1
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
Persaingan di bidang pelayanan kesehatan saat ini makin tinggi seiring dengan munculnya banyak institusi-institusi pelayanan kesehatan dari tingkat manajemen yang bersifat tradisional hingga modern, baik itu milik pemerintah maupun swasta. Kondisi tersebut ditemukan hampir di setiap daerah di Indonesia ditandai dengan semakin banyak berdirinya rumah sakit swasta, klinik kesehatan, praktek dokter bersama, klinik keperawatan mandiri dan klinik pengobatan alternatif (website Komunikasi Dokter Pasien edisi 13 April 2010). Usaha pelayanan jasa yang dilaksanakan oleh pelaku industri jasa bervariasi dari jenis produk, harga, tempat, tenaga operasional dan promosinya. Jika dilihat dari sisi strategi pemasaran, rumah sakit swasta maupun pemerintah nampaknya harus memiliki keunggulan pelayanan sehingga mampu mempertahankan diri di kancah persaingan industri kesehatan atau semaksimal mungkin mampu memenangkan persaingan tersebut. Contohnya Mayo Clinic yang menerapkan layanan satu bayar pada pasiennya. Adanya usaha-usaha pemasaran yang gencar dilakukan oleh pihak rumah sakit menghapuskan stigma bahwa rumah sakit adalah institusi yang kurang memperhatikan kegiatan pemasaran. Menurut Djojosugito (2001), industri rumah sakit sebagai institusi sosial murni yang berdasarkan falsafah philanthropy mungkin sedang mengalami fase penurunan. Namun industri rumah sakit sebagai institusi sosial ekonomis (bahkan sebagai institusi bisnis) sedang berada dalam fase pertumbuhan. Oleh karena itu rumah sakit diharapkan dapat bertahan hidup dan menjaga kesehatan organisasi dengan mengupayakan setidak-tidaknya tercapai impas biaya (cost recovery) bahkan diharapkan ada keuntungan yang diperoleh oleh rumah sakit. Untuk mendukung segala upaya rumah sakit tersebut harus memiliki brand yang kuat. Rumah sakit harus dapat menjaga loyalitas pelanggan sehingga terbentuk brand loyalty sebagai faktor pembeda jasa rumah sakit dari penawaran kompetitif, sehingga rumah sakit tidak kalah dalam persaingan. (Hartono, 2010)
2
Jika kondisi sebaliknya terjadi pada sebuah rumah sakit dimana berbagai upaya meningkatkan loyalitas pelanggan sudah dilakukan namun perubahan yang diharapkan tetap tidak terjadi, maka harus dilakukan analisis terhadap masalah yang terjadi. Strategi pemasaran akan menuntun rumah sakit tersebut untuk melakukan analisis brand sehingga ditemukan akar masalahnya. Brand yang melekat pada sebuah rumah sakit tidak hanya muncul pada tampilan fisik seperti penampilan rumah sakit, logo dan motto, tetapi justru pada setiap tahap layanan kepada pelanggan meliputi kemampuan dokter, pelayanan perawat, fasilitas medis dan komunikasi sehingga memunculkan persepsi pelanggan terhadap brand rumah sakit itu sendiri. Jika masalahnya terletak pada brand yang melekat pada rumah sakit maka manajerial rumah sakit harus segera merepositioning brandnya melalui strategi-strategi brand (Hartono, 2010). Kondisi ini terjadi pula di RSUD Badung, Kabupaten Badung, Provinsi Bali. RSUD Badung adalah sebuah rumah sakit milik pemerintah kabupaten Badung yang berdiri pada tahun 2002. Idealnya sebuah rumah sakit milik Pemkab dengan PAD terbesar kedua di Indonesia seharusnya sudah menjadi rumah sakit yang representatif (Giri Prasta, 2011). Memiliki cakupan wilayah yang luasnya 420,09 km2dengan jumlah
populasi penduduk 543.332 jiwa dan kepadatan
