BAB I PENDAHULUAN Publisitas merupakan bagian integral dalam upaya membentuk citra dan kemudian membangun reputasi sebuah organisasi. Oleh karena itu, publisitas sangat penting untuk dirancang dengan baik, senantiasa dipantau, dan secara berkala dievaluasi agar suatu organisasi dapat memperoleh posisi yang baik di mata publik. Universitas Gadjah Mada (UGM), salah satu institusi pendidikan tinggi di Indonesia yang sempat menjadi pilot project alih status Perguruan Tinggi Negeri (PTN) menjadi Perguruan Tinggi Badan Hukum Milik Negara (PTBHMN) dan akhirnya sekarang berstatus Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (PTNBH), dalam kegiatan-kegiatannya juga tidak luput dari publisitas. Namun, hingga saat ini Bidang Hubungan Masyarakat (Humas) selaku divisi public relations UGM belum melakukan evaluasi yang memadai terhadap berbagai program dan kegiatan kehumasan yang dijalankan, termasuk evaluasi atas publisitas. Penelitian ini menjadi langkah awal pencermatan publisitas UGM, mulai dari perencanaan pesan hingga pesan tersebut tampil di media massa sebagai berita.
A. Latar Belakang Masalah Nama UGM sebagai salah satu universitas terkemuka di Indonesia tidak diragukan lagi. Seiring dengan pesatnya laju globalisasi, perguruan tinggi ini pun berpacu untuk mengibarkan panjinya di kancah internasional. Pembuktianpembuktian telah didapat, antara lain, dengan masuknya UGM dalam pemeringkatan perguruan tinggi di seluruh dunia, misalnya dalam Webometrics dan Quacquarelli Symonds (QS) World University Ranking. Capaian beragam prestasi dan inovasi mahasiswa, dosen, dan tenaga kependidikan juga semakin meneguhkan posisi UGM dalam deretan perguruan tinggi yang unggul. Dengan visi Locally Rooted, Globally Respected, UGM telah menjadi kebanggaan dan ikon Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), tempat lahir dan lokasi kampus ini. Dibandingkan dengan perguruan tinggi lain, salah satu kekuatan UGM adalah kekayaan disiplin ilmu yang memungkinkan untuk menganalisis 1
masalah secara komprehensif dan mengembangkan pendekatan yang bukan hanya multidisipliner, tetapi juga interdisipliner, bahkan transdisipliner (Laporan Rektor UGM Tahun 2013, hlm. 17). Serangkaian kerja keras telah ditempuh dalam rentang waktu yang tidak pendek dan terus ditingkatkan hingga saat ini guna menciptakan dan menjaga reputasi universitas negeri tertua di nusantara ini. Pada dasarnya reputasi bukan merupakan hal yang pasif atau statis. Reputasi dapat berubah-ubah tergantung pada bagaimana organisasi tersebut dapat menjaganya. Namun, harapan mengenai reputasi yang sengaja diciptakan oleh organisasi terkadang tidak sejalan dengan penilaian yang muncul dalam persepsi publik. Bagaimanapun, persepsi publik banyak dipengaruhi oleh informasi yang diterima. Informasi mengenai organisasi dapat disebarkan melalui berbagai saluran. Salah satu alat yang jamak digunakan oleh organisasi untuk melakukan diseminasi informasi adalah media massa. Informasi yang diberitakan oleh media dapat memberikan gambaran kepada masyarakat mengenai keberadaan suatu organisasi. Gambaran ini diterima oleh masyarakat, melekat, dan membentuk suatu penilaian, sampai kemudian membentuk reputasi yang pada akhirnya akan berimplikasi kembali kepada organisasi. Ketika media massa mengekspos sebuah organisasi secara berlebihan, hal itu dapat menguntungkan organisasi, namun juga dapat merugikan organisasi. Pada saat terjadi hal yang merugikan akibat dari berlebihannya informasi, maka organisasi akan menuai bencana. Dengan demikian media massa dapat menjadi salah satu indikator apakah reputasi organisasi menjadi lebih baik atau lebih buruk. Reputasi yang baik harus selalu diupayakan dan terus dipertahankan agar organisasi tetap hidup dan orang-orang di dalamnya dapat terus mengembangkan kreativitasnya, dan bahkan dapat memberi manfaat dengan lebih berarti bagi orang lain atau publiknya. Sikap publik terhadap suatu organisasi di masa depan juga amat bergantung bagaimana informasi yang diperoleh mengenai organisasi ataupun bagaimana publik menyampaikan apa yang dirasa mengenai organisasi. Untuk itu, peran media massa berkaitan dengan konteks informasi menjadi sangat relevan. Dalam konteks ini, media massa bahkan dapat membentuk wacana publik, baik wacana yang dibentuk oleh opini publik itu sendiri melalui media maupun opini yang dibentuk oleh media untuk publik. Bila dikaji secara lebih dalam, 2
informasi yang disajikan oleh media dapat berupa representasi, tetapi dapat juga merupakan interpretasi. Dengan kata lain, media dapat memberikan liputan yang utuh mengenai suatu organisasi sebagaimana cermin yang memantulkan bayangan sesungguhnya. Namun di sisi lain, media dapat pula mengkonstruksi realitas sesuai dengan interpretasi media tersebut. Apa yang telah termuat dalam sebuah media pada gilirannya menjadi wacana publik yang jelas akan mempengaruhi reputasi organisasi (Sulistyaningtyas, 2004: 115-117). Dalam perjalanan waktu, jenis media juga semakin beragam seiring dengan kemajuan teknologi. Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi pada akhirnya melahirkan media baru, menyusul keberadaan media cetak dan media elektronik yang terlebih dulu menjadi alat pemenuhan kebutuhan informasi dan hiburan bagi masyarakat. Disertai dengan kelebihan dan kelemahan masingmasing, kehadiran beragam media semakin memberi keleluasaan bagi masyarakat untuk memilih sarana memperoleh informasi. Kemunculan media baru tidak lantas membuat media cetak ditinggalkan peminatnya. Surat kabar, misalnya, tetap dijadikan pilihan bagi sebagian besar masyarakat lantaran beberapa kelebihan jenis media ini, antara lain, fakta dan data cenderung lebih akurat dan mendalam karena penyajiannya melewati proses penyaringan bertingkat (editing). Selain itu, surat kabar bisa didapatkan dengan harga relatif murah sehingga terjangkau oleh semua lapisan masyarakat. Surat kabar juga dapat dibaca setiap saat dan lebih mudah didokumentasikan. Surat kabar dapat dikatakan sebagai idola bagi pembaca media cetak. Sebuah survei oleh Serikat Penerbit Suratkabar (SPS) Pusat pada Juni 2009, yang melibatkan 2.971 responden di lima belas kota di Indonesia, menunjukkan hampir semua responden (91%) adalah pembaca surat kabar harian (Wikan, 2011: 5). Berdasarkan jangkauan audiensnya, surat kabar dapat digolongkan menjadi dua, yakni surat kabar lokal dan surat kabar nasional. Perkembangan surat kabar lokal pascaotonomi daerah di Indonesia jauh lebih pesat. Kedigdayaan koran-koran lokal terbukti secara empiris melalui studi SPS tersebut. Sebanyak 91,4% responden membaca koran daerah, sedangkan yang membaca koran nasional hanya 8,6%. Secara rasional hal tersebut dapat dipahami karena populasi koran nasional
3
(baca: koran yang terbit di Jakarta) kalah jauh dibandingkan dengan koran lokal (Wikan, 2011: 7). Di DIY, terdapat cukup banyak surat kabar lokal dengan segmen penggemar masing-masing, antara lain, SKH Kedaulatan Rakyat (KR), Berita Nasional (Bernas), Harian Jogja, Radar Jogja, Tribun Jogja, dan Merapi. Di antara deretan surat kabar tersebut, media yang paling “rajin” mewartakan UGM, ialah SKH Kedaulatan Rakyat, yang diikuti berturut-turut oleh Harian Jogja dan Bernas di posisi tiga teratas. Dari segi jumlah, berita tentang UGM memang lebih banyak muncul di surat kabar lokal DIY. Hal tersebut dapat dimaklumi karena selain kedekatan secara geografis, UGM juga telah menjadi inspirasi masyarakat sehingga media lokal tertarik untuk menjadikannya sebagai bahan berita. Beberapa media nasional sesungguhnya juga mewartakan UGM meskipun intensitasnya jauh lebih kecil dibandingkan dengan media lokal. Jumlah berita tentang UGM yang dimuat di media nasional, semisal Kompas, Republika, dan Koran Tempo, tidak pernah melebihi separuh jumlah berita KR. Berita-beritanya pun cenderung yang mempunyai implikasi secara nasional. Berikut grafik jumlah berita tentang UGM pada tujuh besar surat kabar yang memuat terbanyak selama lima tahun terakhir.
(Sumber: Data kliping Bidang Humas UGM)
Meskipun cukup banyak berita tentang UGM yang dimuat dalam berbagai media, belum pernah dilakukan penelitian secara lebih mendalam untuk melihat sejauh mana publisitas UGM. Selama ini, berita-berita tentang UGM 4
didokumentasikan dalam bentuk kliping dan dibendel per bulan. Belum dilakukannya langkah analisis menjadikan kliping berita hanya menjadi koleksi data. Meskipun berguna, koleksi data barulah langkah awal dari penelitian (Walker dalam Macnamara, 2002: 27). Padahal, dengan memantau publisitas dan menganalisisnya dapat dijadikan bahan evaluasi bagi institusi secara umum dan terkhusus lagi menjadi refleksi untuk divisi public relations, yang di UGM dijalankan oleh Bidang Humas. Dengan kata lain, koverasi surat kabar terhadap UGM dapat dipakai sebagai salah satu indikator untuk melihat capaian hasil serta membantu dalam menyusun strategi dan program Universitas ke depan. Belum dilakukannya evaluasi yang komprehensif atas berbagai kegiatan dan program kehumasan UGM dimungkinkan karena tidak ada tuntutan dari Pimpinan Universitas untuk melakukan evaluasi. Meskipun demikian, kegiatan evaluasi atas program kehumasan sesungguhnya penting dilakukan untuk mengetahui keberhasilan atau kegagalan dalam mencapai tujuan organisasi secara umum ataupun divisi humas khususnya. Dengan evaluasi dapat dilihat dan ditentukan program-program yang dijalankan perlu dipertahankan atau tidak. Penelitian ini secara khusus akan mengamati publisitas UGM, mulai dari perencanaan pesan yang dilakukan oleh Bidang Humas UGM hingga pesan tersebut tampil di media massa sebagai berita. Dengan mempertimbangkan ketersediaan bahan penelitian dan alokasi waktu yang ada, media massa yang diamati dalam evaluasi publisitas kali ini dibatasi hanya surat kabar.
B. Rumusan Masalah Dari paparan dalam latar belakang, masalah yang dikaji dalam penelitian ini ialah bagaimanakah publisitas UGM direncanakan, dilaksanakan, dan dievaluasi?
C. Tujuan dan Manfaat Berpijak dari latar belakang dan permasalahan yang hendak dijawab, penelitian dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui publisitas UGM, mulai dari perencanaan pesan hingga pesan tersebut tampil di media massa sebagai berita dan dievaluasi. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi positif bagi 5
UGM untuk mengetahui apresiasi media dan memonitor pemberitaan media tentang kampus ini. Selain manfaat praktis tersebut, penelitian ini juga diharapkan dapat memberi kontribusi bagi penelitian tentang public relations, terutama publisitas.
