BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi akhir-akhir ini semakin pesat, sehingga dapat mempermudah pekerjaan manusia. Hal ini tidak terlepas dari ilmu-ilmu dasar seperti ilmu fisika sebagai salah satu pondasi akan perkembangan tersebut. Semua yang berkaitan akan perkembangan teknologi yang begitu pesat sekarang ini tidak terlepas dari temuan-temuan konsep fisika. Selain itu ilmu fisika juga mengajarkan kepada manusia akan keselarasan alam, sehingga manusia dapat lebih peduli dengan lingkungannya untuk mempertahankan keselarasan tersebut dan bukan sebaliknya membuat dan membiarkan kerusakan-kerusakan terjadi pada alam. Pada tingkat Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah, fisika sangat penting untuk diajarkan sebagai mata pelajaran tersendiri dengan beberapa pertimbangan. Pertama, selain memberikan bekal ilmu kepada peserta didik, mata pelajaran Fisika dimaksudkan sebagai wahana untuk menumbuhkan kemampuan berpikir yang berguna untuk memecahkan masalah di dalam kehidupan seharihari (Badan Standar Nasional Pendidikan, 2006). Fisika sebagai bagian dari sains juga harus mengikuti perkembangan diera globalisasi tanpa meninggalkan hakikat sains yang meliputi: pengembangan kemampuan berpikir (mind on), keterampilan (hands on). Sebagaimana tujuan fisika yang dituangkan dalam Kompetensi Inti, siswa harus memiliki kompetensi sebagai berikut (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2013) : 1. Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya. 2. Mengembangkan perilaku (jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli, santun, ramah lingkungan, gotong royong, kerjasama, cinta damai, responsif dan proaktif) dan menunjukan sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan bangsa dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan
Chairul Aspan Siregar, 2014 Penerapan eksperimen virtual dan eksperimen riil dalam metode-problem solving laboratory menggunakan model group investigation untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan keterampilan proses sains siswa SMA pada materi rangkaian listrik arus searah Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
sosial dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia 3. Memahami dan menerapkan pengetahuan faktual, konseptual, prosedural dalam ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural pada
Chairul Aspan Siregar, 2014 Penerapan eksperimen virtual dan eksperimen riil dalam metode-problem solving laboratory menggunakan model group investigation untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan keterampilan proses sains siswa SMA pada materi rangkaian listrik arus searah Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
3
bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah. 4. Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri, dan mampu menggunakan metoda sesuai kaidah keilmuan. Bila dianalisis dari tujuan diatas, khususnya poin ke 3 dan 4 dapat dilihat bahwa kemampuan pemecahan masalah dan keterampilan proses sains (KPS) perlu dilatihkan kepada siswa untuk mencapai tujuan tersebut. Pencapaian kompetensi pembelajaran fisika tersebut tentunya bergantung pada berbagai aspek yang saling berkaitan yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat hasil belajar melalui proses pembelajaran yang diterima siswa. Dimana proses ini melibatkan metode mengajar, kurikulum serta saranan dalam pembelajaran. Melalui proses yang baik dalam pembelajaran tentunya akan menghasilkan output yang baik pula. Sehingga kompetensi inti yang dituangkan dalam kurikulum 2013 tersebut dapat dimiliki oleh setiap peserta didik. Akan tetapi dari apa yang diharapkan dalam pembelajaran fisika khususnya, masih ditemukan nilai rata-rata fisika siswa SMA di Kota Selatpanjang. Salah satu penyebab masih rendahnya perolehan nilai fisika siswa sekolah menengah di Kota Selatpanjang Riau khususnya bidang IPA Fisika, adalah masih rendahnya hasil belajar siswa serta proses pembelajaran yang belum melatihkan
kemampuan
pemecahan
masalah
dan
keterampilan
proses
sebagaimana hakikat sains yang seharusnya dapat mengembangkan kemampuan berpikir (mind on), keterampilan (hands on), dimana hal ini dapat ditingkatkan salah satunya melalui metode laboratorium, baik berupa eksperimen nyata maupun berupa eksperimen virtual. Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan dibeberapa sekolah SMA di Propinsi Riau diperoleh data bahwa : 1. Kemampuan pemecahan masalah dan keterampilan proses sains siswa masih rendah sebagaimana tes yang telah dilakukan. 2. Dari hasil observasi menunjukkan pembelajaran yang berlangsung dikelas tidak memfasilitasi kemampuan pemecahan masalah dan KPS, dimana guru masih banyak menggunakan metode ceramah dan kegiatan eksperimen jarang dilakukan, serta jika melakukan ekperimen, masih bersifat verifikatif.