2
penduduk 1.293,37/km . Persaingan dengan rumah sakit swasta yang letaknya berdekatan dengan RSUD Badung mendorong manajerial untuk melakukan upaya-upaya “sapi ungu” yaitu melakukan aktivitas-aktivitas yang berbeda, yang unik dan menarik pelanggan sehingga menjadikan RSUD Badung berbeda dengan rumah sakit lain. Gambaran umum rumah sakit pesaing adalah RSUD Tabanan yang terletak sekitar 10 km dari RSUD Badung dengan kapasitas tempat tidur 200 buah meliputi VVIP dan bangsal dengan BOR 88, 83%, mampu menjaring masyarakat dari Badung barat yang lokasinya lebih dekat. Demikian juga dari sisi Badung timur terdapat RSUD Wangaya dengan kapasitas 200 tempat tidur mencakup VVIP dan bangsal dengan BOR 79,9%. Dari sisi selatan terdapat lebih banyak rumah sakit swasta yang berbatasan dengan kabupaten Badung dan jarak tempuhnyapun tidak jauh. Rumah sakit tersebut diantaranya RS Bali Med, RS
3
Surya Husada, RS Manuaba dan BIMC. Sementara data di RSUD Badung pada tahun 2012 terdapat hanya 118 buah tempat tidur dengan BOR 97, 97% yang meliputi kelas I20 buah tempat tidur, kelas II29 buah tempat tidur, kelas III 53 buah tempat tidur, kelas VIP 9 buah tempat tidur, ruang isolasi2 buah tempat tidur dan NICU 5 buah tempat tidur. Dari data BOR tersebut angka 97,97% melampaui angka BOR ideal yaitu 85% sehingga nilai tersebut tidak sesuai dengan standar pelayanan minimal RSUD Badung. Dengan kata lain dapat menyebabkan penurunan mutu pelayanan. Data kunjungan pelanggan dalam lima tahun terakhir menunjukkan trend yang meningkat. Gambaran kunjungan pasien ditampilkan dalam grafik berikut:
Grafik 1. Kunjungan Pasien Lama dan Pasien Baru di RSUD Badung Tahun 2008 – Tahun 2012
66616
62347 55739
49656 40910
19821
thn 2008
38471
33803
36762
20935
thn 2009
thn 2010 pasien baru
thn 2011
thn 2012
pasien lama
Sumber: Laporan Tahunan RSUD Badung Tahun 2008 – Tahun 2012
Trend kunjungan pasien yang meningkat dari tahun 2008 hingga tahun 2012 didominasi oleh beberapa unit kerja diantaranya yang tertinggi tingkat kunjungannya adalah Instalasi Gawat Darurat, Poliklinik Bedah dan Poliklinik Penyakit Dalam.
4
Tabel 1. Unit Kunjungan Pasien Tertinggi di RSUD Badung Tahun 2008 - Tahun 2012 Jumlah kunjungan tahun No.
Nama unit
2008
2009
2010
2011
2012
1.
IRD
14.104
13.531
20.088
17.353
22.397
2.
Pol. Bedah
6.353
6.581
12.732
13.867
13.677
3.
Laboratorium
16.676
16.236
30.058
23.348
27.307
Sumber: Sub Bagian Pelaporan Unit Kerja Rekam Medis RSUD Badung
Faktor –faktor yang mempengaruhi fluktuasi tingkat kunjungan pasien tersebut diantaranya dilaksanakannya program Jaminan Kesehatan Bali Mandara (JKBM), Jampersal, Askes, program pemeriksaan kesehatan CPNS dan program pemeriksaan kesehatan calon haji. Berikut gambaran kunjungan pasien dengan pembiayaan sendiri yang memanfaatkan fasilitas rawat inap dan rawat jalan:
Tabel 2. Kunjungan Pasien Umum Rawat Inap dan Rawat Jalan di RSUD Badung Tahun 2008 – Tahun 2012 No.
Kelas
Thn. 2010
Thn. 2011
Thn.2012
1.
VIP
144
275
171
2.
1
501
470
319
3.
2
392
760
192
4.
Rawat jalan
1098
1756
987
Sumber: Sub Bagian Sistem Informasi Manajemen RSUD Badung
Data terakhir pada tahun 2012 pasien yang menggunakan pelayanan kesehatan di RSUD Badung 80% adalah pasien dengan menggunakan jaminan kesehatan (JKBM), dan 20% pasien dengan pembiayaan sendiri. Tabel berikut menggambarkan perbandingan pasien dengan JKBM dan pasien umum (pembiayaan sendiri).
