BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah “An adequate medical record indicates adequate care, and a poor medical record indicates poor care.” Rekam medis adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2008a). Rekam medis sangat penting karena berisi siapa, apa, di mana, dan bagaimana perawatan pasien selama di rumah sakit. Untuk melengkapi rekam medis, kita harus memiliki data yang cukup, tertulis, dan dalam rangkaian kegiatan, guna menghasilkan suatu diagnosis, jaminan, pengobatan, dan hasil akhir. Rekam medis juga berfungsi untuk evaluasi pelayanan kesehatan, peningkatan efisiensi kerja melalui penurunan mortalitas dan motilitas serta perawatan pasien yang lebih sempurna. Walaupun sistem Computerized Patient Record (CPR) telah digunakan sejak awal 1991, namun sampai saat ini pemanfaatannya masih belum maksimal. Sebuah studi multi-disiplin oleh Cebul, et. al. (2011) menemukan bukti bahwa praktek dengan CPR memberikan kualitas perawatan yang lebih baik dalam perawatan diabetes. CPR dapat mengurangi penulisan pada rekam medis berbasis kertas sehingga tenaga medis dan paramedis dapat lebih banyak berinteraksi dengan pasien. CPR juga memudahkan rumah sakit dalam mendapatkan informasi terakurat mengenai kondisi kesehatan pasien, riwayat alergi, obat-obatan yang dikonsumsi pasien, sehingga tenaga medis dapat menilai apakah terdapat interaksi obat antara obat yang sedang dikonsumsi dengan obat yang akan diberikan (Kielstra, 2011).
Aplikasi CPR di Amerika Serikat (AS) dapat mengurangi
pengeluaran rumah sakit untuk pengadaan rekam medis kertas hingga 371 juta dolar Amerika. Pemanfaatan CPR berkisar antara 15-20% di praktek swasta dan 20-25% di rumah sakit. Hal ini disebabkan oleh tingginya biaya instalasi sistem CPR, masih sedikitnya sistem CPR yang memenuhi standar dan tersertifikasi, masalah privasi dan otonomi dokter dalam memberikan pelayanan pasien, dan tidak adanya hubungan langsung antara pihak yang membayar untuk CPR, dalam
1
hal ini pihak stakeholder atau pemerintah, dengan pihak yang paling diuntungkan dengan penggunaan CPR, dalam hal ini pengguna jasa rumah sakit atau konsumen (Hillestad, et. al., 2005; Aarts dan Koppel, 2009). Berbagai institusi di negaranegara Eropa, seperti Austria (5%), Denmark (19%), Perancis (0,4%), Jerman (0,4%), Italia (0,6%), Belanda (16%), Spanyol (5%), dan Swedia (7%) juga telah mengadaptasi CPR, sedangkan sisanya masih melalui tahapan proses adaptasi terhadap CPR dengan lengkap. Karena ada beberapa tahap sebelum mencapai penerapan CPR dengan lengkap. CPR dimulai dengan beberapa instalasi di rumah sakit, seperti laboratorium, radiologi dan farmasi. Tahap berukutnya adalah penyimpanan data pasien secara elektronik, dilanjutkan dengan pemesanan obat dan dokumentasi keperawatan pasien. Tahap berikutnya adalah memasukkan data oleh dokter dan pelaporan, yang didukung oleh sistem penunjang lengkap, setelah tahap ini baru dikatakan CPR telah dilakukan dengan lengkap dan dapat memberikan kualitas pelayananan dan keamanan tertinggi (Buddrus, 2011). Penelitian oleh Al-Baho (2003) memperlihatkan bahwa 93% dokter menganggap perlu adanya rekam medis, namun 74% menyatakan dapat bekerja tanpa adanya rekam medis tersebut. Di Indonesia sebagian besar rekam medis masih berbentuk kertas, yang berarti rekam medis tersebut tidak dapat langsung dimanfaatkan untuk mengkoordinasikan pelayanan, mengukur kualitas secara berkesinambungan, dan mengurangi kesalahan medis. Permasalahan rekam medis juga masih berkisar di masalah kelengkapan rekam medis. Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Massie (1999) mendapatkan 35% rekam medis tidak lengkap pada dokter tim dan 65% tidak lengkap pada dokter spesialis di RS Husada, Sundari (2001) mendapatkan 20% rekam medis tidak lengkap di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Dr. Sardjito, Suwardjo (2002) dalam penelitiannya mendapatkan 46% rekam medis tidak lengkap di bagian obstetri dan ginekologi sedangkan 54% di bagian penyakit dalam di Rumah Sakit Honoris Tangerang, Sumbodo (2005) mendapatkan 37% rekam medis tidak lengkap pengisiannya di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Yogyakarta, sedangkan Awaliya (2007) mendapatkan 65% rekam medis rawat inap tidak lengkap di RSUD
