BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Perkembangan industri media, seringkali dikaitkan dengan perkembangan
masyarakat informasi. Dalam konteks masyarakat seperti ini, media memiliki
peran yang signifikan. Media adalah sebagai sarana komunikasi antar berbagai
subjek. Media dalam perkembanganya memiliki relasi dengan banyak faktor seperti; politik, ekonomi, sosial, budaya dan lain-lain, sehingga dengan
persinggungan tersebut media tidak lagi bisa dipandang independen. Begitu
juga majalah NooR sebagai majalah yang mensiarkan konsepsi wanita
muslimah,
menjadi
tak
bisa
disangkal
sangat
dipengaruhi
pemberitaannya oleh komunitas dan realitas yang ada disekitarnya.
dalam
Sebagai entitas dari keberadaan majalah wanita, majalah dengan
segmentasi wanita muslimah hadir sebagai sumber informasi alternatif bagi
masyarakat khususnya kaum wanita islam. Tidak saja mengulas serba serbi ala wanita layaknya majalah lifestyle wanita pada umumnya, majalah wanita
muslimah memberi aksen religi sebagai dasar dalam setiap tulisannya. Islam
sendiri sebagai sebuah dogma mempunyai konsepsi realitas tersendiri terhadap wanita muslimah.
NooR sebagai salah satu produk majalah yang memiliki segmen utama
yakni wanita muslimah menunjukkan eksistensinya di tengah persaingan
majalah bersegmen sejenis. Dari periode terbit media cetak, majalah NooR
dapat dikategorikan sebagai majalah bulanan yang terbit setiap satu bulan sekali. Majalah NooR dengan taglinenya “Yakin, Cerdas, dan Bergaya”,
contentnya selalu mengedepankan nilai-nilai Islam bagi wanita muslimah
khususnya. Majalah NooR hadir dengan tema, topik, dan ulasan yang aktual, tajam serta kritis di setiap edisinya. Berbagai macam informasi serba-serbi ala wanita muslimah era kontemporer berikut kajian islam bagi muslimah tersaji dalam majalah NooR.
Ciri khas dari majalah NooR yaitu tidak sekedar memberikan ulasan artikel
gaya pakaian dan kecantikan khas majalah wanita pada umumnya tetapi juga
memberikan tulisan, wacana dan sudut pandang kajian islam pada ranah
wanita. Majalah NooR selalu mengulas tentang dimensi wanita dalam konsep islam. Dalam setiap pemberitaannya NooR selalu berupaya menginspirasi dan mengedukasi wanita muslimah dalam beberapa hal seperti pemahaman tentang ajaran islam, etika dalam pergaulan, dan senantiasa memberikan
motivasi dengan menampilkan para muslimah inspiratif.
Majalah NooR memberikan narasi lain untuk wanita muslimah. Selama ini
citra wanita muslimah terkotak pada ranah domestik saja. Sedangkan era sekarang menuntut wanita untuk bersikap, berpikir, bertindak, dan berperilaku
cerdas. Termasuk wanita muslimah. Tanpa harus meninggalkan dan menanggalkan perintah dalam ajaran islam. Pada konteks inilah, majalah NooR menyuarakan
sudut
pandangnya
tentang
wanita
muslimah
dalam
persinggungannya dengan era global saat ini, diantaranya geliat wanita muslimah di ranah publik.
Isu-isu kontroversial dan aktual berkaitan dengan fenomena dan realitas
wanita muslimah yang kerap ditemui dalam kehidupan sehari-hari menjadi muatan atau bahasan utama dalam artikel “Topik Kita”. Artikel “Topik Kita” merupakan sebutan dari artikel utama dalam majalah NooR. Artikel tersebut
bertugas mewartakan tema besar utama yang sedang diangkat majalah NooR
dalam tiap-tiap edisinya. Dimana tema besar itu mewakili ideologi dan misi
majalah NooR. Oleh karena itu, penulis memilih artikel “Topik Kita” menjadi obyek penelitian yang akan dianalisis dengan metode analisis wacana. Karena
artikel tersebut dirasa sebagai perpanjangan tangan majalah NooR untuk mewacanakan citra wanita muslimah kepada publik sesuai dengan idealisme yang dimilikinya.
Berangkat dari uraian-uraian di atas penelitian ini berupaya untuk
menganalisis bagaimana majalah NooR menyampaikan wacananya untuk
mengkonstruksi wanita muslimah lewat artikel “Topik Kita”. Penelitian ini
menarik karena berupaya menggali, menganalisis, dan menguraikan wacana
media tentang citra wanita dalam konsepsi islam oleh majalah wanita islam, majalah NooR.
Penelitian ini berupaya menangkap wacana media tentang wanita muslimah
melalui artikel “Topik Kita” di majalah NooR dalam 12 edisinya. Dari obyek penelitian tersebut penelitian ini akan menghasilkan penggambaran wanita
muslimah, bagaimana citra wanita itu dikonstruksikan dengan dasar agama
islam dimana agama islam memiliki konsep tersendiri tentang keberadaan wanita.
B. RUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi rumusan masalah
dalam penelitian ini adalah : Bagaimana konstruksi wanita muslimah di Majalah
NooR dalam artikel “Topik Kita”? C. TUJUAN PENELITIAN 1. 2.
Mengetahui konstruksi wanita muslimah di majalah NooR dalam artikel
“Topik Kita”.
Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi tim majalah NooR dalam penyusunan tulisan di artikel “Topik Kita” menjadi suatu wacana yang sesuai untuk target konsumennya, yaitu wanita muslimah.
D. MANFAAT PENELITIAN Manfaat dari penelitian diharapkan dapat memberikan referensi di bidang
kajian komunikasi mengenai konstruksi wanita muslimah dari sudut pandang
majalah wanita islam kontemporer serta memberikan referensi kepada wanita muslimah pada khususnya. E. KERANGKA PEMIKIRAN 1. Kilas Balik Dunia Majalah
Berbicara tentang media massa, tentu tidak akan lepas dari proses
komunikasi massa yang menyertainya, yakni proses yang memberikan
andil sangat besar bagi peran media massa. Artinya, media massa yang
lebih menunjuk kepada seperangkat material atau media mekanis yang digunakan dalam komunikasi massa, akan dapat memberikan arti penting
ketika terdapat proses komunikasi yang menyertainya baik menyangkut siaran, isi, atau hal lain.
Menurut John R. Bittner, 1 komunikasi massa dapat dibedakan
dengan komunikasi interpersonal dan komunikasi kelompok melalui
mekanisme gatekeeper (pentapis informasi atau palang pintu) yang
dimilikinya, yakni beberapa individu atau kelompok yang bertugas
menyampaikan dan mengirimkan informasi dari satu individu ke individu lain melalui media massa.
Jadi, informasi yang diterima audiens dalam komunikasi massa
sebenarnya sudah diolah oleh gatekeeper dan disesuaikan dengan visi misi
media yang bersangkutan, khalayak sasaran, dan orientasi bisnis serta
idealisme yang menyertainya. Bahkan, seringpula disesuaikan dengan
kepentingan penanam modal atau aparat pemerintah yang tidak jarang ikut
campur tangan dalam sebuah penerbitan. 2 a)
Majalah Majalah sebagai salah satu format media massa, dalam hal ini pun
mengalami mekanisme serupa. Penyaringan dan pengolahan informasi
oleh redaksi dilakukan sedemikian rupa agar dapat mengakomodir
kepentingan berbagai pihak termasuk mengakomodir orientasi-orientasi
abstrak lainnya seperti ideologi, idealisme, visi, misi, bahkan kepentingan politis tertentu. Selain itu, kinerja gatekeeper dalam institusi majalah juga
dimaksudkan untuk menyajikan pesan-pesan yang lebih detail dan ilmiah
mengingat karakteristik pesan majalah, sebagaimana karakteristik pesan 1 2
media cetak pada umumnya dapat diulangkaji, dipelajari, serta disimpan
Sebagaimana dikutip Nurudin dalam Komunikasi Massa, CESPUR, Malang, 2003, hal 5. Ibid., hal 6.
oleh khalayak untuk dibaca kembali di lain kesempatan disamping untuk
meningkatkan daya persuasi, karena pesan-pesan persuasif media cetak lebih ditujukan kepada rasio atau pikiran pembaca.
Perbedaan majalah dengan media cetak lainnya dapat dilihat dari
perbedaan komposisi yang ada. Dimana bagian-bagiannya saling tidak
berhubungan walaupun pada setiap edisi selalu ada tema besar. Komposisi bagian-bagian majalah yang heterogen menjadikan karakter majalah
menjadi menarik. Komposisi majalah diatur mengikuti prinsip-prinsip
tertentu (Kress dan Vanleeuwen, 1996: 183, dalam Mcloughin, 2000: 29).
Majalah seringkali diartikan dalam makna yang luas, dimana
pemberitaan dalam televisi maupun di dalam sebuah website (online magazine) bisa disebut sebagai majalah. Namun dalam konteks tradisional,
majalah identik dengan suatu media yang dicetak dan dikemas secara khusus dan biasanya tersegmentasi secara jelas.
Klapper mengkarakteristikkan majalah dalam tiga aspek yang
meliputi : 1.
Majalah lebih beragam dan tersegmentasi.
3.
Tema majalah lebih bersifat mendalam, memungkinkan pembacanya
2.
Majalah lebih personal.
untuk menganalisa kembali pesan yang disampaikan. 3
Ada beberapa definisi mengenai majalah, yaitu : definisi majalah
menurut kamus Collins Concise Dictionary adalah “buku (paperback) yang
terbit secara periodik, yang di setiap publikasinya memuat artikel-artikel,
cerita-cerita fiksi, foto-foto dan sebagainya”. Definisi lain tentang majalah
diuraikan oleh Frank Luther Mutt yang mengatakan majalah sebagai :
“a bound pamphlet issued more or less regularly and containing a variety of reading matter”. (Sebuah pamflet yang diterbitkan secara lebih atau kurang reguler dan memuat suatu aneka ragam bacaan).
