1
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fakultas Kedokteran Universitas Warmadewa (FK Unwar) merupakan fakultas kedokteran swasta yang berdiri sejak Januari 2009. Pendirian FK Unwar dilatarbelakangi oleh keinginan Yayasan Kesejahteraan Korpri Bali untuk berperan lebih dalam dunia pendidikan. Alasan lainnya adalah tingginya animo lulusan SMA untuk melanjutkan pendidikan di fakultas kedokteran, sedangkan daya tampung FK Udayana sebagai satu-satunya fakultas kedokteran di Bali tidak mencukupi. Hal ini membuat banyak mahasiswa yang harus melanjutkan pendidikannya di fakultas kedokteran swasta di luar daerah. Jumlah mahasiswa FK Unwar saat ini kurang lebih 225 orang - 55 semester dua, 59 semester empat, 55 semester enam dan 59 semester delapan. Mahasiswa FK Unwar berasal dari lulusan SMA dan tidak ada yang berasal dari jalur lainnya. Calon mahasiswa harus lulus tes kognitif, psikologi, dan wawancara untuk dapat diterima di FK Unwar. Nilai ratarata SMA yang diperbolehkan mendaftar minimal 65. Jumlah mahasiswa yang diterima setiap tahun ditentukan berdasarkan kesiapan sumber daya manusia (dosen dan pegawai) dan regulasi dari Dirjen Pendidikan Tinggi (DIKTI) (Bagian Kemahasiswaan FK Unwar, 2012). Jumlah dosen yang dimiliki oleh FK Unwar saat ini adalah 83 orang yang terdiri dari 35 orang dosen pre-klinik dan 44 orang dosen klinik. Dosen pre-klinik merupakan dosen tetap yang diangkat oleh yayasan, terdiri dari dosen purna-tugas dari FK Udayana, dokter umum dan dokter spesialis. Dosen klinik merupakan dosen luar biasa yang diangkat dari para dokter (dokter spesialis dan dokter umum) dan perawat RSUD Sanjiwani Gianyar (RS Pendidikan Utama). Berdasarkan data diatas, perbandingan jumlah dosen dan mahasiswa lebih kurang 1 : 4 (Bagian Kepegawaian FK Unwar, 2011).
2
Dari 35 orang dosen pre-klinik, 15 orang sedang menempuh pendidikan lanjutan sehingga tidak terlibat dalam kegiatan pengajaran. Dari 28 orang dosen, beberapa dosen memegang jabatan struktural sehingga kurang bisa terlibat penuh dalam pengajaran. Selain itu tugas dosen tidak hanya mengajar, namun juga fungsi lainnya seperti penyusun blok, kegiatan administratif, penelitian dan pengabdian masyarakat sehingga beban dosen cukup berat. Dosen klinik belum dapat dimanfaatkan secara optimal dalam menunjang pengajaran di tahap sarjana karena terbentur masalah pelayanan di rumah sakit dan jarak antara FK Unwar dan RSUD Sanjiwani yang cukup jauh (kurang lebih 30 km). Peran dosen klinik selama ini di FK Unwar sebatas pada penyusunan blok (sebagai ketua blok) dan dosen pemberi kuliah. Dosen klinik belum dapat diberdayakan sebagai tutor atau instruktur dalam diskusi kelompok maupun
pengajaran
keterampilan
klinik.
Hal
ini
menyebabkan
perbandingan dosen dan mahasiswa yang efektif untuk pengajaran tahap sarjana kurang lebih 1 : 12. FK Unwar menerapkan Kurikulum Pendidikan Berbasis Kompetensi (KBK) dengan strategi pengajaran SPICES (Student-centered learning, Problem-based learning, Integrative learning, Community-based learning, Early clinical exposure, dan Systematic). Kompetensi yang harus dicapai dalam tiap blok dipetakan dari Standar Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI). Pembelajaran berpusat pada mahasiswa (student–centered learning) diterapkan di FK Unwar dalam bentuk kegiatan diskusi kelompok dan belajar mandiri. Dalam kegiatan diskusi kelompok mahasiswa diberi kebebasan untuk menentukan tujuan belajarnya sendiri dengan difasilitasi tutor. Mahasiswa diberi lebih banyak waktu untuk belajar mandiri. Problem-based learning dilaksanakan dengan kegiatan diskusi kelompok kecil dengan metode berbasis kasus (case-based discussion). Dalam diskusi kelompok mahasiswa diberikan pemicu dalam bentuk kasus-kasus klinis untuk didiskusikan (Sumber: Bagian UP3K FK Unwar).
