BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri. Dalam menjalankan kehidupannya manusia hidup bermasyarakat, saling berinteraksi, tolong-menolong dengan yang lainnya serta saling bermu’amalah dalam memenuhi kebutuhan hidupnya guna mencapai kesejahteraan dalam hidupnya. Oleh karenanya manusia dituntut untuk saling bekerja sama dan bergotong-royong dalam usaha mencapai tujuannya. Allah SWT berfirman :
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syi'ar-syi'ar Allah,, dan jangan melanggar kehormatan bulan-bulan haram, jangan (mengganggu) binatang-binatang had-ya, dan binatang-binatang qalaa-id, dan jangan (pula)
1
mengganggu orang-orang yang mengunjungi Baitullah sedang mereka mencari kurnia dan keredhaan dari Tuhannya dan apabila kamu telah menyelesaikan ibadah haji, Maka bolehlah berburu. dan janganlah sekali-kali kebencian(mu) kepada sesuatu kaum karena mereka menghalang-halangi kamu dari Masjidil haram, mendorongmu berbuat aniaya (kepada mereka). dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah Amat berat siksa-Nya”. (Q.S Al-Maidah [5] : 2) Diantara sekian banyak aspek kerja sama dan perhubungan manusia, maka ekonomi perdagangan termasuk salah satu diantaranya. Bahkan aspek ini amat penting peranannya
dalam
meningkatkan
kesejahteraan
hidup
manusia. Setiap orang akan mengalami kesulitan dalam memenuhi hajat hidupnya jika tidak bekerja sama dengan orang lain.1 Allah SWT telah memberikan telah memberikan kebebasan kepada umat-Nya untuk mencari keuntungan sebesar-besarnya baik sebagai individu maupun kelompok bisnis. Akan tetapi dalam menjalankan aktivitas ekonominya seorang muslim dibatasi dengan prinsip-prinsip syariah dalam melakukan pemanfaatan terhadap sumber daya alam untuk
1
Hamzah Ya’qub, Kode Etik Dagang menurut Islam, Bandung: CV. Diponegoro, 1984, h. 13-14
2
mencegah tindakan-tindakan yang bertentangan dengan ketentuan syariat Islam dalam kegiatan mu’amalahnya. 2 Salah satu kegiatan dalam mu’amalah yang dilakukan masyarakat adalah jual beli. Jual beli adalah salah satu cara perpindahan kepemilikan yang dihalalkan hukum Islam. Ia termasuk
salah
satu
sebab
kepemilikan
(alas
hak
kepemilikan), yaitu al-Ikhrazulmubahat (menguasai barang yang belum ada pemiliknya), al-uqud (kontrak-kontrak) yang didalamnya termasuk jual beli dan Khalafiyah (penggantian). Al-Qur’an mengatur tijarah (bisnis) yang didalamnya termasuk jual beli, agar pelaksanaannya dilakukan atas dasar saling rela. Al-Qur’an menggambarkan kekeliruan pandangan kaum jahiliyah yang menyamakan jual beli dengan riba. Jual beli ditegaskan dalam al-Qur’an sebagai lawan riba. Jual beli dinyatakan halal sedangkan riba dinyatakan haram. 3 Islam menghalalkan jual beli yang termasuk juga bisnis. Namun tentu saja orang yang menjalankan bisnis secara Islam, harus menggunakan tata cara atau aturan main sebagaimana seharusnya seorang muslim berusaha dalam dunia bisnis agar mendapatkan berkah dari Allah SWT di dunia maupun akhirat. Aturan bisnis Islam menjelaskan berbagai etika yang harus di lakukan oleh para pebisnis 2