Sementara dalam Encyclopedia of Communication and Information
3
dikemukakan :
Joseph T. Klapper, The Effect of Mass Communication, The Free Press, New York, 1960, hal. 16.
“magazine have the luxury of focusing on a smaller target audience, which means they do not have to try to please all of the people all of time. Instead, they can narrow their audience to a very specific population-such as the sport enthusiast or amateur gourmet chefs”. 4 (Majalah memiliki keunggulan dalam mengkhususkan khalayak sasarannya secara lebih sempit, yang berarti bahwa majalah-majalah itu tidak berupaya untuk menyenangkan semua orang dan seluruh waktu. Majalahmajalah tadi dapat mempersempit khalayak mereka pada populasi yang spesifik (khusus) seperti kalangan penggemar berat olah raga atau juru masak amatir). Majalah dapat tetap bertahan karena memiliki beberapa kelebihan
yang membuatnya tetap mampu bersaing dalam persaingan dengan media
lainnya. Wayne Warner, pimpinan dari Judd’s Inc yang telah menerbitkan
lebih dari 77 majalah Amerika seperti New Republic, Modern Plastics dan Newsweek mendeskripsikan kelebihan majalah sebagai media sebagai berikut :
“With magazines we can read what we want, when we want and where we want. And we can read them again and again at our pace, fold them, spindle them, mutilate them, tear out coupons, ads or articles that interest us and, in short, do what we damn well please to them because they are ‘our’ magazines. 5 (Dengan majalah kita dapat membaca apa yang kita inginkan, kapan kita menginginkan dan dimana kita menginginkan. Dan kita dapat membaca majalah-majalah itu berulang kali sesuai dengan keinginan kita, melipatnya, menggulungnya, memotongnya, mengambil secara terpisah kupon-kupon, iklan-iklan atau artikel-artikel yang menarik bagi kita dan pendeknya apa yang kita sukai karena majalah itu adalah “milik kita”). Majalah dapat dikategorikan menjadi tiga tipe berdasarkan segmen
pasarnya, yaitu : 6
1. Consumer magazine
Consumer magazine adalah yang paling populer karena yang paling
mudah ditemui dalam keseharian, sebagai contohnya Femina, Gatra, Forum, 4
Encyclopedia of Communication and Information, edited by Jorge Rheina Schement, Macmillan Reference USA, 2002, hal. 569. 5 Shirley Biagi, Media Impact, Updated First Edition, An Introduction to Mass Media, Wodsworth Publishing Company/Belmont. California/A Division of Wodsworth. Inc, 1990, hal. 85. 6 Ibid, hal. 65.
Popular. Dalam hal ini merujuk pada semua majalah yang dijual bebas di
tempat-tempat umum (public area), supermarket dan toko buku. Consumer magazine menghasilkan keuntungan yang terbesar karena mereka memiliki jangkauan pembaca yang paling luas dan pemasukan iklan yang tertinggi.
2. Trade, technical and professional magazine
Trade, technical and professional magazine merujuk pada majalah
yang ditujukan pada kalangan profesional tertentu, untuk mendapatkan berita dan info yang relevan dengan bidang yang dimaksud. Sebagai contoh
adalah majalah yang diterbitkan oleh instansi-instansi atau departemen yang dikonsumsi oleh kalangan sendiri. 3. Company magazine Company
magazine
adalah
majalah
yang
diterbitkan
oleh
perusahaan dan ditujukan untuk karyawan maupun kolega perusahaan tersebut. Majalah jenis ini biasanya tidak memuat iklan, dan bertujuan utama untuk mempromosikan perusahaan dan membentuk citra dan image yang positif.
Tersedianya
ragam
majalah
dalam
pangsa
pasar
media
mengakibatkan pembaca majalah memilih majalah tertentu sebagai
bacaannya. Khalayak pembaca mempunyai beberapa alasan dalam memilih suatu majalah antara lain disebabkan karena beberapa hal, seperti: sebagian dari mereka senang menghabiskan waktu dengan membaca
majalah karena merasakan kenikmatan tersendiri selama membaca
majalah, dan ada juga yang memilih majalah karena menawarkan gambaran kebutuhan mereka, baik itu kebutuhan tentang info dari dunia
hiburan, fashion, politik, ekonomi bisnis ataupun teknologi yang mereka butuhkan sehari-hari. Pembaca majalah juga memilih bacaan yang
merefleksikan suatu kelompok sosial yang mereka harapkan atau justru keadaan yang sebenarnya.
Sarah Trenholm secara lebih spesifik merumuskan karakteristik
majalah sebagai berikut :
• Used to : Pass time, find detailed information, gain access to valued subgroups • Format encourage : Knowledge of detail, identity-related knowledge, unrealistic expectations, pressures to consume. 7
Isi, jangkauan, maupun pasar majalah saat ini sangat berbeda
dengan masa awal perkembangannya sekitar abad ke 18 lalu. Pada saat itu, pasar majalah hanya ditujukan untuk kaum elit saja, sedangkan masyarakat kebanyakan tidak dapat menikmatinya. Isi pemberitaannya pun masih sangat umum, dengan kata lain belum tersegmentasi seperti saat ini. Bila
majalah saat ini sangat kaya dan kreatif dalam ilustrasi, tidak demikian
halnya dengan pada masa itu, dimana ilustrasi hanya terdapat pada covernya saja. 8
Pada awal perkembangannya di Amerika, majalah umumnya hanya
dikonsumsi oleh kaum pria, karena masa itu tingkat melek hurufnya lebih
tinggi daripada perempuan. Tak heran jika pemberitaan majalah lebih
berorientasi pada kepentingan kaum pria (male-content oriented). Barulah pada abad ke 19 mulai muncul majalah dengan target audiens kaum
perempuan yang pemberitaannya pun seputar aktivitas-aktivitas di waktu
senggang dan keterampilan rumah tangga. 9
Dengan perkembangan kelas menengah pada akhir abad 18 dan
abad 19, majalah mulai melebarkan pasarannya dengan menjangkau
golongan masyarakat berbeda. Iklan pun mulai merambah isi majalah. Orientasi pasar menjadi semakin jelas. Misalnya, Harper’s Magazine yang
ditujukan untuk pasar kelas atas, Godey’s lady’s Book yang ditujukan untuk
kaum wanita, Saturday Evening Post yang berjangkauan pasar kelas menengah kebanyakan.
Perkembangan teknologi selanjutnya, terutama yang terjadi pada
7
abad 20 membawa majalah sebagai suatu industri besar yang ditandai
Sarah Trenholm, Thinking Through Communication, An Introduction to the Study of Human Communication, Allyn and Bacon, Boston, 1995, p. 289. 8 Nur Evi Rahmawati, Konstruksi Maskulinitas di Majalah Olah Raga (Studi Semiotik tentang Konstruksi Maskulinitas Pemain Sepak Bola di Majalah Bola Vaganza), Skripsi Jurusan Ilmu Komunikasi, Fisipol, UGM, 2003, hal 13. 9 Ibid., hal 13.
dengan produksi massa dan jangkauan pasar yang luas. Segmentasinya pun semakin jelas, misalnya muncul majalah hobby atau majalah dengan special
interest tertentu. Adanya segmentasi dan spesialisasi isi majalah hingga
mampu membidik audiens secara tepat, membantu majalah untuk tetap eksis di tengah maraknya berbagai media lain seperti televisi dan internet yang kini telah merambah luas di masyarakat. b)
Majalah Wanita Sebuah majalah terutama adalah bahan bacaan ia harus memenuhi
suatu fungsi yaitu untuk memberi jawaban atas rasa ingin tahu khalayak pembacanya. Majalah-majalah diciptakan untuk membawa berita aktual
secara tepat, maka ia juga dipersiapkan dalam waktu yang singkat namun isinya harus cukup banyak, bervariasi, dan penyajiannya harus menarik.
Untuk mencapai tujuan itu, sebuah majalah harus menciptakan suatu dunia yang menarik untuk pembaca, sehingga pembaca merasa betah di dunia ini, dimana ia berada dengan senang dan santai.
Dunia wanita yang selalu dilekatkan dengan sektor privat maka
pada implementasi isi majalah wanita dapat dilihat bahwa majalah wanita
adalah majalah yang mempunyai tugas khusus, yaitu menciptakan suatu
dunia yang khas untuk wanita karena wanita pada umumnya dianggap pengasuh rumah tangga, baik ia mempunyai karir di luar rumah atau tidak,
maka ia dianggap sebagai orang yang paling bertanggung jawab atas segala
sesuatu yang terjadi di rumah, mengatur uang yang ada untuk memenuhi
kebutuhan rumah tangga berikut untuk menjaga kesehatan keluarga tanpa menyebabkan anggota keluarganya menjadi jemu dengan menu keluarga yang dihidangkan sehari-hari, termasuk mengurus semua keperluan anak-
anak sehari-hari. Disamping itu wanita sebagai seorang istri harus mampu
mendampingi suaminya dalam pekerjaannya, harus menjadi istri yang juga mampu diajak berdiskusi tentang masalah-masalah kantor, pekerjaan,
berita-berita aktual, mengetahui tentang penemuan-penemuan mutakhir
masa kini hingga masalah-masalah pribadi dan psikologis. Selain itu wanita
juga harus mengetahui info mode dan fashion terkini untuk menjaga
penampilannya berikut mengetahui masalah kecantikan dan perawatan diri yang terbaru.
Semua itu dapat dipenuhi oleh majalah yang dikhususkan untuk
wanita karena majalah wanita mempunyai rubrik-rubrik yang mampu
menjawab semua pertanyaan dan kebutuhan-kebutuhan tersebut, mulai
dari masalah mengatur rumah tangga, fashion, hingga perawatan
kecantikan. Hal tersebut mencakup bahasan yang ditujukan kepada wanita
yang telah berumah tangga, untuk wanita lajang yang mendedikasikan dirinya pada pekerjaan dan kebetulan belum berumah tangga juga mempunyai kebutuhan-kebutuhan khas yang dapat dipenuhi oleh majalah
wanita seperti yang telah dibahas sebelumnya.