5
Grafik 2. Kunjungan Pasien Berdasarkan Jenis Pembiayaan di RSUD Badung Tahun 2008 – Tahun 2012 49656
33803 19821
20935 18471
13210
thn 2008
12347
thn 2009
thn 2010
pasien umum
36762
15739
16616
thn 2011
thn 2012
pasien JKBM
Sumber: Laporan Tahunan RSUD Badung Tahun 2008-Tahun 2012
Seiring perkembangan trend tersebut angka pengaduan pelanggan dari tahun ke tahun juga meningkat, keluhan- keluhan tersebut disampaikan melalui laporan pagi yang diadakan rutin 3 kali seminggu, keluhan pelanggan berupa laporan langsung ke manajemen, melalui telepon, surat pembaca di media massa, dan melalui kotak saran yang disediakan di tiap ruangan perawatan. Keluhankeluhan tersebut diantaranya waktu tunggu pasien yang lama, sikap petugas yang kurang ramah, obat-obatan yang tidak tersedia, kebersihan ruangan, jauhnya jarak ruangan satu dan ruang lainnya, lamanya pemeriksaan laboratorium, lahan parkir yang kurang memadai dan sulitnya akses komunikasi ke RSUD Badung. Untuk menanggapi berbagai keluhan tersebut manajerial sudah melakukan berbagai upaya intervensi seperti menerapkan absen sidik jari, sosialisasi melalui media massa, pelatihan pelayanan prima, menggunakan jasa cleaning service outsourcing, menyediakan sarana website yang dapat dikunjungi masyarakat. Namun usaha tersebut belum menampakkan hasil yang maksimal. Dengan adanya dukungan dana dari Pemkab Badung senilai 600 miliar yang akan digelontorkan bertahap sampai tahun 2015, diharapkan RSUD Badung mampu menjadi sebuah rumah sakit yang representatif dan diharapkan bisa menjadi ikon di tingkat
6
nasional, demikian disampaikan oleh Bupati Badung saat mendeklarasikan perubahan nama RSUD Badung menjadi RSUD Mangusadha, namun hingga kini Perda mengenai perubahan tersebut belum ada. Logo RSUD Badung yang berbentuk lambang Saka Bakti Husada dan padi kapas juga sudah dipergunakan di setiap keperluan administrasi. Slogan “We Love We Care” sudah tertuang pada pin yang wajib digunakan seluruh karyawan setiap meberikan pelayanan. Perubahan nama, pembuatan logo dan slogan tersebut diharapkan mampu mengubah stigma negatif yang mempengaruhi citra dari RSUD Badung dimana era tahun 2002 hingga tahun 2010 RSUD Badung dikatakan rumah sakit yang sakit dan ada juga yang menyatakan rumah sakit yang pasti karam jika tidak segera membenahi diri. Hal ini tertuang dalam opini masyarakat yang diterbitkan dalam media cetak lokal Bali Pos. Ditinjau dari sisi karyawan rumah sakit selaku pelanggan internal RSUD Badung memiliki staf fungsional sebanyak 439 orang, staf struktural sebanyak 232 orang, 197 diantaranya adalah karyawan kontrak. Karyawan nampaknya masih belum menyadari berbagai keluhan terkait kualitas jasa yang diberikan dan belum melihat pentingnya penyampaian brand RSUD Badung yang sudah melakukan berbagai perubahan untuk membenahi diri di berbagai bidang. Mereka belum memahami pentingnya brand rumah sakit agar lebih dikenal dan diposisikan dengan benar sesuai dengan renstra RSUD Badung. Pemahaman tentang brand rumah sakit oleh karyawan adalah langkah awal pemahaman brand kepada pasien dan pengunjung RSUD Badung. Selain itu keluhan pelanggan terhadap kompetensi dokter, keramahan perawat, fasilitas medis, kebersihan rumah sakit, penyampaian informasi dan stigma negatif tentang kualitas pelayanan serta tuntutan Pemkab Badung agar menjadi rumah sakit yang representatif membuat pihak manajerial harus memilih strategi yang tepat dalam upaya memperbaiki citra yang telanjur melekat pada RSUD Badung dan mengubah posisi rumah sakit yang sakit menjadi rumah sakit yang representatif melalui upaya-upaya branding dan positioning rumah sakit. Dalam hal ini positioning adalah bagaimana rumah sakit memiliki kesan di benak pelanggannya, sehingga pelanggan memiliki loyalty kepada rumah sakit dalam memanfaatkan
