BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Fisik rumah sakit merupakan satu hal yang sangat penting bagi sebuah rumah sakit. Bidang fisik termasuk bangunan, performansi ruang, tata landscape, dan infrastruktur pendukung mulai didekati dengan indikator kenyamanan, keindahan, serta keberpihakan pada lingkungan yang kesemuanya membangun citra layanan kesehatan di kelasnya. Bangunan yang indah, fungsional, efisien, dan bersih memberikan kesan yang positif bagi seluruh pengguna rumah sakit (MAP Organiser, 2009). Rancangan fisik sebuah rumah sakit tanpa pertimbangan yang masak tentang pihak-pihak yang nantinya beraktivitas di dalamnya akan menghasilkan tempat kerja yang tidak berfungsi maksimal / disfungsional (Lu dan Hignett, 2011). Sebuah pemikiran ulang tentang desain rumah sakit dan proses kerja diperkirakan berpotensi mempengaruhi efisiensi dan efektivitas pemberian perawatan di masa mendatang. Perubahan yang berani di lingkungan kerja rumah sakit penting untuk menjamin keberlanjutan dan keterjangkauan rumah sakit sebagai bagian dari sistem pelayanan kesehatan. Penelitian terkini menunjukkan bahwa dua unsur yang saling terkait yakni proses kerja tenaga medis dan lingkungan fisik rumah sakit ikut berperan dalam efisiensi dan keamanan perawatan pasien (Hendrich, Chow, Skierczynski, Lu, 2008). Rumah Sakit Khusus Ibu dan Anak (RSKIA) sebagai salah satu institusi pelayanan kesehatan juga memiliki tanggung jawab pada pemberian pelayanan kesehatan Ibu dan Anak dan harus dapat memberikan pelayanan pencegahan terhadap terjadinya kegawatdaruratan persalinan dengan cara perencanaan dengan seksama, pelaksanaan petunjuk klinis yang telah ditetapkan serta pemantauan secara teratur terhadap ibu hamil (DepKes RI, 2010). RSKIA Adinda sebagai sub sistem pelayanan kesehatan di bidang kesehatan ibu dan anak perlu mengantisipasi perkembangan masa depan, sesuai tuntutan jaman yang pada
1
2
dasarnya kembali pada peningkatan kualitas sistem penyampaian jasa pada masyarakat. Konsep
dari
pengembangan
rumah
sakit
adalah
perkembangan
pengetahuan secara bertahap yang diterjemahkan ke dalam sebuah bangunan, sehingga bangunan tersebut dapat menunjang kinerja yang mencakup fasilitas kesehatan, keamanan dan pelayanan optimal kepada pengguna bangunan rumah sakit (Preiser and Nasar, 2008). Aspek fisik rumah sakit menyangkut semua yang berkaitan dengan lingkungan fisik rumah sakit, termasuk bentuk bentuk komunikasi fisik lainnya. Aspek fisik dapat berupa atribut eksterior yaitu papan petunjuk, lahan parkir, taman, gedung itu sendiri. Rancangan lingkungan fisik suatu rumah sakit dapat mempengaruhi pilihan, harapan, kepuasan serta perilaku konsumen, karena lingkungan fisik suatu rumah sakit menjadi tempat berinteraksi antara konsumen dan penyedia jasa kesehatan. Lingkungan fisik harus dirancang untuk mendukung kebutuhan dan preferensi konsumen dan penyedia jasa secara bersamaan. Arsitek atau perencana diharapkan dapat membantu memberikan organisasi penyedia pelayanan kesehatan menuju sebuah rumah sakit yang mempunyai lokasi nyaman dengan menyediakan bangunan yang terpadu dan memberikan kepuasan dasar manusia akan berorientasi, aman, nyaman, dihormati, dan tenang (Kliment, 2008). Rancangan lingkungan fisik suatu rumah sakit dapat mempengaruhi pilihan, harapan, kepuasan serta perilaku konsumen. Karena lingkungan fisik suatu rumah sakit menjadi tempat berinteraksi antara konsumen dan penyedia jasa kesehatan. Lingkungan fisik harus dirancang untuk mendukung kebutuhan dan preferensi