D. Kerangka Pemikiran Tidak dapat dipungkiri bahwa media massa
memegang peranan yang
cukup besar bagi keberlangsungan suatu organisasi, terlebih di era keterbukaan informasi seperti saat ini. Dalam kegiatan-kegiatannya, organisasi pun banyak memerlukan dukungan publisitas. Tanpa ada publisitas, tidak mudah untuk membuat masyarakat paham akan informasi seputar organisasi dan kegiatannya serta produk atau jasa yang ditawarkan. Oleh sebab itu, bukan zamannya lagi suatu organisasi menutup diri dari media. Yang harus dilakukan oleh organisasi adalah memahami dan menerapkan prinsip-prinsip hubungan media agar diperoleh dampak yang positif bagi organisasi itu sendiri. Setiap organisasi semestinya mengoptimalkan fungsi dan peran public relation
dalam membina hubungan
baik dengan media. Dengan begitu, organisasi dapat memanfaatkan media untuk membangun reputasi, sementara media juga dapat mengambil manfaat dari organisasi berupa kemudahan mendapatkan bahan-bahan berita. Media
massa
merupakan
sarana
yang
cukup
populer
untuk
mempromosikan produk atau jasa suatu organisasi. Salah satu keuntungan berkomunikasi dengan medium ini adalah karena media massa menimbulkan keserempakan (simultaneity); artinya suatu pesan dapat diterima oleh komunikan yang jumlahnya relatif banyak, ratusan ribu, jutaan, bahkan ratusan juta, dalam waktu yang sama secara bersama-sama (Uchjana, 2000: 10). Selain simultaneity, media massa juga mempunyai fungsi-fungsi, yang salah satunya ialah memengaruhi, yang menyebabkan pers (printed mass media) memegang penting penting dalam kehidupan bermasyarakat (Uchjana, 2000: 65). Karena memiliki kemampuan untuk memengaruhi opini publik dan tentu saja membentuk citra, baik positif maupun negatif, atas pihak-pihak yang diberitakan, apa yang dimuat oleh media menjadi hal yang krusial untuk diperhatikan oleh suatu organisasi.
6
Monitoring dan evaluasi publisitas menjadi kegiatan yang selayaknya secara kontinyu dilakukan. Untuk membicarakan publisitas UGM, kerangka
pemikiran
dalam
penelitian ini dimulai dengan penjelasan tentang organisasi dan pemberitaan media; efek pemberitaan media; public relations dan publisitas; serta evaluasi publisitas. Selanjutnya, keseluruhan elemen tersebut dijabarkan dalam subbabsubbab berikut agar didapatkan kejelasan tentang teori dan konsep yang digunakan dalam penelitian ini.
1. Organisasi dan Pemberitaan Media Bagi organisasi manapun, terlebih yang berorientasi bisnis, kekuatan persaingan dalam menembus pasar lebih ditentukan pada kapabilitas organisasi yang diperoleh melalui informasi yang dapat diakses dan dipahami oleh masyarakat. Kapabilitas dalam gambaran masyarakat kemudian melekat dan membentuk suatu penilaian berupa reputasi, yang pada gilirannya akan berimplikasi kembali kepada organisasi. Mengelola reputasi jauh lebih kompleks daripada sekadar menjual produk atau jasa kepada konsumen. Pengelolaan reputasi melibatkan kualitas interaksi berbagai unsur yang terkait dengan sebuah organisasi, baik pegawai, konsumen, kelompok-kelompok masyarakat (publik), maupun pihak-pihak lain yang berkepentingan. Interaksi ini akan memberi dampak yang besar bagi insitusi. Oleh karena itu, pengelolaan komunikasi yang baik mutlak diperlukan, dengan pihak internal dan eksternal. Reputasi tidaklah bersifat statis. Ia akan berubah-ubah, bergantung upaya-upaya yang dilakukan organisasi tersebut untuk mengelola dan menjaganya. Salah
satu
alat
yang
dapat
digunakan
oleh
organisasi
untuk
mengomunikasikan dan memperoleh informasi ialah media massa. Media massa dalam masyarakat dewasa ini merupakan komoditas modern yang memiliki kelebihan dengan menawarkan kemungkinan untuk membentuk komunitas, dengan kekuasaan untuk mengikat dan menyeragamkan, bahkan terjadi pola hubungan yang kait-mengait antara organisasi dan media (Susanto, 1992: 40). Carroll dan
7
McCombs (2003:39-42) menyampaikan lima proposisi teoretis utama tentang pengaruh koverasi berita terhadap reputasi organisasi sebagai berikut. 1. Jumlah pemberitaan tentang organisasi di media massa berhubungan positif dengan awareness publik mengenai organisasi tersebut. 2. Jumlah pemberitaan yang setia terhadap atribut-atribut tertentu dari sebuah organisasi
berhubungan positif dengan bagian dari publik
yang
mengartikan organisasi berdasarkan atribut tersebut. 3. Semakin positif pemberitaan media untuk atribut tertentu, semakin positif pula anggota publik menerima atribut tersebut. Sebaliknya, semakin negatif pemberitaan media untuk atribut tertentu, semakin negatif pula atribut tersebut diterima oleh anggota publik. 4. Agenda dari atribut nyata dan pengaruh (substantive and affective attributes) yang diasosiasikan dengan suatu organisasi dalam pemberitaan bisnis, terutama atribut yang secara spesifik dihubungkan dengan organisasi, akan sangat memengaruhi sikap dan opini publik
terhadap
organisasi. 5. Usaha yang terorganisasi untuk mengomunikasikan agenda organisasi akan memberikan dampak yang signifikan terhadap kesesuaian antara atribut agenda perusahaan dan media berita. Tak sedikit, harapan mengenai reputasi yang sengaja diciptakan oleh organisasi kadangkala tidak sejalan dengan penilaian yang muncul pada persepsi publik. Berangkat dari hal tersebut, organisasi yang tanggap pun akan sangat memperhatikan hubungan media. Hubungan media (media relations, press relations) adalah aktivitas individu ataupun profesi public relations suatu organisasi untuk menjalin pengertian dan hubungan baik dengan media massa untuk pencapaian publikasi organisasi yang maksimal serta berimbang. Hubungan antara organisasi dengan media sesungguhnya bersifat simbiosis mutualisme. Sebuah organisasi akan mendapatkan keuntungan berupa citra positif ketika kegiatan sosialnya diliput media. Pada saat yang sama, media juga diuntungkan karena mendapatkan berita. Tujuan media relations, antara lain, ialah 1. untuk memperoleh publisitas seluas mungkin; 8
2. untuk memperoleh tempat dalam pemberitaan media (liputan, laporan, ulasan, tajuk yang wajar, objektif, dan berimbang mengenai hal-hal yang menguntungkan organisasi; 3. untuk memperoleh umpan balik dari masyarakat mengenai upaya dan kegiatan organisasi; 4. untuk
melengkapi
data/informasi
bagi
pimpinan untuk
keperluan
pembuatan penilaian (assessment) secara tepat mengenai situasi atau permasalahan yang memengaruhi keberhasilan kegiatan organisasi; 5. mewujudkan hubungan yang stabil dan berkelanjutan yang dilandasi oleh rasa saling percaya dan menghormati (Nova, 2009: 210-22).