3
Kurikulum FK Unwar disusun terintegrasi secara vertikal dan horizontal. Integrasi vertikal dilakukan dengan menerapkan blok-blok yang berbasiskan sistem organ. Sedangkan integrasi horizontal dilaksanakan dengan mengajarkan keterampilan klinik yang memang sesuai dengan blok tersebut. Early clinical exposure dilakukan dengan menerapkan skenario klinis sejak dari semester awal, mengajarkan keterampilan klinik sedini mungkin kepada mahasiswa, dan melakukan kegiatan kunjungan ke rumah sakit untuk melihat kasus-kasus yang berhubungan dengan materi pembelajaran dalam blok. Pembelajaran
berbasis
komunitas
(community-based
learning)
dilaksanakan dengan memberikan pengalaman belajar lapangan kepada mahasiswa sejak awal. FK Unwar bekerja sama dengan dua desa untuk dijadikan sebagai desa asuhan. Setiap mahasiswa akan mendapatkan satu keluarga asuh yang harus diikuti perkembangan kesehatannya sampai mahasiswa lulus dari FK Unwar. Mahasiswa juga sering dilibatkan dalam kegiatan bakti sosial. Kegiatan ini akan memberikan manfaat bagi mahasiswa. Pemilihan strategi pengajaran di atas membutuhkan sumber daya manusia (dosen) yang besar, sedangkan FK Unwar masih menghadapi masalah dengan jumlah dosen. Dari beberapa komunikasi personal dengan dosen, terdapat keluhan tentang beratnya tanggung jawab dosen. Selain harus menjadi fasilitator dan instruktur keterampilan klinik (mendidik), para dosen juga dihadapkan dengan kewajiban lainnya, yaitu penelitian dan pengabdian kepada masyarakat (Tri Darma Perguruan Tinggi) dan kegiatan administrasi lainnya. Salah satu strategi pembelajaran yang menarik dan telah banyak diterapkan dan diteliti dalam pendidikan kedokteran adalah menjadikan mahasiswa sebagai pengajar dalam bentuk kegiatan pengajaran oleh teman sebaya (peer teaching). Alasan rasional untuk menjadikan mahasiswa sebagai pengajar (tutor) berlandaskan pada dua konstruk perilaku teoritikal (theoretical behavior constructs), yaitu Role Theory
4
(Teori Peran) yang dideskripsikan oleh Allen tahun 1976 dan Cognitive Cogruence Theory (Teori Keselarasan Kognitif) yang dipublikasikan oleh Cornwall tahun 1979. Teori Peran menyatakan bahwa dosen dan mahasiswa mempunyai peran stereotip yang berbeda dengan perbedaan pada harapan-harapan, tanggung jawab dan status. Secara teori, keselarasan peran antara tutor sebaya dan mahasiswa akan mempunyai pengaruh yang menguntungkan pada motivasi oleh karena keaktifan dan antusiasme dari tutor sebaya. Teori Keselarasan Kognitif menyatakan bahwa seorang ahli berbeda dengan pemula (novice) dalam hal struktur kognitif. Akan terdapat ketidakselarasan kognitif antara dosen dan mahasiswa, namun terdapat keselarasan kognitif antara tutor sebaya dengan mahasiswa. Schmidt & Moust (1995) dari hasil penelitiannya tentang perilaku tutor mengajukan sebuah model teoritis tentang perilaku tutor dan hubungannya dengan pencapaian mahasiswa. Konsep kunci dari teori ini adalah keselarasan kognitif. Kerangka teori dalam penelitian ini berlandaskan pada model teoritis ini dalam kerangka peer teaching. Menjadikan mahasiswa sebagai pengajar juga merupakan salah satu cara untuk meningkatkan peran dan tanggung jawab mahasiswa dalam pembelajarannya.
