BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pada dasarnya surat dakwaan sangat penting dalam hukum acara pidana, karena merupakan dasar pemeriksaan suatu perkara pidana di persidangan. Pada Pasal 141 KUHAP yang menyangkut bentuk surat dakwaan kumulasi, undangundang dan praktek hukum memberi kemungkinan menggabungkan beberapa perkara atau beberapa orang dalam satu surat dakwaan. Dengan jalan penggabungan tindak pidana dan pelaku-pelaku tindak pidana dalam suatu surat dakwaan perkara atau pelaku-pelakunya dapat diperiksa dalam suatu persidangan pengadilan yang sama. Dalam dakwaan ini harus dengan tegas dan jelas dirumuskan penggabungan/pengumpulan para terdakwa kedalam satu dakwaan sebagaimana dimaksud Pasal 141 KUHAP perumusan secara cermat, jelas dan lengkap unsurunsur tindak pidana yang didakwakan dikaitkan dengan fakta perbuatan para terdakwa yang dilengkapi dengan uraian tentang waktu dan tempat dilakukannya tindak pidana dalam merumuskan tindak pidana yang didakwakan harus dirumuskan secara terperinci peran para terdakwa masing-masing atau secara bersama-sama dalam mewujudkan tindak pidana tersebut. Mencermati perkara dengan Nomor : 89/Pid.B/2014/PN.Byl dengan para terdakwa Wachyu Nugroho Bin Aliman; Sukisno Alias Ciu; Sri Wahyuni Alias Leni, yang telah terbukti bersalah melakukan tindak pidana “Pemerasan” sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 368 ayat 1 KUHP jo Pasal 365 ayat 2 ke-2 KUHP. Terdakwa Wachyu Nugroho Bin Aliman bersama temantemannya pada hari Selasa tanggal 28 Januari 2014 sekira jam 15.00 WIB atau setidak-tidaknya pada suatu waktu dalam tahun 2014 bertempat di pinggir jalan raya Andong – Klego, Kec. Klego, Kab. Boyolali atau setidak-tidaknya di suatu
1
2
tempat yang masih termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Boyolali, telah melakukan perbuatan dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa seorang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk memberikan barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang itu atau orang lain atau supaya membuat hutang maupun menghapuskan piutang, perbuatan tersebut dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu. Pada pelaksanaan terhadap perumusan dakwaan tetap harus didasarkan pada hasil pemeriksaan pendahuluan dimana dapat diketemukan baik berupa keterangan terdakwa maupun keterangan saksi dan alat bukti yang lain termasuk keterangan ahli misalnya Visum Et Repertum, disitulah dapat ditemukan perbuatan sungguh-sungguh dilakukan (Perbuatan Materil) dan bagaimana dilakukannya (Hamzah, 2008:170). Terkait penyatuan dari beberapa terdakwa yang telah melakukan tindak pidana pemerasan sesuai dengan putusan Pengadilan Negeri Boyolali tersebut, hal ini dilakukan oleh Penuntut Umum dengan pertimbangan efektifitas dalam penuntutan perkara. Demi alasan persidangan yang cepat, sederhana dan berbiaya murah, penggabungan beberapa berkas dakwaan dengan beberapa terdakwa, sangat mungkin
dilakukan.
Apalagi
Pasal
141
KUHAP
mengatur
masalah
penggabungan dakwaan itu. Selain itu penuntut umum diberi kewenangan untuk mengajukan dakwaan yang berbentuk gabungan atau kumulasi. Baik „kumulasi perkara tindak pidana‟ maupun sekaligus „kumulasi terdakwa‟ dengan kumulasi dakwaannya. Berdasarkan paparan singkat di atas, penulis tertarik untuk menindaklanjuti apa yang dilakukan oleh Penuntut Umum dengan menyatukan beberapa terdakwa dalam satu berkas penuntutan dari sudut implikasi yuridisnya terkait proses hukum dalam penuntutan perkara pemerasan di Pengadilan Negeri Boyolali, dengan mengajukan judul skripsi : “TINJAUAN PENYATUAN BEBERAPA
3
TERDAKWA DALAM SATU BERKAS DAKWAAN OLEH PENUNTUT UMUM DAN IMPLIKASI YURIDISNYA PADA PENUNTUTAN PERKARA PEMERASAN DI PENGADILAN NEGERI BOYOLALI (Studi Putusan Nomor : 89/Pid.B/2014/PN.Byl.)” B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas, rumusan permasalahan yang ingin penulis kemukakan yaitu : 1. Apakah penyatuan beberapa terdakwa dalam satu berkas dakwaan yang dilakukan oleh
Penuntut
Umum
pada
putusan
perkara
pemerasan
Nomor
:
89/Pid.B/2014/PN.Byl. di Pengadilan Negeri Boyolali sudah sesuai dengan ketentuan dalam KUHAP? 2. Bagaimanakah implikasi yuridis terkait penyatuan beberapa terdakwa dalam satu berkas dakwaan yang dilakukan oleh Penuntut Umum pada putusan perkara pemerasan Nomor : 89/Pid.B/2014/PN.Byl. di Pengadilan Negeri Boyolali?
C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian yang ingin penulis capai dalam penelitian hukum ini adalah sebagai berikut : 1. Tujuan Obyektif a. Untuk mengetahui ketentuan hukum dalam penyatuan beberapa terdakwa dalam satu berkas dakwaan yang dilakukan oleh Penuntut Umum pada putusan perkara pemerasan Nomor : 89/Pid.B/2014/PN.Byl. di Pengadilan Negeri Boyolali. b. Untuk mengetahui implikasi yuridis dari penyatuan beberapa terdakwa dalam satu berkas dakwaan yang dilakukan oleh Penuntut Umum pada putusan perkara pemerasan Nomor : 89/Pid.B/2014/PN.Byl. di Pengadilan Negeri Boyolali. 2. Tujuan Subyektif
4
a. Menambah wawasan/pengetahuan penulis dibidang hukum acara pidana khususnya terkait ketentuan hukum tentang penyatuan beberapa terdakwa dalam satu berkas dakwaan yang dilakukan oleh Penuntut Umum dengan alasan untuk mempersingkat waktu dan biaya yang lebih murah. b. Untuk memperoleh sumber bahan hukum dan informasi sebagai bahan utama dalam menyusun karya ilmiah guna memenuhi persyaratan yang diwajibkan dalam meraih gelar kesarjanaan di bidang Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.
D. Manfaat Penelitian Dalam penelitian tentunya sangat diharapkan adanya manfaat dan kegunaan yang dapat diambil dalam penelitian tersebut. Adapun manfaat yang didapat dari penelitian ini adalah: 1. Manfaat Teoritis a. Untuk memberi sumbangan pikiran dan manfaat dalam mengembangkan ilmu pengetahuan pada umumnya dan hukum acara pidana pada khususnya. b. Hasil Penelitian ini dapat memberikan jawaban yang jelas mengenai benartidaknya strategi penyatuan terdakwa dalam proses beracara pidana. c. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi suatu tambahan referensi, masukan data ataupun literatur bagi penulisan hukum selanjutnya yang berguna bagi para pihak-pihak yang berkepentingan.
2. Manfaat Praktis a. Untuk memberikan jawaban atas permasalahan-permasalahan yang diteliti oleh penulis yaitu mengetahui dasar hukum Penuntut Umum menyusun penyatuan terdakwa dalam satu berkas tuntutan pada putusan perkara pemerasan Nomor : 89/Pid.B/2014/PN.Byl. di Pengadilan Negeri Boyolali.