Banyak wanita membeli majalah bukanlah semata-mata untuk
membaca saja melainkan untuk memilikinya sehingga fungsi majalah jauh melebihi bacaan biasa. Fungsi-fungsi majalah wanita antara lain : 10
Pertama, memberi informasi tentang kejadian-kejadian di dunia yang aktual maupun yang tidak aktual tetapi mengesankan.
Kedua, memberi informasi tentang mode, masakan dan sebagainya dan
melalui iklannya juga komoditi-komoditi yang berguna atau yang sewaktu-
waktu akan berguna.
Ketiga, ia dapat dikonsultasi sewaktu-waktu mengenai kesehatan, kecantikan, menu masakan dan lain-lain pertanyaan yang penting atau yang akan menjadi penting.
Keempat, melalui rubrik-rubrik khusus yang disediakan, pembaca dapat mengadakan konsultasi tentang masalah pribadinya, tanpa diketahui
identitasnya. Dengan membaca masalah-masalah yang diajukan oleh orang
lain, ia dapat menafsir masalahnya sendiri, sering ia dapat menemukan jawaban dengan berpikir tentang masalah orang lain.
Astrid Susanto menambahkan empat butir peran majalah wanita,
yaitu : (1) mendidik pembaca berselera dan mempunyai harga diri, (2) 10
membantu pembaca mempunyai perhatian terhadap budaya dan kesenian
Myra Sidharta, “Majalah Wanita: Antara Harapan dan Kenyataan”, hal 292, dalam Perempuan dalam Wacana Politik Orde Baru, LP3ES, Jakarta, 2004.
bangsa, (3) menemukan keseimbangan antara kehidupan keluarga dan lingkungan, (4) mempunyai fungsinya dalam masyarakat asal “dengan tetap peduli terhadap fungsi dasarnya sebagai wanita”. 11
Melihat arti majalah bagi seorang wanita, maka kita dapat
membayangkan lebih jauh betapa besarnya potensi suatu majalah wanita. Tugas pertama adalah sebagai sumber informasi, majalah adalah pencipta iklim mental yang sangat diperlukan untuk menjawab pertanyaan-
pertanyaan wanita yang ingin tahu lebih mendalam dan yang kurang
mempunyai kepercayaan diri dalam menghadapi tantangan-tantangan di
dunia ini. Tugas kedua majalah wanita adalah di bidang sosial-edukatif,
mengingat pengaruhnya sebagai pencipta citra wanita yang diterima oleh kaum wanita, dalam hal ini maka tugas tersebut meliputi :
Memperbaiki gaya hidup wanita dari gaya hidup pasif – konsumtif menjadi gaya hidup aktif – kreatif.
Mengingatkan selera pembaca, dari bahan bacaan penghibur dan sensasional provokatif menjadi bahan bacaan berpikir dan berarti.
Mendidik kaum wanita menjadi wanita yang mengetahui hak-hak dan batas-batas kewajibannya di dunia yang didominasi oleh kaum laki-laki
dan masih erat kaitannya dengan budaya primordialisme.
Mendidik kaum wanita untuk menghadapi tugas-tugas dan masalah-
masalah di kemudian hari karena “jurang generasi” yang terjadi dewasa
ini adalah karena kurangnya persiapan generasi tua untuk menghadapi perkembangan generasi muda.
Dalam tugas yang futuristik ini, kaum wanita juga perlu dibantu untuk mempersiapkan putra-putri mereka dalam menghadapi masalah mereka di masa akan datang. Sedangkan para putri harus juga dipersiapkan
untuk masa yang akan datang tanpa menanamkan kekhawatiran dan kecemasan kepada mereka yang perlu diketahui mereka adalah bahwa kehidupan bukan hanya kesenangan saja sedangkan tantangan11
Astrid Susanto, Filsafat Komunikasi, Bandung, Binacipta, 1986, hal. 83-88.
tantangan tidak dapat dihadapi dengan kecengengan atau pelarian ke kesenangan. 12 c)
Majalah : Transmisi Produk Budaya dan Pembentukan Struktur Sosial Dalam konteks globalisasi, industri majalah ikut berperan penting
dalam transmisi produk-produk budaya seperti fashion dan gaya hidup. Transmisi produk budaya ini semakin mempertegas tertembusnya batas-
batas lokalitas suatu budaya, yang muncul kemudian adalah konteks
budaya global dengan nilai-nilai global. Ketika terjadi transmisi produk budaya, yang tersebar bukan hanya produk budaya material tetapi juga nilai-nilai (values) yang mampu mempengaruhi atau bahkan merubah
norma dan nilai yang ada di suatu masyarakat tertentu. Selain
membawa
nilai-nilai
budaya
baru,
majalah
dengan
segmentasi pasar yang jelas juga mempengaruhi pembentukan struktur
sosial dalam masyarakat. ‘Media are obviously important to globalization, they provide an extensive transnational transmission of cultural products,
and they contribute to the formation of communicationnetworks and social structures’. 13
Majalah
dengan
segmentasi
pasar
yang
jelas
juga
dapat
mempengaruhi pembentukan struktur sosial dalam masyarakat. Tampilan,
isi, maupun harga yang menentukan target audiens suatu majalah secara tidak
langsung
mempengaruhi
pengelompokkan
dalam
struktur
masyarakat dan ikut menyebarkan dan memperkuat suatu struktur sosial tertentu, selain juga merefleksikan nilai dan norma masyarakat. Ditegaskan
oleh Sarah Trenholm bahwa “In addiction to providing information, magazines reflect the norms and values of their readers”. 14
Pembaca majalah Vogue misalnya, merupakan gambaran pembaca
12
wanita kelas menengah perkotaan, mengikuti mode-mode terbaru, baik
Ibid, hal. 293. Ibid,. 363. 14 Sarah Trenholm, Thinking Through Communication, An Introduction to the Study of Human Communication, Allyn and Bacon, USA, 1995, p. 292. 13
fashion maupun gaya hidup. Pembaca majalah Ummi misalnya, merupakan
gambaran pembaca muslimah berstatus ibu rumah tangga kelas menengah
perkotaan, religius, atau minimal berorientasi religius dan terobsesi untuk meningkatkan wawasan serta pengetahuan yang bermanfaat bagi
keluarganya. Dan majalah NooR yang menggambarkan karakter pembaca
perempuan golongan menengah ke atas, professional, serta mengenakan jilbab di perkantoran.
Dengan demikian majalah memberikan suatu gambaran tentang
identitas pembaca, struktur dan nilai sosialnya. Orang bahkan tak jarang mengidentikkan diri atau kelompok mana dia berada melalui majalah yang dipilihnya. d)
Majalah Wanita Islami : Prospek Menjanjikan Bagi Industri Media Majalah-majalah islami yang juga berorientasi pada transformasi
nilai-nilai (values), yakni nilai-nilai yang relevan dengan syariat Islam
(syar’i), kini mengalami perkembangan yang cukup signifikan dalam atmosfer industri media. Fenomena ini menjadi sangat menarik, terutama
bila dikaitkan dengan konteks-konteks makro yang turut mempengaruhi
dinamika bisnis media yang mengusung nama Islam. Konteks-konteks
makro tersebut meliputi eskalasi politik Indonesia, kalkulasi bisnis media, serta arus globalisasi dan modernisasi yang membawa manusia kembali kepada ajaran agama.
Pasca lengsernya Presiden Soeharto pada 21 Mei 1998, era baru
telah dimulai dalam arena politik Indonesia. Euforia politik yang ditandai
dengan gelombang reformasi berimplikasi pada kebebasan media untuk
menjalankan fungsinya sebagai corong informasi yang independen, terbebas dari segala bentuk intimidasi, namun tetap memiliki integritas
dan bertanggung jawab secara moral terhadap nilai-nilai kemanusiaan. Tak terkecuali media massa Islam, turut diuntungkan akibat eskalasi politik
pasca runtuhnya rezim orde baru, karena pada masa orde baru, media massa
Islalm,
termasuk
kelompok
atau
gerakan-gerakan
Islam
fundamentalisme, berada di bawah tekanan penguasa pada masa itu. Tak
jarang pemerintah orde baru bertindak represif terhadap gerakan-gerakan yang mengatasnamakan Islam, karena dianggap dapat melakukan
tindakan-tindakan subversif yang mengancam kestabilan politik. Barulah pada orde reformasi media massa Islam mendapatkan ruang publik yang semestinya seiring dengan dibukanya ruang publik bagi kelompok-
kelompok Islam fundamental seperti FPI (Front Pembela Islam), MMI (Majelis Mujahidin Indonesia), Hizbut Tahrir, dll, karena ruang publik yang tersedia pada orde reformasi jauh lebih terbuka, egaliter, dan lebih demokratis dibandingkan pada masa orde baru.
Selain faktor eskalasi politik, pangsa pasar yang menjanjikan pun
menjadi determinan yang diperhitungkan bagi perkembangan bisnis media Islam ke depan. Dengan pangsa pasar yang cukup signifikan, media Islam
terus tumbuh bahkan nyaris subur. Dalam kalkulasi bisnis, jumlah
penduduk yang besar adalah pasar yang menjanjikan, termasuk media cetak. Indonesia dengan jumlah penduduk terbesar keempat di dunia
(sekitar 211 juta jiwa) tentu bukan pengecualian, terutama bila melihat
komposisi agama yang dianut oleh penduduknya, dimana jumlah umat
Islam mencapai 85% dari total penduduk bangsa Indonesia. Apabila
memakai standar UNESCO (United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organization), seharusnya satu media cetak dibaca oleh 10 orang.