4
3. Sarana dan prasarana pembelajara sangat mendukung, seperti laboratorium yang lengkap dengan KIT IPA-nya, serta laboratorium komputer. Sehingga memungkinkan untuk melakukan ekperimen fisika baik secara riil maupun virtual. Kesenjangan antara harapan yang dituangkan dalam tujuan pembelajaran fisika dengan kenyataan dilapangan, selain pembelajaran yang kurang memfasilitasi siswa dalam melatihkan kemampuan pemecahan masalah dan keterampilan proses sains yang dihadapkan pada konsep-konsep fisika melalui pendekatan matematis. Fisika juga merupakan begian konsep-konsep yang kongkrit, abstrak serta merupakan konsep yang menggambarkan atribut atau sifat yang semakin membuat siswa kesulitan dalam mengembangkan kemampuan pemecahan masalah dan KPS nya. Indrawati (1999:3) mengatakan bahwa “keterampilan proses merupakan keseluruhan keterampilan ilmiah yang terarah (baik kognitif maupun psikomotor) yang dapat digunakan untuk menemukan suatu konsep atau prinsip atau teori, untuk mengembangkan konsep yang telah ada sebelumnya, ataupun untuk melakukan penyangkalan terhadap suatu penemuan (falsifikasi)”. Salah satu metode yang dianggap dapat digunakan dalam meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah dan KPS adalah metode eksperimen/kegiatan lobaratory, baik nyata maupun virtual. Dimana metode eksperimen merupakan metode pembelajaran yang dapat memberikan pengalaman langsung kepada siswa untuk memperkenalkan, membiasakan dan melatihkan siswa untuk melaksanakan langkah-langakah ilmiah dan pengetahuan prosedural (Rustaman, 2005: 108). Kegiatan eksperiman atau kegiatan laboratory yang dilakukan di sekolahsekolah masih berupa praktikum/eksperimen tradisional yang bersifat verifikatif, dimana eksperimen seperti ini sering mendorong siswa untuk tidak jujur, karena hasil pengamatannya dikendalikan oleh teori/prinsip/ konsep yang sudah diketahuinya. Jika demikian halnya, kegiatan laboratorium sains yang diharapkan sebagai wahana pengembangan keterampilan proses dan sikap ilmiah malah menjadi kebalikannya. Kelemahan lainnya terletak pada proses kegiatannya, modul yang digunakan dalam eksperimen tradisional, secara rinci memuat prosedur-prosedur baku yang harus dilaksanakan siswa tahap demi tahap,
5
sehingga kurang merangsang siswa untuk mengembangkan daya nalarnya untuk merencanakan dan menyelesaikan persoalan yang dihadapinya. Dengan demikian diperlukan model yang baik untuk memfasilitasi kegiatan tersebut. Berangkat dari kekurangan/kelemahan akan kegiatan laboratorium tradisional
tersebut,
maka
diperlukan
kegiatan
laboratory
yang
dapat
meningkatkan pemahaman konsep siswa secara utuh dan mengembangkan keterampilan proses sains yang dalam hal ini ditawarkan adalah strategi Problem Solving Labolatory. Problem laboratorium
Solving
yang
Laboratory
memberi
merupakan
kesempatan
kepada
kegiatan peserta
eksperimen didik
dalam
mengidentifikasi masalah, merancang prosedur, mengumpulkan informasi, dan melaporkan hasil temuan. Peserta didik akan merasa terlibat dalam mengatur belajarnya dan mempunyai kecenderungan untuk berpikir dan memahami apa yang mereka lakukan. Peserta didik akan menjadi tertarik dalam belajar ketika mereka mengambil bagian dalam mengorganisasi cara belajarnya. Dengan menggunakan pendekatan pemecahan masalah pendidik dapat memotivasi dan memenuhi keinginan untuk mengetahui peserta didik. Hal ini didukung atas hasil penelitian Basori (2010) yang menyatakan “pembelajaran dengan model kegiatan laboratorium berbasis problem solving secara signifikan dapat lebih meningkatkan keterampilan proses sains dan pemahaman konsep siswa dibandingkan dengan pembelajaran dengan model kegiatan eksperimen verifikasi”. Penelitian Solehudin (2010) juga menyatakan “kegiatan laboratorium pemecahan masalah secara signifikan dapat meningkatkan keterampilan berfikir kreatif, sikap ilmiah dan penguasan konsep”. Kegiatan problem solving laboratory adalah berupa pengajuan masalah nyata yang dijumpai dalam kehidupan siswa, kemudian disediakan alat dan bahan yang diperlukan. Lalu siswa diarahkan untuk memprediksi tentang alternatif solusi dari masalah yang disajikan. Untuk mengarahkan siswa agar dapat melakukan eksplorasi dengan benar, maka guru memberikan pertanyaanpertanyaan metode/pengarah. Jika langkah kerja yang akan dilakukan siswa sudah sesuai, kemudian dilakukan eksplorasi dan pengukuran untuk memperoleh data
6