5
b. Diharapkan dapat meningkatkan dan mengembangkan kemampuan penulis dalam bidang hukum sebagai bekal untuk terjun ke dalam masyarakat nantinya. c. Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu memberi masukan dan sumbangan pemikiran bagi pihak-pihak terkait dengan masalah yang diteliti.
E. Metode Penelitian Menurut H.J. van Eikema Hommers sebagaimana dikutip Peter Mahmud Marzuki menyatakan bahwa setiap ilmu pengetahuan memiliki metodenya sendiri. Apa yang dikemukakan mengindikasikan bahwa tidak dimungkinkannya penyeragaman metode untuk semua bidang (H.J. van Eikema Hommers dalam Peter Mahmud Marzuki, 2007 : 11). Berdasarkan hal tersebut, peneliti dalam penelitian ini mengguna kan metode penelitian sebagai berikut : 1. Jenis Penelitian Penelitian ini adalah penelitian hukum yang merupakan suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi (Peter Mahmud Marzuki, 2006 : 35). Penelitian hukum ini merupakan penelitian doktrinal karena keilmuan hukum bersifat preskriptif (Peter Mahmud Marzuki, 2006 : 33).
6
2. Sifat Penelitian Sifat penelitian yang dilakukan oleh penulis adalah penelitian hukum yang bersifat preskriptif dan terapan. Sebagai ilmu yang bersifat preskriptif, maka penelitian ini mempelajari tujuan hukum, nilai-nilai keadilan, validitas aturan hukum, konsep-konsep hukum dan norma-norma hukum (Peter Mahmud Marzuki, 2006 : 22). 3. Pendekatan Penelitian Pendekatan yang dapat digunakan di dalam penelitian hukum adalah pendekatan undang-undang (statute approach), pendekatan kasus (case approach), pendekatan historis (historical approach), pendekatan komparatif (comparative approach), dan pendekatan konseptual (conceptual approach) (Peter Mahmud Marzuki, 2006 : 93). Dari kelima pendekatan tersebut, pendekatan yang relevan dengan penelitian hukum yang penulis gunakan adalah pendekatan kasus (case approach). 4. Sumber Penelitian Hukum Sumber-sumber penelitian hukum ini terdiri dari: a. Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif artinya mempunyai otoritas. Bahan-bahan hukum primer terdiri dari perundangundangan, catatan-catatan resmi atau risalah dalam pembuatan perundangundangan dan putusan-putusan hakim. Penelitian hukum ini menggunakan bahan hukum dari Putusan Pengadilan Negeri Boyolali Nomor Putusan Nomor : 89/Pid.B/2014/PN.Byl, dan Undang-undang atau putusan hukum lain yang mendukungnya. b. Bahan hukum sekunder yang berupa semua publikasi tentang hukum yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi. Publikasi tentang hukum meliputi bukubuku teks, kamus-kamus hukum, jurnal-jurnal hukum, dan komentar-komentar atas putusan pengadilan. Peneliti menggunakan buku-buku teks, kamus-kamus hukum serta jurnal-jurnal hukum yang berhubungan dengan permasalahan yang diteliti (Peter Mahmud Marzuki, 2006 : 141).
7
5. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum Peneliti melakukan penelusuran untuk mencari bahan- bahan hukum yang relevan dengan isu hukum yang dihadapi. Peneliti menggunakan teknik studi pustaka dengan mengumpulkan putusan pengadilan mengenai isu hukum yang dihadapi yakni Putusan Pengadilan Negeri Boyolali Nomor Putusan Nomor : 89/Pid.B/2014/PN.Byl, merupakan tindak pidana pemerasan yang dilakukan bersama-sama dan telah direncanakan sebelumnya. Peneliti juga mendokumentasikan bahan-bahan hukum sekunder yang berupa buku-buku teks, kamus-kamus hukum, jurnal-jurnal hukum yang berhubungan dengan permasalahan yang diteliti. 6. Teknik Analisis Penelitian ini mempergunakan teknis analisis data dengan metode deduksi. Sebagaimana silogisme yang diajarkan oleh Aristoteles, penggunaan metode deduksi ini berpangkal dari pengajuan premis mayor. Kemudian diajukan premis minor. Dari kedua premis ini kemudian ditarik suatu kesimpulan atau conclusion (Peter Mahmud Marzuki, 2006 : 47). Pada logika silogistik untuk penalaran hukum yang bersifat premis mayor adalah aturan hukum sedangkan premis minornya adalah fakta hukum. Sedangakan menurut Jhonny Ibrahim, yang mengutip pendapat Bernard Arief Shiharta, logika deduktif merupakan suatu teknik untuk menarik kesimpulan dari hal yang bersifat umum menjadi kasus yang bersifat individual Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif. Malang: Bayumedia (Jhonny Ibrahim, 2008). Dalam hal ini, data yang diperoleh dalam penelitian ini dengan melakukan inventarisasi sekaligus mengkaji dari penelitian studi kepustakaan aturan perundang-undangan beserta dokumen-dokumen yang dapat membantu menafsirkan norma terkait, kemudian data tersebut diolah dan dianalisis untuk menjawab permasalahan yang diteliti. Tahap terakhir adalah menarik kesimpulan dari data yang diolah, sehingga pada akhirnya dapat diketahui seberapa jauh Pengadilan Negeri Boyolali dalam hal ini adalah Hakim yang memimpin persidangan dalam perkara pemerasan seperti tercantum dalam Putusan Nomor : 89/Pid.B/2014/PN.Byl.
8
F. Sistematika Penulisan Hukum Untuk memberikan gambaran menyeluruh mengenai penulisan hukum yang disusun, maka penulis menguraikan dalam suatu sistematika penulisan hukum. Adapun sistematika penulisan hukum ini adalah sebagai berikut :
BAB I
PENDAHULUAN Pada bab ini penulis berusaha memberikan gambaran awal tentang penelitian yang meliputi latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan
penelitian,
manfaat
penelitian,
metode
penelitian
dan
sistematika penulisan hukum yang digunakan untuk memberikan pemahaman terhadap isi penelitian ini secara garis besar. BAB II
TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini diuraikan tentang kerangka teori dan kerangka pemikiran. Kerangka teori meliputi tinjauan tentang surat dakwaan, tinjauan tentang penuntut umum, tinjauan tentang tindak pidana pemerasan, tinjauan tentang perbuatan perbarengan.
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pada bab ini penulis akan menyajikan tentang hasil penelitian beserta pembahasan yang meliputi : a. Apakah Penyatuan Beberapa Terdakwa Dalam Satu Berkas Dakwaan Pada Putusan Perkara Pemerasan Nomor: 89/Pid.B/2014/ PN.Byl sudah sesuai dengan KUHAP b. Apakah Implikasi yuridis penyatuan beberapa terdakwa oleh Penuntut Umum
dalam
satu
berkas
dakwaan
pada
perkara
Nomor:
89/Pid.B/2014/PN.Byl
BAB IV PENUTUP Pada bab ini berisi simpulan dan saran yang berdasarkan pembahasan dan jawaban atas rumusan masalah yang telah diuraikan.
9
DAFTAR PUSTAKA Berisi sumber-sumber pustaka yang dikutip dalam penulisan hukum baik langsung maupun tidak langsung. LAMPIRAN Berisi instrumen-instrumen penelitian.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
1.