Sementara saat ini di Indonesia, rasionya satu media untuk 42 orang. Ini
berarti, peluang media cetak Islam untuk merengkuh pembacanya sangat terbuka.
2. Wanita dan Media Penggambaran tentang wanita di dalam media telah banyak
memperoleh perhatian sebagai kajian studi. Untuk waktu yang lama berbagai studi tentang media barat dan wilayah dengan tradisi media yang
mengacu ke barat telah menunjukkan hasil yang relatif konsisten, wanita ideal adalah pasif, berada dalam lingkungan domestik dan cantik.
Pembagian peran antara pria dan wanita pun secara konsisten dikukuhkan,
seperti istri sebagai pengurus rumah tangga, penjaga anak dan seterusnya. Di samping itu yang juga menonjol dari rangkaian studi tersebut adalah penggambaran wanita sebagai obyek kenikmatan seksual yang terutama
ditujukan kepada konsumen pria. Sebagaimana diungkapkan Abuse of
Women in the Media (sebuah buku kecil yang dikeluarkan Lembaga
Konsumen Penang, Malaysia, tentang kasus media di negeri itu, terbit tahun 1982) :
“in the media women are…portrayed as the inferior lesser half of humanity, and as object of sexual pleasure. Even worse, marketingstrategies have helped to reinforce the fantasies that beguile women into accepting their role as ornament of beauty and sensuality which degrades and denies women of their self respect, dignity and their humanity”. 15
Keglamoran dan keseksian wanita adalah sosok yang tak mungkin
dilepaskan dari media ketika dia menjadi industri. Seperti dikatakan Ben Bagdikin dalam The Media Monopoly saat bicara tentang media massa di
Amerika sejak dekade 1980-an, komunitas bisnis media adalah semacam
private ministry of information yang mengatur apa yang bisa didengar dan dilihat oleh seluruh rakyat Amerika, yang kebijakan-kebijakan ditentukan oleh agenda prioritas komunitas bisnis lebih luas.
Sederhananya, media dalam era industri adalah media yang
bersahabat dengan kepentingan kalangan bisnis, di satu sisi, mereka sendiri telah menjadi industri tersendiri dengan kepentingan yang sangat luas dengan industri-industri lainnya, kedua kehidupan mereka sangat
bergantung pada iklan yang datang dari kalangan bisnis non media, ia tak hanya berlaku pada media elektronik, tapi juga media cetak. 16
Gambaran di atas memperlihatkan peran dan posisi perempuan
yang minim dan buram dengan implikasinya adalah perempuan sering dilihat sebagai obyek yang pasif ketimbang sebagai subyek yang aktif. 15
Ade Armando, Wanita sebagai Objek Seksual dalam Media, Komponen Penting dalam Pembentukan “ Culture Single”, dalam Ibid, PT Remaja Rosdakarya Bandung, 1998, hal. 159 16 Ibid, hal. 162
Namun saat ini wanita patut bersyukur karena citra wanita dalam
berbagai media massa perlahan mulai berubah. Kini daftar wanita yang
mengisi sejarah bangsa dan peradaban meningkat luar biasa. Perempuan
kini tidak lagi melulu diliput karena “first lady of the president”, tapi karena
mereka adalah “first president lady” di berbagai Negara Gloria Arroyo dan Megawati Soekarnoputri telah membuktikan hal tersebut. bidang
Wanita kini merambah dengan cepat dan sukses dalam berbagai kehidupan.
Lembaran
sejarah
kini
dan
masa
depan
menggambarkan kian besarnya dan cerahnya peran dan posisi wanita di
dalamnya. Namun demikian, sampai saat ini pula potret wanita di media massa masih memperlihatkan stereotype yang merugikan seperti;
perempuan pasif, tergantung pada pria, didominasi, menerima keputusan yang dibuat oleh pria dan terutama melihat dirinya sebagai simbol teks dan seks.
Dalam beberapa hal wanita memang mempunyai pilihan hidup yang
lebih terbatas dibandingkan laki-laki,
padahal wanita mempunyai
keinginan untuk bekerja (berkarya) dalam sebuah sistem yang luas dan kompleks. Kompetisi yang semakin tinggi dan berbagai kebijakan yang
terkesan mendiskreditkan wanita membuat sebagian besar wanita
‘terpaksa’ mencari jalan yang lebih mudah. Dunia publik yang menawarkan popularitas dan uang akhirnya jatuh sebagai pilihan hidup.
Jika kepada kita disuguhkan pertanyaan mengapa gambaran
tentang wanita dalam media massa belum menggembirakan, jawabannya
bisa beraneka macam. 17 Pertama, karena realitas sosial dan budaya wanita
memang belum menggembirakan. Media pada dasarnya adalah cermin dan refleksi dari masyarakat secara umum. Jika wanita dalam suatu masyarakat
masih sebagai obyek dan belum bisa mengambil keputusan maka gambaran itulah yang akan dipaparkan oleh media. Kedua, media massa
pada dasarnya cenderung mengangkat hal-hal yang menarik dalam 17
masyarakat. Ini pada gilirannya membuat media meliput orang-orang yang
Marwah daud Ibrahim, Perempuan dan Komunikasi. Beberapa Catatan Sekitar Citra Perempuan dalam Media, dalam Ibid, hal. 106.
berpengaruh dalam berbagai bidang kehidupan politik, agama, sastra, teknologi, ekonomi, dan sebagainya yang notabene masih didominasi oleh kaum pria. Ketiga, media biasanya menganggap hal-hal yang memilukan
sebagai sesuatu yang menarik untuk diangkat. Tampaknya pelakon hal-hal yang memilukan dan menguras air mata adalah wanita, maka kisah-kisah
sedih yang memperlihatkan wanita sebagai makhluk yang lemah dan sebagai korban diekspos. Keempat, media didominasi oleh pria pemilik, penulis, reporter, editor, dan sebagainya.
Namun demikian masa depan proyeksi media tentang wanita
memperlihatkan hal-hal yang menggembirakan, yang ditandai hal-hal sebagai berikut: 18
Pertama, semakin banyak wanita yang menjadi sumber berita
menarik bukan karena ia wanita tapi karena ia unggul dalam bidang yang ditekuninya: politik, sains, dan teknologi, sastra, seni, dan sebagainya.
Kedua, semakin banyak wanita yang terjun ke dalam dunia atau bidang
komunikasi. Sebagian besar redaksi majalah wanita saat ini dipimpin oleh
wanita dan staf yang juga didominasi wanita. Ketiga, semakin banyak pria dan wanita yang memandang pernikahan sebagai suatu ikatan yang utuh,
bukan hanya dalam arti konvensional sebagai suami istri namun juga
sebagai partner dalam berkarya misalnya pasangan John Naisbitt dan Patricia Aburdence yang menulis buku yang sangat popular berjudul Megatrends 2000.
Untuk meningkatkan citra wanita dalam masyarakat dan media
memang membutuhkan usaha yang tidak mudah, yang perlu dilakukan antara lain wanita harus kritis dan membuat strategi berikut mekanisme
kerja yang jelas untuk memperbaiki dan merubah citra tersebut, serta
harus berani mengoreksi dan menggugat pesan-pesan lewat media massa.
Selain itu dalam era informasi ini sudah selayaknya wanita memanfaatkan
teknologi komunikasi untuk meningkatkan kemampuan, kesempatan dan citra dirinya. 18
Ibid, hal 109
3. Feature dan Kedudukannya dalam Jurnalisme Secara umum dalam suatu media cetak (majalah), diisi oleh berbagai
produk-produk jurnalistik, antara lain :
a)
Berita, seperti yang kita ketahui bersama bahwa suatu media
berfungsi menyampaikan sesuatu kepada pembacanya. Sesuatu yang
disampaikan tersebut dalam dunia pers sering disebut sebagai berita. 19
Dalam membuat dan menyajikan berita secara jurnalistik, kita mengenal jenis berita yang langsung (to the point) mengemukakan fakta yang terlibat di dalamnya, disebut sebagai straight news
20
serta yang tidak langsung
dalam arti dibumbui kata-kata berbunga (diplomatis) sehingga fakta
menjadi yang tampak sepele menjadi menarik untuk diminati dan dinikmati, dimana jenis tulisan ini disebut sebagai feature news atau juga dikenal dengan news commentary, feature story, atau feature saja. Semua
sebutan tersebut pada hakekatnya menitikberatkan cara atau gaya penulisan,
dimana
penulis
atau
penyusun
mengemukakan pendapat atau opininya sendiri. b)
feature
lebih
bebas
Ulasan (View), istilah ulasan bisa diartikan sebagai komentar
terhadap berita atau artikel yang disajikan media massa atau terhadap suatu gejala, peristiwa, dan opini yang timbul di lingkungan sekitar
khalayak. Karena itu kita mengenal beberapa macam “ulasan” seperti : editorial, tajuk rencana, surat untuk redaksi, karangan khusus (kolom),
pojok, cerita dan hiburan, artikel-artikel khusus (special articles), by-line
story (dongeng atau cerita-cerita bersambung), cerita bergambar (cergam),
cerita pendek (cerpen), resensi atau timbangan buku, resensi pagelaran, 19
Berita adalah suatu laporan atau pemberitahuan tentang segala sesuatu peristiwa aktual yang menarik perhatian orang banyak. 20 Dalam membuat berita langsung (straight news) kita mengenal jenis-jenis produknya berupa: pertama, Matter of fact news, hanya mengemukakan fakta utama yang terlibat dalam peristiwa itu saja, kedua Action news, hanya mengemukakan perbuatan, tindakan (kejadian) yang terlibat dalam peristiwa itu saja. Dengan kata lain, mengisahkan jalannya peristiwa itu. Ketiga, Quote news, hanya mengemukakan kutipan dari apa yang diucapkan oleh para tokoh yang terlibat dalam peristiwanya. Namun demikian untuk lebih menarik perhatian lagi serta enak dinikmati, tidak jarang penyajian berita dilakukan dengan mengkombinasikan memadukan dua dari tiga atau ketiga cara tersebut di atas.
resensi musik, resensi film, dan produk-produk yang bersifat menghibur,
mendidik, dan mengkritik. c)
Adpertensi (Iklan), istilah ini berasal dari bahasa Inggris
“advertising” yang menunjukkan suatu proses atau kegiatan komunikasi
yang melibatkan pihak-pihak sponsor (pemasang iklan atau advertiser),
media massa, atau agen periklanan (biro iklan). Ciri utama dari kegiatan
tersebut adalah pembayaran yang dilakukan oleh pemasang iklan melalui
bio iklan atau langsung kepada pihak media massa terkait atas dimuatnya atau disiarkannya penawaran barang atau jasa yang dihasilkan si pemasang iklan tersebut. 21
Dengan demikian berbeda dengan cara menulis berita langsung
(straight
news).