2. Efek Pemberitaan Media Berbincang tentang publisitas tidak akan terlepas pula dari pembicaraan tentang media dan efeknya.
Surat kabar telah lama digunakan sebagai media
untuk penyebaran informasi. Sejalan dengan berjalannya waktu, surat kabar tidak hanya berfungsi sebagai alat informasi, tetapi juga beberapa fungsi lain. Suwardi (1993) menggolongkan fungsi-fungsi surat kabar ialah sebagai berikut. 1. Fungsi menyiarkan informasi, berbagai informasi dengan relatif cepat dan akurat dapat disampaikan oleh surat kabar. Pembaca menjadi pembeli ataupun berlangganan surat kabar karena ingin mengetahui informasi apa yang terjadi di berbagai tempat di dunia. 2. Fungsi mendidik, surat kabar secara tidak langsung memberikan fungsi pendidikan pada pembacanya. Ini bisa dilihat dari materi isi seperti artikel, feature juga tajuk. Materi isi tersebut di samping memberikan informasi juga menambah perbendaharaan pengetahuan pembacanya walaupun bobot pemahaman tiap pembaca berbeda-beda. 3. Fungsi memengaruhi, berita pada surat kabar secara tidak langsung mempengaruhi para pembacanya, sedangkan tajuk rencana dan artikel dapat memberikan pengaruh langsung kepada pembacanya. Pengaruh ini pada mulanya timbul dari persepsi pembaca terhadap suatu masalah yang kemudian membentuk opini pada pembacanya.
9
Singkatnya, surat kabar mempunyai fungsi untuk menyiarkan informasi, mendidik, dan memengaruhi pembacanya. Sejalan dengan fungsi tersebut, dapat dikatakan bahwa publisitas oleh media berpotensi memengaruhi pembaca. Publisitas yang dimuat di media dapat menimbulkan efek yang besar, tetapi ada kalanya hanya mengakibatkan efek yang kecil. McQuail (2000:425-426) menggambarkan tipologi efek media massa menjadi empat bagian. INTENTIONALITY Planned Effects Propaganda
Individual response
Framing
T
News learning
I
Media campaign
Diffusion in development News Diffusion Diffusion of innovations Distribution of knowledge
Agenda setting
Short
Long
M Term
Term
E
Social Control
Socialization
Individual reaction
Collective reaction
Event outcomes
Reality defining
Media „violence‟
Institutional change
Cultural change
Unplanned effects (Sumber: McQuail, 2000) Pertama, efek yang direncanakan, yakni efek yang diharapkan terjadi, baik oleh media massa itu sendiri maupun orang/organisasi yang menggunakan media massa untuk penyebaran informasi. Kedua, efek yang tidak direncanakan, ialah efek yang benar-benar di luar perkiraan, di luar kemampuan media dan orang/organisasi yang memanfaatkan media untuk penyebaran pesan/informasi 10
untuk mengontrol terjadinya efek tersebut. Ketiga, efek yang terjadi dalam waktu pendek, secara cepat dan instan memengaruhi seseorang atau masyarakat. Keempat, efek yang berlangsung dalam waktu lama, berpengaruh pada sikap-sikap adopsi budaya, kontrol sosial hingga perubahan kelembagaan dan perubahan budaya. McQuail juga merangkum beberapa efek komunikasi melalui media massa sebagai berikut. 1. Bila efek terjadi, efek itu seringkali berbentuk peneguhan dari sikap dan pendapat yang ada. 2. Efek berbeda-beda tergantung pada prestise atau penilaian terhadap sumber komunikasi. 3. Makin sempurna monopoli komunikasi massa, semakin besar kemungkinan perubahan pendapat dapat ditimbulkan ke arah yang dikehendaki. 4. Sejauh mana suatu persoalan dianggap penting oleh khalayak akan mempengaruhi kemungkinan pengaruh media massa. 5. Pemilihan dan penafsiran isi oleh khalayak dipengaruhi oleh pendapat dan kepentingan yang ada dan oleh norma-norma kelompok. 6. Hubungan interpersonal pada khalayak mengantarai arus isi komunikasi, membatasi, dan menentukan efek yang terjadi (Rakhmat, 2007: 198-199). Sementara itu, Klapper mengemukakan lima prinsip dasar mengenai pengaruh media: 1. komunikasi massa dipengaruhi oleh faktor-faktor, seperti: personal predisposition (predisposisi pribadi), personal selective processes (proses seleksi pribadi), dan group membership (keanggotaan pribadi); 2. karena faktor-faktor itulah, komunikasi massa bertindak untuk memperkuat sikap dan opini yang sudah ada walaupun pada waktu tertentu dapat bertindak sebagai agen perubahan; 3. ketika komunikasi massa menghasilkan perubahan sikap, biasanya perubahan yang terjadi adalah perubahan yang kecil, bukan secara ekstrim; 4. komunikasi massa menjadi efektif dalam mengubah sikap ketika opini yang ada lemah;
11
5. komunikasi massa dapat menjadi efektif dalam menciptakan opini pada isuisu baru ketika tidak terdapat predisposisi yang harus diperkuat (Oskamp dan Wesley, 2004: 192). Menurut McCombs dan Shaw, yang mengusung teori agenda setting, media massa memang tidak dapat mempengaruhi orang untuk mengubah sikap, tetapi media massa cukup berpengaruh terhadap apa yang dipikirkan orang. Ini berarti media massa memengaruhi persepsi khalayak tentang apa yang dianggap penting atau media massa telah melakukan pencitraan tentang realitas. Efek kognitif diperoleh dari adanya informasi. Informasi yang masuk dapat membentuk, mempertahankan, dan/atau meredefinisikan citra (Rakhmat, 2007: 224). Potensi media dalam mempengaruhi preferensi khalayak juga dapat dijelaskan dalam pandangan media sebagai konstruksionis. Pandangan ini diperkenalkan oleh sosiolog interpretatif, Peter L. Berger (Berger, Peter L. & Luckman T., 1990: 25). Tesis utama Berger, manusia dan masyarakat adalah produk yang dialektis, dinamis, dan plural secara terus-menerus. Suatu peristiwa ataupun kegiatan dapat dibingkai oleh media dengan bingkai tertentu yang pada akhirnya menentukan bagaimana khalayak harus melihat dan memahami peristiwa dalam kacamata tertentu. Berita merupakan konstruksi atas realitas. Namun, karena setiap orang yang mempunyai pengalaman, preferensi, pendidikan, dan lingkungan pergaulan atau sosial tertentu, maka suatu realitas sosial akan ditafsirkan dengan konstruksi masing-masing individu.