2
Banjarbaru, Kalimantan Selatan, menunjukkan bahwa angka kelengkapan rekam medis masih rendah. Rekam medis harus berisi informasi lengkap perihal proses pelayanan medis di masa lalu, masa kini dan perkiraan kejadian di masa yang akan datang. Dapat disimpulkan bahwa rekam medis merupakan tulang punggung informasi di rumah sakit. Tanpa rekam medis, informasi tentang pelayanan medis tidak dapat diperoleh dan ditelusuri, sehingga manajemen rumah sakit akan kesulitan dalam mengambil keputusan terutama yang berhubungan dengan pemberian pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Selain itu, tanpa rekam medis maka catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan, dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien, tidak akan tercatat dengan baik, sehingga apabila terjadi masalah tidak dapat dipertanggung jawabkan secara hukum. Hal ini berbahaya, apalagi sekarang masyarakat mempunyai akses yang tidak terbatas terhadap ilmu kesehatan, jika tidak puas, maka dapat dengan mudah menuntut penyedia jasa kesehatan. Dengan semakin berkembangnya dunia kesehatan di Indonesia, maka rekam medis mempunyai peran penting dalam menunjang pelaksanaan Sistem Kesehatan Nasional (SKN) 2012. Pemerintah telah mengatur pelaksanaan dan penggunaan rekam medis melalui berbagai peraturan, baik yang berupa peraturan perundang-undangan, peraturan pemerintah, maupun peraturan menteri, yaitu: 1.
Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1966 tentang Wajib Simpan Rahasia Kedokteran.
2.
Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan.
3.
Keputusan Menteri Kesehatan No. 34 Tahun 1972 tentang Perencanaan dan Pemeliharaan Rumah Sakit di mana rumah sakit diwajibkan: a. Mempunyai dan merawat statistik yang up to date. b. Membina rekam medis yang berdasarkan ketentuan yang telah ditetapkan.
4.
Undang-Undang No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran
5.
Peraturan Menteri Kesehatan No. 269 Tahun 2008 tentang Rekam Medis
6.
Peraturan Menteri Kesehatan No. 290 Tahun 2008 tentang Persetujuan Tindakan Kesehatan
3
7.
Peraturan Menteri Kesehatan No. 36 Tahun 2012 tentang Rahasia Kedokteran
8.
Manual Rekam Medis oleh Konsil Kedokteran Indonesia Untuk mencapai tujuan kelengkapan rekam medis, perlu adanya suatu
sistem yang baik dan didukung oleh semua pihak yang berhubungan dengan rekam medis itu sendiri. Donabedian (1992) menyatakan bahwa suatu struktur yang baik akan menghasilkan proses yang baik, proses yang baik akan menghasilkan keluaran yang baik pula. Salah satu unsur pendukung sistem ini adalah sumber daya manusia (SDM). Sebelum melakukan sesuatu, setiap manusia akan memproses dulu semua informasi yang didapatnya dan digabungkan dengan pengalaman masa lalu juga dengan kondisi lingkungan, sebelum akhirnya manusia tersebut mengambil keputusan. Salah satu proses yang terjadi adalah pengetahuan,
yaitu
bagaimana
proses
dimana
individu
mengatur
dan