Kerangka Teori a. Tinjauan Tentang Surat Dakwaan 1. Pengertian Surat Dakwaan Di dalam Abdul Karim Nasution surat dakwaan adalah suatu surat atau akte yang memuat suatu rumusan dari tindak pidana yang didakwakan, yang sementara dapat disimpulkan dari surat-surat pemeriksaan pendahuluan yang merupakan dasar bagi hakim untuk melakukan pemeriksaan, yang bila ternyata cukup terbukti, terdakwa dapat dijatuhi hukuman (Martiman P, 2002 : 31). M. Yahya Harahap, mengemukakan : Surat dakwaan adalah surat atau akta yang memuat rumusan tindak pidana yang didakwakan kepada terdakwa yang disimpulkan dan ditarik dari hasil pemeriksaan penyidikan, dan merupakan dasar serta landasan bagi hakim dalam pemeriksaan di muka sidang pengadilan (M. Yahya Harahap, 2002:386) Berdasarkan kedua pendapat tersebut yang dimaksud dengan surat dakwaan, yaitu : a. Surat dakwaan merupakan suatu akte, sebagai suatu akte tentunya surat dakwaan harus mencantumkan tanggal pembuatannya dan tandatangan pembuatannya. Suatu akte yang tidak mencantumkan tanggal dan tanda tangan pembuatnya tidak memiliki kekuatan sebagai akte, meskipun mungkin secara umum dapat dikatakan sebagai surat. b. Surat dakwaan tersebut selalu mengandung element yang sama yaitu adanya perumusan tentang tindak pidana yang didakwakan beserta waktu dan tempat dilakukannya tindak pidana. c. Dalam merumuskan tindak pidana yang didakwakan kepada terdakwa, haruslah dilakukan secara cermat, jelas dan lengkap, sebagaimana diisyaratkan dalam ketentuan perundang-undangan.
10
11
d. Surat dakwaan merupakan dasar pemeriksaan perkara di sidang pengadilan. 2. Fungsi Surat Dakwaan Rumusan surat dakwaan harus sesuai dengan hasil pemeriksaan penyidikan. Rumusan surat dakwaan yang menyimpang dari hasil pemeriksaan penyidikan merupakan surat dakwaan yang palsu dan tidak benar. Surat dakwaan yang demikian tidak dapat dipergunakan jaksa menuntut terdakwa (Yahya Harahap, 2000 : 376). Fungsi surat dakwaan dalam sidang pengadilan merupakan landasan dan titik tolak pemeriksaan terdakwa. Berdasarkan rumusan surat dakwaan dibuktikan kesalahan terdakwa. Pemeriksaan sidang tidak boleh menyimpang dari apa yang dirumuskan dalam surat dakwaan (Yahya Harahap, 2000 : 378). Ditinjau dari berbagai kepentingan yang berkaitan dengan pemeriksaan perkara pidana, maka fungsi Surat Dakwaan dapat dikategorikan : a.
Bagi Pengadilan atau Hakim, Surat Dakwaan merupakan dasar dan sekaligus membatasi ruang lingkup pemeriksaan, dasar pertimbangan dalam penjatuhan keputusan;
b.
Bagi Penuntut Umum, Surat Dakwaan merupakan dasar pembuktian atau analisis yuridis, tuntutan pidana dan penggunaan upaya hukum;
c.
Bagi terdakwa atau Penasehat Hukum, Surat Dakwaan merupakan dasar untuk mempersiapkan pembelaan (http: peraturan kejaksaan : pembuatansurat-dakwaan.html,
diakses
pada
tanggal
28
April
2015 pukul
11.53WIB). Mr. B.M Teverne mengemukakan, bahwa “kekuasaan lalim” dari surat dakwaan itu, adalah sebagai berikut : a.
Dimensi Positif, bahwa keseluruhan isi surat dakwaan yang terbukti pada persidangan harus dijadikan dasar oleh hakim pada putusannya.
b.
Dimensi Negatif, bahwa apa yang dapat dibuktikan dalam persidangan harus dapat tercantum pada surat dakwaan.
12
Surat dakwaan yang dibuat oleh Jaksa Penuntut Umum haruslah memenuhi ketentuan/syarat-syarat baik syarat formil maupun syarat materiil, dimana surat dakwaan itu harus berdasarkan Berita Acara Pemeriksaan karena berdasarkan surat dakwaan itulah yang akan menjadi pedoman proses pemeriksaan yang dilakukan di persidangan untuk mencari dan menemukan kebenaran materiil (de matriele waarheid) dan pada akhirnya menjadi dasar hakim untuk menjatuhkan putusan terhadap perkara tersebut (Litis Contestatio). Oleh karena itu, arti pentingnya surat dakwaan adalah : a.
Sebagai dasar bagi pemeriksaan di persidangan
b.
Sebagai dasar bagi penuntut umum dalam mengajukan tuntutan
c.
Sebagai dasar bagi terdakwa untuk membela dirinya
d.
Sebagai dasar bagi hakim untuk menjatuhkan putusannya Surat dakwaan memiliki fungsi sentral dalam pemeriksaan persidangan,
karena surat dakwaan merupakan suatu rumusan dari proses penyidikan yang dibuat dalam bentuk suatu akta guna membawa hasil penyidikan tersebut ke dalam pemeriksaan pengadilan untuk memperoleh putusan hakim tentang perbuatan terdakwa yang didakwakan. Hakim pada prinsipnya tidak dapat memeriksa dan mengadili keluar dari lingkup yang didakwakan artinya hakim harus memeriksa, mengadili dan memutus suatu perkara pidana berdasarkan delik yang tercantum dalam surat dakwaan. 3. Syarat-syarat surat dakwaan Mengenai surat dakwaan telah diatur dalam Pasal 143 ayat (2) KUHAP, dimana surat dakwaan haruslah diberi tanggal dan ditanda tangani serta berisi : a.
Syarat formil : 1)
Nama lengkap,
2)
tempat lahir,
3)
umur atau tanggal lahir,
4)
jenis kelamin,
5)
kebangsaan,
6)
tempat tinggal,
13
b.
7)
agama, dan
8)
pekerjaan tersangka.
Syarat materiil ; 1)
Uraian secara cermat Artinya surat dakwaan harus didasarkan kepada Undang-Undang yang
berlaku bagi terdakwa, dan harus memperhatikan : a)
Apakah ada pengaduan dalam hal delik khusus
b)
Apakah penerapan hukumnya sudah tepat
c)
Apakah terdakwa dapat dipertanggungjawabkan
d)
Apakah tindak pidana itu belum atau sudah daluarsa
e)
Apakah nebis in idem atau tidak
2)
Jelas Artinya surat dakwaan harus merumuskan unsur-unsur dari tindak pidana yang didakwakan sekaligus memadukan dengan uraian perbuatan materiil/fakta yang dilakukan oleh terdakwa dalam surat dakwaan. Sehingga uraian unsur delik tersebut harus dirumuskan dalam pasal yang didakwakan dan dapat dijelaskan dalam bentuk fakta perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa guna dapat diketahui secara jelas apakah terdakwa dalam melakukan tindak pidana yang didakwakan tersebut sebagai Pelaku (dader/pleger), pelaku peserta (mededader/pleger), penggerak
(uitlokker),
penyuruh
(doen
pleger),
pembantu
(medeplichting). 3)
Lengkap
mengenai
rumusan
unsur-unsur tindak
pidana
yang
didakwakan dengan menyebutkan waktu dan tempat tindak pidana itu dilakukan Artinya uraian surat dakwaan harus mencukupi semua unsurunsur yang ditentukan secara lengkap yaitu apabila perbuatan materiilnya tidak diuraikan secara tegas dalam surat dakwaan, maka perbuatan tersebut akan berakibat bukan merupakan tindak pidana sebagaimana yang ditentukan di dalam Undang-Undang.