3. Public Relations dan Publisitas Bagi setiap organisasi, citra dan reputasi positif merupakan aset yang tidak ternilai harganya karena cenderung membentuk pandangan stakeholders terhadap suatu organisasi secara keseluruhan. Citra positif yang dimiliki organisasi akan menaikkan reputasi organisasi tersebut. Sebaliknya, citra negatif akan menurunkan reputasi organisasi di mata publik atau stakeholders-nya. Dengan kata lain, citra dan reputasi positif akhirnya akan bermuara pada kepercayaan publik. Di era yang sangat kompetitif ini, kepercayaan tersebut diharapkan dapat mengantar pada pemberian perhatian dan dukungan publik kepada organisasi yang bersangkutan. Untuk menjaga dan meningkatkan citra dan reputasi positif organisasi di mata 12
publik, salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan menjalin hubungan baik dengan media. Mengapa media? Dalam iklim informasi yang semakin terbuka, media massa menjadi penting bagi kegiatan public relations. Media tidak sekadar mampu menyampaikan pesan kepada sekian banyak khalayak sekaligus. Media juga dipandang mampu menjalankan fungsi mendidik, memengaruhi, menginformasikan, dan menghibur. Dengan fungsi tersebut, media memiliki potensi untuk membangkitkan kesadaran; mengubah sikap, pendapat, dan perilaku; mendorong tindakan; dan membantu merumuskan cara pandang terhadap dunia (Iriantara, 2005: 12). Melalui media, program-program public relations diharapkan dapat terkomunikasikan dengan baik kepada khalayak. Tentu saja pemberitaan yang diharapkan adalah berita-berita positif. Dengan tersiarnya kabar-kabar positif, diharapkan banyak dampak menguntungkan yang akan diterima oleh organisasi. Jika yang banyak terpublikasi adalah berita-berita bernada negatif, akan sulit bagi sebuah organisasi untuk mencapai tujuannya. Oleh karena itu, publisitas mutlak diperhatikan. Lantas, apa hubungan public relations dan publisitas? Tugas pokok public relations adalah menciptakan citra positif organisasi di mata publik. Agar hal tersebut dapat tercapai, publik harus mempunyai informasi yang cukup tentang organisasi. Oleh karena itu, public relations dituntut untuk dapat menjaga arus informasi berjalan dengan baik secara timbal balik. Kegiatan menyampaikan atau menyebarluaskan informasi disebut dengan publikasi. Dalam pemahaman awam, acap kali publikasi disamakan dengan publisitas. Hal itu tidak sepenuhnya keliru, namun dalam konteks kegiatan public relations sejatinya ada sedikit perbedaan antara keduanya. Publikasi adalah kegiatan mengenalkan organisasi sehingga umum (publik dan masyarakat) dapat mengenalnya. Sementara itu, publisitas ialah publikasi yang menggunakan media massa sebagai sarana penyebarluasan informasi. Publisitas sama halnya dengan publikasi perusahaan ataupun organisasi yang dimuat di media massa. Dengan demikian, pengertian publikasi lebih luas karena publisitas merupakan bagian dari aktivitas publikasi (Kriyantono, 2008:40-41). Sebagaimana sebagian orang masih sering mempertukarkan istilah publisitas dengan publikasi, demikian pula sejumlah orang sering tidak dapat 13
membedakan antara publisitas dan iklan. Padahal, meskipun sama-sama menggunakan media untuk melakukan diseminasi pesan atau informasi, format dan konteks keduanya sesungguhnya berbeda. Secara mudah dapat dikatakan bahwa publisitas ditampilkan di media dalam bentuk item berita atau feature dan tidak membayar untuk pemuatannya. Sebaliknya, iklan menggunakan space di media dengan cara berbayar (Wilcox dan Cameron, 2009: 18). Beberapa pengertian berikut ini dapat digunakan untuk lebih memahami tentang publisitas. Sebagian pakar memandang publisitas sebagai suatu aktivitas yang sistematis. Sebagai salah satu tool dalam kerja public relations, publisitas direncanakan dan dilakukan demi suatu tujuan. Dalam rangka mencapai kepentingan tertentu dari suatu organisasi, dilakukan penyebaran pesan secara terencana melalui media. Aktivitas tersebut disebut publisitas apabila dilakukan tanpa perlu membayar pada media terkait (Lesly, 1993: 4). Definisi juga disampaikan oleh Davis (2005: 109), yang menyebutkan pada dasarnya media sangat merespon publisitas karena menganggap sebagian besar publisitas mempunyai nilai berita. Publisitas bertujuan untuk menarik perhatian dan menciptakan kesadaran dengan cara apa pun yang kredibel dan relevan (Davis, 2005: 108). Oleh karena itu, untuk menunjukkan kepada masyarakat bahwa suatu organisasi memiliki citra yang baik, maka organisasi tersebut perlu menghasilkan publisitas di media. Newsom, Turk, dan Kruckerberg (2004: 239) mendefinisikan publisitas sebagai kegiatan diseminasi informasi tentang suatu organisasi dan dimuat dalam bentuk editorial (bukan iklan) ataupun berita melalui media massa. Pendapat senada dikemukakan oleh Lautenschlager (1992: 3) yang memaknai publisitas sebagai kegiatan pemberian informasi yang menarik dan mempunyai nilai berita bagi publik melalui media. Meskipun sama-sama merupakan komponen promosi, tidak seperti iklan, publisitas tidak memerlukan biaya untuk pemuatannya. Pembedaan secara tegas antara publisitas dan iklan juga dilakukan oleh Cutlip, Center, dan Broom. Berbeda dengan iklan yang dapat dikontrol oleh pihak sponsor, baik materi isi, penempatan, maupun waktu pemuatan, tidak demikian dengan publisitas. Publisitas ialah informasi yang disediakan oleh sumber luar, yang digunakan oleh media karena informasi itu mempunyai nilai berita. Dalam 14