Ucapan
terkenal
seperti
dari
Socrates
yang
menyatakan “docendo discimus” yang berarti kita belajar dengan mengajar atau ucapan ahli filsafat Prancis Joseph Joubert yang menyatakan “mengajar adalah belajar dua kali” menunjukkan bahwa mengajar merupakan cara yang efektif untuk belajar. Selain itu, salah satu tanggung jawab institusi kedokteran adalah memastikan bahwa setiap lulusannya mempunyai pengetahuan, keterampilan dan sikap profesional untuk melakukan praktek kedokteran maupun melanjutkan ke tingkat pendidikan yang lebih tinggi (residensi). Istilah “dokter” berasal dari bahasa Inggris “doctor” yang dapat mengandung beberapa arti. Arti yang paling umum diterima dari kata dokter adalah penyembuh medis (medical healer). Selain arti sebagai penyembuh, kata “doctor” juga berakar pada
5
bahasa latin “docere” yang artinya mengajar (to teach). Tidak dapat disangkal, salah satu tugas kunci seorang dokter adalah mengajar. Dokter mempunyai kewajiban mengajar pasien tentang diagnosis dan rencana penanganan pasien (Bulte, Betts, Garner, & Durning, 2007). Ketika mendiskusikan masalah diagnosis dan rencana penanganan pasien, seorang dokter harus menjelaskan kepada pasien dan terdapat bukti bahwa memberikan pendidikan kepada pasien mempunyai efek positif pada kesehatan pasien (Dandavino, Snell, & Wiseman, 2007). Luaran dari kurikulum kedokteran seperti yang tercantum dalam Tomorrow’s Doctors (General Medical Council, 2003) menyatakan bahwa lulusan kedokteran harus berfungsi secara efektif sebagai mentor dan pengajar. Mengajar sesama juga merupakan salah satu jalan untuk belajar melakukan refleksi. Salah satu keterampilan penting untuk menjadi seorang pembelajar yang mandiri adalah kemampuan untuk melakukan refleksi diri (ten Cate & Durning, 2007a). Kemampuan melakukan refleksi diri merupakan keterampilan yang harus dimiliki oleh seorang dokter. Banyak keuntungan yang bisa didapatkan, baik untuk pengajar sebaya, mahasiswa, maupun institusi (Ross & Cumming, 2009). Metode pengajaran oleh teman sebaya telah digunakan secara luas dalam bidang kedokteran. Berbagai alasan telah menjadi pertimbangan dalam menerapkan metode ini (ten Cate & Durning, 2007a). Asumsi-asumsi tentang teori-teori yang mendasari keuntungan mahasiswa yang diajar dan mahasiswa yang mengajar telah dikemukakan (ten Cate & Durning, 2007b). Penelitian tentang efektivitasnya juga telah banyak dilakukan. Memberikan peran mengajar kepada mahasiswa juga diasumsikan meningkatkan motivasi intrinsik mahasiswa untuk terlibat dalam pengajaran sehingga memperkuat pengajaran mahasiswa (Benware & Deci, 1984). Kegiatan pengajaran oleh teman sebaya dalam bentuk kegiatan diskusi kelompok setidaknya menerapkan tiga teori belajar, yang pertama adalah Teori Peran dan Teori Keselarasan Kognitif, seperti yang telah dijelaskan di atas. Teori yang kedua adalah Teori Belajar Konstruktivis. Teori ini menekankan pada konteks-konteks sosial dari belajar (learning) dan pemikiran bahwa pengetahuan dibangun dan dikonstruksi satu sama lain. Keterlibatan dengan orang lain akan menciptakan
kesempatan
pada
mahasiswa
untuk
mengevaluasi
dan
6
memperbaiki/memperhalus
(to
refine)
pemahaman
mereka
dalam
keterpaparannya dengan pemikiran-pemikiran lainnya dan partisipasinya dalam mencapai pemahaman bersama.