konsumen dan penyedia jasa secara bersama. Kedua poin yang tersebut diatas sangat sering didengar oleh pengelola rumah sakit, dan secara esensiil sudah dipahami secara parsial, namun jika dibicarakan dalam satu topik menjadi suatu hal yang praktis bersifat strategis (Horak, 1999). Tingkat kenyamanan dalam rumah sakit juga perlu diperhatikan disamping fasilitas dan peralatan yang ada (Sabarguna, 2004). Salah satu hal yang sangat berpengaruh pada kinerja karyawan atau pekerja rumah sakit adalah tempat yang nyaman dan kemudahan dalam melakukan
3
pekerjaannya, dalam hal ini adalah perawat. Kemudahan dalam melakukan pekerjaan yang berkaitan langsung dengan arsitektur rumah sakit adalah dekatnya antara tempat kerja yang satu dengan tempat kerja yang lain sehingga dapat mengurangi energi yang terbuang hanya untuk hilir mudik dari satu tempat ketempat yang lain, untuk itu diperlukan sebuah konsep Lean Hospital (Mark Graban, 2009). Bangunan rumah sakit dirancang untuk memberikan kemudahan pelayanan maupun penunjang pemberian akses bagi pasien. Seiring dengan fungsi tersebut rumah sakit juga harus menawarkan satu desain unik, memadupadankan bangunan berarsitek budaya. Tujuannya tetap mengedepankan dan melestarikan nilai-nilai budaya Indonesia. Layout merupakan susunan departemen-departemen, pusat kerja, dan peralatan yang lebih ditekankan pada perpindahan proses kerja (pelanggan atau barang) dalam suatu sistem. Penentuan layout merupakan hal yang penting dengan alasan: (1) membutuhkan investasi dana dan usaha yang cukup banyak, (2) melibatkan komitmen jangka panjang sehingga apabila timbul suatu masalah akan sulit untuk diatasi, (3) memiliki dampak yang signifikan terhadap biaya dan efisiensi operasional. Proses perencanaan layout diperlukan pada proses perancangan fasilitas baru dan perencanaan ulang fasilitas yang telah ada. Alasan paling umum dilakukannya perencanaan ulang adalah inefisiensi operasional, kecelakaan atau bahaya yang mengancam keselamatan pengguna. Desain layout yang buruk akan sangat mempengaruhi jalannya proses (Stevenson, 2009). Layout Rumah Sakit yang efisien menurut Carr (2009) adalah: (1) Mendukung efisiensi staf dengan meminimalisasi jarak antara ruang yang sering digunakan; (2)
Memudahkan pengawasan pasien dengan jumlah staf yang
terbatas; (3) Meliputi seluruh ruang yang dibutuhkan, tidak menyisakan ruang yang sudah tak dibutuhkan lagi. Tenaga medis menghabiskan banyak waktu untuk berjalan dan searching untuk pasokan, tetapi aktivitas formal aktivitas tenaga medis tidak tercover dengan baik (Mark Graban, 2008). Menurut Burgio (1990), perawat menghabiskan hampir 28,9% dari waktu kerja mereka untuk berjalan. Hal ini
4
merupakan pemborosan, tidak efektif dan efisien. Lingkungan fisik merupakan komponen penting dalam acute care setting yang dapat mempengaruhi akurasi keperawatan dan pengobatan, karena setiap kekurangan dalam lingkungan fisik akan memberikan kontribusi untuk staf tenaga medis, kelelahan, stres, dan mengakibatkan kesalahan. Sebuah gambaran yang ada tentang seorang perawat profesional adalah terus bergerak dari kamar pasien ke kamar pasien, dari pos perawat ke lemari pasokan dan kembali ke kamar, menghabiskan sedikit waktu untuk kegiatan perawatan pasien dan sejumlah besar waktu untuk dokumentasi, koordinasi perawatan, administrasi pengobatan, dan pergerakan di sekitar unit. Perawat berjalan dalam jarak yang signifikan saat bekerja dan berjalan lebih jauh saat giliran jaga dibandingkan saat sedang tidak bertugas. Sebagian