruf dan gambar terhadap prestasi anak berkesulitan belajar di kelas 2 SDN Jatisari 1 Kec. Samba Kab. Boyolali . Hal tersebut ditunjukkan dengan perhitungan t-tes yaitu pada taraf signifikansi 5 % hasil perhitungan to : tt = 3,064 2,101 dan untuk taraf signifikansi 1% hasil perhitungan to : tt = 3,004 : 2,878 atau untuk taraf signifikansi 5% dan taraf signifikansi 1% hasil perhitungan to > tt.
34
C. Kerangka Berfikir
Kerangka berfikir merupakan arahan penalaran penelitian untuk dapat sampai pada pemberian jawaban atas permasalahan yang telah dirumuskan. Dalam penelitian ini, penggunaan metode bermain dengan menggunakan kartu huruf dan gambar merupakan variabel bebas, dan prestasi belajar siswa merupakan variabel terikat dimana keduanya saling berhubungan erat. Oleh karena itu, penulis mengemukakan kerangka sebagai berikut ; 1. Anak yang mengalami kesulitan belajar membaca memerlukan pelayanan khusus. 2. Penggunaan metode belajar yang menarik, seperti pembelajaran dengan metode bermain menggunakan kartu huruf dan gambar akan membuat siswa tertarik untuk belajar. 3. Dengan menggunakan metode belajar dengan permainan kartu huruf dan gambar diharapkan prestasi siswa dapat meningkat secara optimal. Untuk lebih jelasnya, penulis menggambarkan kerangka berfikir tersebut di atas sebagai berikut :
Anak Berkesulitan belajar Membaca
Pre-test
Pemberian Metode Bermain
Treatment
Peningkatan Prestasi Membaca Anak
Post-test
Gambar 1. Skema Pengaruh Penggunaan Metode Bermain (Kartu Huruf dan Gambar) terhadap Prestasi Belajar Siswa Berkesulitan Belajar Membaca
35
D. Hipotesis
Sutrisno Hadi (2004: 62) menyatakan “Hipotesis adalah dugaan yang mungkin benar atau mungkin salah”. Sedangkan J. Supranto (2001: 124) menyatakan bahwa “Hipotesis pada dasarnya merupakan suatu proposisi atau anggapan yang mungkin benar dan sering digunakan sebagai dasar pembuatan keputusan atau pemecahan persoalan ataupun untuk dasar penelitian lebih lanjut”. Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa hipotesis adalah jawaban sementara yang mungkin benar atau mungkin juga salah atas masalah yang diteliti yang disusun berdasarkan teori-teori yang telah dikaji, dengan kerangka berfikir tertentu. Berdasarkan kajian teori dan kerangka berfikir diatas, maka penulis mengemukakan hipotesis sebagai berikut: “ Penggunaan metode bermain (kartu huruf dan gambar) efektif untuk meningkatkan prestasi belajar membaca anak berkesulitan belajar membaca siswa kelas dua Sekolah Dasar Negeri 02 Kalikotes Kecamatan Kalikotes Kabupaten Klaten tahun Ajaran 2009/2010”.
36
BAB III METOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian Tempat penelitian adalah lokasi dimana penelitian dilakukan sehingga diperoleh sejumlah data yang dibutuhkan dari masalah yang diteliti. Penelitian ini mengambil lokasi di Sekolah Dasar Negeri 02 Kalikotes Klaten yang beralamat di desa Kalikotes, Kacamatan Kalikotes, Kabupaten Klaten, dengan pertimbangan sebagai berikut : 1. Peneliti telah mempunyai hubungan yang baik dengan sekolah tersebut. 2. Sekolah tersebut belum pernah digunakan untuk penelitian yang sejenis 3. Data yang diperlukan peneliti dalam penelitian ini ada pada sekolah tersebut.
2. Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai bulan September 2008 sampai dengan bulan Oktober 2009, terinci dari tahap persiapan sampai dengan tahap penyusunan laporan hasil penelitian. Berikut adalah jadwal penelitian tersebut : a. Persiapan Penelitian 1. Pengajuan Judul
: September 2008
2. Penyusunan Proposal
: Januari 2009
3. Pengurusan Surat Ijin
: Maret 2009
4. Penyusunan tes
: Mei 2009
b. Pelaksanaan Penelitian 1.
Pelaksanaan Try out
: Agustus 2009
2.
Pelaksanaan pre-test
: Agustus 2009
3.
Pemberian treatment
: Agustus – September 2009
4.
Pelaksanaan post-test
: September 2009
5.
Pengumpulan Data
: September 2009
6.
Pengolahan dan Analisis Data
: September 2009
7.
Penulisan Laporan
: Oktober 2009 36
37
B. Metode Penelitian Suatu penelitian pada dasarnya harus menggunakan cara tertentu yang dilaksanakan dengan terencana dan sistematis. Penentuan metode penelitian yang tepat akan memudahkan peneliti dalam penelitiannya dan juga hasil penelitiannya dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Winarno Surakhmad (1998: 131) mengemukakan bahwa “Metode adalah cara utama yang dipergunakan untuk mencapai suatu tujuan, misalnya untuk menguji serangkaian hipotesis dengan menggunakan teknik serta alat tertentu”. Sedangkan penelitian menurut Sutrisno Hadi (2004: 5) adalah “Usaha untuk menemukan, mengembangkan, dan menguji kebenaran suatu pengetahuan yang mana dilakukan dengan menggunakan metode-metode ilmiah”. Berdasarkan definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa metode penelitian adalah cara yang digunakan untuk menemukan, mengembangkan dan menguji kebenaran suatu pengetahuan yang dilakukan dengan menggunakan metode-metode ilmiah, teknik serta alat tertentu. Mardalis (2003: 25-26) mengemukakan bahwa terdapat empat (4) metode yang biasa digunakan dalam kegiatan penelitian, yaitu : 1. Penelitian Historis 2. Penelitian Penjajakan / Eksploratif 3. Penelitian Deskriptif 4. Penelitian Eksplanatori / Penjelasan / Eksperiman
Beberapa metode diatas dapat diuraikan secara lebih rinci sebagai berikut: 1. Penelitian Historis Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan apa-apa yang telah terjadi pada masa lampau. Proses-prosesnya terdiri dari penyelidikan, pencatatan, analisis dan menginterprestasikan peristiwa-peristiwa masa lalu guna menemukan generalisasi-generalisasi. Generalisasi tersebut berguna untuk memahami masa lampau, juga keadaan masa kini, bahkan secara terbatas bisa digunakan untuk mengatasi hal-hal mendatang.