7
pelayanan kesehatan. Untuk melaksanakan strategi tersebut RSUD Badung idealnya memiliki data terlebih dulu tentang bagaimana persepsi pelanggan internal dalam hal ini karyawan, dan pasien yang memanfaatkan fasilitas rumah sakit sebagai pelanggan eksternal yang bisa diperoleh melalui sebuah survei. Untuk itulah peneliti tertarik melaksanakan penelitian ini sehingga bisa menjadi langkah awal bagi RSUD Badung membangun brand yang kuat sehingga memiliki positioning yang tepat bagi pelanggan eksternal dan internal.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan pada paparan masalah yang telah disebutkan di atas maka rumusan masalah penelitian adalah bagaimana persepsi pelanggan dalam pengembangan strategi brand positioning di RSUD Badung?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum penelitian ini adalah menjelaskan persepsi pelanggan dalam pengembangan strategi brand positioning di RSUD Badung 2. Tujuan khusus penelitian ini adalah: a. Menilai positioning RSUD Badung berdasarkan persepsi pelanggan internal terhadap brand rumah sakit. b. Menilai positioning RSUD Badung berdasarkan persepsi pelanggan eksternal terhadap brand rumah sakit. c. Memberi usulan kepada stakeholder rumah sakit tentang strategi brand positioning RSUD Badung.
D. Manfaat Penelitian Memberi data awal kepada pihak manajerial RSUD Badung sebagai masukan tentang persepsi pelanggan dalam pengembangan strategi brand positioning di RSUD Badung.
8
E. Keaslian Penelitian
Nama peneliti Lindasari Santosa
Judul penelitian Evaluasi Brand Positioning dan Pengembangan Brand Strategy RSKB JatiwinangunPurwokerto Sebagai Rumah Sakit Khusus Bedah Tahun 2011
Gambaran penelitian Tujuan: -Membuat brand srategy RSKB Jatiwinangun Purwokerto sebagai rumah sakit khusus bedah. Lokasi: -RSKB Jatiwinangun Purwokerto. Rancangan: -studi kasus deskriptif Subyek penelitian: -pasien rawat inap,rawat jalan -pengunjung -karyawan RSKB Jatiwinangun Purwokerto Pengumpulan data: -Kuisioner terstruktur dengan jawaban tertutup. -Kelompok diskusi terarah
Ida Ayu Rahajeng Citra Rumah Sakit Bali Med Tujuan: Poerdiana Diwangkara Denpasar Tahun 2009 -mengidentifikasi persepsi pasien dan pengunjung terhadap citra RS Bali Med Denpasar -mengidentifikasi pengaruh karakteristik demografi responden terhadap persepsi atas citra RS Bali Med Denpasar Lokasi: -RS Bali Med Denpasar Rancangan: cross-sectional survei Subyek penelitian: - masyarakat umum yang pernah berobat ke RS Bali Med Denpasar. - masyarakat yg pernah berkunjung tapi belum pernah berobat di RS Bali Med Denpasar. Pengumpulan data: Kuisioner tertutup
9
Evelina Yuliani
The Influence Of Brand Equity On Customer Relationship Management (CRM) Performance: Hospital Reputation As An Intervening Variable Tahun 2011
Tujuan: -mengetahui pengaruh reputasi rumah sakit terhadap brand equity dan CRM (costumer relationship management) Lokasi: RSIA Sarila Husada Rancangan: Cross sectional Subyek penelitian: Pasien rawat inap di RSIA Sarila Husada Pengumpulan data: Kuisioner tertutup.