besar waktu praktik keperawatan dihabiskan untuk dokumentasi (35,3%), administrasi pengobatan (17,2%), dan koordinasi perawatan (20,6%). Karena karakter tugas perawat yang memerlukan mereka untuk banyak bergerak, tata letak ruang suatu unit rumah sakit dapat berdampak secara signifikan terhadap kinerja perawat (Hendrich, Chow, Skierczynski, Lu, 2008). Dalam penelitian sebelumnya, berjalan telah diidentifikasi sebagai kegiatan yang menghabiskan waktu terbanyak perawat. Temuan mengenai aktivitas fisik yang diperlukan dalam keperawatan yaitu jarak tempuh yang panjang dan pengeluaran tenaga yang besar mendukung fakta tentang tuntutan fisik dan beban kerja yang harus ditanggung perawat sehari-hari (Hendrich, Chow, Skierczynski, Lu, 2008). Luasnya koridor pilihan masyarakat membuat rumah sakit dewasa ini tidak hanya berfikir tentang penyediaan pelayanan jasa kesehatan saja, tapi rumah sakit juga harus berfikir tentang pelayanan kesehatan yang paling diperlukan serta cara-cara bagaimana pelayanan tersebut dapat diberikan sebaik mungkin. Klinik Mayo selama hampir seabad telah menggunakan arsitektur dan desain interior untuk memenuhi kebutuhan menyeluruh pasien saat ilmu pengetahuan medis tak dapat melakukannya. Arsitekturnya bertujuan untuk menciptakan suasana yang mendukung kepercayaan diri pasien, dimana pasien merasa mereka telah
5
membuat keputusan yang baik dengan berobat di klinik Mayo. Bahkan saat ini, gedung Plummer adalah contoh yang baik dengan desain ”Romanesque art deco” menyediakan perlindungan dari pengalaman yang menakutkan dan menyakitkan dari diagnosa dan perawatan medis. Cesar Pelli, konsultan desain gedung Gonda mendeskripsikan konsepnya dimana proses penyembuhan dimulai saat pasien memasuki pintu depan rumah sakit. Seorang pasien klinik Mayo menyatakan bahwa hal yang tak terduga saat berobat di klinik tersebut adalah bahwa lingkungan yang cantik dan berseni mengobati jiwa selain fisiknya (Berry dan Seltman, 2008). Optimasi pergerakan perawat dan tenaga medis merupakan sarana penting untuk meningkatkan produktivitas organisasi kesehatan. Studi tentang pergerakan dan perilaku perawat maupun tenaga medis sangat dipengaruhi secara signifikan oleh tata letak setiap unit keperawatan. Namun, upaya untuk mengkorelasikan jenis layout rumah sakit dengan pergerakan perawat harus diteliti dan direncanakan lebih lanjut (Heo, Choudary, Bafna, Hendrich, Chow, 2009). Adanya keluhan tenaga medis mengenai penataan ruangan yang cukup menyulitkan mereka dalam memberikan pelayanan kesehatan yang optimal kepada pasien menjadi salah satu pertimbangan manajemen RSKIA Adinda dalam melakukan evaluasi dan nantinya perbaikan layout rumah sakit. RSKIA Adinda adalah rumah sakit ibu dan anak tipe C yang bermula dari sebuah rumah bersalin di kawasan Yogyakarta, dengan jumlah tenaga medis; dokter spesialis kandungan 3 orang; dokter spesialis anak 3 orang; dokter spesialis anastesi 2 orang; bidan 9 orang; perawat 10 orang, dan total ruangan berjumlah 34 ruangan. Jenis pelayanan yang saat ini diberikan yaitu: pelayanan poli kebidanan, poli anak, poli THT, rawat inap, laboratorium dan apotek. RSKIA Adinda memiliki rawat jalan (yang terdiri dari poliklinik kebidanan, poliklinik anak, poliklinik THT), rawat inap (yang terdiri dari rawat inap ibu bersalin dan anak), kamar operasi (OK), kamar bersalin (VK), apotek, dengan penunjang medik laboratorium. Hal ini mengharuskan RSKIA Adinda untuk melakukan efisiensi ruang dan melakukan penunjukan ruang yang tepat peruntukannya.