Yusuf Qardhawi, Norma dan Etika Ekonomi Islam, Jakarta : Gema Insani, 1997, h. 51 3 Nur Fatoni, Dinamika Relasi Hukum dan Moral dalam Konsep Jual Beli, Semarang: IAIN Walisongo, 2012,h. 1-2
3
muslim dan diharapkan bisnis tersebut akan maju dan berkembang pesat lantaran selalu mendapatkan keberkahan dari Allah SWT. 4 Macam-macam jual beli ditinjau dari hukum dan sifatnya, pertama jual beli shahih adalah jual beli yang terpenuhi syarat dan rukunnya. Kedua, jual beli fasid adalah jual beli yang sebagian rukun dan syaratnya tidak terpenuhi. Kedua jenis jual beli tersebut dibagi menjadi dua bagian yaitu jual beli yang diharamkan dan jual beli yang dibolehkan. Contoh jual beli shahih yang diharamkan antara lain mencegat para pedagang sebelum sampai ke pasar. Sedangkan contoh jual beli fasid yang diharamkan antara lain jual beli hablil habalah. Jual beli hablil habalah adalah menjual daging unta dengan harga tempo sampai unta tersebut melahirkan anaknya.5 Allah SWT berfirman :
4
Johan Arifin, Etika Bisnis Islami, Semarang: Walisongo Press, 2009, h. 153 5 Ahmad Wardi Muslich, Fiqh Muamalat, Jakarta : Amzah, 2010, h. 209-212
4
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu; Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu”. (Q.S An-Nisaa [4]: 29)
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqadaqad itu. Dihalalkan bagimu binatang ternak, kecuali yang akan dibacakan kepadamu. (yang demikian itu) dengan tidak menghalalkan berburu ketika kamu sedang mengerjakan haji. Sesungguhnya Allah menetapkan hukum-hukum menurut yang dikehendaki-Nya”. (Q.S AlMaidah [5]: 1) Ayat tersebut menegaskan bahwa dalam menjalankan aktivitas mu’amalah yang terpenting adalah unsur kerelaan kedua belah pihak dalam menjalankan akadnya. Tidak menggunakan cara-cara yang batil yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip
syari’ah.
Cara-cara
yang
batil
seperti
kebohongan, penipuan, yang dapat merugikan pihak lain. Serta dalam menjalankan akad dalam transaksi haruslah dijalankan sebagaimana yang telah disepakati oleh kedua belah pihak.
5
Dari sekian banyak bentuk jual beli, terdapat salah satu sistem jual beli yang disebut jual beli tebasan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dijelaskan bahwa menebas, artinya memotong, merambah tumbuh-tumbuhan yang kecilkecil, semak-semak, meretas, membuat jalan di hutan, membuka hutan untuk ditanami, menetak, memarang, memborong hasil tanaman seperti padi, buah-buahan dan sebagainya semuanya ketika belum dipetik. 6 Jadi jual beli tebasan merupakan jual beli secara borongan (spekulatif), yaitu jual beli yang dilakukan tanpa menimbang, mengukur maupun menakar objek yang akan diperjualbelikan. Di Desa Waru Karanganyar, Kecamatan Purwodadi, Kabupaten Grobogan jual beli tebasan merupakan jual beli yang lazim digunakan dalam menjual padi. Ukuran yang digunakan adalah per seprapat. Seprapat adalah ukuran ratarata
