BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Daya saing merupakan indikator untuk dapat bersaing dengan negaranegara lain di dunia pada era globalisasi. Daya saing akan lahir dari sumber daya manusia yang memiliki keunggulan. Sudah selayaknya negara menyiapkan sumber daya manusia secara progresif dengan melakukan pembenahan sumber daya manusia dalam bidang pendidikan. Pendidikan memiliki kedudukan sebagai salah satu instrumen utama dan penting dalam meningkatkan segenap potensi anak menjadi sosok kekuatan sumber daya manusia (human resource) yang berkualitas bagi bangsa. Pendidikan tidak dapat terlepas dari proses kegiatan pendidikan itu sendiri. kegiatan pendidikan merupkan kegiatan memahami makna atas realitas yang dipelajari. Kegiatan tersebut menuntut sikap kritis (critical attitude ) dari para pelaku yaitu peserta didik dan pendidik. Dengan bantuan pembimbingan dan pendampingan oleh pendidik, peserta didik dituntut secara aktif dan kreatif memahami makna dari realitas dunia untuk perbaikan kehidupannya. Ada tiga unsur dasar di dalam proses pendidikan, yaitu: pendidik, subjek didik, dan realitas dunia (Rohman, 2011). Pendidik
memiliki
peran
strategis
dalam
keberhasilan
proses
pembelajaran. Pendidik menurut Tirtarahardja dan Sulo (2011) adalah orang yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan pendidikan dengan sasaran peserta didik, dan peserta ialah individu yang membutuhkan bimbingan individual dan perlakuan manusiawi (hlm. 105). Pendidik dan peserta didik adalah subjek yang sadar (cognitive) sedangkan realitas dunia adalah objek yang tersadari atau disadari (cognizable). Tujuan pembelajaran yang telah direncanakan dapat tercapai melalui kesadaran dari peserta didik untuk terlibat secara penuh dalam memahami realitas dunia, tidak hanya sekedar mengumpulkan pengetahuan dan menghafalkannya.
1
2
Seorang pendidik bertugas memberikan stimulus kepada siswa sehingga lebih aktif berbuat. Selain bertanggung jawab mengoptimalkan keaktifan siswa, pendidik juga bertanggung jawab atas tercapainya prestasi belajar siswa yang optimal. Untuk mengetahui keberhasilan proses belajar mengajar, dapat diketahui dari prestasi yang dicapai siswa setelah melakukan usaha belajar. Kemampuan dan kualitas belajar seseorang dapat diketahui dengan memperhatikan prestasi belajar yang dimiliki pada dirinya. Tinggi rendahnya prestasi belajar akan memberikan sumbangan kesuksesan masa depan siswa. Pendidik harus memahami tujuan pendidikan untuk mengetahui perannya dengan baik. Tujuan pendidikan juga tertuang dalam bab II pasal 3 UndangUndang RI Nomor 20 tahun 2003, mengenai sistem Pendidikan Nasional yang antara lain berbunyi: Pendidikan nasional berupaya mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, dan bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME, berakhlak mulia, sehat,berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. (hlm. 5 ) Rohman (2011) berpendapat bahwa, “Fungsi tujuan pendidikan adalah mengarahkan, memberikan orientasi, dan memberikan pedoman kearah mana pendidikan diselenggarakan sebaik-baiknya” (hlm. 102). Pendidikan menjadi wahana untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Berhasil tidaknya pendidikan di negeri ini menjadi tanggung jawab kita semua. Lembaga pendidikan formal atau sekolah menjadi tumpuan utama dalam mencetak lulusan yang memiliki kualitas dan daya saing yang tinggi, namun hal tersebut dirasa masih jauh dari perkembangan pendidikan Indonesia. Masih banyak ditemukan kurangnya mutu dari proses pendidikan itu sendiri, sehingga berakibat pada output siswa. Hal tersebut sebagaimana dibuktikan dengan hasil survey Programme for International Study Assesment (PISA) 2012, yang menempatkan Indonesia sebagai salah satu negara dengan peringkat terendah dalam pencapian mutu pendidikan dalam 12 tahun terakir.