38
2. Penelitian Penjajakan / Eksploratif Penelitian ini bertujuan untuk mencari hubungan-hubungan baru yang terdapat pada suatu permasalahan yang luas dan kompleks. Penelitian ini bertujuan pula untuk mengumpulkan data sebanyak-banyaknya. Setelah dianalisa, diharapkan hasilnya bisa jadi hipotesa untuk penelitian berikutnya. Penelitian eksploratif itu sendiri tidak memakai hipotesa, karena kompleksnya data yang akan diteliti tidak mungkin dirumuskan atau tidak bisa disusun hipotesanya. 3. Penelitian Deskriptif Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan apa-apa yang saat ini berlaku. Di dalamnya terdapat upaya mendeskripsikan, mencatat, menganalisa dan menginterpretasikan kondisi-kondisi yang sekarang ini terjadi atau ada. Dengan kata lain, penelitian deskriptif bertujuan untuk memperoleh informasiinformasi mengenai keadaan saat ini, dan melihat kaitan antara variabelvariabel yang ada. Penelitian ini tidak menguji hipotesa atau tidak menggunakan hipotesa, melainkan hanya mendeskripsikan informasi apa adanya sesuai dengan variabel-variabel yang diteliti. Penelitian semacam ini sering dilakukan oleh pejabat-pejabat guna mengambil kebijakan atau keputusan untuk melakukan tindakan-tindakan dalam melakukan tugasnya. 4. Penelitian Eksplanatori / Penjelasan / Eksperimen Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan apa-apa yang akan terjadi bila variabel-variabel tertentu dikontrol atau dimanipulasi secara teratur. Fokus penelitian pada ukuran antar variabel. Dalam hubungan ini, kesengajaan mengadakan manipulasi terhadap sesuatu variabel, selamanya merupakan bagian yang tak terpisahkan dari metode eksperimen. Penelitian ini dapat dikatakan sebagai penelitian pengujian hipotesa yang menguji hubungan sebab-akibat diantara variabel yang diteliti.
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode eksperimen. Menurut Hadari Nawari dan Mimi Martini (1996: 130). “Metode penelitian eksperimen adalah prosedur penelitian yang dilakukan untuk mengungkapkan hubungan sebab akibat dua variabel atau lebih, dengan mengendalikan pengaruh variabel yang
39
lain”. Sedangkan menurut Gay (dalam Emzir, 2008: 63-54) menyatakan bahwa “Metode eksperimental merupakan satu-satunya metode penelitian yang dapat menguji secara benar hipotesis menyangkut hubungan kausal (sebab-akibat)”. Dari dua pendapat diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa penelitian eksperimen adalah suatu metode penelitian untuk menguji hipotesis hubungan sebab akibat antara dua variabel yang disengaja dengan mengendalikan pengaruh variabel yang lain. Adapun desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah one group pretest-posttest design. Sumadi Suryabrata (2004: 117) mengemukakan bahwa “One group pretest-posttest design adalah sekelompok subjek dikenai perlakukan untuk jangka waktu tertentu, pengukuran dilakukan sebelum dan sesudah perlakuan diberikan, dan pengaruh perlakuan diukur dari perbedaan antara pengukuran awal (T1) dan pengukuran akhir (T2)”. Rancangan diatas dapat digambarkan sebagai berikut :
Pre-test
Treatment
Post-test
T1
X
T2
Keterangan : T1
: Tes yang diberikan sebelum diberi perlakuan / pre-test
X
: Perlakuan yang dilakukan oleh peneliti
T2
: Test yang diberikan setelah diberi perlakukan / post test Langkah-langkah yang penulis susun dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Berikan T1 (pre-test) untuk mengukur prestasi belajar membaca siswa kelas II SD Negeri 02 Kalikotes Klaten sebelum diberikan metode bermain dengan media kartu huruf dan gambar. 2. Kenakan subyek pada simbol x (treatment). Treatment dilakukan dengan metode bermain dengan media kartu huruf dan gambar. 3. Berikan T2 (post-test) untuk mengukur prestasi belajar membaca siswa SD Negeri Kalikotes II Klaten setelah diberikan metode bermain dengan media kartu huruf dan gambar.
40
4. Bandingkan T1 dan T2 untuk menentukan seberapakah perbedaan antara sebelum diberikan treatment (perlakuan) dengan setelah diberikan treatment (perlakuan).
C. POPULASI DAN SAMPEL 1. Populasi Menurut Suharsimi Arikunto (2006: 130) “Populasi adalah keseluruhan subyek penelitian”. Hadari Nawawi (1998: 141) berpendapat bahwa “Populasi adalah sekelompok subyek, baik manusia, gejala, nilai tes, benda-benda atau peristiwa”. Sedangkan menurut Winarno Surakhmad (1994:121) “ Populasi adalah jumlah tertentu dari manusia yang diselidiki secara nyara”. Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa populasi adalah keseluruhan subyek yang dijadikan sasaran penelitian dan memiliki ciriciri yang sama. Dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah seluruh anak berkesulitan belajar siswa kelas II SD Negeri 02 Kalikotes Klaten Tahun Ajaran 2009/2010, sebanyak 11 siswa. Penentuan jumlah anak berkesulitan belajar membaca ini didasarkan pada nilai raport siswa dan hasil wawancara dengan guru kelas. Siswa yang mendapat nilai di bawah rata-rata kelas, digolongkan ke dalam anak berkesulitan belajar membaca.
2. Sampel Sutrisno Hadi (2004:77) mengemukakan bahwa “Sampel adalah sebagian individu yang diselidiki yang jumlahnya kurang dari populasi”. Sedangkan menurut Suharsimi Arikunto “Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti”. “Untuk sekedar ancer-ancer maka apabila subyeknya atau populasinya kurang dari 100 lebih baik diambil semua sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi atau penelitian sensus” (Suharsimi Arikunto 1998:120). Dalam penelitian ini, peneliti tidak menggunakan sampel, karena jumlah populasi kecil sehingga penelitian ini merupakan penelitian populasi, yaitu sejumlah 11 anak
41
berkesulitan belajar siswa kelas II SD Negeri 02 Kalikotes Tahun Ajaran 2009/2010.
D. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data merupakan cara yang digunakan penelitian untuk mengumpulkan data dalam rangka pengujian hipotesis. Untuk memperoleh data yang diharapkan dan dapat dipertanggungjawabkan, dibutuhkan ketepatan dalam memilih metode pengumpulan data yang digunakan. Suharsimi Arikunto (1995:195-206) menyatakan ada beberapa teknik pengumpulan data, antara lain : 1. Test 2. Kuesioner atau angket 3. Interview 4. Observasi 5. Dokumentasi Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan dua metode pengumpulan data, yaitu metode pokok berupa tes, dan metode bantu berupa wawancara atau interview dan observasi.