hal ini, metode penempatan pesan tidak dapat dikontrol karena sumber informasi tidak memberi bayaran kepada media untuk pemuatan informasi tersebut (Cutlip, Center, dan Broom, 2006: 10). Untuk pemuatannya, publisitas harus melalui media getekeepers, dalam hal ini dewan redaksi, yang berwenang untuk memutuskan materi apa saja yang akan dimuat dalam suatu media massa. Yang agak berbeda adalah definisi yang dikemukakan oleh Jefkins (1995: 16). Keduanya memahami publisitas lebih sebagai sebuah konsep yang berarti dampak dari diketahuinya suatu informasi. Publisitas ada karena ada kegiatan publikasi -ada informasi atau pesan yang disampaikan ke publik (yang memunculkan dampak)-. Dalam pengertian tersebut, publisitas hanya merupakan akibat. Karena merupakan akibat atau dampak, ia tidak dapat dikendalikan atau diatur. Publisitas dapat membawa kebaikan ataupun keburukan bagi organisasi. Sebagai salah satu subkategori dalam kegiatan public relations, penting untuk dipahami dampak-dampak yang dapat ditimbulkan ketika dilakukan upayaupaya untuk meraih publisitas. Beckwith (2003:6) mengemukakan beberapa dampak publisitas, antara lain, dapat menjual produk dan jasa; mengedukasi; membentuk opini; dan menciptakan kredibilitas yang kemudian akan membuka peluang-peluang. Sehubungan dengan hal itu, tidak menjadi masalah apabila berita yang beredar melalui media bersifat positif karena organisasi akan memperoleh keuntungan dari publisitas tersebut. Namun, lain halnya jika informasi yang tersebar bernada negatif, nama baik organisasi akan turut dipertaruhkan. Berdasarkan
jenisnya,
Kriyantono
(2008:62-64)
mengklasifikasikan
publisitas menjadi publisitas bersifat umum atau luas dan publisitas yang bersifat khusus atau sempit. Yang termasuk dalam kategori publisitas bersifat umum atau luas ialah semua berita dan informasi yang dimuat di media massa, yang dicari dan ditulis sendiri oleh wartawan, bukan atas inisiatif (atau dikirim) oleh public relations. Sementara itu, publisitas yang bersifat khusus atau sempit meliputi berita dan informasi yang dimuat di media massa sebagai hasil inisiatif public relations untuk mengirim informasi kepada media, misalnya melalui press release. Untuk mendapatkan pemberitaan atau liputan media, public relations dapat membuat kegiatan
atau
events
management,
misalnya
pemberian
penghargaan,
penyelenggaraan seminar, pameran, dan kontes. Informasi tentang kegiatan15
kegiatan tersebut disampaikan ke media untuk dimuat. Apabila dimuat, maka disebut publisitas. Kriyantono lantas memperjelas konsepnya dalam model berikut. Publisitas
Umum/Luas Mencakup semua informasi di media massa yang dicari dan ditulis wartawan.
Khusus/Sempit Terbatas pada informasi tentang kegiatan yang secara sengaja ditulis dan dikirimkan untuk dimuat oleh media.
Segala berita/informasi di media massa
Events Management
→
Khalayak
←
(Sumber: Kriyantono, 2008) Namun, peneliti mengkritisi model tersebut karena tahapan yang ditunjukkan oleh arah panah kurang tepat. Pada akhirnya, apabila sudah berwujud berita yang dimuat di media, khalayak tidak lagi dapat mengidentifikasi publisitas yang bersifat umum dan khusus. Khalayak tidak mengetahui proses, hanya tahu hasilnya karena yang dibaca di media sama bentuknya, yakni berita. Berikut model yang menurut peneliti lebih mewakili konsep yang diajukan oleh Kriyantono. Publisitas
Umum/Luas Semua informasi, baik berupa data maupun fakta, yang dicari sendiri oleh wartawan dan kemudian diolah menjadi berita.
→
Khusus/Sempit Informasi tentang organisasi, misal events management, yang secara sengaja ditulis dan dikirimkan oleh public relations kepada media untuk selanjutnya diolah menjadi berita.
Ditayangkan oleh media massa
←
↓ Khalayak
16
4. Evaluasi Publisitas Tidak semua praktisi public relations menyadari bahwa salah satu hal penting yang harus dilakukan dalam perencanaan program public relations adalah menetapkan kriteria evaluasi. Evaluasi merupakan faktor penting untuk menentukan keberlanjutan, perbaikan, dan pengembangan program pada masa selanjutnya. Kriteria evaluasi idealnya telah disusun sejak awal guna memantau perkembangan suatu program. Monitoring dan riset menjadi penting untuk memantau sejauh mana sebuah program berjalan dan menjadi pedoman untuk menilai terjadi atau tidaknya penyimpangan dari tujuan yang ditetapkan (Iriantara, 2005: 55). Sejumlah model riset dapat diaplikasikan untuk mengevaluasi kinerja public relations. Macnamara (2002: 15-23) menyajikan lima model yang dapat dipilih sebagai berikut. i) The PII Model, yang dikembangkan oleh Cutlip et al. Riset dalam model ini dimaksudkan untuk menggali pelaksanaan program public relations, mulai dari tahap persiapan (preparation), pelaksanaan (implementation), hingga dampak (impact). Preparation evaluation, menilai kualitas dan kecukupan informasi dan perencanaan strategis. Evaluasi tahap ini mencakup penilaian atas kecukupan informasi dasar yang menjadi latar belakang perencanaan program, ketepatan isi pesan dan aktivitas, kualitas presentasi pesan dan aktivitas. Implementation evaluation, mendokumentasikan kecukupan taktik dan upaya. Hal yang tercakup dalam tahapan evaluasi ini adalah jumlah pesan yang dikirim ke media dan aktivitas yang dirancang, jumlah pesan yang ditempatkan dan aktivitas yang diterapkan, jumlah yang menerima pesan dan aktivitas, jumlah yang mendengar pesan dan mengikuti aktivitas.
Impact evaluation, memberi umpan balik atas konsekuensi-
konsekuensi program. Langkah dalam tahap evaluasi ini ialah mengukur jumlah yang mempelajari isi pesan, jumlah yang mengubah opini, jumlah yang mengubah sikap, jumlah yang berperilaku sebagaimana dikehendaki, jumlah yang mengulangi perilaku, serta perubahan sosial dan budaya.