Berita
langsung
biasanya
hanya
memuat
atau
mengutarakan fakta apa adanya, walaupun kadang-kadang ditambah
tafsiran penulis atau penyusunnya jika fakta yang terkumpul itu belum
memberikan gambaran yang cukup jelas. Sedangkan feature, sebaliknya
lebih memberikan kesempatan kepada pembuatnya untuk melakukan penafsiran sehingga isinya lebih subyektif lagi.
Feature termasuk ke dalam kategori berita kisah (news story) yang
menurut Toriq Hadad dan Bambang Bujono dalam bukunya yang berjudul
“Seandainya Saya Wartawan TEMPO” diuraikan sebagai sesuatu artikel yang kreatif, kadang-kadang subjektif, yang terutama dimaksudkan untuk
membuat senang dan memberi informasi kepada pembaca tentang suatu kejadian, keadaan, atau aspek kehidupan. 22
Menurut Dja’far H. Assegaf, feature adalah tulisan berita yang tidak
takluk pada teknik penulisan berita, dan tulisan itu sifatnya ringan dan
memberi hiburan. 23 Adapun menurut Andi Baso Mappatoto, feature atau
yang ia sebut sebagai karangan khas adalah karangan lengkap nonfiksi 21
bukan berita lempang (straight news) dalam media massa yang tak tentu
Aaker, David A, Advertising Management, New Jersey: Pretice Hall Inc, Englewood, 1975. Sebagaimana dikutip Zaki Habibi dalam Paradoks Homo Jakartaensis (Studi Semiotik tentang Representasi Alienasi Kaum Urban Jakarta pada Majalah djakarta! Edisi Juli-Desember 2003), Skripsi Jurusan Ilmu Komunikasi, Fisipol, UGM, 2004, hal 51. 23 Sebagaimana dikutip M. Atar Sani dalam Teknik Penulisan Berita, Features, dan Artikel, Mugantara, Bandung, edisi 1, 1995, hal. 155. 22
panjangnya, dipaparkan secara hidup sebagai pengungkapan daya kreativitas, kadang-kadang dengan subjektivitas pengarang terhadap peristiwa, situasi, aspek kehidupan dengan tekanan pada daya pikat
manusiawi untuk mencapai tujuan memberitahu, menghibur, mendidik, dan meyakinkan pembaca. 24
Bertolak dari beberapa pendapat mengenai pengertian feature di
atas, dapat diambil kesimpulan, bahwa feature adalah tulisan yang
membicarakan tentang sesuatu yang ada kaitannya dengan sumber berita, yang disajikan dengan gaya yang khas, sehingga mengandung nilai berita
dan nilai estetik. Berdasarkan rumusan ini, dapat pula dijelaskan ciri-ciri
pokok yang melekat pada sebuah feature, yaitu : (1) Feature mempunyai hubungan bentuk dengan berita, yakni bertolak dari fakta atau peristiwa
yang terjadi dalam kehidupan nyata, namun penulisannya tidak terikat
dengan teknik penulisan berita. (2) Feature mempunyai hubungan bentuk
dengan karya sastra, khususnya fiksi karena sajiannya yang mengandung nilai estetik, namun tidak sepenuhnya mengikuti sifat karya fiksi yang
berakar pada rekaan. (3) Karena mempunyai kaitan dengan berita dan sastra, feature mengandung unsur informasi, hiburan, dan pendidikan. Dengan demikian, feature berada di antara karya tulis berita (jurnalisme) dan karya tulis fiksi (sastra).
Feature news dapat dijumpai dalam penulisan berita yang
menggunakan gaya feature. Sudah tentu berbeda dengan apa yang disebut
news feature. Dalam hal ini news feature tidak mementingkan unsur waktu, tetapi memberikan tambahan bacaan yang dianggap tetap hangat walaupun tidak disajikan seketika itu juga pada saat suatu peristiwa tengah
atau setelah berlangsung. Karena itu pula dalam news feature kita mengenal bentuk-bentuk: anti feature yaitu feature yang tidak terkait
waktu, feature berita yaitu tulisan (artikel) tentang masalah yang sedang 24
hangat dibicarakan dan feature non-berita yaitu karangan yang sama sekali
Andi Baso Mappatoto, Teknis Menulis Feature (karangan khas). Gramedia Pustaka Utama. Jakarta, 1999, hal 5
tidak berkaitan dengan aktualitas beritanya. Umumnya majalah selalu
menggunakan gaya news feature seperti yang dimaksud pada penuturan di atas karena terbitnya seminggu sekali atau sebulan sekali, bahkan ada
majalah yang terbit secara berkala dalam rentang waktu tiga bulan sekali (majalah triwulan).
Penulisan artikel pada majalah NooR termasuk dalam jenis ini (news
feature). Jadi pemberitaannya, walaupun terjadi peristiwa yang hebat atau
besar tidak bisa memuat seketika seperti yang dilakukan oleh surat kabar
harian, radio, atau televisi. Sesuai dengan tujuan kegiatan jurnalistik dalam rangka mempengaruhi khalayaknya, unsur keindahan sajian produknya
sangat diutamakan. Oleh karena itu, beritanya pun disajikan dengan konstruksi tertentu.
Dalam hal ini keseluruhan bangunan naskah berita terdiri atas tiga
unsur, yaitu: pertama, headline (judul berita) merupakan intisari dari
berita. Dibuat dalam satu atau dua kalimat pendek, tetapi cukup
memberitahukan persoalan pokok peristiwa yang diberitakan. Kedua, lead
(teras berita), merupakan sari berita. Selaku sari dari sebuah berita lead merupakan laporan singkat yang bersifat klimaks dari peristiwa yang
dilaporkan. Ketiga, body, unsur ini merupakan kelengkapan atau penjelasan suatu berita dimana pada bagian ini kita menjumpai semua keterangan secara rinci dan dapat melengkapi serta memperjelas fakta atau data yang disuguhkan dalam lead tadi.
F. KERANGKA KONSEP 1. Konstruksi Ideologi dalam Media Konstruksi dalam makna kamus bahasa diartikan sebagai menyusun
atau membentuk. Istilah konstruksi ini bisa digunakan dalam berbagai hal.
Kata bangunan misalnya, bisa dilekatkan pada konstruksi di depannya,
yang bermakna penyusunan atau proses terbentuknya bangunan atau bisa juga bentuk bangunan itu sendiri.
Berbicara tentang konstruksi dalam media, maka kita berbicara
tentang produk media yang didalamnya terdapat pembentukan image, citra, nilai, maupun ideologi. Dengan demikian, konstruksi dalam media
bisa dimaknai sebagai pembentukan atau proses pembentukan maupun form atau bentuk yang ditampilkan media akan sesuatu hal.
Sebagaimana konstruksi bangunan yang memerlukan banyak
material seperti batu, bata, semen, dan besi, maka konstruksi dalam media juga memerlukan banyak faktor pendukung. Di dalam media, faktor pendukung itu bisa berupa tulisan, foto, yang merupakan bagian dari teks
dan tanda yang ditampilkan oleh media dimana hal tersebut secara bersama-sama menyusun suatu makna, nilai, maupun, ideologi. 25
Adapun mengenai konstruksi ideologi dalam media, tentu tak lepas
dari definisi atau pemahaman terhadap kata “ideologi” itu sendiri. Secara etimologis, ideologi berasal dari bahasa Yunani yang terdiri atas kata idea
dan logia. Idea berasal dari kata idein yang berarti melihat. Sedangkan logia
berasal dari kata legein yang berarti to speak (berbicara). Dengan demikian, ideologi menurut arti kata adalah pengucapan dari yang terlihat atau pengutaraan apa yang terumus di dalam pikiran sebagai hasil dari
pemikiran. 26 Pada dasarnya, ideologi mempunyai dua pengertian yang
bertolak belakang. Secara positif, ideologi dipersepsikan sebagai suatu
pandangan dunia (worldview) yang menyatakan nilai-nilai kelompok sosial
tertentu untuk membela dan memajukan kepentingan-kepentingan
mereka. Sedangkan secara negatif, ideologi dilihat sebgai suatu kesadaran palsu, yaitu suatu kebutuhan untuk melakukan penipuan dengan cara
memutarbalikkan pemahaman orang mengenai realitas sosial. 27 Namun dalam pengertian yang paling umum dan lunak, ideologi merupakan pikiran yang terorganisir, yakni nilai, orientasi, dan kecenderungan yang 25
Nur Evi Rahmawati, op.cit., hal. 45. Sukarna, Ideologi : Suatu Studi Ilmu Politik, Alumni, Bandung, 1981, hal. 1. 27 Sunarto, Analisis Wacana Ideologi Gender Media Anak-Anak, Mimbar, Semarang, 2001, hal. 31. 26
saling melengkapi sehingga membentuk perspektif-perspektif ide yang diungkapkan melalui komunikasi dengan media atau komunikasi antarpribadi.