3
Mutu pendidikan Indonesia yang rendah disebabkan oleh rendahnya mutu proses pembelajaran yang terdiri dari dua faktor, faktor internal dan eksternal. Faktor internal berupa guru dan siswa, sedangkan faktor eksternal yaitu faktor di luar guru dan siswa, seperti lingkungan dan fasilitas belajar mengajar. Proses belajar
mengajar
akan
berhasil
apabila
kedua
faktor
tersebut
dapat
dikoordinasikan dengan baik. Proses belajar mengajar yang baik menuntut siswa lebih aktif sehingga proses belajar mengajar harus mencerminkan komunikasi dua arah, tidak semata-mata merupakan pemberian informasi searah dari guru. Siswa merupakan pusat dalam kegiatan belajar mengajar maka siswa perlu dibimbing untuk memecahkan masalah, mengajarkan siswa berpikir dan memahami materi. Melalui cara tersebut diharapkan siswa dapat membangun potensi diri melalui keterlibatan secara aktif selama proses belajar mengajar. Pembelajaran sejarah sebagai salah satu mata pelajaran yang diajarkan di sekolah masih memiliki mutu pembelajaran yang rendah. Menurut Isjoni (2007) “pelajaran sejarah adalah mata pelajaran yang menanamkan pengetahuan dan nilai-nilai mengenai proses perubahan dan perkembangan masyarakat Indonesia dan dunia pada masa lampau hingga kini” (hlm 71). Sedangkan Wang Gungwu dalam Sardiman (2004) menegaskan sejarah sangat terkait dengan dimensi moral, seorang yang belajar sejarah akan terlatih berpikir kritis, berpikir sebab dan akibat (kausalitas). Pembelajaran sejarah mampu menambah wawasan siswa mengenai peradaban bangsa-bangsa di seluruh dunia, pola pikir masyarakat pada zaman dahulu, perjuangan para pahlawan, sehingga akhirnya dapat mengetahui hal-hal mana saja yang perlu dicontoh dan diteladani dalam usaha untuk bergerak ke depan menuju perbaikan. Dari semua pernyataan di atas menunjukkan bahwa sejarah merupakan hal yang penting untuk memahami masa lampau sebagai landasan bagi tumbuhnya pengertian atau pemahaman akan masa kini yang sekaligus menjadi pijakan dalam menghadapi masa yang akan datang. Pentingnya pembelajaran sejarah ini ternyata tidak diiringi dengan kualitas pelaksanaan pembelajaran sejarah di sekolah-sekolah. Djamarah menyebutkan pembelajaran
4
sejarah di sekolah-sekolah dinilai masih sangat monoton dan membosankan (2002). Berdasarkan pengamatan dan wawancara pada tanggal 12-15 September 2014 dengan guru sejarah yaitu Dra. Niken Siswanti, M.Pd dan siswa kelas X IIS 3 yang telah dilakukan peneliti ketika mengikuti Program Pengalaman Lapangan periode September-November 2014 di SMA Negeri 7 Surakarta, pembelajaran sejarah di sekolah yang dinilai monoton dan membosankan juga ditemukan. Dalam observasi awal tersebut diperoleh hasil bahwa: 1) pembelajaran masih bersifat konvensional, pembelajaran didominasi oleh guru yang berceramah, 2) Walaupun sudah diberlakukan diskusi kelompok dan presentasi namun tidak mampu menarik minat siswa atau siswa kurang antusias, 3) Guru terkesan kurang maksimal dalam menyampaikan materi, hal ini dibuktikan dengan sedikitnya pemaparan dan penjelasan materi yang diajarkan karena hanya terpaku pada buku pelajaran dari sekolah, 4) guru kurang memanfatkan model dan media pembelajaran sehingga kurang menarik. Selain gaya mengajar guru yang monoton (tidak ada variasi mengajar), meskipun sebenarnya bisa dilakukan dengan metode dan media lainnya mengingat media pembelajaran sudah tersedia lengkap di dalam kelas seperti TV, dan LCD. Keterbatasan yang ada dari penggunaan metode ceramah disikapi guru dengan
memberikan penjelasan yang berulang-ulang,
sehingga penggunaan waktu untuk penjelasan tersebut relatif lebih lama dan akibatnya waktu belajar efektif bagi siswa kurang. Banyaknya materi yang harus dikuasi menjadikan siswa jenuh serta cenderung pasif dan memunculkan anggapan bahwa pelajaran sejarah mengutamakan hafalan. (wawancara dengan guru mata pelajaran sejarah, Dra. Niken Siswanti, M.Pd) Dalam observasi kedua selama tanggal 21-25 Agustus 2015 berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara dengan guru sejarah Angga Pramudya,S.Pd dan siswa kelas XI IIS 3 SMA Negeri 7 Surakarta, peneliti menemukan masalah kurangnya keaktifan dan prestasi belajar sejarah siswa kelas XI IIS 3 SMA Negeri 7. Kurangnya keaktifan dan prestasi belajar sejarah ini diperlihatkan antara lain dari sifat peserta didik yang:
5