petak sawah di Kecamatan Purwodadi yaitu
seluas
kurang lebih 1670 m2, atau kurang lebih 1/6 hektar. 7 Akan tetapi luas sawah bisa saja kurang atau bahkan lebih luas dari rata-rata luas diatas.8 Untuk mekanisme sistem tebasan, penebas akan langsung datang ke sawah untuk melihat padi yang akan 6
Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2005, 7 Wawancara dengan Bapak Budiyono, Kepala Dinas Pertanian Kecamatan Purwodadi, Sabtu, 28 November 2015. 8 Wawancara dengan Bapak Sutris, Ketua Gapoktan (Gabungan Kelompok Tani) Desa Waru karanganyar, Sabtu, 8 November 2015
6
ditebas. Hal tersebut dilakukan kurang lebih selama 1-2 minggu sebelum padi benar-benar menguning dan siap untuk dipanen. Dalam menentukan harga, penebas akan mengukur terlebih dahulu luas sawah menggunakan langkah kaki. Setelah itu baru penebas akan bernegosiasi dengan penjual untuk menentukan harga. Setelah harga disepakati, maka penebas akan memberikan uang panjar (DP) sebagai tanda jadi untuk transaksi tersebut. Besaran uang panjar berkisar antara Rp 200.000 sampai dengan Rp 300.000. Pelunasan akan dilakukan ketika padi siap panen. Untuk masalah harga, satuan yang digunakan dalam penentuan harga tebasan adalah Rupiah/seprapat. Untuk harga sendiri, rata-rata harga yang diberikan per seprapat adalah Rp 3.000.000 sampai Rp 4.000.000 tergantung dari luas sawah, dan kualitas padi yang meliputi subur atau tidaknya padi, serta kerapatan jarak tanam.9 Akan tetapi, dengan berbagai alasan bisa saja harga yang disepakati diawal kontrak berbeda dengan realisasi di akhir kontrak, atau bahkan terjadi gagal kontrak. Sebagai contoh, ketika kontrak awal penjual dan penebas harga yang disepakati adalah Rp 4.000.000 tetapi karena alasan tertentu penebas hanya membayarkan Rp 3.800.000. Alasan tersebut biasanya karena cuaca yang tidak menentu (sering hujan) maka harga jual padi menjadi turun. Perbedaan harga antara 9
Ibid
7
kontrak awal dengan realisasi pembayaran di akhir kontrak tersebut biasanya diselesaikan secara kekeluargaan agar tidak menimbulkan perselisihan antara penebas dengan penjual (petani). Atau bisa juga bila terjadi gagal kontrak maka penebas tidak jadi membeli padi tanpa ada pemberitahuan pembatalan pembelian terlebih dahulu kepada penjual. Dan uang yang dijadikan tanda jadi kontrak menjadi milik penjual10. Dalam konteks tersebut, maka ada salah satu pihak yang dirugikan yaitu pemilik sawah. Dalam menentukan kontrak kedua belah pihak tidak menggunakan perjanjian tertulis, hanya menyatakannya melalui lisan, sehingga jika sewaktu-waktu terjadi gagal kontrak maka pihak penjual (petani) tidak bisa berbuat banyak, hanya bisa menerima pembatalan kontrak secara sepihak dari pihak pembeli. Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul : “Praktek Jual Beli Padi menggunakan Sistem Tebasan Perspektif
Ekonomi Islam (Studi Kasus di Desa Waru
Karanganyar,
Kecamatan
Purwodadi,
Kabupaten
Grobogan)”.
10
Wawancara dengan Bapak Purwoto, Sabtu, 28 November 2015.