Dalam konteks komunikasi, Art van Zoest menjelaskan bahwa
sebuah teks tak pernah lepas dari ideologi yang memiliki kemampuan
untuk memanipulasi pembaca ke arah suatu ideologi. 28 Hal ini karena teks, percakapan, dan lainnya adalah bentuk dari praktik ideologi atau pencerminan dari ideologi tertentu.
Dengan demikian, konstruksi ideologi dalam media menyangkut tiga
hal, yakni (1) ideologi sebagai sistem ide-ide yang diungkapkan dalam komunikasi, (2) kesadaran sebagai esensi atau totalitas dari sikap, pendapat, dan perasaan yang dimiliki oleh individu atau kelompok, dan (3)
hegemoni sebagai suatu proses dimana ideologi dominan disampaikan, kesadaran dibentuk dan kuasa sosial dijalankan.
Dalam interaksi dengan lingkungannya, media dengan produksi
tandanya ikut merefleksikan, menyebarkan, dan melegitimasi ideologi-
ideologi yang berkembang di masyarakat. James Lull dalam bukunya berpendapat bahwa sejumlah perangkat ideologi diangkat dan diperkuat
oleh media massa, diberikan legitimasi oleh mereka, dan didistribusikan secara persuasif serta dengan menyolok, kepada khalayak yang besar
jumlahnya. 29 Berkaitan dengan hegemonic message yang dilakukan media,
Trenholm juga berpendapat bahwa the media reproduce an package a single message or dominant ideology. 30
Selain itu, Fiske juga menjelaskan bahwa terdapat tiga tahap proses
pembentukan atau penyampaian suatu struktur maupun ideologi di dalam media. Tiga tahap ini dikemukakan Fiske sebagai proses yang terjadi di
dalam televisi, namun pada dasarnya ketiga tahap ini berlaku juga pada 28
media massa lain, meliputi:
Sebagaimana dikutip Alex Sobur dalam Analisis Teks Media Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis Framing, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2002, hal. 60. 29 James Lull, Media Komunikasi Kebudayaan Suatu Pendekatan Global, Yayasan Obor, 1998, hal. 4. 30 Sarah Trenholm, Thinking Through Communication, An Introduction to The Study of Human Communication, Allyn an Bacon, Boston, 1995, p. 284.
• •
Bermula dari event-event yang telah ada pada dunia nyata seperti gaya
pakaian, lingkungan, ekspresi, dan sebagainya.
Realitas tersebut kemudian dikemas atau ditampilkan melalui kode-
kode teknik (technical codes) dimana kode teknik ini kemudian
mentransmisikan kode-kode yang bersifat konvensional (conventional codes). •
Kode-kode
konvensional
tersebut
pada
akhirnya terorganisasi
membentuk suatu struktur (seperti kelas dan ras) dan juga suatu sistem kepercayaan yang dominan di dalam masyarakat (ideologi). 31
Media memproduksi tanda, dan melalui tanda itu ideologi
ditransmisikan dalam segala konteks baik politik, ekonomi, sosial, maupun budaya. Tanda ditampilkan melalui teks baik bahasa maupun teks visual
lainnya seperti gambar maupun foto. Tanda juga menampilkan suatu
pencitraan. James Lull dalam bukunya menjelaskan bahwa keefektifan penyebaran ideologi dominan bergantung pada pemanfaatan sistem citra
secara strategis yang terdiri dari dua tipe pokok, yakni ideasi dan mediasi. 32
Sistem citra melibatkan artikulasi dari lapisan-lapisan representasi
ideologis dan pemanfaatan teknologi komunikasi secara taktis untuk
mendistribusikan representasi tersebut, yang bilamana berhasil, akan mendorong penerimaan khalayak dan sirkulasi dari tema yang dominan.
Selanjutnya, karena media sering menginterpretasi dan mensintesiskan citra-citra dan asumsi-asumsi yang sesuai dengan ideologi dominan, maka
media akan sangat memahami ciri masyarakat bahkan yang paling dasar sekalipun.
2. Kerangka Analisis Teun A. Van Dijk Analisis wacana telah muncul dalam khasanah pendekatan ilmu-
ilmu sosial selama lebih dari satu dasawarsa terakhir. Sebagai sebuah 31 32
metodologi,
analisis
wacana
merupakan
penerapan
praktis
Sebagaimana dikutip Stuart Price, Media Studies, New York, Longman Groupltd, 1993. p. 33. James Lull, op.cit., p. 5.
dari
epistemologi dalam studi filsafat. Van Dijk menambahkan bahwa analisis
wacana merupakan studi interdisipliner yang terdiri dari disiplin-disiplin ilmu pengetahuan sosial seperti linguistik, studi literatur, antropologi, semiotik, sosiologi, psikologi, dan komunikasi bicara. 33
Menurut Van Dijk, untuk meneliti teks, perlu dilakukan analisis
intertekstual dengan meneliti bagaimana wacana tentang suatu hal diproduksi dan dikonstruksi dalam masyarakat. 1)
Analisis Teks
Teks merupakan salah satu bagian dari bangunan wacana yang
terdiri atas beberapa tingkatan yang masing-masing saling mendukung
seperti apa yang telah disebutkan Van Dijk. Teks juga menggambarkan struktur wacana pada bermacam level deskripsi tentang realitas. Dan hal
yang terpenting dari analisis teks adalah bertujuan untuk mengungkapkan makna. Van Dijk membagi ke dalam tiga tingkatan, yakni:
a. Struktur Makro, yang terdiri dari topik atau tema yang dikedepankan dari sebuah berita. Topik akan menentukan makna teks secara keseluruhan dan informasi apa yang paling penting.
b. Super Struktur, bagian ini merupakan struktur wacana yang berhubungan dengan kerangka suatu teks, yang terdiri atas teras berita,
tubuh berita, dan penutup. Kerangka teks ini mendeskripsikan bagaimana bagian-bagian teks tersusun ke dalam berita secara utuh.
c. Struktur Mikro, yaitu makna wacana yang dapat diamati dari bagian kecil suatu teks semisal kata, kalimat, proposisi, anak kalimat, parafrase, gambar, dan lain sebagainya. 34 2)
33
Analisis Kognisi Sosial
Teun A. Van Dijk, News as Discourse. New Jersey, Lawrence Erlbaum Associates, 1988, hlm. 17. Pada dasarnya, analisis wacana Van Dijk bertujuan untuk menggabungkan fenomena mikro sosial yang diwujudkan dalam tradisi analisis teks dengan fenomena yang bersifat makro, yaitu analisis sosial. Sehingga perhatiannya bukan hanya sekedar pada struktur teks, akan tetapi juga melihat bagaimana teks tersebut diproduksi. Tidak hanya berhenti disitu, dalam analisis ini juga akan diteliti bagaimana wacana yang berkembang di masyarakat. 34 Ibid, hal. 31-69
Setelah mencoba menganalisis teks, terdapat hal yang tidak dapat
dipisahkan dari proses pembuatan berita. Mengenai bagaimana suatu teks diproduksi, Van Dijk menawarkan suatu analisis yang dia sebut sebagai
kognisi sosial. 35 Seperti apa yang dikemukakan di awal, maksud dari
dilakukannya analisis kognisi sosial adalah menghubungkan antara teks dengan masyarakat.
Dalam pandangan Van Dijk, terdapat tiga aspek utama dari wacana,
yaitu struktur kalimat, makna, dan tindakan wicara. Teori tentang bahasa (linguistik) hanya sekedar ingin menjelaskan bagaimana struktur teks yang
ada dan tidak mencoba untuk mengkaji makna dan proses komunikasi yang
terjadi dalam sebuah peristiwa. Van Dijk menjelaskan telah terjadi proses transformasi dari mikro struktur kemudian berkembang ke arah makro
struktur. Dengan kata lain, bentuk, makna, dan tindakan secara sistematis berhubungan erat. 36
Analisis kognisi sosial terfokus pada proses pembuatan berita yang
dilakukan oleh wartawan atau komunikator. Kognisi sosial menjelaskan bagaimana wartawan merepresentasikan nilai-nilai kepercayaan atau
prasangkan dan pengetahuan sebagai strategi pembentukan teks atas
peristiwa yang spesifik yang tercermin lewat berita. Analisis ini
menampilkan bagaimana individu wartawan atau komunikator melihat dan menafsirkan realitas citra wanita islam dalam media, di majalah NooR.
3)
Analisis Konteks Salah satu tujuan dari analisis wacana adalah untuk mengetahui
bangunan wacana yang berkembang di masyarakat, proses produksi dan reproduksi seseorang atau peristiwa digambarkan. Titik penting dari analisis konteks sosial ini adalah untuk menunjukkan bagaimana makna 35 36
Haryo Setyoko, op.cit., hlm. 40. (dari skripsi fadel Muhammad) Teun A. Van Dijk. Op.cit., hlm. 27.
dihayati bersama, kekuasaan sosial diproduksi lewat praktek disukursus dan legitimasi.
Tentang bagaimana makna dapat dipahami, maka kita harus
membahas tentang konteks berita. Konteks berita terdiri atas dua bagian. Pertama, konteks sosial. Konteks ini dapat dilihat dari bangunan “sistem
makna” yang hidup di tengah-tengah khalayak. Sistem makna sangat terkait
erat dengan kondisi sosial budaya masyarakat. Kedua, konteks situasional. Untuk melihat konteks situasional ini kita harus melihat kondisi terakhir yang terjadi dalam kehidupan sosial, budaya, dan politik yang menyertai peristiwa tersebut. 37
Menurut Van Dijk, terdapat dua hal yang penting dalam analisis
sosial, yaitu kekuasaan dan akses. Kekuasaan merupakan alat bagi salah
satu kelompok di masyarakat yang berfungsi untuk mengontrol kelompok yang lain. Biasanya kekuasaan ini muncul ketika suatu kelompok memiliki sumber-sumber yang bernilai, seperti status, uang, jabatan, atau yang lainnya. Kontrolnya pun disamping melalui kontrol secara fisik juga melalui persuasif tanpa paksaan atau dengan kesadaran.