1. Kurang memperhatikan guru saat memberikan pelajaran, mereka kebanyakan justru tidur, bermain laptop, asyik mengobrol dengan temannya, bahkan ada yang belajar selain mata pelajaran sejarah. 2. Kurang disiplin, hal ini dapat dilihat ketika pergantian jam pelajaran banyak peserta didik yang masih berada diluar kelas dengan berbagai alasan (sholat, makan, kegiatan OSIS, kegiatan ekskul) sehingga kelas baru lengkap kurang lebih 20 menit setelah bel berbunyi. Peserta didik juga sering menunda-nunda tugas terutama tugas rumah sehingga pada waktu deadline mengumpulkan, mereka belum selesai mengerjakan. 3. Kurang antusias ketika guru melaksanakan sesi diskusi dan tanya jawab, peserta didik tetap melaksanakan instruksi guru tetapi cenderung pasif dan tidak mengeluarkan pendapat jika tidak mendapat intruksi dari guru. 4. Kurangnya prestasi belajar sejarah siswa, hal ini dibuktikan dengan hasil nilai ulangan harian kelas XI IIS 3 pada tanggal 19 Agustus 2015. Hasil nilai ulangan harian tersebut menunjukkan bahwa dari 31 siswa hanya 13 atau 41,90 % siswa yang lulus KKM (KKM nilai sejarah SMA N 7 Surakarta tahun ajaran 2015 / 2016 adalah 80 ) dengan rata-rata 62,33. (wawancara Peneliti dengan guru mata pelajaran sejarah, Angga Pramudya,S.Pd) Perkembangan
kehidupan
juga
berpengaruh
terhadap
dinamika
pendidikan, yang semakin lama semakin berkembang dan beradaptasi dengan gerak perkembangan yang dinamis (Hamid, 2012). Setiap zaman selalu ada perubahan yang mengarah pada kemajuan pendidikan yang semakin baik, di samping itu dunia pendidikan juga memerlukan berbagai inovasi. Guru dituntut untuk memiliki kemampuan khusus yang berhubungan dengan perkembangan dan kemajuan peserta didiknya. Untuk dapat mencapai tujuan pembelajaran diharapkan guru pandai memilih model pembelajaran yang mampu menarik dan menumbuhkan minat siswa terhadap mata pelajaran yang di ajarkan.
6
Peningkatan kualitas pembelajaran dapat dilakukan melalui pemilihan model pembelajaran yang tepat, salah satunya model Cooperative Learning atau Pembelajaran Kooperatif. Pada dasarnya Cooperative Learning adalah konsep yang meliputi semua jenis kerja kelompok termasuk bentuk kelompok yang lebih dipimpin oleh guru atau diarahkan oleh guru. Secara umum pembelajaran Cooperative Learning lebih diarahkan oleh guru, dimulai dari menetapkan tugas dan pertanyaan-pertanyaan hingga menyediakan bahan-bahan dan informasi. Cooperative Learning tidak sama dengan sekedar belajar dalam kelompok. Ada unsur-unsur dasar Cooperative Learning yang membedakan dengan pembagian kelompok yang dilakukan asal-asalan. Berkaitan dengan model pembelajaran Cooperative Learning Warsono, Hariyanto (2013) menyatakan: Pembelajaran Cooperative Learning terkadang disebut juga kelompok pembelajaran (group learning), yang merupakan istilah generik bagi bermacam prosedur instruksional yang melibatkan kelompok kecil yang interaktif. Siswa bekerja sama untuk menyelesaikan suatu tugas akademik dalam suatu kelompok kecil untuk saling membantu dan belajar bersama dalm kelompok mereka serta dengan kelompok lain (hlm. 161). Pelaksanaan prosedur model Cooperative Learning dengan benar akan memungkinkan guru mengelola kelas lebih efektif. Model pembelajaran Cooperative Learning dikembangkan untuk mencapai hasil belajar berupa prestasi akademik, toleransi, menerima keragaman, dan pengembangan ketrampilan sosial. Dalam Cooperative Learning
terdapat beberapa strategi, salah satunya yaitu
strategi index card match. Suprijono, menjelaskan strategi ini digunakan untuk mengulangi materi yang telah diberikan sebelumnya, namun materi barupun tetap bisa diajarkan dengan strategi ini. Penerapan strategi index card match dimulai dengan mencari pasangan dengan mencocokkan kartu yang berisi soal dan jawaban kemudian mendikusikannya (2013). Berdasarkan temuan masih rendahnya antusias dari siswa dalam pembelajaran sejarah di SMA Negeri 7 Surakarta ketika pelajaran sedang berlangsung, peneliti akan melakukan penelitian tindakan yang dilakukan bersama guru di kelas. Penelitian ini menitikberatkan pada usaha merangsang aktivitas
7
siswa dalam berdiskusi melalui permainan mencari pasangan, diharapkan membantu siswa untuk memahami dan menguasai materi dalam pembelajaran sejarah. Berdasarkan uraian diatas maka peneliti memberikan judul penelitian tindakan kelas ini “Penerapan Model Pembelajaran Cooperative Learning Dengan Strategi Index Card Match Untuk Meningkatkan Keaktifan Dan Prestasi Belajar Sejarah Siswa Kelas XI-IIS 3 SMA Negeri 7 Surakarta Tahun Ajaran 2015/2016”
B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah sebagaimana diuraikan di atas, dapat diindentifikasi masalah-masalah yang muncul sehubungan dengan pembelajaran sejarah antara lain sebagai berikut : 1.