1. Metode Pokok Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode pokok berupa metode tes. a. Pengertian Tes Suharsimi Arikunto (1999:53) menyatakan bahwa “Tes adalah alat atau prosedur yang digunakan untuk mengetahui atau mengukur sesuatu dalam suasana, dengan cara dan aturan-aturan yang sudah ditentukan”. Winkel (1991:325) berpendapat bahwa “Tes adalah suatu seri pertanyaan atau soal yang harus dijawab atau dipecahkan”. Dari pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa tes adalah suatu metode pengumpulan data dengan mengikuti aturan dan prosedur yang telah ditentukan dengan memberi tugas kepada subyek peneliti berupa menjawab butir-butir soal
42
yang telah disediakan atau memberikan tugas kepada subyek penelitian untuk dikerjakan.
b. Jenis-Jenis Tes Menurut Anas Sudijono (2005:75), penggolongan tes berdasarkan cara mengajukan dan memberikan jawaban adalah sebagai berikut : 1) Tes tertulis, yaitu tes dimana tester dalam mengajukan butir-butir pertanyaan atau soal dilakukan secara tertulis dan testee memberikan jawaban secara tertulis. 2) Tes lisan, yaitu tes dimana tester dalam mengajukan butir-butir pertanyaan atau soal dilakukan secara lisan dan testee memberikan jawaban secara lisan pula. 3) Tes perbuatan, yaitu tes yang digunakan untuk mengukur taraf kompetensi yang bersifat keterampilan (psikomotorik), dimana penilaiannya dilakukan terhadap proses penyelesaian tugas dan hasil akhir yang dicapai oleh testee setelah melaksanakan tugas tersebut. Suharsimi Arikunto (1999: 162) menyatakan bahwa “Bentuk tes ada dua yaitu tes subyektif dan tes obyektif. 1) Tes Subyektif, adalah tes yang digunakan untuk mengukur prestasi siswa yang memerlukan jawaban yang bersifat pembahasan dan biasanya berupa essay (uraian). 2) Tes Obyektif, adalah tes yang pemeriksaannya dapat dilakukan secara obyektif. Macam tes ini antara lain tes benar-salah (true-false), tes pilihan ganda (multiple choice test), tes menjodohkan (matching test), dan tes isian (completion test).
c. Syarat-Syarat Tes Agar tes dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah sebagai alat ukur prestasi belajar siswa, maka tes yang akan digunakan harus memenuhi beberapa syarat. Suharsimi Arikunto (1999:57) menyatakan bahwa “Tes yang baik harus
43
memiliki persyaratan : validitas, reliabilitas, obyektivitas, praktikabilitas dan ekonomis”. 1. Validitas Suatu tes disebut valid apabila tes itu dapat tepat mengukur apa yang hendak diukur. 2. Reliabilitas Suatu tes disebut reliable apabila hasil tes tersebut menunjukkan ketetapan. Hal ini dimaksudkan, jika kepada siswa yang berbeda diberikan tes yang sama pada waktu yang berbeda, maka hasilnya akan sama. 3. Obyektivitas Suatu tes dikatakan memiliki obyektivitas apabila dalam melaksanakan tes itu tidak ada faktor subyektif yang mempengaruhi, terlebih dalam pemberian nilai atau skor. 4. Praktikabilitas Suatu tes dikatakan memiliki praktikabilitas apabila tes tersebut bersifat praktis, mudah dan dapat digunakan dalam waktu yang lama. 5. Ekonomis Suatu
tes
dikatakan
ekonomis
apabila
dalam
pembuatannya,
pelaksanaannya dan pemeriksaannya tidak memerlukan biaya yang mahal, tenaga yang banyak dan waktu yang lama.
d. Langkah-langkah Menyusun Tes Langkah-langkah menyusun tes menurut Suharsimi Arikunto (1999:53) adalah : 1) Merumuskan tujuan pengadaan tes 2) Mengadakan pembatasan terhadap bahan yang akan diteskan 3) Merumuskan tujuan instruksional khusus dari tiap bagian bahan 4) Menyusun
dan
mengidentifikasi
berdasarkan TPK yang telah disusun.
tingkah
laku
yang
dikehendaki
44
5) Menyusun tabel spesifikasi yang memuat pokok materi, aspek berpikir yang diukur beserta imbangan antara kedua hal tersebut 6) Menuliskan butir-butir soal, didasarkan atas TPK dan aspek tingkah laku yang telah disusun. Berdasarkan langkah-langkah menyusun tes tersebut di atas, penulis melakukan : 1) Menentukan tujuan mengadakan tes tersebut, yaitu untuk mengumpulkan data prestasi belajar anak berkesulitan belajar siswa kelas II. 2) Mengadakan pembatasan materi pelajaran yang akan diteskan, yaitu materi pelajaran membaca siswa kelas II 3) Merumuskan Tujuan Instruksional Khusus (TIK) dari tiap pokok bahasan materi pelajaran membaca siswa kelas II. 4) Menyusun
dan
mengidentifikasi
tingkah
laku
yang
dikehendaki
berdasarkan TPK materi pelajaran membaca siswa kelas II. 5) Menyusun tabel spesifikasi yang memuat pokok materi, aspek berpikir materi pelajaran membaca siswa kelas II yang diukur beserta imbangan antara kedua hal tersebut. 6) Menuliskan butir-butir soal tentang materi pelajaran membaca siswa kelas II, didasarkan atas TPK dan aspek tingkah laku yang telah disusun.
e. Tes Yang Digunakan Dalam penelitian ini, dalam rangka mengumpulkan data prestasi belajar anak yang berkesulitan belajar membaca siswa kelas II Sekolah Dasar Negeri 02 Kalikotes Kecamatan Kalikotes Kabupaten Klaten ini, peneliti menggunakan tes tertulis berupa butir tes bentuk obyektif dengan menggunakan tipe butir pilihan ganda dengan ragam pilihan ganda biasa berjumlah 40 butir. Sebelum tes tersebut dibuat, maka terlebih dahulu peneliti menentukan kisikisi dari tes tersebut. Adapun kisi-kisi tersebut adalah sebagai berikut : Tabel 1. Kisi-kisi Instrumen Tes Soal Try Out Pelajaran Bahasa Indonesia Materi Membaca
45
No
1.
Pokok
Sub Pokok
Bahasan
Bahasan
Keperluan
1.1. Membaca
sehari-hari
Indikator
1.1.1.
bersuara
No. Item
Membaca bacaan
Jumlah
1,2,3,4,5
5
1,2,3,4,5
5
6,7,21,24,25
5
13,19, 28,31,33
5
pendek.
(lancar)
1.1.2.