14
4. Syarat Surat Dakwaan Pasal 143 ayat (2) KUHAP menetapkan syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam menyusun surat dakwaan, Penuntut Umum membuat surat dakwaan yang ditandatangani dan diberi tanggal. Syarat-syarat tersebut adalah sebagai berikut : a.
Syarat Formal, yaitu mencakup: nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama dan pekerjaan tersangka (terdakwa).
b.
Syarat Materiil, yaitu mencakup: uraian secara cermat, jelas dan lengakap seksama maka dalam perbedaan itu terkandung pula persamaan. Dengan adanya syarat pembuatan dakwaan yaitu syarat formal dan materiil,
maka kedua syarat ini harus dipenuhi dalam menyusun surat dakwaan. Akan tetapi undang-undang sendiri membedakan kedua syarat ini berdasarkan ketentuan Pasal 143 ayat (3), yang menegaskan surat dakwaan yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf b, “batal demi hukum”. 5. Akibat hukum tidak dipenuhinya syarat surat dakwaan Berbagai akibat hukum yang muncul terkait tidak terpenuhinya syarat surat dakwaan apabila dalam surat dakwaan terdapat adanya pencampuran adukan unsur suatu pasal tertentu dengan pasal yang lain dalam suatu surat dakwaan maka dakwaan tersebut dinyatakan kabur atau tidak jelas (obscuur libel), contoh : penggabungan unsur Pasal 55 KUHP dan Pasal 56 KUHP, Pasal 372 KUHP dan Pasal 378 KUHP, Pasal 362 KUHP dan Pasal 480 KUHP. Apabila syarat formilnya tidak terpenuhi maka surat dakwaan DAPAT DIBATALKAN (vernietigbaar). apabila syarat materiilnya tidak terpenuhi maka dakwaan tersebut adalah BATAL DEMI HUKUM (rechtswege nietig) (Pasal 143 ayat (3) KUHAP), dimana dianggap tidak terpenuhinya syarat materiil apabila : a.
Dakwaan kabur (obscuur libelen) yaitu karena susunannya tidak jelas atau unsur-unsur tindak pidana yag didakwakan tidak diuraikan secara jelas atau terjadinya pencampuran unsur-unsur tindak pidana atau tidak memuat fakta dan keadaan secara lengkap
b.
Dalam dakwaan berisi pertentangan antara satu dengan yang lainnya
c.
Tidak berdasarkan rumusan atau kesimpulan dari hasil penyidikan
15
Sehingga materi yang ada di dalam surat dakwaan harus memuat atau dapat diketahuinya siapa yang melakukan tindak pidana (orang), kapan perbuatan tersebut dilakukan (waktu), dimana terjadinya perbuatan tersebut (tempat), cara bagaimana perbuatan itu dilakukan dan dengan alat apa perbuatan itu dilakukan, apa akibat dari perbuatan tersebut dalam artian siapa yang menjadi korban atau siapa yang dirugikan. Kesemuanya itu harus di dukung oleh bukti-bukti yang cukup seseuai dengan ketentuang Undang-Undang. Sedang akibat hukum tidak dipenuhinya syarat surat dakwaan menurut ketentuan Pasal 143 ayat (3) adalah sebagai berikut: 1)
Kekurangan syarat formal, tidak menyebabkan surat dakwaan batal demi hukum. a) Tidak dengan sendirinya batal menurut hukum, pembatalan surat dakwaan yang diakibatkan kekurang sempurnaan syarat formal maka dapat dibatalkan, jadi tidak batal demi hukum (van rechtswege nietig atau null and void) tapi dapat
dibatalkan
atau
vernietigbaar
(voidable)
karena
sifat
kekurangsempurnaan pencantuman syarat formal dianggap bernilai imperfect (kurang sempurna) b) Kesalahan syarat formal tidak prinsipil sekali. Misalnya kesalahan penyebutan umur tidak dapat dijadikan alasan untuk membatalkan surat dakwaan. Kesalahan atau ketidak sempurnaan syarat formal dapat dibetulkan hakim dalam putusan, sebab pembetulan syarat formal surat dakwaan, pada pokoknya tidak menimbulkan seuatu akibat hukum yang dapat merugikan terdakwa. 2)
Kekurangan syarat materiil, mengakibatkan surat dakwaan batal demi hukum. Jelas dilihat perbedaan diantara kedua syarat tersebut. Pada syarat formal, kekurangan memenuhi syarat tersebut tidak mengakibatkan batalnya surat dakwaan demi hukum, akan tetapi masih dapat dibetulkan. Sedang pada syarat materiil, apabila syarat tersebut tidak dipenuhi surat dakwaan batal demi hukum. Pencantuman syarat formal dan material dalam penyusunan surat dakwaan sangat erat kaitannya dengan tujuan daripada surat dakwaan itu sendiri. Tujuan surat dakwaan tiada lain ialah dalam proses pidana surat dakwaan itu adalah sebagai dasar pemeriksaan sidang pengadilan, dasar pembuktian dan tuntutan pidana dasar pembelaan diri bagi terdakwa dan merupakan dasar
16
penilaian serta dasar putusan pengadilan. Kesemuanya itu guna menentukan perbuatan apa yang telah terbukti, apakah perbuatan yang terbukti tersebut dirumuskan dalam surat dakwaan, siapa yang terbukti bersalah melakukan pebuatan yang di dakwakan itu. 6. Wewenang Penyusunan Surat Dakwaan Pada prinsinya, hanya Jaksa Penuntut Umum yang berhak dan berwenang dalam menyusun surat dakwaan, mendakwa serta menghadapkan seseorang terdakwa kepada hakim di muka sidang pengadilan. Akan tetapi tentu terhadap prinsip umum ini terdapat pengecualian, pada tindak pidana acara ringan dan acara pelanggaran lalulintas jalan (Pasal 205 ayat (2) dan Pasal 212). Dalam acara pemeriksaan tindak pidana ringan seperti yang sudah pernah dijelaskan, penyidik atas kuasa penuntut umum menghadapkan dan mendakwa terdakwa kepada hakim dalam sidang pengadilan (Pasal 205 ayat (2)). Demikian juga pada acara pemeriksaan pelanggaran lalu lintas jalan, penyidik langsung menghadapkan terdakwa kepada hakim dalam sidang pengadilan. Namun demikian kedua pengecualian diatas, tidak mengurangi arti prinsip bahwa hanya jaksa yang berhak mendakwakan seseorang terdakwa yang melakukan tindak pidana kepada hakim di muka sidang pengadilan. 7. Bentuk Dakwaan Penyusunan surat dakwaan, kecuali harus memenuhi syarat formal (Pasal 143 ayat (3) huruf a) dan syarat materiil (Pasal 143 ayat (2) huruf b) juga terikat dengan bentuk-bentuk surat dakwaan. Penyusunan surat dakwaan dikenal ada 5 (lima) bentuk (Anonim, 1985:24-28).