yang akan dianalisis. Dari hasil analisis data maka diperoleh kesimpulan berupa suatu konsep yang utuh. Menurut De Porter (Hidayatullah etal, 2011: 3) bahwa „manusia dapat menyerap suatu materi sebanyak 70% dari apa yang dikerjakan, 50% dari apa yang didengar dan dilihat dan dilihat (audio visual), sedangkan dari yang dilihat saja hanya 30%, dari yang didengarnya hanya 20% dan dari yang dibaca hanya 10%‟. Dari pernyataan tersebut, pembelajaran dengan experimen memang harus tetap diutamakan. Namun, untuk bagian-bagian yang sulit dilakukan percobaan, yang dikarenakan kendala waktu yang terbatas atau karena alat dan bahan yang terlalu mahal, dan juga hal-hal/fenomena yang sifatnya abstrak sehingga tidak dapat diperlihatkan dalam kegiatan eksperimen, maka diperlukan alternatif lain sebagai alat bantu pembelajaran seperti simulasi komputer. Dengan berbantukan simulasi komputer seperti animasi flash dapat membantu siswa dalam melakukan abstraksi fenomena fisika dan dapat memvisualisasikan fenomena yang sifanya abstrak tersebut secara interaktif sehingga dapat meningkatkan kemampuankemampuan yang dimiliki siswa. Sebelumnya penelitian Bajpai (2012) menyatakan eksperimen virtual dapat lebih meningkatkan pemahaman konsep siswa dibandingkan dengan eksperimen nyata. Penelitian lainnya, yang menyatakan penggunaan simulasi komputer
dalam
pembelajaran
berdampak
positif
terhadap
peningkatan
pemahaman konsep maupun kompetensi lainnya seperti dalam penelitian Supriyatman (2008) menyatakan “penggunaan model pembelajaran inkuiri menggunakan simulasi komputer interaktif secara signifikan dapat lebih meningkatkan penguasaan konsep dan keterampilain proses sains mahasiswa calon guru dibandingkan tanpa menggunakan simulasi komputer”. Penelitian lainnya seperti Khairyah (2013) menyimpulkan “secara umum pembelajaran kontruktivisme menggunakan media simulasi virtual lebih efektif dibandingkan dengan pembelajaran kontruktivisme tanpa menggunakan media simulasi virtual”. Penelitian Renngiwur (2010) menyatakan “setelah mendapatkan pembelajaran dengan pendekatan konseptual interaktif menggunakan animasi, pemahaman konsep dan keterampilan generik sains siswa mengalami peningkatan yang lebih baik dibandingkan siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan pendekatan konseptual interaktif tanpa menggunakan animasi”. Sehingga menarik untuk
7
dilakukkan penelitian penggunaan eksperimen virtual maupun riil yang dipadupadankan dalam metode problem solving laboratory. Mengingat kegiatan problem solving laboratory ini merupakan kegiatan eksperimen yang memerlukan kelompok kecil yang menuntut kerja sama antar siswa agar keterlaksanaan tercapai dengan baik, maka diperlukan model pembelajaran
yang
mendukung
seperti
model
pembelajaran
kooperatif.
Sebagaimana Arends (2007 : 4) menyatakan “model kooperatif learning menuntut kerja sama dan interpendensi siswa dalam struktur tugas, struktur tujuan dan struktur rewadnya”. Sehingga dengan model kooperatif akan lebih menekankan pembelajaran tutor sebaya, hal ini didukung penelitian-penelitian sebelumnya yang menunjukkan dengan pendekatan ini penguasaan konsep siswa dapat meningkat. Sebagaimana Santyasa (2009) mengatakakan bahwa “lingkungan merupakan salah satu fasilitas bagi peserta didik untuk mengembangkan pemahaman dan kemampuan problem solving, maka konsepsi interaksi merupakan salah satu faktor penting untuk dipahami”. Sehingga dapat dikatakan pembelajaran kooperatif menjadi penting agar dapat memberdayakan potensi dialog antara siswa. Young (Santyasa, 2009) menyatakan “pemecahan masalah dalam seting investigasi kelompok dapat mempercepat pembentukan konsensus dan resolusi konflik kognitif antar anggota kelompok yang menjadi bagian penting dalam pengkonstruksian struktur kognitif baru dan pemahaman yang lebih baik dalam belajar”. Mengingat Problem Solving Laboratory merupakan kegiatan eksperimen laboratorium
yang
memberi
kesempatan
kepada
peserta
didik
dalam
mengidentifikasi masalah, merancang prosedur, mengumpulkan informasi, dan melaporkan hasil temuan, maka model yang tepat digunakan dalam penerapaan Metode Problem Solving Laboratory ini adalah model kooperatif dengan pendekatan investigasi kelompok, karena pendekatan ini berorientasi penyelidikan dan penelitain sebelumnya yang dilakukan Junaedi (2010) menyatakan “pembelajaran kooperatif tipe investigasi kelompok secara signifikan dapat lebih meningkatkan keterampilan generik sains dan pemahaman konsep siswa dibandingkan pembelajaran konvensional”.