17
(Sumber: Macnamara, 2002) ii) The Macro Model of PR Evaluation, yang kemudian berganti nama menjadi The Pyramid Model of PR Research, diajukan oleh Jim Macnamara. Model ini merupakan pengembangan dari Model PII dengan membagi tahapan pengukuran dari sisi inputs, ouputs, dan outcomes. Input merupakan
komponen
fisik
dan
strategis
dari
program-program
komunikasi, misalnya pemilihan media (event, website, dll.), konten (teks, gambar, dll.), dan format (cetak, elektronik, dll.). Output adalah materi fisik dan kegiatan yang dihasilkan (publisitas media, publikasi, dll.) dan proses untuk memproduksinya (menulis, mendesain, dll). Selanjutnya, outcomes adalah dampak dan efek komunikasi, baik berupa sikap maupun perilaku.
(Sumber: Macnamara, 2002)
18
iii) The PR Effectiveness Yardstick Model, yang dikembangkan oleh Walter Lindenmann. Model ini menawarkan metodologi riset yang lebih mendalam dan bukan sekadar riset secara kronologis sebagaimana dipraktikkan Model PII. Lindenmann membagi metode riset dalam tiga tahap, yakni output, intermediate, dan advanced.
(Sumber: Macnamara, 2002)
iv) The Continuing Model of PR Evaluation, dikembangkan oleh Tom Watson. Model ini menekankan bahwa riset dan evaluasi public relations berjalan secara berkesinambungan dan menyoroti arti penting umpan balik yang dihasilkan program public relations.
(Sumber: Macnamara, 2002)
19
v) The Unified Evaluation Model, yang dikembangkan oleh Paul Noble dan Tom Watson. Model ini membagi tahapan riset menjadi empat: input, output, impact, dan effect.
(Sumber: Macnamara, 2002)
Mengacu pada model tersebut, evaluasi atas publisitas yang dilakukan oleh Bidang Humas UGM hingga saat ini ialah media monitoring berupa mengkliping berita. Media monitoring merupakan bentuk evaluasi publisitas yang paling sering digunakan, yakni dengan melakukan kliping berita cetak atau mengumpulkan catatan rekaman dari media penyiaran elektronik. Metode ini hanya menunjukkan jumlah pemberitaan yang dapat dicapai secara kuantitatif, sering disebut „measurement by kilogram‟, dan tidak menunjukkan tingkat kualitas pemberitaan yang dapat dicapai. Clippings maupun transcripts memiliki peran dalam outputs measurement, tetapi perannya amat terbatas, yakni sebagai kumpulan data. Media monitoring rentan akan ketidakgunaan. Kliping berita tidak mungkin sempat 20
dibaca oleh manajemen yang sibuk karena bisa jadi mereka juga menerima berbagai informasi lain. Sehubungan itu, langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini ialah melihat bagaimana Bidang Humas UGM menyusun dan melakukan perencanaan pesan, memilih media, melaksanakan rencana publisitas, dan mencermati materi fisik yang dihasilkan sebagai evaluasi.
E. Metode Penelitian Agar penelitian dapat sistematis dan validitas hasil akhir dapat tercapai, perlu ditentukan metode penelitian yang akan digunakan. Penentuan dan penyusunan metode penelitian dapat dilakukan antara lain melalui mekanisme pengidentifikasian beberapa hal berikut (Faisal, 1992:31).
1. Jenis atau Format Penelitian Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif. Paradigma tersebut dipilih karena dipandang paling sesuai dengan tujuan penelitian ini yang ingin menggambarkan perencanaan dan pelaksanaan rencana publisitas, sekaligus setelah publisitas didapatkan, serta refleksi atas publisitas UGM. Menurut Neuman (2000: 21), berdasarkan tujuan yang ingin dicapainya, penelitian dapat digolongkan ke dalam tiga jenis, yakni: eksploratif, deskriptif dan eksplanasi. Merujuk penggolongan tersebut, penelitian ini dapat dikelompokkan ke dalam penelitian deskriptif. Prinsip penelitian deskriptif menyajikan gambaran lengkap tentang sebuah objek penelitian, membangun kategorisasi dan klasifikasi serta memaparkan latar belakang dan konteks sebuah situasi (Neuman, 2000: 22. Penelitian deskriptif akan memberi gambaran secermat mungkin mengenai suatu individu, keadaan, gejala atau kelompok tertentu (Koentjaraningrat, 1983: 30). Penelitian ini menggunakan beberapa hal yang menurut Neuman (2000: 22) menjadi prinsip - prinsip penelitian deskriptif, yakni menyajikan gambaran rinci dan akurat tentang sebuah objek penelitian; membangun kategorisasi dan klasifikasi; serta untuk memaparkan latar belakang dan konteks sebuah situasi. Gambaran-gambaran yang didapat akan dikaji untuk mengetahui perencanaan dan 21
pelaksanaan rencana publisitas, sekaligus setelah publisitas didapatkan, serta refleksi atas publisitas sehingga penelitian ini dapat memberikan gambaran awal yang utuh tentang publisitas UGM. Dengan tujuan yang ingin dicapai, studi deskriptif dinilai memadai untuk menjawab rumusan masalah penelitian ini. Penelitian ini lebih memfokuskan pada studi kasus karena akan meneliti secara rinci mengenai suatu objek tertentu selama kurun waktu tertentu dengan cukup mendalam dan menyeluruh. Menurut Vredenbregt (1987: 38), studi kasus ialah suatu pendekatan yang bertujuan untuk mempertahankan keutuhan (wholeness) dari objek, artinya data yang dikumpulkan dalam rangka studi kasus dipelajari sebagai suatu keseluruhan yang terintegrasi, yang tujuannya adalah untuk mengembangkan pengetahuan yang mendalam mengenai objek yang bersangkutan. Dengan demikian, studi kasus harus disifatkan sebagai penelitian yang eksploratif dan deskriptif. Studi kasus dilakukan dengan mengumpulkan dan mengorganisasikan serta menganalisis data tentang kasus-kasus tertentu berkenaan dengan permasalahan-permasalahan yang menjadi perhatian peneliti untuk kemudian diperbandingkan atau dihubung-hubungkan satu dengan lainnya (dalam hal lebih dari satu kasus) dengan tetap berpegang pada prinsip holistik dan kontekstual (Patton dalam Pawito, 2007: 141). Berangkat dari hal tersebut, metode ini diyakini tepat digunakan karena pertanyaan penelitian ini berkenaan dengan how (bagaimana), peneliti hanya memiliki sedikit peluang untuk mengontrol peristiwa yang diteliti, serta fokus penelitian terletak pada peristiwa kontemporer (Yin,1996: 1). Pertanyaan inilah yang dikembangkan dalam penelitian ini, yakni bagaimanakah publisitas UGM? Apabila pertanyaan penelitian telah terjawab, diharapkan peneliti dapat memperoleh gambaran lebih detail tentang publisitas UGM.