8
B. Rumusan Masalah Dengan memperhatikan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimana
praktek jual beli padi menggunakan sistem
tebasan di Desa Waru Karanganyar, Kecamatan Purwodadi, Kabupaten Grobogan ? 2. Bagaimana praktek jual beli padi menggunakan sistem tebasan di Desa Waru Karanganyar, Kecamatan Purwodadi, Kabupaten Grobogan dalam Perspektif Ekonomi Islam? C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan penelitian: a. Untuk mengetahui praktek jual beli padi menggunakan sistem tebasan di Desa Waru Karanganyar, Kecamatan Purwodadi, Kabupaten Grobogan. b. Untuk mengetahui praktek jual beli padi menggunakan sistem tebasan yang ada di Desa Waru Karanganyar, Kecamatan
Purwodadi,
Kabupaten
Grobogal
dalam
Perspektif Ekonomi Islam. 2. Manfaat hasil penelitian a. Bagi akademis: penelitian ini diharapkan bisa memberi manfaat secara akademis untuk perkembangan ilmu pengetahuan terkait dengan sistem jual beli tebasan dalam perspektif Ekonomi Islam. b. Bagi pelaku transaksi jual beli padi menggunakan sistem tebasan di Desa Waru Karanganyar: penelitian ini 9
diharapkan bisa memberi manfaat bagi pelaku transaksi jual beli padi menggunakan sistem tebasan di Desa Waru Karanganyar agar dalam menjalankan bisnisnya selalu berpedoman pada prinsip Ekonomi Islam sehingga dalam transaksi tersebut tidak hanya mendatangkan manfaat bagi para pelakunya, tetapi juga mendapatkan keberkahan dari Allah SWT. D. Tinjauan Pustaka Yusuf Nizar dalam skripsinya yang berjudul “Jual Beli Mendong Secara Tebasan Perspektif Hukum Islam (Studi di Kelurahan
Margabakti
Kecamatan
Cibeureum
Kota
Tasikmalaya)” menyimpulkan bahwa akad jual beli tebasan di Kelurahan Cibeureum Kota Tasikmalaya dapat diterima menurut Hukum Islam karena telah memenuhi semua rukun dan syaratnya , serta sejalan dengan maqasyid asy-syariah, yaitu untuk keadilan dan kemaslahatan seluruh umat manusia dengan memberikan salah satu kemudahan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Dengan demikian, akad jual beli mendong secara tebasan di Kelurahan Margabakti Kecamatan Cibeureum masih sejalan dengan Hukum Islam dan boleh dilakukan. 11 Anna Dwi Cahyani dalam skripsinya yang berjudul “Jual Beli Bawang Merah dengan Sistem Tebasan di Desa 11
Yusuf Nizar, “Jual Beli Mendong Secara Tebasan Perspektif Hukum Islam (Studi di Kelurahan Margabakti Kecamatan Cibeureum Kota Tasikmalaya), Skripsi, Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga, 2012, h. 85
10
Sidapurna Kecamatan Dukuh Puri Tegal (Sebuah Tinjauan Sosiologi Hukum Islam)” menyimpulkan bahwa terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi transaksi jual beli secara tebasan, yaitu : transaksinya lebih mudah, tidak berbelit-belit, lebih efektif karena tidak perlu repot memanen, hemat biaya serta pembayarannya dilakukan diawal menjadi faktor-faktor yang mempengaruhi adanya jual beli bawang merah menggunakan sistem tebasan di Desa Sidapurna Kecamatan Dukuh Puri Tegal. Selain itu dalam transaksi tersebut juga sudah memenuhi syarat dan rukun akad. Apabila terjadi potongan harga maka diselesaikan dengan cara yang transparan.12 Dini Widya Mulyaningsih dalam skripsinya yang berjudul “Analisis Hukum Islam Terhadap Praktek Ganti Rugi Dalam Jual Beli Tebasan (Studi Kasus Ganti Rugi Pada Jual Beli Padi Tebasan Di Desa Brangsong Kec. Brangsong Kab. Kendal)” menyimpulkan bahwa praktek pemotongan harga tidak sesuai dengan hukum Islam dikarenakan gagal panen adalah hal diluar jangkauan kedua belah pihak yakni penjual dan pembeli. selain itu dalam akad jual beli hendaknya dilakukan atas dasar kerelaan, bukan karena unsur keterpaksaan, sungkan, tidak enak hati karena bertetangga dan 12
Anna Dwi Cahyani, “Jual BeliBawang Merah dengan Sistem Tebasan di Desa Sidapurna Kecamatan Dukuh Puri Tegal (Sebuah Tinjauan Sosiologi Hukum Islam)” skripsi, Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga, 2010, h.81-82
11