Apakah keaktifan dan prestasi belajar sejarah siswa yang kurang maksimal dipengaruhi oleh kurangnya pengetahuan guru tentang model pembelajaran ?
2.
Mengapa masih banyak siswa yang tidak berani bertanya dan berinteraksi dengan guru saat pembelajaran ?
3.
Apakah
kurangnya
motivasi
siswa
dalam
mengikuti
pembelajaran
dipengaruhi oleh sumber belajar yang dimiliki peserta didik masih belum memadai, dan bersifat statis dari waktu ke waktu ? 4.
Apakah minat baca siswa yang sangat rendah dipengaruhi oleh materi sejarah yang relatif panjang dan banyak hafalan ?
5.
Mengapa prestasi belajar siswa masih rendah ditandai dengan banyak siswa yang tidak tuntas dalam KKM (kriteria ketuntasan minimal) ?
6.
Bagaimana guru menyikapi rendahnya prestasi belajar sejarah siswa yang masih rendah ?
8
C. Pembatasan Masalah Agar penelitian ini lebih terarah, maka perlu dibatasi permasalahannya pada peningkatan keaktifan dan prestasi belajar sejarah siswa XI IIS-3 SMA Negeri 7 Surakarta tahun ajaran 2015/2016. Adapun hal yang hendak dicapai yaitu peningkatan keaktifan dan prestasi belajar sejarah siswa melalui penerapan model pembelajaran Cooperataive Learning dengan Strategi Index Card Match.
D. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang masalah, identifikasi masalah, dan pembatasan masalah yang telah dikemukakan di atas, maka didapatkan perumusan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana penerapan model pembelajaran Cooperative Learning dengan Strategi Index Card Match dalam pembelajaran sejarah dapat meningkatkan keaktifan siswa kelas XI IIS 3 SMA Negeri 7 Surakarta ? 2. Bagaimana penerapan model pembelajaran Cooperative Learning dengan Strategi Index Card Match dalam pembelajaran sejarah dapat meningkatkan prestasi belajar sejarah siswa kelas XI-IIS 3 SMA Negeri 7 Surakarta?
E. Tujuan Penelitian Dari perumusan masalah diatas, penelitian ini bertujuan untuk : 1. Meningkatkan keaktifan siswa melalui penerapan model pembelajaran Cooperative Learning dengan Strategi Index Card Match dalam pembelajaran sejarah kelas XI-IIS 3 SMA Negeri 7 Surakarta. 2. Meningkatkan prestasi belajar sejarah siswa melalui penerapan model pembelajaran Cooperative Learning dengan strategi index card match dalam pembelajaran sejarah kelas XI-IIS 3 SMA Negeri 7 Surakarta.
9
F. Manfaat Hasil Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain : 1. Manfaat Teoritis a. Memberikan kontribusi pemikiran pada pendidikan khususnya tentang penerapan model pembelajaran Cooperative Learning dengan Strategi Index Card Match dalam pembelajaran sejarah. b. Bahan referensi bagi para pembaca guna menambah wawasan mengenai penerapan model pembelajaran Cooperative Learning dengan Strategi Index Card Match dalam pembelajaran sejarah. c. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai dasar teoritis untuk pengembangan penelitian lebih lanjut yang sejenis.
2. Manfaat Praktis a. Bagi guru, hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan masukan untuk menerapkan model pembelajaran Cooperative Learning dengan strategi Index Card Match sebagai upaya meningkatkan keaktifan dan prestasi belajar siswa dalam pembelajaran sejarah. b. Bagi siswa, diharapkan hasil penelitian ini mampu memberikan motivasi
siswa
untuk
mengembangkan
kebiasaan
belajar
bekerjasama dalam memecahkan masalah pembelajaran dan berpartisipasi aktif dalam pembelajaran sejarah. c. Bagi sekolah, diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan kebijakan sebagai upaya meningkatkan keaktifan dan prestasi belajar dalam mata pelajaran sejarah, khususnya pada kegiatan belajar-mengajar di kelas XI IIS 3 SMA N 7 Surakarta. d. Bagi
peneliti,
mengembangkan
wawasan
dan
pengetahuan
mengenai pembelajaran Cooperative Learning dengan strategi Index Card Match dalam mata pelajaran sejarah.