8
Atas dasar hasil observasi yang dilakukan dan hasil penelitian sebelumnya, maka akan dilaksanakan sebuah penelitian untuk menguji coba penerapan pembelajaran inovatif yaitu penggunaan eksperimen virtual dan eksperimen riil dalam metode problem solving laboratory menggunakan model group insvestigation di kelas X salah satu SMA Kab. Kepulauan Meranti. Berdasarkan masalah yang diperoleh dari hasil observasi yang dilakukan beserta solusi yang telah dipaparkan dan didukung oleh beberapa hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, maka dipandang perlu suatu penelitian mengenai penggunaan eksperimen virtual dan eksperimen riil dalam metode problem solving laboratory menggunakan model group investigation untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan keterampilan proses sains siswa SMA kelas X pada materi rangkaian listrik arus searah. B. Rumusan Masalah Rumusan masalah dalam penelitian ini dapat dilihat dari pertanyaan penelitian berikut ini: 1. Bagaimana perbandingan peningkatan kemampuan pemecahan masalah siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan menggunaan eksperimen virtual dalam metode problem solving laboratory menggunakan model group investigation dibandingkan dengan siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan menggunakan eksperimen riil dalam metode problem solving laboratory menggunakan model group investigation? 2. Bagaimana perbandingan peningkatan keterampilan proses sains siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan menggunakan eksperimen virtual dalam metode problem solving laboratory menggunakan model group investigation dibandingkan dengan siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan menggunakan eksperimen riil dalam metode problem solving laboratory menggunakan model group investigation? C. Batasan Masalah 1. Perbandingan peningkatan kemampuan pemecahan masalah. Pemecahan masalah dalam penelitian ini mencakup aspek mendefenisikan masalah, merencanakan solusi, ketepatan solusi dan evaluasi solusi. Kemampuan pemecahan masalah siswa sebelum dan sesudah pembelajaran diukur
9
melalui tes essay. Kategori peningkatan kemampuan pemecahan masalah siswa ditentukan oleh rata-rata skor gain yang dinormalisasi
. Peningkatan kemampuan pemecahan masalah dianalisis berdasarkan skor rata-rata gain yang dinormalisasi dan uji beda rerata dianalisis dengan uji statistik menggunakan SPSS 16. 2. Perbandingan peningkatan keterampilan proses sains. Keterampilan proses sains yang diukur dalam penelitian ini mencakup aspek Melakukan pengamatan
(observasi),
menafsirkan
pengamatan
(interpretasi),
mengelompokkan (klasifikasi), meramalkan (perdiksi), berkomunikasi, merencanakan percobaan atau penyelidikan, dan menerapkan konsep. Keterampilan proses sains siswa sebelum dan sesudah pembelajaran diukur melalui tes essay. Kategori peningkatan keterampilan proses sains siswa ditentukan oleh rata-rata skor gain yang dinormalisasi . Peningkatan keterampilan proses sains dianalisis berdasarkan skor ratarata gain yang dinormalisasi dan uji beda rerata dianalisis dengan uji statistik menggunakan SPSS 16. D. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Mendapatkan
gambaran
perbandingan
peningkatan
kemampuan
pemecahan masalah siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan menggunaan eksperimen virtual dalam metode problem solving laboratory menggunakan model group investigation dibandingkan dengan siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan menggunakan eksperimen riil dalam metode
problem
solving
laboratory
menggunakan
model
group
investigation 2. Mendapatkan gambaran perbandingan peningkatan keterampilan proses sains siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan menggunaan eksperimen
virtual
dalam
metode
problem
solving
laboratory
menggunakan model group Investigation dibandingkan dengan siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan menggunakan Eksperimen riil dalam metode
problem
investigation.
solving
laboratory
menggunakan
model
group
10
3. Tanggapan siswa terhadap penerapan eksperimen virtual dalam metode problem solving laboratory menggunakan model group Investigation. 4. Tanggapan siswa terhadap penerapan eksperimen riil dalam metode problem solving laboratory menggunakan model group Investigation. E. Manfaat Penelitian Data hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi perbandingan dan pertimbangan dalam penggunaan Eksperimen virtual dengan Eksperimen riil dalam Metode Problem Solving laboratory menggunakan model Group Investigation dalam meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah dan meningkatkan Keterampilan Proses Sains siswa pada rangkaian listrik arus searah yang nantinya dapat digunakan oleh berbagai pihak yang berkepentingan seperti guru, mahasiswa LPTK, dosen, LPTTK, peneliti dalam bidang pendidikan, dll.