Selain kedua teori di atas pengaruh pengajaran oleh teman sebaya (peer teaching) terhadap tutor sebaya juga didasari Teori Motivasi. Teori motivasi yang melandasi adalah Self -Determination Theory (SDT) (Deci & Ryan, 2008). Kewajiban untuk mengajar dapat dipandang sebagai pendorong
(motivator
ekstrinsik),
namun
mengajar
juga
dapat
memperkuat motivasi intrinsik. SDT memprediksi mahasiswa yang berperan sebagai tutor sebaya akan lebih cepat dalam mengembangkan motivasi intrinsik untuk mempelajari materi pembelajaran dibandingkan ketika mahasiswa hanya bertindak sebagai mahasiswa biasa (Ryan & Deci, 2000). Keuntungan pengajaran oleh teman sebaya bagi tutor mahasiswa juga telah dipublikasikan dalam artikel ilmiah (Weiss & Needlman, 1998; Peets, Coderre, Wright, Jenkins, Burak, Leskosky, & McLaughlin, 2009; Gregory, Walker, Mclaughlin, & Peets, 2011). Kegiatan pengajaran oleh teman sebaya juga mampu menciptakan suasana diskusi kelompok yang lebih nyaman, sehingga dapat meningkatkan motivasi intrisik mahasiswa untuk terlibat dalam diskusi kelompok dan dalam mempelajari subjek pembelajarannya. Selain berbagai kelebihan di atas, beberapa kelemahan dari metode pengajaran oleh teman sebaya juga telah dikemukan dalam kepustakaan. Pengajar
sebaya
mungkin
tidak
mempunyai
pengetahuan
dan
keterampilan yang mendalam dalam topik yang diajarkan sehingga dapat mengajarkan sesuatu yang salah atau memberikan informasi yang tidak tepat kepada mahasiswa yang diajar. Masalah lainnya terkait dengan kurangnya pengalaman mahasiswa dalam hal pengalaman mengajar dan kemungkinan mereka tidak mampu untuk mengajarkan pengetahuan dan keterampilan secara memadai atau mungkin kurangnya pengalaman dalam memfasilitasi kegiatan kelompok dan mempunyai kesulitan dalam
7
mempertahankan perhatian dan disiplin dari mahasiswa yang diajar (Ross & Cumming, 2009). Metode pengajaran oleh teman sebaya ini belum pernah diterapkan di FK Warmadewa sebagai salah satu metode pengajaran. Peneliti akan mencoba menerapkan metode ini pada Blok Kardiovaskular dalam bentuk kegiatan diskusi kelompok yang difasilitasi oleh tutor sebaya (true peer tutoring) dan melihat perbedaan efektivitas diskusi kelompok, motivasi intrinsik dan capaian belajar mahasiswa dalam bentuk nilai modul antara mahasiswa yang difasilitasi tutor sebaya dengan mahasiswa yang difasilitasi tutor dosen. B. Perumusan Masalah Permasalahan pada penelitian ini adalah: 1) apakah terdapat perbedaan dalam hal efektivitas diskusi kelompok, motivasi intrinsik dan nilai modul antara mahasiswa yang difasilitasi oleh tutor sebaya dibandingkan dengan mahasiswa yang difasilitasi oleh tutor dosen? 2) apakah terdapat perbedaan nilai modul antara mahasiswa yang berperan sebagai tutor sebaya dibandingkan dengan mahasiswa yang berperan sebagai peserta diskusi? 3) Bagaimanakah peran variabel moderator dan mediator dalam perbedaan fasilitasi diskusi kelompok ini? C. Tujuan Penelitian Penelitian ini dirancang sebagai penelitian ekperimental dengan rancangan post-test only control group untuk menilai perbedaan efektivitas diskusi kelompok, motivasi intrisik dan nilai modul antara mahasiswa yang difasilitasi oleh tutor sebaya dengan mahasiswa yang difasilitasi oleh tutor dosen. Enam kelompok diskusi mahasiswa akan dibagi dua dengan tiga kelompok diskusi difasilitasi oleh tutor sebaya dan tiga kelompok diskusi difasilitasi oleh tutor dosen. Peneliti akan menggunakan kuesioner untuk
8
mengukur efektivitas diskusi kelompok dan motivasi intrinsik dan alat ukur tes untuk menilai nilai modul mahasiswa.