6
Tabel 1. Ruang di RSKIA Adinda Nama Ruang
Lantai 1
(1)
Pendaftaran, (2) Apotek, (3) Poliklinik kandungan, (4) Kamar
Operasi, (5) Kamar bersalin, (6) Rawat inap VIP, (7) Ruang tunggu dokter, (8) Ruang jaga, (9) Lobby, (10) Instalasi Gizi, (11) Gudang.
Lantai 2
(1)
Poli Anak, (2) Poli THT, (3) Ruang Bayi, (4) Rawat inap kelas
1, (5) Rawat inap kelas 2, (6) Rawat inap kelas 3, (7) Laboratorium, (8) Ruang administrasi, (9) Gudang obat, (10) Aula, (11) Ruang tunggu.
Dengan mempertimbangkan jumlah perawat, bidan, serta dokter spesialis yang jumlahnya terbatas, manajemen RSKIA Adinda dinilai perlu mengkaji kembali mengenai desain layout yang ada. Hal tersebut dimaksudkan agar dengan jumlah tenaga medis yang terbatas, RSKIA Adinda tetap mampu melayani jumlah pasien yang tinggi. Tentunya untuk dapat melakukan pelayanan yang ideal tanpa menambah jumlah tenaga medis. RSKIA Adinda dihadapkan pada sebuah tantangan yang mengharuskan adanya sebuah pergerakan yang efektif dan efisien dalam rangka pelayanan pasien. Jadi secara garis besar, tenaga medis harus dimudahkan dalam melakukan pergerakan dari ruang ke ruang sehingga mengurangi waktu tunggu, dan pelayanan yang memuaskan dapat tercapai. Kemudahan pergerakan dapat dicapai melalui penelitian efisiensi pada desain layout yang ada dan selanjutnya dilakukan tata ulang layout yang mengacu pada hasil desain layout yang baru. Salah satu keluhan yang muncul adalah, letak ruang poliklinik yang terpisah dan jauh dari ruang penunjang medis laboratorium, dan kesulitan perawat dalam mengontrol pasien rawat inap. Kondisi seperti ini diperlihatkan pada layout RSKIA Adinda berikut.
7
Gambar 1. Layout Lantai 1 RSKIA Adinda
Gambar 2. Layout Lantai 2 RSKIA Adinda
Pada gambar 1 mengenai layout RSKIA Adinda di lantai 1 terlihat bahwa kamar operasi dan kamar bersalin diletakan di depan yaitu di zona semi publik yang letaknya berdekatan dengan poliklinik kandungan, dalam hal ini memang peletakan layout seperti itu mempermudah pergerakan dokter, namun tidak sesuai dengan kaidah pengelompokan ruangan berdasarkan tingkat resiko terjadinya penularan penyakit karena kamar operasi dan kamar bersalin termasuk risiko sangat tinggi seharusnya berada di zona privasi. Selain itu pada layout RSKIA Adinda tidak terdapat Instalasi Gawat Darurat (IGD) yang seharusnya ada pada RSKIA tipe C (Depkes RI, 2010). Alur pelayanan pasien gawat darurat yang datang ke RSKIA Adinda yaitu dari pendaftaran langsung masuk ke poliklinik
8
kandungan sehingga pasien rawat jalan poliklinik kandungan dan pasien gawat darurat menjadi campur aduk karena tidak adanya IGD. Efisiensi fungsi, aksesibilitas, sirkulasi, dan penataan jalur utilitas menjadi faktor utama dalam menentukan keberhasilan atau keberlangsungan sinergi aktifitas di dalam sebuah rumah sakit. Tata letak ruang dari unit rumah sakit mempengaruhi produktivitas perawat dengan cara mempengaruhi total persentase durasi perjalanan terhadap waktu kerja mereka serta kemampuan mereka untuk "tetap fokus" pada tugas-tugas mereka (Heo, Choudary, Bafna, Hendrich, Chow, 2009). Agar tercapai efisiensi movement tenaga medis dan pasien, yang didukung dengan fasilitas yang memadai dengan mempertimbangkan standar Kementrian Kesehatan dan Departemen Kesehatan RI, berupa layout RSKIA Adinda, maka pada penelitian ini akan dikaji tentang “Desain Layout RSKIA Adinda Berdasarkan pada Layout Analisis dan Standar Kementrian Kesehatan”.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas, dapat dirumuskan permasalahan pada penelitian ini: 1. Pada layout di RSKIA Adinda memang terlihat banyak yang tidak efisien namun perlu dicek apakah benar-benar tidak efisien ? Apabila tidak efisien berapa inefisiensinya ? 2. Desain layout seperti apakah yang lebih efisien untuk dapat diterapkan dalam pengembangan
RSKIA
Adinda
dengan
mempertimbangkan
standar
Kementrian Kesehatan dan Departemen Kesehatan RI ?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah,
penelitian ini bertujuan
antara lain: 1. Mengevaluasi tingkat efisiensi layout di RSKIA Adinda yang ada sekarang, berdasarkan hasil layout analisis.