Menjawab pertanyaan
1.2. Menulis
1.2.1. Memenggal kata yang
permulaan
menggunakan diftong
diftong ai, au,
ai, au, oi.
oi
1.2.2. Melengkapi kalimat
1.3. Mendeskripsi kan
benda-
benda
Keluarga
2.1. Mendeklamasi
2.1.1. Membaca puisi atau 14,15,16,17,18 syair
syair lagu
benar
lagu
14,15,16,17,18
5
2.2.1. Menentukan
11,25,30,38,39
5
12,20,23,35,40
5
dan
dalam kalimat 2.2.2. Menentukan lawan kata dalam kalimat
f. Standar Penilaian Adapun standar penilaian yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
5
2.1.2. Menjawab pertanyaan
persamaan kata
kata
5
dengan
persamaan lawan
9,22,26,32,37
benda
kan puisi atau
2.2. Menentukan
5
yang dideskripsikan
di 1.3.2. Mendeskripsikan
sekitar kita
2.
1.3.1. Menebak nama benda 8,10,29,34,36
46
1) Setiap jawaban yang benar diberi nilai 1, sedangkan jawaban yang salah diberi nilai 0 2) Jumlah jawaban siswa yang benar akan dibagi 4 kemudian dikalikan 10, sehingga siswa yang menjawab benar semua akan memperoleh nilai 10, sedangkan siswa yang menjawab salah semua akan memperoleh nilai 0
2. Metode Bantu
a. Wawancara Mardalis (2003:64) mengemukakan bahwa “Wawancara adalah teknik pengumpul data yang digunakan peneliti untuk mendapatkan keteranganketerangan lisan melalui bercakap-cakap dan berhadapan muka dengan orang yang memberikan keterangan pada si peneliti”. Zainal Arifin (1998:54) menjelaskan “Wawancara atau interview adalah salah satu teknik pengumpulan dan pencatatan data, informasi dan atau pendapat yang dilakukan melalui percakapan dan Tanya jawab, baik langsung maupun tidak langsung dari sumber data”. Nana Sudjana (1989:102) mengatakan “Wawancara adalah alat pengumpulan data yang digunakan untuk mendapatkan informasi yang berkenaan dengan pendapat, aspirasi, harapan, persepsi, keinginan, keyakinan, dan lain-lain dari responden melalui pertanyaan yang dijawab secara lisan oleh responden”. Dari uraian pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa wawancara adalah suatu bentuk teknik pengumpulan data yang dapat berupa pendapat, aspirasi, harapan, persepsi, keinginan, keyakinan, dan lain-lain dari responden yang didapat dengan menjawab pertanyaan melalui bercakap-cakap dan berhadapan muka baik langsung maupun tidak langsung dengan sumber data. Peneliti menggunakan metode wawancara ini menanyakan langsung kepada siswa dimana letak kesulitannya dalam belajar membaca. Peneliti juga menanyakan hal yang sama kepada guru tentang letak kesulitan belajar membaca siswa. Hasil wawancara ini tidak diolah dan ditulis dalam laporan penelitian, namun digunakan untuk
47
menentukan tingkat perkembangan anak dalam mencapai ketuntasan belajar dan digunakan untuk mengambil langkah selanjutnya dalam penanganan siswa berkesulitan belajar membaca tersebut.
b. Observasi Zainal Arifin (1998:49) menjelaskan bahwa “Observasi adalah suatu cara untuk mengumpulkan data dan informasi dengan jalan pengamatan dan mencatat secara sistematis, logis, dan rasional mengenai fenomena-fenomena yang diselidiki”. Nana Sudjana (1989-109) berpendapat bahwa “Observasi adalah alat pengumpulan data yang digunakan untuk mengukur tingkah laku individu atau proses terjadinya suatu kegiatan yang dapat diamati, baik dalam situasi yang sebenarnya maupun dalam situasi buatan”. Observasi adalah pengamatan yang digunakan dalam rangka mengumpulkan data dalam suatu penelitian, merupakan hasil perbiatan jiwa secara aktif dan penuh perhatian untuk menyadari adanya suatu rangsangan tertentu yang diinginkan atau suatu studi yang disengaja dan sistematis tentang keadaan atau fenomena social dan gejala-gejala psikis dengan jalan mengamati dan mencatat (Mardalis, 2003 : 62). Dari uraian pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa observasi adalah suatu cara untuk mengumpulkan data dan informasi yang merupakan hasil perbuatan jiwa secara aktif dan penuh perhatian dengan jalan pengamatan dan pencatatan secara sistematis, logis dan rasional mengenai fenomena-fenomena, tingkah laku individu atau proses terjadinya suatu kegiatan yang diselidiki baik dalam situasi yang sebenarnya maupun dalam situasi buatan. Sama dengan metode wawancara, peneliti tidak mengolah dan menulis hasil observasi dalam laporan penelitian ini, namun menggunakannya untuk menentukan tingkat perkembangan anak dalam mencapai ketuntasan belajar dan menggunakannya untuk mengambil langkah berikutnya dalam penanganan anak berkesulitan belajar membaca.
48
E. Validitas dan Reliabilitas 1. Validitas Menurut Suharsimi Arikunto (2002:144) “Validitas adalah semua ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan suatu instrument”. Sedangkan Saifudin Anwar (2003:7) berpendapat bahwa “Validitas adalah sejauhmana ketetapa dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya”. Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa validitas adalah suatu kemampuan instrument untuk mengukur apa yang diukur. Untuk mencari validitas tes digunakan teknik korelasi bagian total, dengan rumus korelasi product moment dengan angka kasar. Peneliti menggunakan korelasi product moment ialah untuk mengetahui validitas tes metode bermain dengan media kartu huruf dan gambar dengan mengujicobakan tes tersebut kepada siswa. Adapun rumus korelasi product moment dengan angka kasar menurut Suharsimi Arikunto (2006:170) adalah sebagai berikut :
rxy =
NSXY - (SX )(SY ) {( NSX 2 ) - (SX ) 2 }{( NSY 2 ) - (SY ) 2 }
Keterangan rxy
: Koefisien korelasi antara variable x dan y
XY : Jumlah perkalian X dan Y X2
: Jumlah kuadrat dari X
Y2
: Jumlah kuadrat dari y
N
: Jumlah subyek.