sebagainya. Dalam hal ini petani menjual padi secara tebasan lebih banyak berdasarkan keterpaksaan dan sebagai pihak yang lemah.13 Irfatun Na’imah dalam skripsinya yang berjudul “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Jual Beli Ikan Dengan Sistem Tebasan di Desa Sekaran Kecamatan Sekaran Kabupaten Lamongan)” menyimpulkan bahwa jual beli tebasan di desa Sekaran merupakan adat yang sudah lama dan jual beli tersebut menguntungkan kedua belah pihak serta lebih banyak mendatangkan manfaat dari pada mudharatnya, serta membantu perekonomian dalam rangka menaikkan taraf hidup masyarakat desa Sekaran. 14 Siti Malikatul Choiriyah dalam skripsinya yang berjudul “Jual Beli Kelapa Secara Tebasan Perspektif Sosiologi Hukum Islam (Studi di Desa Bandan Kelurahan Sendangsari
Kecamatan
Minggir
Kabupaten
Sleman
Yogyakarta) menyimpulkan bahwa jual beli tebasan tersebut masih sejalan dengan hukum Islam dari kacamata Sosiologi, hanya perlu menghindari mekanisme yang dapat merugikan kedua belah pihak demi kemaslahatan bersama, serta perlu
13
Dini Widya Mulyaningsih, Analisis Hukum Islam Terhadap Praktek Ganti Rugi Dalam Jual Beli Tebasab (Studi Kasus Ganti Rugi Pada Jual Beli Padi Tebasan di Desa Brangsong Kec. Brangsong Kab. Kendal), Semarang: IAIN Walisongo Semarang, 2011, h. 64-65) 14 Irfatun Na’imah, Tinjauan Hukum Islam Terhadap Jual Beli Ikan Dengan Sistem Tebasan di Desa Sekaran Kecamatan Sekaran Kabupaten Lamongan, Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga, 2012, h. 70
12
menekankan prinsip kejujuran serta transparansi kualitas barang agar tidak ada manipulasi. 15 Dari beberapa tinjauan pustaka diatas lebih membahas sistem tebasan dari segi Hukum Ekonomi Islam maupun Sosiologi Hukum Islam serta membahas faktor-faktor yang mempengaruhi masyarakat memilih jual beli secara tebasan. Sedangkan dalam skripsi yang peneliti buat akan membahas model jual beli padi menggunakan sistem tebasan yang ada di Desa Waru Karanganyar, Kecamatan Purwodadi, Kabupaten Grobogan serta meninjau model jual beli tebasan tersebut dalam perspektif Ekonomi Islam. E. Metode Penelitian Metode penelitian menguraikan tentang jenis penelitian, metode penelitian, teknik pengumpulan data, dan teknik analisis data. 1. Jenis dan Pendekatan Penelitian Jenis penelitian ini merupakan penelitian lapangan (field research) dengan pendekatan kualitatif. Menurut Bogdan dan Taylor yang dikutip Jusuf Soewadji penelitian kualitatif diartikan sebagai salah satu prosedur penelitian yang
15
Siti Malikatul Choiriyah, Jual Beli Kelapa Secara Tebasan Perspektif Sosiologi Hukum Islam (Studi di Desa Bandan Kelurahan Sendangsari Kecamatan Minggir Kabupaten Sleman Yogyakarta,Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga, 2008, h. 88
13
akan menghasilkan data deskriptif berupa ucapan atau tulisan dan prilaku orang-orang yang diamati. 16 2. Sumber dan Jenis Data Sumber data seharusnya ditulis secara lengkap, dari mana data itu diperoleh. Untuk penelitian yang bersifat library research, sumber data diambil dari buku-buku rujukan atau penelitian-penelitian mutakhir baik yang sudah dipublikasikan maupun belum diterbitkan. Sumber data terdiri dari data primer dan data sekunder. Dalam penelitian yang bersifat field research, data penelitian berupa data primer dan sekunder, Data primer yaitu data yang berasal langsung dari sumber data yang dikumpulkan secara khusus dan berhubungan langsung dengan permasalahan yang diteliti. Data ini diperoleh dari hasil wawancara (interview) atau kuesioner penelitian. Dalam hal ini data primer dapat diperoleh melalui wawancara dengan petani, penebas, maupun makelar (broker). Sedangkan data sekunder yaitu data yang tidak didapatkan secara langsung oleh peneliti tetapi diperoleh dari orang atau pihak lain, misalnya berupa dokumen laporan–laporan, buku-buku, jurnal penelitian, artikel dan majalah ilmiah yang masih berkaitan dengan materi penelitian.