1)
Tunggal
Bentuk surat dakwaan yang disusun dalam rumusan tunggal. Surat dakwaan hanya berisi satu saja dakwaan. Umumnya perumusan dakwaan tunggal dijumpai dalam tindak pidana yang jelas serta tidak mengandung
faktor
penyertaan
(mededaderschap)
atau
faktor
concursus maupun faktor alternatif atau faktor subsidair. Baik pelakunya maupun tindak pidana yang dilanggar sedemikian rupa jelas
17
dan sederhana, sehingga surat dakwaan cukup dirumuskan dalam bentuk tunggal. Bentuk surat dakwaan tunggal cukup merumuskan dakwaan dalam bentuk surat dakwaan bersifat tunggal, yakni berupa uraian yang jelas memenuhi syarat formal dan materiil yang diatur Pasal 143 ayat (2) KUHAP (Yahya Harahap, 2000 : 399). Dakwaan tunggal, apabila Jaksa Penuntut Umum berpendapat dan yakin benar bahwa: a)
Perbuatan yang dilakukan terdakwa hanya merupakan satu tindak pidana saja;
b)
Terdakwa melakukan satu perbuatan, tetapi dalam beberapa ketentuan pidana (eendaadsche semenloop=Concursus idealis), sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat (1) KUHP;
c)
Terdakwa
melakukan
perbuatan
yang
berlanjut
(voorgezette
handeling), sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (1) KUHP. 2)
Surat Dakwaan Komulatif (Bersusun) Surat dakwaan ini dibuat apabila ada beberapa tindakan pidana yang tidak ada hubungan antara tindak pidana yang satu dengan tindak pidana yang lain (berdiri sendirisendiri) atau dianggap berdiri sendiri, yang akan didakwakan kepada seorang terdakwa atau beberapa orang terdakwa. Pada pokoknya surat dakwaan komulatif ini dipergunakan dalam hal kita menghadapi seseorang yang melakukan beberapa tindak pidana atau beberapa orang yang melakukan satu tindak pidana. Jadi surat dakwaan ini dipergunakan dalam hal terjadinya kumulasi, baik kumulasi perbuatan maupun kumulasi pelakunya, misalnya: Seseorang yang melakukan tindak pidana pencurian dengan kekerasan (perampokan) dengan membawa senjata tajam dapat didakwa 2 (dua) perbuatan pidana yaitu melanggar Pasal 365 KUHP dan Pasal 2 ayat (1) Undangundang Nomor 12/Drt/1955. Konsekuensi dari surat dakwaan dengan bentuk kumulatif dalam persidangan harus dibuktikan semuanya satu persatu. Apabila penuntut umum menganggap terbukti semuanya maka didalam
18
membuat tuntutan pidana harus diingat Pasal 63 sampai 71 KUHP yakni permintaan lamanya pidana paling berat adalah lamanya ancaman pidana terberat ditambah 1/3nya (H. Sasongko dan Tjuk Suharjanto, dalam buku M. Yahya 2000 : 393). Dakwaan kumulasi ini dapat dibedakan atas dakwaan kumulasi dalam penyertaan melakukan tindak pidana dan dakwaan kumulasi dalam hal dilakukannya beberapa tindak pidana. 3)
Surat Dakwaan Alternatif Surat dakwaan ini dibuat apabila tindak pidana yang akan didakwakan pada terdakwa hanya satu tindak pidana, tetapi penuntut umum raguragu tentang pidana apa yang paling tepat untuk didakwakan sehingga surat dakwaan yang dibuat merupakan alternatif bagi hakim untuk memilikinya. Biasanya dakwaan demikian, dipergunakan dalam hal antara kualifikasi tindak pidana yang satu dengan kualifikasi tindak pidana yang lain menunjukan corak atau ciri yang sama atau hampir sama, misalnya : Pencurian atau penadahan, penipuan atau penggelapan, pembunuhan atau penganiayaan yang mengakibatkan mati, dan lain sebagainya. Surat dakwaan alternatif ini disebut dakwaan yang memberi kesempatan kepada hakim memilih salah satu diantara dakwaan yang diajukan dalam surat dakwaan, jadi bersifat dan membentuk alternative accusation atau alternative ten las te leggeng. Penggunaan surat dakwaan alternatif menggunakan segisegi positif maupun segisegi negatif. Segi positifnya dengan bentuk dakwaan ini terdakwa tidak mudah untuk lolos dari dakwaan dan pembuktiaannya lebih sederhana karena dakwaan yang dipandang terbukti. Dakwaan ini memberikan kelonggaran bagi hakim untuk memilih dakwaan mana yang menurut penilaian dan keyakinannya yang dipandang telah terbukti, sedangkan dari segi negatifnya yaitu dapat menimbulkan keraguan bagi terdakwa untuk membela diri. Disamping itu seolaholah penuntut umum tidak menguasai dengan pasti meteri perkara yang bersangkutan. Kadangkadang
dengan
alasan
itu
terdakwa/penasehat
hukum
mengajukan
19
keberatannya dengan alasan dakwaan alternatif, pada dasarnya bertitik tolak dari pemikiran atau perkiraan, maka dari penjelasan diatas dapat disimpulkan adalah sebagai berikut: a) Untuk menghindari pelaku terlepas dari pertanggungjawaban Hukum Pidana (crime liabiality). b) Memberi pilihan kepada hakim menerapkan hukum yang lebih tepat. Dengan bentuk dakwaan alternatif. c) Hakim tidak terkait secara mutlak kepada salah satu dakwaan saja. Apabila terdakwa terlepas dari dakwaan yang satu, hakim masih bisa beralih memeriksa dan mempertimbangkan dakwaan berikutnya. Konsekuensi dari surat dakwaan alternatif adalah jika salah satu tindak pidana sudah terbukti maka tindak pidana lainnya dikesampingkan (M.Yahya Harahap, 2000:389390). 4)
Surat Dakwaan Gabungan (Kombinasi) Bentuk surat dakwaan kombinasi atau gabungan merupakan perkembangan praktek dalam penyusunan surat dakwaan.“Surat dakwaan ini dibuat untuk memenuhi kebutuhan dalam praktek penuntutan agar terdakwa tidak lepas atau bebas dari dakwaan, yakni karena kompleknya masalah yang dihadapi penuntut umum”. Dalam menyusun surat dakwaan ini haruslah yang dihadapi penuntut umum. Dalam penyusunan surat dakwaan ini haruslah diperhitungkan dengan masakmasak oleh penuntut umum tentang tindak pidana yang akan didakwakan serta harus diketahui konsekuensi di dalam pembuktian dan penyusunan tuntutan pidana berdasarkan surat dakwaan yang dibuat. (Hari Sansongko dan Tjuk Suharjanto, dalam buku M. Yahya, 2000 : 392). Dakwaan kombinasi ini sering juga disebut sebagai dakwaan gabungan, ini disebabkan karena dalam dakwaan ini terdapat beberapa dakwaan yang merupakan gabungan dari dakwaan yang bersifat alternatif maupun dakwaan yang bersifat subsidiair. Dakwaan bentuk ini dipergunakan dalam hal terjadinya kumulasi dari pada tindak pidana yang didakwakan. Contoh bentuk susunan surat dakwaan kombinasi adalah sebagai berikut:
20
Kesatu :
Melanggar Pasal 340 KUHP, subsidiar melanggar Pasal
355 KUHP, lebih subsidiar melanggar Pasal 353 KUHP Kedua :
Primer melangar Pasal 363 KUHP, atau subsidiar
melanggar Pasal 362 KUHP. Ketiga :
Melanggar Pasal 285 KUHP
Pembuktian dakwaan kombinasi ini dilakukan terhadap setiap lapisan dakwaan. Jadi setiap lapisan dakwaan harus ada tindak pidana yang dibuktikan. Pembuktian pada setiap lapisan dakwaan tersebut dilaksanakan sesuai dengan bentuk lapisannya, apabila lapisannya bersifat subsidiar, maka pembuktian dilakukan secara berurut mulai dari lapisan teratas sampai kepada lapisan yang dipandang terbukti. Apabila lapisannya terdiri dari lapisan-lapisan yang bersifat alternatif, maka pembuktian dakwaan pada lapisan yang bersangkutan langsung dilakukan terhadap dakwaan yang dipandang terbukti 5)
Surat Dakwaan Subsidiair Bentuk surat dakwaan subsidiair bentuk dakwaan yang terdiri dari dua atau beberapa dakwaan yang disusun secara berurutan, mulai dari dakwaandakwaan tindak pidana yang terberat sampai kepada tindak pidana yang teringan. Pembuatan surat dakwaan subsidiair dalam praktek sering dikacaukan dengan pembuatan surat dakwaan alternatif. Dalam pembuatan surat dakwaan alternatif, penuntut umum raguragu tentang jenis tindak pidana yang akan didakwakan terhadap terdakwa, karena faktafakta dari berita acara pemeriksaan penyidikan kurang jelas terungkap jenis tindak pidananya. Sedangkan dalam dakwaan subsidiair penuntut umum tidak ragu tentang jenis tindak pidananya, tetapi yang dipermasalahkan adalah kualifikasi dari tindak pidana tersebut termasuk kualifikasi berat atau kualifikasi ringan. Contoh penyusunan dakwaan subsidiair adalah sebagai berikut:
Primer
: Melanggar Pasal 340 KUHP (pembunuhan berencana).