Suatu instrument dapat dikatakan valid rxy lebih besar daripada rtabel, dimana rtabel bernilai 0,811. Sebaliknya, jika rxy lebih kecil dari rtabel maka item tersebut tidak valid, sehingga item tersebut tidak baik dalam pre-test maupun posttest. Dari 40 butir soal materi membaca yang diberikan kepada anak berkesulitan belajar membaca siswa kelas II SD Negeri 03 Kalikotes Klaten yang berjumlah 6 orang siswa dalam bentuk tes pilihan ganda, setelah diuji validitasnya didapat 30
49
soal
yang valid dan 10 soal
yang tidak valid, yaitu item
nomor
3,4,7,8,9,12,15,16,25,40
2. Reliabilitas Suatu alat ukur dikatakan reliabel apabila alat ukur tersebut menunjukkan ketetapan. Hal ini dimaksudkan, jika kepada siswa yang berbeda diberikan pengukuran yang sama pada waktu yang berbeda, hasilnya akan tetap sama. Menurut Sumanto, M.A (1995: 60) “Reliabilitas tingkatan dimana suatu tes secara konsisten mengukur berapapun hasil pengukuran itu”. Untuk menghitung reliabilitas tes digunakan rumus Alpha. Sebelumnya, terlebih dahulu dicari jumlah varians butir item, dengan menggunakan rumus dari Suharsimi Arikunto (2002:121) sebagai berikut :
Ss 2 b =
S( x 2 ) -
(Sx ) 2 N
N
keterangan : Ss 2 b
: Jumlah varians butir
N
: Variasi total
Sx
: Jumlah skor.
Dari hasil tersebut kemudian dimasukkan ke dalam rumus alpha : 2 æ k öæ Ss b ö ç ÷ r11 = ç 1 ÷ç s 2 t ÷ø è k - 1 øè
keterangan : r11
: Reliabilitas instrument
k
: Banyaknya butir instrument
Ss 2 b : variansi skor butir
50
Ss 2 t : variansi total
(Suharsimi Arikunto, 2002:171)
Dari perhitungan reliabilitas instrument tes dalam penelitian ini diperoleh r11 = 0,999. Hasil reliabilitas tersebut kemudian dikonsultasikan pada tabel interpretasi menurut Suharsimi Arikunto (2006:276) sebagai berikut : Tabel 2. Interpretasi Reliabilitas Besarnya
Interpretasi
Antara 0,800 sampai dengan 1,00
Tinggi
Antara 0,600 sampai dengan 0,800
Cukup
Antara 0,400 sampai dengan 0,600
Agak rendah
Antara 0,200 sampai dengan 0,400
Rendah
Antara 0,000 sampai dengan 0,200
Sangat rendah (tak berkorelasi)
Dari perhitungan reliabilitas instrument tes diatas, diperoleh r11 = 0,999, sehingga instrument tersebut mempunyai tingkat reliabilitas yang tergolong tinggi.
F. Teknik Analisis Data Teknik analisis data merupakan cara yang digunakan peneliti untuk mengolah dan menganalisis data yang telah terkumpul dalam penelitian untuk menguji hipotesis yang telah diajukan. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik analisis data statistik non parametrik yaitu Analisis Test Ranking Bertanda (Wilcoxon Sign Ranks Test) untuk menguji hipotesis yang telah dirumuskan. Adapun langkah-langkah analisis Wilcoxon Sign Ranks Test adalah sebagai berikut : 1. Rumusan Hipotesis Rumusan hipotesis dua pihak : H0 : Zx = Zy
(Tidak ada pengaruh metode bermain (kartu huruf dan gambar)
terhadap
prestasi
belajar
membaca
anak
51
berkesulitan membaca siswa kelas II SD Negeri 02 Kalikotes Klaten Tahun Ajaran 2009/2010) Ha : Zx ≠ Zy
(Ada pengaruh metode bermain (kartu huruf dan gambar) terhadap prestasi belajar membaca anak berkesulitan belajar membaca siswa kelas II SD Negeri 02 Kalikotes Klaten Tahun Ajaran 2009/2010).
2. Pemilihan taraf signifikan (α) Taraf siginifikan yang dipilih adalah α = 10% untuk dua pihak, sehingga untuk masing-masing pihak α = 5% 3. Penentuan Statistik Uji Statistik uji yang digunakan adalah Wilcoxon Sign Ranks Test dengan simbol Z 4. Keputusan Uji a) Jika Z0 < Zt, maka H0 ditolak dan Ha diterima (J. Supranto,2001: 301). Dengan demikian hipotesis dalam penelitian berbunyi ada pengaruh metode bermain (kartu huruf dan gambar) terhadap prestasi belajar membaca anak berkesulitan membaca siswa kelas II SD Negeri 02 Kalikotes Klaten tahun ajaran 2009/2010. b) JIka Z0 > Zt, maka H0 diterima dan Ha ditolak (J. Supranto,2001: 301). Dengan demikian hipotesis dalam penelitian berbunyi tidak ada pengaruh metode bermain (kartu huruf dan gambar) terhadap prestasi belajar membaca anak berkesulitan membaca siswa kelas II SD Negeri 02 Kalikotes tahun ajaran 2009/2010.
52
BAB IV HASIL PENELITIAN
A. Deskripsi Data Penelitian ini mempunyai tujuan untuk mengetahui keefektifan Metode Bermain dengan kartu huruf dan gambar terhadap peningkatan prestasi belajar membaca siswa kelas II SD Negeri 02 Kalikotes Klaten yang mengalami kesulitan belajar membaca tahun ajaran 2009/2010. Dari seluruh siswa kelas II SD Negeri 02 Kalikotes Klaten terdapat 11 siswa yang mengalami kesulitan belajar membaca. Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian eksperimen. Adapun desain rancangan penelitian yang digunakan one group pretest-posttest design. Untuk analisis data, penulis menggunakan Statistik non parametrik, karena jumlah sampel yang diambil kecil. Oleh karena itu, dalam penelitian ini menggunakan
Uji
Tanda
Wilcoxon.
Dalam
penelitian
ini,
penulis
membandingkan prestasi belajar membaca siswa sebelum diterapkan metode bermain kartu huruf dan gambar (pre test) dan sesudah diterapkan metode bermain dengan kartu huruf dan gambar (post test). Hasil try out dari 40 item soal yang diujicobakan pada responden sebanyak 6 siswa di SD Negeri 02 Kalikotes Klaten, sebanyak 30 item dinyatakan valid dan 10 item pertanyaan dinyatakan gugur, untuk selanjutnya digunakan sebagai soal pre test dan post test dalam penelitian.