16
Soewadji Jusuf, Pengantar Metodologi Penelitian, Jakarta: Mitra Wacana Media, 2012, h.51
14
3. Teknik Pengumpulan Data Untuk mengumpulkan data-data dalam penelitian kualitatif, bisa digunakan dengan beberapa teknik, diantaranya: a.
Wawancara (Interview) Wawancara
(Interview)
dapat
dilakukan
secara tatap muka (face to face) antara peneliti dan yang diteliti maupun dengan menggunakan media komunikasi. Interview adalah sebuah dialog yang dilakukan oleh pewawancara (interviewer) untuk memperoleh
informasi
(interviewed).
Dalam
dari hal
ini
terwawancara peneliti
akan
melakukan wawancara langsung dengan penjual maupun pembeli tentang informasi yang dibutuhkan peneliti. Dalam teknik wawancara ini instrumen yang digunakan sebagai pengumpul data berupa pedoman wawancara yaitu berupa pertanyaan-pertanyaan yang sistematis dan terarah. Metode ini digunakan peneliti dalam mencari data secara langsung yang berkenaan dengan sistem tebasan. b.
Dokumentasi (Documentation) Dokumentasi adalah teknik atau metode pengumpulan data dengan cara mengambil data dari dokumen-dokumen yang ada baik berupa catatan,
15
transkrip, buku-buku, jurnal ilmiah, koran, majalah, website dan lain-lain. c.
Observasi (Observation) Observasi
merupakan
suatu
teknik
pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mengadakan penelitian secara teliti, serta pencatatan secara sistematis. Menurut Kartono pengertian observasi adalah studi yang disengaja dan sistematis tentang fenomena sosial dan gejala-gejala psikis dengan jalan pengamatan dan pencatatan. 17 4. Teknik Analisis Data Teknik analisis data bersifat deskriptif analitis, yaitu data yang dikumpulkan lebih mengambil bentuk kata-kata atau gambar daripada angka-angka. Hasil penelitian tertulis
berisi
kutipan-kutipan
dari
data
untuk
mengilustrasikan dan menyediakan bukti presentasi, transkip
wawancara,
catatan
lapangan,
dokumen-
dokumen, memo, foto dan dokumen resmi lainnya.18 Sedangkan analitis digunakan untuk menganalisis praktek jual beli secara tebasan dalam perspektif Ekonomi Islam.
17
Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif, Jakarta:PT Bumi Aksara, 2013, h. 47 18 Emzir, Metodologi Penelitian Kualitatif Analisis Data, Jakarta: Rajawali Pers, 2012, h.3
16
F. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan dalam skripsi ini akan dibagi menjadi lima bab, yaitu : BAB I
PENDAHULUAN Berisi uraian mengenai alasan-alasan yang menjadi latar belakang dalam penelitian ini, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian dan sistematika penulisan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bab ini berisi uraian tentang teori-teori yang berkaitan dengan masalah yang diteliti, yaitu tentang teori-teori mengenai mekanisme Jual Beli dalam Islam BAB III
GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN Bab ini menjelaskan tentang gambaran umum objek penelitian yaitu Jual Beli Padi menggunakan Sistem Tebasan di Desa Waru Karanganyar, Kecamatan Purwodadi, Kabupaten Grobogan.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Bab ini menjelaskan tentang hasil dan pembahasan mengenai penelitian yang telah dilakukan.
BAB V
PENUTUP Bab ini menjelaskan tentang kesimpulan dan saran.
17