21
Subsidiair
: Melanggar Pasal 338 KUHP (pembunuhan biasa)
Lebih Subsidiair
: Melanggar Pasal 355 KUHP (penganiayaan berat yang mengakibatkan mati)
Lebih Subsidiair lagi
:
Melanggar
Pasal
353
KUHP
(penganiayaan berencana yang mengakibatkan mati) Lebih-lebih Subsidiar lagi
:
KUHP
Melanggar Pasal 351 ayat 3 (penganiayaan
biasa
yang
mengakibatkan mati). Sebagai konsekuensi bila dakwaan dibuat secara subsidiair, maka dakwaan primair. Bila tidak terbukti diteruskan
dengan
dakwaan
penggantinya (Subsidiair) dan seterusnya. Bila dakwaan utamanya tidak terbukti maka harus dikesampingkan dan dakwaan pengganti dibuktikan. Begitu pula sebaliknya bila dakwaan utama sudah terbukti maka dakwaan penggantinya harus dikesampingkan. Pada lazimnya ditinjau dari teori dan praktek bentuk dakwaan subsidiair diajukan apabila peristiwa tindak pidana yang terjadi menimbulkan suatu akibat, dan akibat yang timbul itu meliputi atau bertitik singgung dengan beberapa ketentuan pasal pidana yang saling berdekatan cara melakukan tindak pidana tersebut (M.Yahya Harahap, 2000:391) b. Tinjauan Penuntut Umum 1.
Pengertian Penuntut Umum Pengertian tentang Penuntut Umum tertuang dalam Pasal 1 angka 6 KUHAP yang dijelaskan sebagai berikut : a. Jaksa adalah pejabat yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk bertindak sebagai penuntut umum serta melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. b. Penuntut Umum adalah jaksa yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan hakim.
22
Berkaitan dengan hal tersebut menurut Undang-undang Nomor 16 Tahun 2004 Pasal 1 ayat (1) yang disebut Penuntut Umum adalah jaksa yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan hakim. 2.
Tugas dan Kewenangan Penuntut Umum Penuntut umum mempunyai tugas dan kewenangan yang sangat penting dalam suatu perkara pidana, mulai perkara diungkap sampai akhir pemeriksaan selesai dan demi kepentingan hukum pihak-pihak yang bersangkutan. Di mana tugas dan kewenangannya adalah sebagai berikut: a. Menerima dan memeriksa berkas perkara penyidikan dari penyidik atau penyidik pembantu. b. Mengadakan prapenuntutan apabila ada kekurangan pada penyidikan dengan memperhatikan ketentuan Pasal 110 ayat (3) dan ayat (4) KUHAP, dengan memberi petunjuk dalam rangka penyempurnaan penyidikan dari penyidik. c. Membuat surat dakwaan. d. Melimpahkan perkara pidana ke pengadilan. e. Menyampaikan pemberitahuan kepada terdakwa tentang ketentuan hari dan waktu perkara disidangkan yang disertai surat panggilan, baik kepada terdakwa maupun kepada saksi, untuk datang pada sidang yang telah ditentukan. f. Melakukan penuntutan. g. Menutup perkara demi kepentingan hukum. Mengadakan tindakan lain dalam lingkup dan tanggung jawab sebagai penuntut umum menurut ketentuan undang-undang ini. h. Melaksanakan penetapan hakim (Pasal 14 KUHAP).
c. Tindak Pidana Pemerasan
23
1.
Pengertian Tindak Pidana Menurut Adami Chazawi, (2002:67) Tindak Pidana dapat dikatakan berupa istilah resmi dalamperundang-undangan negara kita. Dalam hampir seluruh perundangundangan kita menggunakan istilah tindak pidana untuk merumuskasuatu tindakan yang dapat diancam dengan suatu pidana tertentu. Menurut Wirjono Projodikoro (1986:55) bahwa istilah tindak pidana berasal dari istilah yang dikenal dalam hukum pidana Belanda yaitu strafbaarfeit. Oleh pakar hukum pidana bahwa tindak pidana dalam penggunanya yaitu delik, sedangkan oleh para pembuat undang-undang menggunakan istilah perbuatan tindak pidana. Terhadap perbuatan tindak pidana dapat dibedakan menjadi 2 (dua) bentuk yaitu kejahatan dan pelanggaran. Kejahatan menunjuk suatu perbuatan yang menurut nilai-nilai kemasyarakat dianggap sebagai perbuatan tercela, meskipun tidak diatur secara tertulis dalam ketentuan undang-undang sedangkan pelanggaran mengarah pada perbuatan yang oleh masyarakat bukan sebagai perbuatan tercela dan sifatnya terlarang setelah perbuatan itu dinyatakan dalam undang-undang (Moelyatno, 2002: 18)
2.