1. Distribusi Frekuensi Prestasi Belajar Sebelum Perlakuan Hasil pengumpulan data tentang skor prestasi membaca siswa sebelum diberi perlakuan (pre test) adalah sebagai berikut : skor tertinggi = 80, Skor terendah = 50, Skor rata-rata 60,64 dan standar deviasi = 10,491. Penyebaran skor tersebut selengkapnya disajikan dalam bentuk tabel sebagai berikut :
52
53
Tabel 3. Distribusi frekuensi Prestasi Belajar Siswa Sebelum Perlakuan. Frekuensi Relatif
Interval
Batas Nyata
Frekuensi
77 – 81
76,50 – 81,50
2
18,2
72 – 76
71,50 – 76,50
0
0
67 – 71
66,50 – 71,50
1
9,1
62 – 66
61,50 – 66,50
1
9,1
57 – 61
56,50 – 61,50
3
27,3
52 – 56
51,50 -56,50
1
9,1
47 – 51
46,50 – 51,50
3
27,3
Jumlah
11
100
(%)
Data tersebut dapat digambarkan dalam diagram batang sebagai berikut : 3.5 3 2.5 2 1.5 1 0.5 0 46,50 51,50
51,50 56,50
56,5061,50
61,5066,50
66,5071,50
71,5076,50
76,5081,50
47-56
52-56
57-61
62-66
67-71
72-76
77-81
Gambar 2. Grafik Prestasi Belajar Sebelum Perlakuan
54
2. Distribusi Frekuensi Prestasi Belajar Setelah Perlakuan Dari hasil pengumpulan data tentang skor prestasi belajar membaca setelah diberi perlakuan (post-test) diperoleh data sebagai berikut : skor tertinggi = 90, skor terendah = 57, skor rata-rata = 70,73, dan standar deviasi = 10,527. Penyebaran skor tersebut disajikan dalam bentuk tabel sebagai berikut : Tabel 4. Distribusi Frekuensi Skor Prestasi Belajar Setelah Perlakuan Frekuensi Relatif
Interval
Batas Nyata
Frekuensi
86-90
85,50 – 91,50
1
9,1
81-85
80,50 – 71,50
0
0
76-80
75,50 – 80,50
3
27,3
71-75
70,50 – 75,50
1
9,1
66-70
65,50 -70,50
3
27,3
61-65
60,50 – 65,50
0
0
56-60
55,50 – 60,50
3
27,3
Jumlah
11
100
(%)
Data tersebut dapat digambarkan dalam diagram batang sebagai berikut : 3.5 3 2.5 2 1.5 1 0.5 0 55,50 – 60,50
60,50 65,50 - 70,50 – 70,50 – 65,50 75,50
75,50 – 80,50
80,50 – 71,50
85,50 – 91,50
56-60
61-65
76-80
81-85
86-90
66-70
71-75
Gambar 3. Grafik Prestasi Belajar Setelah Perlakuan
55
Dari hasil pengumpulan data tersebut dapat disimpulkan bahwa rata-rata nilai pre-test = 60,64 dan rata-rata nilai post test = 70,73. Ini berarti terjadi peningkatan membaca siswa sebesar 85,7%.
B. Pengujian Hipotesis Setelah data berhasil dikumpulkan sebagaimana disajikan di halaman muka, selanjutnya dilakukan statistik non parametrik dengan teknik analisis Wilcoxon Sign Ranks Test. Dari analisis Wilcoxon Sign Ranks Test diperoleh hasil sebagai berikut : Tabel 5. Perhitungan Wilcoxon Ranks N
Posttest-pretest Negative Ranks
a.
Post test < Pre test
b.
Post test > Pre test
c.
Postensc = pretest
Tes Statistics
Negative Ranks
Mean
Sum Of
Rank
Rank
a
.00
.00
b
6.00
66.00
O
Positive rank
11
Ties
O
Total
11
c
b
Post test – pre test ≥ Asymp.Sig. C2 - tailed
a
-2.946
.003
Dari hasil analisis diatas didapatkan Z hitung sebesar -2,946 dengan probabilitas 0,003. Oleh karena nilai probabilitas dari Z hitung lebih kecil dari probabilitas kesalahan yaitu 5% (a = 0,05), maka dapat dikatakan bahwa ada perbedaan yang signifikan antara prestasi belajar membaca siswa sebelum dan setelah pemberian metode bermain dengan media kartu huruf dan gambar. Maka hipotesis yang menyatakan “Metode bermain (kartu huruf dan gambar) efektif untuk meningkatkan prestasi belajar membaca anak berkesulitan belajar membaca siswa kelas II SD Negeri 02 Kalikotes Tahun ajaran 2009 / 2010 dapat diterima kebenarannya.
56
C. Pembahasan Hasil Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah metode bermain dengan media kartu huruf dan gambar pada saat mengajar membaca dapat meningkatkan prestasi belajar membaca anak berkesulitan belajar siswa kelas II SD Negeri 02 Kalikotes Klaten Tahun Ajaran 2009/2010. Dari hasil uji Wilcoxon Sign Ranks Test menunjukkan bahwa metode bermain dengan media kartu huruf dan gambar efektif untuk meningkatkan prestasi belajar membaca pada anak yang mengalami kesulitan membaca. Setelah diberi perlakuan (post test) terjadi kenaikan nilai rata-rata prestasi belajar membaca siswa dibandingkan dengan sebelum diperlakukan (pre test). Pada perhitungan Wilcoxon, diperoleh nilai Z hitung sebesar -2,946 dengan probabilitas 0,003. Oleh karena nilai probabilitas dari Z hitung lebih kecil dari probabilitas kesalahan, yaitu 5% (a =0,05), maka dapat dikatakan ada perbedaan yang signifikan antara prestasi belajar membaca siswa sebelum diberi perlakuan dan setelah diberi perlakuan. Metode bermain adalah salah satu dari berbagai macam jenis metode mengajar yang dapat digunakan untuk mengajarkan membaca kepada anak-anak secara lebih menyenangkan. Metode bermain merupakan penyajian pembelajaran dalam bentuk permainan yang dirancang oleh guru yang bertujuan agar siswa dapat merumuskan pemahaman tentang suatu konsep, kaidah-kaidah asas (prinsip), unsur-unsur pokok, proses, hasil dan dampak dan seterusnya. Seperti yang diungkapkan Suyatno (2005: 12) permainan atau games biasanya digunakan untuk memperagakan atau menirukan keadaan yang sebenarnya, dimana keadaan tersebut tidak dapat dihadirkan langsung di dalam ruang atau tempat latihan. Metode bermain dinilai sangat efektif untuk menjelaskan suatu pengertian niskala (abstrak) atau konsep yang sering sulit dijelaskan dengan kata-kata. Metode bermain dengan menggunakan media kartu huruf dan gambar merupakan salah satu metode belajar membaca yang dinilai dapat menciptakan pembelajaran yang menyenangkan dan menarik, dapat menguatkan pembelajaran, bahkan menjadi semacam ujian. Hal ini didukung oleh Suyatno (2005:12) yang
57