D. Manfaat Penelitian 1. Jika metode pengajaran oleh tutor sebaya diterapkan di FK Unwar akan meningkatkan motivasi baik tutor sebaya maupun mahasiswa untuk lebih terlibat dalam pengajaran. 2. Jika metode pengajaran oleh tutor sebaya diterapkan di FK Unwar akan menciptakan suatu lingkungan pengajaran yang menunjang pengajaran konstruktif, mandiri dan kolaboratif dan memperkuat proses pengajaran yang terjadi melalui mekanisme belajar dengan mengajar. 3. Jika metode pengajaran oleh tutor sebaya diterapkan di FK Unwar diharapkan kelulusan mahasiswa dalam blok mencapai > 90%. 4. Secara
teoritis,
hasil
penelitian
ini
diharapkan
memberikan
pemahaman lebih tentang teori keselarasan peran dan keselarasan kognitif dalam peer teaching dan teori-teori lainnya yang berkaitan dengan peran mengajar bagi mahasiswa. E. Keaslian Penelitian Penelitian ini merupakan replikasi sebagian dari penelitian Kassab, Abu-Hijleh, Al-Shboul, & Hamdy (2005). Tujuan penelitian Kassab et al. (2005) dan penelitian ini sama, yaitu untuk mengetahui efektivitas menggunakan mahasiswa sebagai tutor sebaya dalam diskusi kelompok. Metode yang diterapkan sama, yaitu menggunakan tutor sebaya dari tingkat akademik yang sama (true peer tutoring). Luaran (outcome measures) yang diukur pada penelitian Kassab et al. (2005) adalah penilaian terhadap kemampuan memfasilitasi tutorial, penilaian mandiri terhadap performa mahasiswa dalam tutorial, penilaian terhadap dinamika kelompok dalam tutorial, penilaian tutor terhadap performa mahasiswa dalam tutorial, capaian mahasiswa dalam ujian dan persepsi mahasiswa.
9
Luaran (outcome measures) dalam penelitian tesis ini adalah efektivitas diskusi kelompok, motivasi intrinsik dan nilai modul mahasiswa. Perbedaan penelitian Kassab et al. (2005) dibandingkan dengan penelitian pada tesis ini terletak pada kerangka konsepnya. Pada penelitian Kassab et al. (2005) variabel bebas adalah perbedaan fasilitasi diskusi kelompok dan variabel terikat adalah efektivitas diskusi kelompok. Para peneliti tidak menjelaskan variabel-variabel lainnya yang dapat mempengaruhi dalam pengambilan kesimpulan hasil penelitian, yaitu variabel moderator dan mediator. Pada penelitian tesis ini, variabel bebas dan variabel terikat sama dengan penelitian sebelumnya. Peneliti dalam penelitian tesis ini mencoba mengidentifikasi, mengukur dan melihat hubungan variabel-variabel moderator (tingkat pengetahuan dasar, konsepsi terhadap belajar, pendekatan belajar mahasiswa) dan mediator (perilaku tutor) terhadap variabel terikat dan mempertimbangkannya dalam penarikan kesimpulan penelitian. Perbedaan juga terdapat pada alat ukur yang digunakan. Dari aspek rancangan penelitian, kedua penelitian sama-sama menggunakan
penelitian
kuantitatif
dengan
metode
ekperimental
rancangan post-test only control group. Penelitian sama-sama dilakukan pada mahasiswa kedokteran tahun ketiga, namun dengan jumlah mahasiswa yang berbeda (pada penelitian sebelumnya 93 mahasiswa dan pada penelitian ini 59 mahasiswa). Penelitian ini juga menganalisis peran variabel moderator untuk menentukan karakteristik mahasiswa yang sesuai untuk penerapan diskusi kelompok yang difasilitasi oleh tutor sebaya. Peran variabel mediator juga dianalisis untuk mengetahui mekanisme
yang menimbulkan
perbedaan
bagi
mahasiswa
yang
difasilitasi tutor sebaya dan tutor dosen dalam efektivitas diskusi kelompok. Dengan mempertimbangkan variabel-variabel moderator dan mediator dan ancaman terhadap validitas eksternal dan internal penelitian, diharapkan penelitian ini dapat menghasilkan kesimpulan yang lebih valid dibandingkan dengan penelitian Kassab et al. (2005).