Tindak Pidana Pemerasan Tindak pidana pemerasan biasa pula disebut sebagai tindak pidana pengancaman. Tindak pidana ini diatur dalam Pasal 368 KUHP: Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa orang lain dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, untuk memberikan sesuatu barang, yang seluruhnya atau sebagian adalah milik orang lain, atau supaya memberikan hutang maupun menghapus piutang, diancam, karena pemerasan, dengan pidana penjara paling lama 9 tahun. Menurut R. Soesilo (1995:256) unsur-unsur yang ada dalam pasal ini adalah sebagai berikut: a. Memaksa orang lain;
24
b. Untuk memberikan barang yang sama sekali atau sebagian termasuk kepunyaan orang itu sendiri atau kepunyaan orang lain, atau membuat utang atau menghapuskan piutang; c. Dengan maksud hendak menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hak; d. Memaksanya dengan memakai kekerasan atau ancaman kekerasan. Memaksa yang dimaksud disini adalah melakukan tekanan kepada orang, sehingga orang tersebut mellakukan sesuatu yang berlawanan dengan kehendak sendiri. Memaska disini juga termasuk jika orang yang berada dalam tekanan menyerahkan barangnya sendiri. Definisi memaksa dapat dilihat dalam Pasal 89 yang berbunyi : “ yang disamakan melalui kekerasan itu, membuat orang jadi pingsan atau tidak berdaya lagi (lemah) ”. Menurut Soesilo (1995;98) yang dimaksud dengan kekerasan disni adalah menggunakan kekuatan jasmani dan kekuatan jasmani ini penggunaannya tidak kecil. Kekerasan dalam pasal ini termasuk didalamnya adalah memukul dengan tangan, menendang dan sebagainya. Unsur ini mensyaratkan bahwa dengan adanya kekerasan atau ancaman kekerasan ini, pemilik barang menyerahkan barang tersebut kepada pelaku. Penggunaan kekerasan ini harus berdasarkan niat agar pemilik barang menyerahkan barangnya. Menurut Andi Hamzah (2009;89) maksud untuk menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan ini adalah menguntungkan diri sendiri atau orang lain merupakan tujuan terdekat dari penggunaan kekerasan tersebut. Adapun beberapa pendapat para pakar dalam memberiikan pandangan mengenai pengertian dari melawan hukum itu sendiri sebagaimana yang dikemukakan oleh Simons dalam E.Y. Kanter dan S.R. Sianturi (2002:143) bahwa sebagai pengertian dari bersifat melawan hukum adalah bertentangan dengan hukum pada umumnya. Pandangan Pompe
25
terkait dengan pengertian melawan hukum dalam E.Y. Kanter dan S.R. Sianturi (2002:143) mempersamakan “ tindakan yang tidak sesuai dengan hukum ” dengan “ bersifat melawan hukum “. Pendapat lain dari pakar yakni sebagaimana yang dikemukakan Moeljatno dan Roeslan Saleh dalam E.Y. Kanter dan S.R. Sianturi (2002:143) mengemukakan bahwa lebih cenderung pada pendapat bahwa bersifat melawan hukum harus diartikan dengan bertentangan dengan hukum. Dari beberbagai pandangan para pakar dalam memberikan pengertian terhadap melawan hukum maka dapat disimpulkan bahwa bersifat melawan hukum, berarti bertentangan dengan hukum, atau tidak sesuai dengan larangan atau keharusan hukum, atau menyerang suatu kepentingan yang dilindungi oleh hukum (hukum positif yang berlaku).
d. Tinjauan Umum Terhadap Penyertaan 1.
Pengertian Penyertaan (Deelneming) Kata deelneming berasal dari bahasa Belanda dari kata deenemen yang berarti menyertai dan deelneming diartikan sebagai penyertaan, dalam hukum pidana sering terjadi suatu tindak pidana dilakukan lebih dari satu orang. Menurut Satochid Kartanegara (Leden Marpaung 2008:77) deelneming berarti apabila satu tindak pidana tersangkut beberapa orang atau lebih dari satu orang. Pengertian ini dibantah oleh Leden Marpaung (2008:77) yang mengatakan bahwa orang-oarang tersebut haruslah mampu bertanggung jawab. Menurut Leden Marpaung (2008:77) deelneming memiliki dua sifat yaitu deelneming yang bersifat berdiri sendiri yaitu pertanggungjawaban dari setiap pelaku dihargai sendiri-sendiri dan deelneming yang yang tidak beridiri sendiri yaitu pertanggungjwaban dari pelaku digantungkan pada perbuatan pelaku lainnya. Didalam KUHP deelneming diatur dalam Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP berikut :
26
Pasal 55 KUHP a. Dihukum sebagai pelaku tindak pidana 1) Mereka yang melakukan, menyuruh melakukan, atau turut melakukan perbuatan itu; 2) Mereka yang memberi, menjanjikan sesuatu, salah memakai kekuasaan atau martabat dengan kekerasan, paksaan atau ancaman atau penyesatan atau memberikan kesempatan, ikhtiar atau keterangan, sengaja membujuk supaya perbuatan itu dilakukan. b. Tentang orang-orang yang disebutkan belakangan, hanyalah perbuatan yang dibujuk dengan sengaja yang diperhitungkan, beserta akibat-akibatnya.
Pasal 56 KUHP: Sebagai pembantu melakukan kejahatan dihukum : a. Mereka dengan sengaja membantu waktu kejahatan dilakukan b. Mereka dengan sengaja memberiikan kesempatan, ikhtiar atau keterangan untuk melakukan kejahatan. Pada Pasal 55 dan 56 KUHP tersebut diatas dapat dijumpai lima peran pelaku yaitu : a. Orang yang melakukan (dader) b. Orang yang menyuruh melakukan (doenpleger) c. Orang yang turut melakukan (medepleger) d. Orang yang sengaja membujuk (uitlokker) e. Orang yang membantu melakukan (medeplichtige) 2.
Bentuk-bentuk Penyertaan 1) Orang yang melakukan (dader)
27
Dader dalam bahasa Belanda berarti pembuat. Kata dader berasal dari kata daad yang berarti membuat. Sedangkan dalam bahasa Inggris pelaku disebut dengan doer. Menurut Leden Marpaung (2008:78) yang dimaksud dengan pelaku adalah orang yang memenuhi semua unsur tindak pidana yang diatur dalam undang-undang. Pelaku dapat diketahui dari jenis tindak pidana yaitu : a) Tindak pidana formil, pelakunya adalah orang yang memenuhi perumusan tindak pidana dalam undang-undang; b) Tindak pidana materiil, pelaku yaitu orang yang menimbulkan akibat yang dilarang dalam perumusan tindak pidana; c) Tindak pidana yang memuat unsur kualitas atau kedudukan, pelakunya adalah orang yang memiliki unsur kedudukan atau kualitas sebagaimana yang dirumuskan. Secara umum orang yang melakukan dapat didefinisikan sebagai orang yang memenuhi seluruh unsur tindak pidana yang dirumuskan didalam undangundang. 2) Orang yang menyuruh melakukan (Doenpleger) Orang yang menyuruh melakukan berarti orang yang berniat atau berkehendak untuk melakukan suatu tindak pidana namun tidak melakukannya sendiri, tetapi melaksanakan niatnya dengan menyuruh orang yang tidak mampu mempertanggung jawabkan perbuatannya. Orang yang disuruh melakukan disebut manus manistra. Orang yang disuruh melakukan perbuatan tersebut atau manus manistra tidak dapat dimintai pertanggungjwaban atas perbuatan yang disuruhkan tersebut sehingga tidak dapat dihukum. Hal ini sesuai dengan yurisprudensi Mahkamah Agung Putusan Nomor 137 K/ Kr/ 1956 tanggal 1 Desember 1956. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa seseorang hanya dapat dikatakan sebagai orang yang menyuruh melakukan apabila orang yang disuruh adalah orang yang tidak dapat bertanggungjwab atas perbuatan yang disuruhkan.