menyatakan bahwa permainan belajar (learning games) menciptakan atmosfer menggembirakan dan membebaskan kecerdasan penuh dan tak terhalang dan dapat memberikan banyak sumbangan. Penggunaan media kartu huruf dan gambar dapat membuat siswa lebih memperhatikan hal-hal yang diajarkan guru dan lebih tertarik untuk belajar membaca sehingga mendorong siswa untuk belajar membaca lebih giat. Menurut Soedarsono (1983) seperti yang dikutip Mulyono Abdurrahman (1999: 200) membaca merupakan aktivitas kompleks yang memerlukan sejumlah besar tindakan terpisah-pisah, mencakup penggunaan pengertian, khayalan, pengamatan, dan ingatan. Manusia tidak mungkin dapat membaca tanpa menggerakkan mata dan menggunakan pikiran. Bond (1975) seperti yang dikutip Mulyono Abdurrahman (1999: 200) berpendapat bahwa membaca merupakan pengenalan symbol-simbol bahasa tulis yang merupakan stimulus yang membantu proses mengingat tentang apa yang dibaca, untuk membangun suatu pengertian melalui pengalaman yang telah dimiliki. Oleh sebab itu, membaca sangat penting dan harus dikuasai oleh anak-anak yang duduk pada kelas bawah. Karena kelas II masih merupakan awal pendidikan di Sekolah Dasar, maka siswa yang mengalami kesulitan belajar membaca benar-benar perlu mendapat prioritas perhatian dan penanganan khusus. Menurut Mulyono Abdurrahman (1999:200) kemampuan membaca merupakan dasar untuk menguasai berbagai bidang studi. Jika anak pada usia sekolah permulaan tidak segera memiliki kemampuan membaca, maka ia akan mengalami banyak kesulitan dalam mempelajari berbagai bidang studi pada kelas-kelas berikutnya. Kesulitan-kesulitan tersebut pastinya berdampak pada prestasi belajar siswa yang menurun. Untuk mengatasi kesulitan belajar membaca dan meningkatkan prestasi belajar membaca siswa, perlu adanya metode-metode belajar membaca yang dapat membantu atau mempermudah siswa belajar membaca. Seperti halnya penelitian yang dilakukan oleh Maryamah (2003) terhadap siswa di Sekolah Dasar Negeri Jatisari I Kecamatan Sambi Boyolali Tahun Ajaran 2002/2003 yang mengalami kesulitan belajar. Penelitian yang merupakan studi eksperimen ini difokuskan pada peningkatan prestasi belajar siswa yang
58
mengalami kesulitan belajar membaca dengan menggunakan media kartu huruf dan gambar. Dari penelitian tersebut disimpulkan bahwa media kartu huruf dan gambar berpengaruh positif terhadap prestasi anak berkesulitan belajar. Dari analisis yang sudah dilakukan di atas kemudian disesuaikan dengan rumusan masalah dan tujuan penelitian yang sudah direncanakan maka akan diperoleh jawaban yang sesuai yaitu metode bermain dengan menggunakan media kartu huruf dan gambar berpengaruh positif terhadap prestasi belajar membaca siswa kelas II Sekolah Dasar Negeri 02 Kalikotes Klaten tahun ajaran 2009/2010. Dengan demikian, untuk meningkatkan prestasi belajar membaca pada anak yang mengalami kesulitan belajar membaca perlu berbagai cara yang kreatif agar siswa dapat optimal dalam belajar. Salah satunya dengan menerapkan metode bermain dengan menggunakan media kartu huruf dan gambar dalam proses pembelajaran membaca.
59
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
A. Kesimpulan Dari penelitian yang telah peneliti lakukan tentang keefektivan metode bermain dengan media kartu huruf dan gambar terhadap prestasi belajar membaca siswa kelas II Sekolah Dasar Negeri 02 Kalikotes Kabupaten Klaten tahun ajaran 2009 / 2010 dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Kesimpulan Teoritis Dalam penelitian ini dapat peneliti simpulkan bahwa : metode bermain dengan media kartu huruf dan gambar efektif digunakan untuk meningkatkan prestasi belajar membaca anak berkesulitan belajar membaca di Sekolah Dasar Negeri 02 Kalikotes Kabupaten Klaten. Metode bermain dengan media kartu huruf dan gambar digunakan sebagai metode dalam proses mengajar mata pelajaran Bahasa Indonesia, terkhusus materi membaca. Dengan memberikan banyak treatment dengan metode yang disesuaikan dengan siswa, yaitu metode bermain dengan media kartu huruf dan gambar, maka siswa menjadi tidak lekas bosan, dapat termotivasi belajar dan aktif berpartisipasi dalam proses belajar mengajar sehingga dapat meningkatkan prestasi belajarnya.
2. Kesimpulan Empiris Dari hasil penelitian data dengan menggunakan teknik analisis Wilcoxon Sign Ranks Test dapat disimpulkan bahwa : metode bermain (kartu huruf dan gambar) efektif digunakan untuk meningkatkan prestasi belajar membaca anak berkesulitan belajar membaca siswa kelas dua Sekolah Dasar Negeri 02 Kalikotes Kecamatan Kalikotes Kabupaten Klaten tahun ajaran 2009/2010 dapat diterima kebenarannya.
60
B. Implikasi 1. Implikasi Teoritis a. Memberikan masukan kepada semua pihak yang terkait, khususnya dalam ruang lingkup pendidikan supaya meningkatkan pengetahuan bahwa metode bermain dengan menggunakan media kartu huruf dan gambar dapat mempengaruhi prestasi belajar siswa. b. Memberikan masukan kepada semua pihak yang terkait, khususnya dalam ruang lingkup pendidikan supaya meningkatkan dan mengembangkan penggunaan metode bermain dengan menggunakan media kartu huruf dan gambar untuk meningkatkan prestasi belajar membaca siswa.
2. Implikasi Praktis a. Guru yang menggunakan metode ceramah / eja dalam pembelajaran membaca, dapat membuat anak cepat bosan dan tidak termotivasi untuk belajar membaca. b. Penggunaan metode bermain dengan menggunakan media kartu huruf dan gambar membuat anak lebih menyenangi pembelajaran membaca dan menjadi lebih tertarik untuk belajar membaca c. Penggunaan metode bermain dengan menggunakan media kartu huruf dan gambar yang tepat dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. d. Menambah pengetahuan tentang metode bermain dengan menggunakan media kartu huruf dan gambar yang berkaitan dengan prestasi belajar.
C. Saran Berdasarkan kesimpulan dan implikasi dari penelitian ini, maka peneliti mengemukakan beberapa saran sebagai berikut : 1. Untuk Siswa Bagi siswa diharapkan mau belajar secara mandiri maupun terbimbing di rumah, serta mau mengulang setiap pelajaran yang telah diajarkan oleh guru dengan pengawasan dari orang tua.
61
2. Untuk Guru a. Hendaknya guru dapat lebih kreatif dalam menciptakan model pembelajaran sehingga pembelajaran dapat lebih efektif dan efisien. b. Hendaknya guru dapat menyikapi potensi peserta didik yang berbeda dan bervariasi dengan baik. c. Hendaknya guru menggunakan metode bermain dengan kartu huruf dan gambar pada mata pelajaran Bahasa Indonesia terkhusus materi membaca dalam rangka meningkatkan prestasi belajar siswa.