menginterpretasikan kesan-kesan sensoris mereka guna memberikan arti bagi lingkungan mereka (Robbins dan Judge, 2008). Rumah Sakit Husada (RS Husada) adalah salah satu rumah sakit swasta tertua di Jakarta, telah berdiri sejak tahun 1924. RS Husada merupakan rumah sakit kategori pelayanan medis tersier atau rujukan lanjut serta sebagai rumah sakit pendidikan bagi calon dokter dan perawat. Misi RS Husada adalah memberi dan meningkatkan pelayanan kesehatan baik preventif, kuratif, dan rehabilitatif kepada seluruh lapisan masyarakat; memberi dan meningkatkan layanan pendidikan bagi calon dokter dan perawat; membina dan meningkatkan penelitian kemasyarakatan yang berorientasi kualitas dan pelayanan RS Husada. Sedangkan visi RS Husada adalah menjadi rumah sakit bertaraf internasional yang memberi pelayanan kesehatan paripurna berdasarkan cinta kasih. Tahun 2012 RS Husada memiliki 421 tempat tidur; dengan angka pemanfaatan tempat tidur atau Bed Occupation Rate (BOR) 50%; jumlah hari rawat 5 hari; jumlah pasien rawat inap per tahun 16.000 pasien/tahun. Saat ini di RS Husada memperkerjakan 180 orang tenaga medis yang terdiri dari 37 orang dokter umum penuh waktu (organik) dan 30 orang dokter umum paruh waktu (nonorganik), sedangkan dokter spesialis penuh waktu sebanyak 21 orang dan dokter spesialis paruh waktu sebanyak 92 orang, 760 orang tenaga paramedis, dan
4
555 tenaga non medis (termasuk di dalamnya apoteker dan petugas administrasi). Total seluruh sumber daya manusia yang terdapat di RS Husada adalah 1495 orang. Rekam medis yang digunakan sampai saat ini adalah rekam medis berbasis kertas, yang berisikan keterangan yang tertulis tentang identitas, anamnesis, pemeriksaan fisik, laboratorium, diagnosis, pelayanan dan tindakan medis, serta pengobatan kepada pasien rawat inap, rawat jalan maupun gawat darurat. Setiap pasien yang berobat ke RS Husada mendapatkan satu rekam medis. Setiap pasien yang menerima pelayanan rawat inap, memiliki satu buku rekam medis, dan sesegera mungkin setelah pasien pulang, maka dokter yang merawat diwajibkan membuat resume medis (ringkasan pulang) pasien. Pada Gambar 1 tampak bahwa sampai saat ini masih ada 25% rekam medis yang belum lengkap saat rekam medis dikembalikan ke Instalasi Rekam Medis dan Informasi Kesehatan (RMIK). Hal ini tentunya tidak memenuhi Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit tahun 2007, yaitu kelengkapan pengisian rekam medis 24 jam setelah selesai pelayanan adalah 100% (Direktorat Jendral Bina Pelayanan Medik Depkes RI, 2007). Tanpa rekam medis yang lengkap, akan menyulitkan manajemen RS Husada dalam menjalankan program kendali mutu dan kendali biaya, karena data mining yang tidak akurat. RS Husada juga menjalin kerjasama pelayanan kesehatan dengan berbagai asuransi maupun perusahaan, pihak-pihak ini tentunya menghendaki kelengkapan data medis pasien sebelum melakukan pembayaran atas klaim yang diajukan RS Husada, jika tidak lengkap, dapat menunda proses pembayaran klaim. Selain itu, RS Husada sebagai salah satu rumah sakit pendidikan bagi beberapa fakultas kedokteran dan akademi keperawatan swasta, sangatlah penting agar rekam medis di RS Husada terisi dengan lengkap. Tindakan manajemen dalam menghadapi hal ini adalah melalui imbauan secara lisan kepada para dokter, namun sampai saat ini tindakan tersebut belum memberikan hasil yang bermakna. Dengan dilakukannya penelitian ini, diharapkan RS Husada dapat mengetahui permasalahan dan tindakan apa yang harus dilakukan terhadap faktorfaktor yang menyebabkan ketidaklengkapan rekam medis yang seharusnya diisi dengan lengkap oleh dokter.
5
18000 16000 14000 12000 10000
Jumlah RM Ranap
8000
RM tidak lengkap
6000 4000 2000 0 2009
2010
2011
2012
Gambar 1. Kelengkapan Rekam Medis Rawat Inap RS Husada Januari 2009-Desember 2012 Sumber: Instalasi RMIK RS Husada, 2009-2012
B. Perumusan Masalah 1. Bagaimana karakteristik dokter yang bekerja di RS Husada ? 2. Bagaimana tingkat pengetahuan dokter tentang rekam medis? 3. Bagian rekam medis mana saja yang sering tidak lengkap terisi?