2. Desain Penelitian Penelitian ini akan menggunakan desain kasus tunggal holistik karena kasus yang diteliti bersifat tunggal dan penelitian ini hanya mengkaji sifat umum kasus yang bersangkutan.
22
3. Sumber dan Teknik Pengumpulan Data Sumber data dalam penelitian kualitatif dapat berupa human dan nonhuman (Lincoln dan Guba, 1985:267). Sumber human diperoleh dengan wawancara atau observasi. Sumber nonhuman mencakup, antara lain, dokumen dan arsip. Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini ialah sebagai berikut. a. Wawancara Sesuai dengan tujuan penelitian ini, untuk menjawab pertanyaan penelitian digunakan metode wawancara mendalam (in-depth interview). Menurut Dexter (dalam Lincoln dan Guba, 1985:267) wawancara adalah percakapan dengan tujuan tertentu. Percakapan dilakukan oleh dua pihak, yakni pewawancara (interviewer) --yang mengajukan pertanyaan--
dan
terwawancara (interviewee) --yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu-- (Moelong, 2006:186). Wawancara mendalam dilakukan dengan mengajukan pertanyaan kepada informan dengan menggunakan pertanyaan terbuka (open-ended questions) sehingga informan leluasa menjawab pertanyaan tanpa dibatasi oleh pilihan-pilihan jawaban yang telah disediakan sebelumnya. Penelitian kualitatif menggunakan pendekatan pertanyaan yang fleksibel (Wimmer dan Dominick, 2006: 116) sehingga peneliti dimungkinkan mengganti pertanyaan di tengah interview atau bertanya mengenai sesuatu yang sebelumnya tidak tertulis dalam interview guideline. Oleh karena itu, wawancara mendalam juga sering disebut dengan wawancara tidak terstruktur (Mulyana, 2004: 180). Panduan pertanyaan yang telah dibuat hanya berfungsi sebagai pengingat bagi peneliti mengenai topik-topik utama yang perlu ditanyakan dan bukan dimaksudkan untuk membatasi peneliti. Dalam penelitian ini, wawancara dilakukan secara tatap muka dan tidak
bersifat
partisipatif.
Menurut
Koentjoro
(2005:
6)
yang
menggolongkan jenis wawancara menjadi wawancara partisipatif dan nonpartisipatif, perbedaan antara keduanya terletak pada kesadaran informan bahwa dirinya sedang diwawancarai. Subjek yang diwawancarai pihak-pihak yang bertanggung jawab langsung dalam bidang humas 23
(Kepala Bidang Humas) dan staf humas serta pihak-pihak lain yang dianggap mempunyai pengaruh terhadap kasus yang diteliti. b. Analisis Dokumen Sumber bukti ini mencakup dokumen-dokumen administratif seperti kliping harian dan dokumen intern lainnya serta dokumen lain yang dapat bermanfaat bagi penelitian ini. Dengan pengumpulan dokumen ini diharapkan akan dapat menambah rincian spesifik guna mendukung informasi dari sumber lainnya. c. Observasi Dengan mengadakan kunjungan langsung ke kantor Bidang Humas UGM, peneliti mendapatkan kesempatan untuk melakukan observasi langsung. Observasi tersebut dapat terbentang mulai dari kegiatan pengumpulan data yang formal hingga kurang formal.
4. Strategi Analisis Data Strategi umum analisis dalam studi kasus adalah dengan mendasarkan diri pada proposisi teoretis yang merefleksikan serangkaian pertanyaan penelitian yang dibangun, review yang dilakukan terhadap literatur, dan pemahaman-pemahaman baru yang tercipta (Yin, 1996:136). Penelitian ini akan menggambarkan masalah yang terjadi menggunakan argumen yang jelas dan memfokuskan perhatian pada pengumpulan data serta informasi melalui observasi dan wawancara mendalam. Selanjutnya, data dan informasi tersebut dianalisis secara kualitatif. Proses analisis data dimulai dengan menelaah terlebih dahulu seluruh data yang tersedia kemudian dilakukan penarikan kesimpulan.
Penggunaan model analisis data ini dilakukan karena menyesuaikan
dengan kondisi kasus yang diteliti dan sesuai dengan tujuan penelitian yang bersifat deskriptif. Selama proses interpretasi data, tetap dilakukan penelusuran kepustakaan terutama dalam rangka melakukan konfirmasi terhadap teori. Langkah terakhir ialah menyajikan keseluruhan data yang diperoleh dalam keseluruhan proses penelitian dalam bentuk narasi yang lebih mudah untuk dipahami. Hasil akhir dari penelitian ini adalah suatu gambaran menyeluruh tentang publisitas UGM. 24
5. Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan di Bidang Humas Universitas Gadjah Mada, Bulaksumur, Yogyakarta.
F. Batasan Penelitian Penelitian ini memiliki beberapa batasan karena baru melihat bagaimana publisitas UGM dari permukaan. Kajian ini tidak dimaksudkan untuk membuat generalisasi tentang publisitas di setiap perguruan tinggi. Hal ini terkait dengan fokus penelitian ini yang berupaya untuk mendapatkan gambaran mengenai perencanaan publisitas, pelaksanaan rencana publisitas, dan evaluasi publisitas UGM. Oleh sebab itu, hasil penelitian ini tidak bisa dikatakan menggambarkan publisitas di semua perguruan tinggi. Penelitian ini juga tidak bertujuan untuk mengamati tentang dampak atas publisitas pada institusi.
25