3. Untuk Sekolah a. Perlu adanya penyediaan alat peraga / media pengajaran yang sesuai dengan mata pelajaran yang akan disampaikan sehingga dapat menunjang kelancaran proses mengajar. b. Hendaknya mengadakan sosialisasi bagi para guru yang berhubungan dengan penggunaan metode kartu huruf dan gambar serta mengembangkan latihanlatihan lain secara terus menerus yang dapat menunjang tercapainya peningkatan kemampuan membaca bagi anak berkesulitan belajar membaca.
4. Untuk Orang Tua Bagi orang tua di rumah hendaknya selalu memberikan rangsangan dan dorongan bagi anak agar anak selalu melatih keterampilan membacanya sehingga anak selalu melatih ketrampilan membacanya sehingga anak dapat menggunakan kemampuan membacanya tersebut dengan baik.
5. Untuk Peneliti Hasil penelitian ini hendaknya dapat menumbuhkan ide kreatif dan inovatif pada peneliti lain untuk dapat menciptakan metode pembelajaran yang efektif bagi anak berkesulitan belajar membaca.
62
DAFTAR PUSTAKA
Anas Sudijono. 2005. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Andang Ismail. 2006. Education Games, Menjadi Cerdas dan Ceria dengan Permainan Edukatif. Yogyakarta: Pilar Media. Conny K. Semiawan. 2002. Belajar dan Pembelajaran dalam Taraf Usia Dini. Jakarta: PT Ikrar Mandiri Abadi Dewa Ketut Sukardi. 1983. Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah. Jakarta: Usaha Nasonal. Emzir. 2008. Metodologi Penelitian Pendidikan Kuantitatif dan Kualitatif. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada Eric Doman. 1991. September. “Program Domain Mencerdaskan Bayi”. Majalah Ayah Bunda, 18, 28-29 Jamila K.A Muhammad. 2008. Special Education for Special Children, Panduan Pendidikan Khusus Anak-anak dengan Ketunaan dan Learning Disabilities. Jakarta: Hikmah J. Supranto. 2001. Statistik, Teori dan Aplikasi. Jakarta: Erlangga Hadari Nawawi. 1998. Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: UGM Press Hadari Nawawi dan Mimi Martini. 1996. Penelitian Terapan. Yogyakarta: UGM Press Hendry Ratmoko Hadi. 2008. Hubungan Antara Sikap Siswa Terhadap Kemampuan Mengajar Guru dan Cara Belajar Akuntansi Keuangan dengan Prestasi Belajar Akuntansi Keuangan pada Siswa Kelas XI Bidang Keahlian Akuntansi SMK Negeri 6 Surakarta Tahun Diklat 2007/2008. Surakarta: Skripsi Mardalis. 2003. Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal. Jakarta: Bumi Aksara Maryamah. 2003. Pengaruh Penggunaan Metode Kartu Huruf dan Gambar Terhadap Prestasi Belajar Anak Berkesulitan Belajar di Kelas II SD
63
Negeri Jatisari I Kecamatan Sambi Kabupaten Boyolali Semester 2 Tahun Pelajaran 2002 / 2003. Skripsi. FKIP UNS: Surakarta M. Ngalim Purwanto. 2006. Psikologi Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Mulyono Abdurrahman. 1999. Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta: PT Rineka Cipta Munawir Yusuf, Sunardi, Mulyono Abdurrahman. 2003. Pendidikan Bagi Anak dengan Problematika Belajar. Solo: Tiga Serangkai Pustaka Mandiri Nana Sudjana. 1989. Cara Belajar Siswa Aktif dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Nana Syaodah Sukmadinata. 2003. Landasan Psikologi Proses Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya Oemar Hamalik. 2001. Pendidikan Guru Berdasarkan Pendekatan Kompetensi. Jakarta: Bumi Aksara Poerwandarminto, W.J.S.1984. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka Rustiyah N.K.1991. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: PT Rineka Cipta Sabarsi Akhadiah, dkk. 1991. Bahasa Indonesia I. Jakarta: Depdikbud Saifudin Azwar. 2003. Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset Septiana Runikasari. 2009. Membaca dengan Bantuan Pnonemic Awareness dalam http://www.iptvi.com/artikel.php?fl3nc=1¶m...cmd... (diakses tanggal 27 Mei 2009) Slameto. 2001. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: PT Rineka Cipta ____________.2003. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: PT Rineka Cipta S. Nasution. 2005. Berbagai Pendekatan dalm Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara Suharsimi Arikunto. 1995. Prosedur Penelitian Suatau Pendekatan Praktek. Jakarta: PT Rineka
64
. 1998. Prosedur Penelitian Suatau Pendekatan Praktek. Jakarta: PT Rineka Cipta . 1999. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Yogyakarta. Bina Aksara . 2002. Prosedur Penelitian Suatau Pendekatan Praktek. Jakarta: PT Rineka Cipta . 2006. Prosedur Penelitian Suatau Pendekatan Praktek. Jakarta: PT Rineka Cipta Sumadi Suryabrata. 2004. Metodologi Penelitian. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada Sumanto. 1995. Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan. Surakarta: UNS Press Sunardi. 1997. Mengenal Siswa Berkesulitan Belajar. Surakarta: UNS Press Sutartinah Tirtonegoro. 1984. Anak Super Normal dan Program Pendidikannya. Jakarta: PT Bina Aksara. Sutrisno Hadi. 2004. Metodologi Research. Yogyakarta: Andi Offset Suwaryono Wiryodijoyo. 1989. Membaca, Strategi Pengantar dan Tekniknya. Jakarta: Depdikbud Suyatmi. 1997. Keterampilan Membaca I. Surakarta: UNS Press Suyatno. 2005. Permainan Pendukung Pembelajaran Bahasa dan Sastra. Jakarta: Gramedia Widia Sarana Indonesia Syaiful Bahri Djamaran dan Aswan Zain. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: PT Rineka Cipta Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003. Sistem Pendidikan Nasional. Bandung: CV Umbara Universitas Sebelas Maret. 2007. Pedoman Penulisan Skripsi. Surakarta: FKIP Winarno Surakhmad. 1994. Pengantar Penelitian Ilmiah (Dasar, Metode, Teknik). Bandung: Tarsito . 1998. Pengantar Penelitian Suatu Pendekatan. Bandung: Tarsito W.S Winkel. 2005. Psikologi Pengajaran. Yogyakarta: Jurusan Ilmu Pendidikan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma
65
Zainal Arifin. 1998. Evaluasi Instruksional: Prinsip- Teknik-Prosedur. Bandung: Remaja Karya