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Meningkatkan kualitas sistem rekam medis di RS Husada dari aspek provider kesehatan khususnya dokter. 2. Tujuan Khusus a. Mengidentifikasi karakteristik dokter yang bekerja di RS Husada b. Menilai tingkat pengetahuan dokter tentang rekam medis c. Mengidentifikasi komponen rekam medis apa saja yang sering tidak lengkap
6
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat institusional: dengan penelitian ini, manajemen RS Husada dapat melakukan intervensi terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan dokter tentang rekam medis, yang pada akhirnya akan meningkatkan kepatuhan dokter dalam mengisi rekam medis. 2. Manfaat profesionalisme: dengan penelitian ini, dapat memperkaya ilmu manajemen rekam medis. 3. Manfaat ilmu pengetahuan: dengan penelitian ini, dapat memperkaya ilmu manajemen rumah sakit secara umum, dan ilmu manajemen rekam medis secara khusus.
E. Keaslian Penelitian Penelitian sebelumnya yang pernah dilakukan dengan topik yang sama adalah: 1. Telaah rekam medis dalam upaya peningkatan mutu pelayanan di UGD RS Bethesda Yogyakarta kasus trauma kepala oleh Simandjuntak (1997) dengan metode penelitian kuasi eksperimental pre test dan post test tanpa kelompok kontrol. Terdapat perbedaan metode dan variabel penelitian. 2. Perilaku dokter dalam kelengkapan rekam medis pasien rawat inap di RS Husada Jakarta oleh Masie (1999) dengan rancangan penelitian kuasi eksperimental. Perbedaan dengan penelitian ini adalah periode penelitian serta perbedaan variabel yang dinilai. 3. Telaah rekam medis sebelum dan sesudah pelatihan dalam peningkatan mutu rekam medis pendidikan dokter spesialis anak di IRNA II, RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta: suatu penelitian eksperimen semu oleh Meliala (2000) dengan rancangan penelitian kuasi eksperimental. Terdapat perbedaan metode dan variabel penelitian. 4. Hubungan antara faktor motivasi internal dan eksternal dengan penampilan kerja rekam medis dokter dan perawat di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta oleh Sundari (2001) dengan rancangan penelitian kuantitatif cross-sectional. Terdapat perbedaan variabel penelitian yang diteliti.
7
5. Analisis Kelengkapan Rekam Medis pada Kasus Komplain Tahun 2002 di RS Mitra Kemayoran oleh Sutandyo (2002) dengan rancangan penelitian cross sectional. Dalam penelitian ini dilihat kepatuhan dokter dalam mengisi seluruh rekam medis, mulai dari lembar harian, jam pemeriksaan, informed refusal, pulang paksa, anamnesis dan pemeriksaan fisik, informed consent operasi. Perbedaan dengan penelitian ini adalah lokasi dan periode penelitian, serta terdapat perbedaan variabel yang dinilai. 6. Analisis faktor-faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi mutu rekam medis pasien rawat inap obstetri dan ginekologi dan penyakit dalam di Rumah Sakit Honoris Tangerang oleh Suwardjo (2002) dengan rancangan penelitian cross-sectional survey. Terdapat perbedaan variabel penelitian yang diteliti. 7. Efek himbauan dan pelatihan terhadap kelengkapan rekam medis pasien rawat inap di RSU Pancaran Kasih GMIM Manado oleh Koagouw (2004) dengan rancangan penelitian kuasi eksperimental pre test dan post test dengan kontrol. Terdapat perbedaan variabel penelitian dan rancangan penelitian. 8. Kelengkapan pengisian rekam medis rawat inap dan pertanggungjawabannya secara hukum: kajian di RSUD Kota Yogyakarta oleh Sumbodo (2005) dengan rancangan penelitian cross-sectional. Terdapat perbedaan variabel penelitian. 9. Evaluasi angka kelengkapan rekam medis dokter pada pasien rawat inap sebelum dan sesudah pelatihan di RSUD Banjarbaru, Kalimantan Selatan tahun 2007 oleh Awliya (2007) dengan rancangan penelitian kuasi eksperimental pre test dan post test tanpa kontrol. Terdapat perbedaan variabel dan rancangan penelitian.
8