9
2. Merencanakan layout pengembangan RSKIA Adinda yang sesuai dengan standar rumah sakit dari Kementrian Kesehatan dan Departemen Kesehatan RI dan efisiensi movement tenaga medis dan pasien.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini memberikan manfaat bagi beberapa pihak, antara lain: 1. Bagi pihak manajemen RSKIA Adinda, bahwa hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan manajemen dalam mendesain ulang layout RSKIA Adinda, sehingga movement lebih efisien, tidak mudah lelah dan lebih fokus ke pelayanan. 2. Bagi peneliti lain, diharapkan dapat digunakan sebagai bahan referensi dalam penelitian yang terkait dengan hospital layout, untuk pengembangan ilmu manajemen rumah sakit yang biasanya hanya membahas pada level aktifitasnya saja, kini harus menghubungkan dengan desain fisik rumah sakit.
E. Keaslian Penelitian Keaslian penelitian ini berdasarkan penelitian yang terdahulu, disajikan pada tabel 2 berikut ini.
Tabel 2. Keaslian Penelitian Berdasarkan Penelitian Terdahulu Penulis (tahun)
Tujuan
Lokasi
Chesario, 2011
Mengetahui apakah layout rawat jalan RS Harapan yang ada saat ini sudah efisien
Unit rawat jalan RS Harapan Magelang
Rancangan penelitian Studi kasus
Sampel
Hasil utama
Movement manusia antar ruang di unit rawat jalan
Layout rawat jalan RS Harapan belum efisien karena perbandingan antara jarak antar ruang dengan jumlah pergerakan fisik orang di poliklinik dan penunjang medis tidak proporsional.
10
Penulis (tahun) Hendrich et al., 2008
Tujuan
Lokasi
Mengidentifikasi penyebab inefisiensi dalam proses kerja keperawatan dan desain unit keperawatan.
RS di Amerika Serikat
Rancangan Sampel penelitian Observatio Perawat nal survey unit medisbedah
Heo, et al., 2009
Mendefinisikan hubungan antara karakteristik ruang suatu tata letak fisik dan pergerakan perawat.
RS di Amerika Serikat
Perawat unit medisbedah
Joseph, A., 2006
Mengkaji bagaimana lingkungan fisik, dukungan budaya dan sosial, mempengaruhi (a) kesehatan dan keselamatan tim perawatan, (b) efektivitas tim kesehatan dalam menyediakan perawatan dan mencegah kesalahan medis, dan (c) kepuasan pasien dan praktisi dalam memberi dan menerima perawatan.
Literature review dari artikel jurnal dan laporan penelitian yang dipublikasi kan dalam kedokteran, keperawata n, psikologi, ergonomic, majalah arsitektur dan buku
Hasil utama Jarak tempuh yang panjang dan pengeluaran tenaga yang besar merupakan tuntutan fisik dan beban kerja yang harus ditanggung perawat sehari-hari. Karakteristik ruang unit rumah sakit memiliki sebuah dampak signifikan terhadap pola pergerakan perawat dengan adanya hubungan resolusi yang baik antara atribut spasial lokal dengan frekuensi kunjungan tugas ke kamar pasien
Lingkungan fisik memainkan peran penting dalam meningkatkan kesehatan dan keselamatan untuk staf, meningkatkan efektivitas dalam memberikan pelayanan, mengurangi kesalahan, dan meningkatkan kepuasan kerja.