Sedangkan pada masalah akses, kelompok elit sebagai pemilik
kekuasaan mempunyai kemampuan mengakses semua potensi-potensi
yang bertendensi untuk memenangkan wacana. Mereka mempunyai
kesempatan yang luas untuk mempengaruhi kesadaran masyarakat dan bahkan dapat menentukan tema atau topik untuk disebar kepada khalayak.
G. METODOLOGI PENELITIAN 1. Jenis Penelitian Berdasarkan tujuan dari penelitian ini, jenis dari penelitian ini
37
adalah penelitian analisis deskriptif. Penelitian analisis deskriptif
Ana Nadhya Abrar dan I Gusti Ngurah Putra dalam Haryo Setyoko, op.cit., hlm. 42.
menjelaskan (menganalisis) karakteristik dan fakta-fakta objek penelitian sehingga diperoleh hasil penelitian yang mampu menjelaskan objek
penelitian secara utuh menyeluruh. 2. Sifat Penelitian
Sifat penelitian ini adalah kualitatif. Penelitian kualitatif adalah
penelitian yang temuan-temuannya tidak diperoleh melalui bentuk hitungan, prosedur analisisnya pun non matematis, dengan hasil penelitian bersifat terbuka, tidak menggunakan hipotesis atau hipotesis dapat lahir
selama penelitian berlangsung, desain penelitian fleksibel, serta langkah
penelitian baru diketahui dengan matang dan jelas setelah penelitian usai. 38
3.Obyek Penelitian Obyek pada penelitian ini adalah artikel “Topik Kita” dalam majalah
NooR periode 2010 – 2011. Adapun judul artikel di setiap edisinya adalah sebagai berikut : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 38
NooR Edisi Bulan Januari 2010
Topik Kita : Lifestyle Busana Muslim : antara Ajaran dan Tradisi NooR Edisi Bulan April 2010
Topik Kita : Laki-Laki Imam Perempuan : Dogma Agama atau Doktrin Budaya... ?
NooR Edisi Bulan Mei 2010
Topik Kita : Eksistensi Sekolah Islam NooR Edisi Bulan Juli 2010
Topik Kita : Muslim Sejati Pelihara Bumi NooR Edisi Bulan September 2010
Topik Kita : Arti Penting ‘Kehadiran’ NooR Edisi Bulan Oktober 2010
Anselm Strauss dan Juliet Corbin, Dasar-Dasar Penelitian Kualitatif: Tata Langkah dan Teknik Teoritisasi Data, 2003, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, hal 4-5 dan Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian, Edisi Revisi V, 2002, Jakarta: Rineka Cipta, Jakarta, hal 4-5.
7. 8. 9.
Topik Kita : Negeriku Surgaku
NooR Edisi Bulan November 2010
Topik Kita : Zero to Hero : Raih Mimpi, Jalani yang Tak Anda Ingini NooR Edisi Bulan Desember 2010
Topik Kita : Perempuan Pengubah Dunia NooR Edisi Bulan Januari 2011
Topik Kita : Berbeda, Yes. Bertikai, No!
10. NooR Edisi Bulan Februari 2011
Topik Kita : Like Father Like Son
11. NooR Edisi Bulan Maret 2011
Topik Kita : Ironi Perempuan di Dunia Kerja
12. NooR Edisi Bulan April 2011
Topik Kita : Indahnya Menikah
13. NooR Edisi Bulan Mei 2011
Topik Kita : Ke Mana Arah Pendidikan Kita?
14. NooR Edisi Bulan Juni 2011
Topik Kita : Berbisnis dengan Konsep Iitsaar ala Rasulullah SAW
15. NooR Edisi Bulan Juli 2011
Topik Kita : Puasa dari Masa ke Masa
16. NooR Edisi Bulan Agustus 2011
Topik Kita : Memimpin dengan Nurani
17. NooR Edisi Bulan September – Oktober 2011
Topik Kita : Hartamu Surgamu, Tamakmu Nerakamu
18. NooR Edisi Bulan November – Desember 2011 Topik Kita : Mendidik Calon Ayah
Adapun yang akan menjadi bahan analisis dalam skripsi ini hanya
berita yang temanya sesuai dengan judul skripsi ini. 4. Metode Penelitian
Penelitian ini nantinya akan menggunakan pisau analisis wacana
(discourse analysis) dalam mengungkap struktur teks dalam berita pada
media cetak. Analisis wacana dipilih karena cocok untuk melihat frame atau
kerangka media terhadap suatu realitas sosial. Secara ringkas teori wacana mencoba menjelaskan terjadinya sebuah realitas seperti terbentuknya
sebuah kalimat atau pernyataan. Analisis wacana adalah telaah mengenai
aneka fungsi (pragmatik) bahasa (Sobur, 2001: 32). Analisis wacana lahir
dari kesadaran bahwa persoalan dalam komunikasi bukan terbatas pada
penggunaan kalimat, fungsi, ucapan, tapi juga mencakup struktur pesan yang lebih kompleks dan inheren.
Syamsudin mengemukakan bahwa ada lima ciri dan sifat analisis
wacana, yakni (Sobur, 2001: 49) :
Analisis wacana membahas kaidah memakai bahasa di dalam
masyarakat.
situasi.
Merupakan usaha memahami makna tuturan dalam konteks, teks, Pemahaman rangkaian tuturan melalui interpretasi semantik.
Berkaitan dengan pemahaman bahasa dalam tindak berbahasa.
Analisis wacana diarahkan pada masalah memakai bahasa secara fungsional.
Dalam domain ilmu komunikasi khususnya dalam analisis teks
media, analisis wacana adalah jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang
tak terjawab pada analisis isi (content analysis). Yang ditekankan di dalam metode penelitian ini adalah ingin menjawab aspek bagaimana atau How
sebuah media cetak yaitu majalah NooR mewacanakan wanita islam di
Indonesia lewat artikel-artikel dalam “Topik Utama”. Karena model analisis
yang dipakai adalah model analisis Van Dijk, maka kita perlu mengetahui
mengapa penelitian ini memilih menggunakan analisis wacana model Van Dijk bukan analisis wacana model lainnya.
Adapun yang melatarbelakangi alasan pemilihan analisis wacana
model Van Dijk ini adalah pemilihan model Van Dijk cocok dalam penelitian
ini karena model Van Dijk secara teknis lebih mengkhususkan diri untuk mengelaborasi elemen-elemen wacana pada pemberitaan di media massa
(khususnya media cetak) sehingga bisa didayagunakan dan dipakai secara praktis (Jensen dan Jankowski, 1999: 108). Model ini banyak dipakai
daripada model analisis wacana lainnya karena menawarkan elaborasi wacana pada tataran yang sangat detail. Tingkatan analisis yang
ditawarkan Van Dijk terdiri dari tingkat makro (aspek sosial psikologis
produksi berita) hingga tingkat mikro (aspek teks, bahkan penggunaan kata-kata dalam berita).
Model Van Dijk ini menganalisis dua ranah kognitif yakni cognitive
linguistics serta cognitive-evolutionary pshycology sehingga model yang
dipakai oleh Van Dijk ini sering disebut model kognisi sosial. Analisis kognisi sosial inilah yang membuat saya terdorong untuk memahami
bahwa teks bukan hanya rangkaian kata-kata yang tercetak pada kertas
atau media lainnya namun memiliki serentetan makna yang dapat dipertukarkan dalam realitas sosial sehari-hari. Dengan mempelajari
bahasa yang terangkai dalam teks dapat melihat fenomena sosial politik budaya yang tengah berlangsung dalam kehidupan. Intinya, dari statisnya teks yang ada dalam media cetak, bisa mengungkap sesuatu yang lebih substansial mengenai apa yang telah terjadi dan akan terjadi sebelum dan
sesudah teks tersebut diproduksi. Metode analisis wacana Van Dijk sangat cocok karena metode ini dapat menjembatani antara aspek mikro (teks) dan makro (konteks) melalui aspek psikologi (kognisi sosial). Penelitian ini
nantinya akan membedah tidak lebih dari pemaparan unsur How dan tidak
menyinggung usur Why sebab untuk membedah unsur Why diperlukan penelusuran atau investigasi yang lebih mendalam lagi. 5. Teknik Pengumpulan Data Kerangka analisis Van Dijk berimplikasi bahwa setiap jenjang
pengamatan mempunyai metode pengumpulan data masing-masing. JENJANG
METODE PENGUMPULAN DATA
Teks Menganalisis bagaimana strategi wacana
yang
diapakai
untuk
Critical linguistics (Struktur Wacana Teun A. Van Dijk)
menggambarkan peristiwa atau realitas tertentu.
Bagaimana strategi tekstual yang dipakai suatu
untuk
mengkonstruksi
kelompok,
gagasan,
peristiwa, atau realitas tertentu.
Dalam penelitian ini, menganalisis bagaimana strategi wacana dan
strategi tekstual yang digunakan NooR
majalah
dalam
mewacanakan wanita islam di Indonesia melalui artikel dalam “Topik Kita”.
Kognisi Sosial Menganalisis bagaimana kognisi
Wawancara mendalam
wartawan media majalah NooR dalam memahami realitas wanita
islam di Indonesia yang akan ditulis.
Analisis Sosial (Konteks) Menganalisis bagaimana wacana yang
berkembang
dalam
masyarakat, proses produksi dan reproduksi dari realitas wanita
Penelitian, Studi pustaka, Penelusuran sejarah
islam di Indonesia. 6. Teknik Penyajian Data Pada dasarnya hasil penelitian terdiri dari dua bagian, yaitu data
dan analisis. Data dan analisis dalam penelitian ini ada tiga macam, yaitu data berupa teks yang dikategori secara linguistik, data hasil wawancara,
dan data studi pustaka. Data linguistik disajikan dalam bentuk ekstrak berita, sedangkan data hasil wawancara dan hasil studi pustaka ditampilkan secara konstektual bersama analisis. 7. Teknik Analisis Data Inti dari analisis Van Dijk adalah menggabungkan ketiga elemen
yakni teks, kognisi sosial, dan konteks sosial ke dalam satu kesatuan analisis. Dalam dimensi teks yang diteliti adalah bagaimana struktur teks
dan strategi wacana yang dipakai untuk menegaskan suatu tema. Pada level
kognisi sosial dipelajari proses produksi teks berita yang melibatkan
kognisi individu dari wartawan. Sedangkan konteks sosial menganalisis bangunan wacana yang berkembang di dalam masyarakat atas suatu permasalahan.
Sebuah wacana dapat dipetakan ke dalam tingkatan dan dimensi
wacana dengan struktur dan strategi teks tertentu. Untuk menjelaskan hal
tersebut Van Dijk melihat dan membagi struktur wacana berita dan artikel ke dalam beberapa elemen. Ada lima elemen yang akan dianalisis dalam
penelitian ini untuk melihat wacana wanita islam di Indonesia dalam
artikel-artikel “Topik Kita” di majalah NooR. Kelima elemen tersebut adalah: tematik, skematik, semantik, sintaksis, dan retoris. Berikut ini
adalah penjabaran struktur wacana dan elemen-elemen wacana yang akan digunakan untuk menganalisis teks artikel “Topik Kita” dalam majalah NooR.
Struktur
Hal yang Diamati
Elemen
Unit
Wacana Struktur Makro
Super Struktur
Wacana Teks Tematik (Apa
dikatakan)
yang
Skematik
(Bagaimana
pendapat disusun Struktur
Mikro
dan dirangkai) Semantik
Topik / Tema
Teks
Skema
Teks
Latar
Paragraf
(Judul, Lead)
(Makna yang ingin Ilustrasi ditekankan dalam Detail teks)
Analisis
Kata
Maksud
Pengandaian Penalaran
Struktur Mikro Sintaksis
(Bagaimana makna
disampaikan) Struktur Mikro Stilistik
Nominalisasi Koherensi Abstraksi
Kata Ganti
Struktur Mikro Retoris
(Bagaimana
Leksikon
Pemilihan Kata) Gaya
dan Interaksi
dengan cara apa Ekspresi penekanan .
dilakukan)
Proposisi
Bentuk Kalimat
(Pilihan kata apa (Kata Kunci, yang dipakai)
Kalimat
Kata Kalimat
Proposisi
Metafora Grafis
1. Struktur Tematik, berkaitan dengan apa yang hendak dikatakan oleh wartawan majalah NooR dalam artikel “Topik Kita”. Elemen wacana
yang diamati terdiri dari topik atau tema yang merupakan ide umum
atau inti gagasan dari NooR yang ingin disampaikan pada khalayak
pembaca. Di sini tema mempunyai fungsi kontrol makna dimana ia merupakan indikator atas apa yang dikemukakan dalam teks. Tema merupakan hipotesis wartawan atas sebuah peristiwa atau realitas
(Sulhan, 2006: 33). Untuk melihat tema, maka kita harus membaca keseluruhan teks, sehingga kita bisa mengetahui informasi yang
disusun dalam kalimat-kalimat yang membentuk sebuah teks. Struktur tematik ini merangkum headline dan lead, yang disebut sebagai kesimpulan dari keseluruhan teks dalam artikel.
2. Struktur Skematik, berkaitan dengan bagaimana wacana diorganisir
ke dalam sebuah aturan atau konvensi kebahasaan tertentu. Dalam
elemen ini tidak hanya melihat bentuk interval teks saja melainkan
juga melihat bagaimana sebuah teks didistribusikan dalam halaman. Penempatan halaman ini menunjukkan penting dan tidaknya sebuah berita atau artikel.
Dalam level teks, skema sebuah berita menggambarkan
bagaimana alur bercerita wartawan, bagaimana dia mengawali dan
mengakhiri sebuah laporan atas suatu peristiwa, juga menempatkan summary dan conclusion, antara opening dan closing antara problem dan solution. Penelitian ini akan mencermati struktur teks yang
termuat dalam headline melalui dua teknik yaitu melihat sejauh mana pola 5W+1H yang diterapkan serta melihat pola dan gaya struktur
penulisan yang dilakukan oleh wartawan majalah NooR : apakah menggunakan pola penulisan induktif atau deduktif. Apabila wartawan
menggunakan pola induktif biasanya perhatian pembaca atas suatu kasus akan lebih tinggi, karena ia memaparkan masalah yang khusus
atau detail dahulu baru ke yang umum. Lain halnya dengan pola deduktif yang memaparkan masalah yang umum dahulu baru ke yang
khusus, kecenderungan fokus masalah tidak sampai bahkan dilupakan oleh pembaca. Kedua teknik ini akan dijadikan pedoman dalam melakukan analisis skematik.
3. Struktur Semantik, berkaitan dengan makna yang ingin ditekankan atau ditunjukkan oleh struktur teks dalam artikel “Topik Kita” di
majalah NooR. Sesuatu yang ingin disampaikan kepada khalayak sebagai praktek yang ingin dikomunikasikan sebagai suatu strategi. Makna
ini
muncul
dari
hubungan
antarkalimat,
hubungan
antarproposisi dalam suatu bangunan teks. Elemen yang hendak diamati adalah :
a. Latar, yaitu bagian artikel yang dapat mempengaruhi arti kata
(semantik) yang diinginkan. Dengan mengungkapkan latar yang ingin
dipilih, maka akan dapat ditentukan ke arah mana pandangan khalayak dibawa. Latar dengan kata lain sebagai sudut pandang yang dijadikan alasan pembenar dan pendukung pendapat yang diajukan dalam artikel “Topik Kita” di majalah NooR.
b. Detail, yaitu elemen wacana yang berhubungan dengan kontrol informasi yang ditampilkan oleh komunikator (wartawan) dalam artikel “Topik Kita” di majalah NooR.
c. Maksud, yaitu elemen wacana yang mencoba untuk melihat apakah artikel “Topik Kita” di majalah NooR disampaikan secara eksplisit atau tidak.
d. Pengandaian, yaitu elemen wacana yang mengandung pernyataan yang digunakan untuk mendukung makna teks dalam artikel dengan cara memberikan premis yang dipercaya kebenarannya.
e. Nominalisasi, yaitu berhubungan dengan pertanyaan apakah
komunikator memandang objek sebagai sesuatu yang tunggal, berdiri sendiri atau sebagai suatu kelompok. Nominalisasi ini bertendensi untuk memberikan sugesti kepada khalayak adanya generalisasi.
4. Struktur
Sintaksis,
berkaitan
dengan
disampaikan. Elemen yang diamati adalah :
bagaimana
pendapat
a. Koherensi, yaitu pertalian atau jalinan antar kata, proposisi, atau
kalimat. Dengan kata lain koherensi mencoba menghubungkan dua buah kata, kalimat atau proposisi yang menggambarkan fakta yang
berbeda. Koherensi terdiri dari koherensi sebab akibat, koherensi
penjelas,
generalisasi–spesifikasi,
pengingkaran.
koherensi
pembeda,
dan
b. Bentuk Kalimat, yaitu segi sintaksis yang berhubungan dengan cara berpikir logis, yaitu prinsip kausalitas atau sebab akibat yang
menentukan makna yang dibentuk oleh susunan kalimat. Terdapat unsur subjek dan unsur predikat dalam setiap kalimat. Bentuk kalimat ini menentukan apakah subjek diekspresikan secara eksplisit atau secara implisit di dalam teks berita atau artikel.
c. Kata Ganti, yaitu elemen untuk memanipulasi bahasa dengan
menciptakan suatu komunitas imajinatif. Sehingga elemen ini
bertendensi untuk menunjukkan dimana posisi pihak yang terlibat dalam wacana.
5. Struktur Stilistik, berkaitan dengan pilihan kata yang dipakai dalam teks berita atau artikel. Suatu teks menggunakan kata-kata tertentu
untuk mereproduksi suatu wacana dalam masyarakat. Elemen yang diamati adalah :
a. Kata Kunci, yaitu kata-kata yang sering digunakan untuk mengungkapkan pendapat, menegaskan tema dan menunjukkan sisi ideologis kepada khalayak pembaca.
b. Leksikon, yaitu elemen yang berhubungan dengan strategi untuk
memaknai peristiwa tertentu dengan menamai obyek dan peristiwa
dengan kata-kata tertentu. Elemen ini dengan kata lain berhubungan dengan aspek pemilihan kata dalam penyusunan suatu artikel atau berita.
6. Struktur Retoris, berkaitan dengan bagaimana cara menyampaikan pendapat dalam teks berita atau artikel. Elemen yang diamati adalah :
a. Gaya, yaitu berhubungan dengan teknik yang dipakai untuk menekankan arti tertentu dalam teks berita atau artikel.
b. Interaksi, yaitu berhubungan dengan bagaimana redaksi majalah
NooR menempatkan dirinya atau memposisikan dirinya dalam artikel dan feature majalah NooR.
c. Ekspresi, yaitu merupakan elemen untuk memeriksa apa yang
ditekankan atau ditonjolkan (sesuatu yang dianggap penting) oleh seseorang di dalam teks. Misalnya, melalui suara, intonasi, pada katakata tertentu, bentuk dan ukuran huruf, tebal tipisnya, dan lain-lain.
d. Metafora, yaitu kiasan atau ungkapan yang tidak hanya berfungsi memperindah tetapi juga dimaksudkan sebagai ornamen atau bumbu dari suatu teks dalam berita dan artikel. Hal ini bertendensi sebagai
landasan berpikir, alasan pembenar atas pendapat atau gagasan tertentu kepada publik. e. Grafis,
berkaitan
dengan
bagaimana
menunjukkan
atau
menonjolkan makna tertentu pada tulisan dengan menggunakan grafis.