28
3) Orang yang turut melakukan (medeplager) Orang yang turut melakukan atau orang yang secara bersama-sama melakukan suatu tindak pidana haruslah memenuhi dua unsur berikut : a) Harus ada kerjasama; b) Harus ada kesadaran kerjasama. Setiap orang yang sadar untuk melakukan suatu tindak pidana atau kejahatan secara bersama-sama, bertanggung jawab atas segala akibat yang timbul dari ruang lingkup kerjasamanya. Artinya jika salah seorang pelaku melakukan tindak pidana yang berada diluar ruang lingkup tindak pidana maka pelaku tersebut mempertanggung-jwabkan perbuatannya sendiri. 4) Orang yang sengaja membujuk (uitlokker) Menurut Laden Marpaung (2008;85) unsur-unsur yang ada didalam uitlokker yaitu :
a) Kesengajaan pembujuk ditujukan kepada dilakukannya delik atau tindak pidana tertentu oleh yang dibujuk. b) Membujuk dengan cara yang ditentukan dalam Pasal 55 ayat (1) sub dua KUHP yaitu dengan pemberian, perjanjian, salah memakai kekuasaan, menyalah gunakan kekuasaan, kekerasan, ancaman, tipu daya, dan memberiikan kesempatan, ikhtiar atau keterangan. c) Orang yang dibujuk sungguh-sungguh telah terbujuk untuk melakukan tindak pidana tertentu d) Orang yang terbujuk benar-benar melakukan tindak pidana, atau setidak-tidaknya percobaan atau poging. 5) Membantu (Medeplichtgheid) Membantu bersifat memberikan bantuan atau memberiikan sokongan kepada pelaku. Berarti orang yang membantu tidak melakukan tindak pidana hanya memberiikan kemudahan bagi pelaku.
29
Unsur membantu dalam hal ini memiliki dua unsur yaitu unsur objektif yang terpenuhi apabila perbuatannya tersebut memang dimaksudkan untuk memudahkan terjadinya suatu tindak pidana. Kemudian unsur subjektif terpenuhi apabila pelaku mengetahui dengan pasti bahwa perbuatannya tersebut dapat mempermudah terjadinya tindak pidana. 2.
Kerangka Pemikiran
Tindak Pidana Pemerasan
Penyusunan Surat Dakwaan
Penyatuan Para Terdakwa
Implikasi Yuridis
Efektifitas Waktu dan Biaya
Efektifitas Proses Penyidangan
Putusan Sidang Keterangan : Kerangka di atas menjelaskan alur penulis dalam memberikan jawaban atas permasalahan dalam penulisan hukum. Alur berpikir dimulai dari adanya
30
tindak pidana pemerasan yang dilakukan oleh beberapa orang yang telah diputus oleh Pengadilan Negeri Boyolali pada Putusan Nomor : 89/Pid.B/2014/PN.Byl. Proses penyusunan surat dakwaan oleh Penuntut Umum dilakukan dengan menggabungkan para terdakwa dengan pertimbangan bahwa para terdakwa telah melakukan satu tindak pidana pemerasan secara bersama. Terkait dasar pertimbangan yang penuntut umum gunakan adalah agar efektif dan efisien dalam pembuatan surat tuntutan.
Penggabungan para terdakwa dalam satu surat dakwaan tersebut oleh penuntut umum dilakukan karena biaya yang digunakan lebih murah. Dalam proses persidangan kasus tersebut berjalan tanpa adanya suatu permasalahan terkait adanya penggabungan para terdakwa dalam satu surat dakwaan.
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Analisis Penyatuan Beberapa Terdakwa Dalam Satu Berkas Dakwaan Pada Putusan Perkara Pemerasan Nomor: 89/Pid.B/2014/ PN.Byl Berdasarkan KUHAP 1. Identitas Terdakwa Identitas para terdakwa tindak pidana pemerasan, seperti yang tercantum dalam Putusan perkara Nomor 89/Pid.B/2014/ PN.Byl adalah sebagai berikut : b. Terdakwa I Nama lengkap
: Wachyu Nugroho Bin Aliman;
Tempat lahir
: Cimahi;
Umur/tanggal lahir : 33 Tahun/03 Oktober 1981; Jenis kelamin
: laki-laki
Kebangsaan
: Indonesia;
Tempat tinggal
: Dukuh Blulukan II RT.001/006 Blulukan Colomadu, Kabupaten Karanganyar;
Agama
: Islam;
Pekerjaan
: Swasta;
c. Terdakwa II Nama lengkap
: Sukisno Alias Ciu ;
Tempat lahir
: Boyolali;
Umur/tanggal lahir : 27 Tahun /26 Desember 1987 Jenis kelamin
: Laki-laki
34
35
Kebangsaan
: Indonesia;
Tempat tinggal
: Dukuh Kemel RT.03/09 Kedunglengkong, Kecamatan Simo, Kabupaten Boyolali;
Agama
: Islam;
Pekerjaan
: Swasta;
d. Terdakwa III Nama lengkap
: Sri Wahyuni Alias Leni;
Tempat lahir
: Kediri;
Umur/tanggal lahir : 25 Tahun/01 Pebuari 01 Pebuari 1989; Jenis kelamin
: Perempuan;
Kebangsaan
: Indonesia;
Tempat tinggal
: Kampung Gandekan RT. 04/01 Gendekan, Kecamatan Jebres, Kota Surakarta;
Agama
: Islam;
Pekerjaan
: Swasta;
2. Posisi Kasus Bahwa para terdakwa I Wachyu Nugroho bin Aliman, terdakwa II. Sukisno alias Ciu, terdakwa III. Sri Wahyuni alias Leni bersama-sama dengan sdr. Totok Wahyudianto (melarikan diri dan belum tertangkap) pada hari Selasa tanggal 28 Januari 2014 sekira jam 15.00 WIB atau setidak-tidaknya pada suatu waktu dalam tahun 2014 bertempat di pinggir jalan raya Andong – Klego, Kec. Klego, Kab. Boyolali atau setidak-tidaknya di suatu tempat yang masih termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Boyolali, telah melakukan perbuatan dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa seorang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk memberikan barang
36
sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang itu atau orang lain atau supaya membuat hutang maupun menghapuskan piutang, perbuatan tersebut dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu, yakni dilakukan dengan perbuatan atau cara – cara antara lain sebagai berikut :
37
a. Terdakwa I Wachyu Nugroho Bin Aliman; Bahwa pada Hari Selasa Tanggal 28 Februari 2014, sekira Pukul 15 .00 WIB, di tepi jalan raya Andong-Klego Boyolali. Awal mula kejadian ketika terdakwa diajak oleh Wahyu (melarikan diri) untuk mengendarai sepeda motor, dari Solo Terdakwa Membonceng tardakwa Sri, dan Wahyu (melarikan diri) berboncengan dengan Terdakwa Sukisno. Sesampai di Jl. Andong-Kelego para terdakwa melihat anak kecil menggendarai sepeda motor Yamaha Jupiter Z yang tidak ada plat nomornya. Kemudian penggendara sepeda motor tersebut terdakwa minta berhenti, dan setelah berhenti, terdakwa minta agar pengendara sepeda motor tersebut menunjukan STNK dan ternyata pengendara sepeda motor tersebut tidak membawa STNK kendaraanya. Terdakwa menggaku sebagai petugas Polisi yang bertugas mencari sepeda motor yang bermasalah, dan kemudian sepeda motor saksi korban terdakwa ambil dan saksi korban dibonceng oleh Terdakwa Sukisno menuju Pangkalan Ojek Desa Bade. Ketika para terdakwa menggambil sepeda motor saksi korban para terdakwa menggunakan Foto Copy Berita Acara Serah Terima Kendaraan (BASTK). Para terdakwa tidak merencanakan perbuatan tersebut sebelumnya, terdakwa melakukan perbuatan ini karena diajak saudara Wahyu yang mengajak menarik motor. Ketika Terdakwa bekerja di PT. Nusantara Sakti Kartosuro setiap melakukan penarikan motor, terdakwa dibekali dengan surat jalan atau surat perintah. Bahwa sepeda motor milik saksi korban akhirnya di bawa kerumah Sentot dan dijual dengan harga Rp.1.900.000,- masing masing terdakwa mendapat bagian Rp.400.000,dan sisanya untuk oprasional. Bahwa terdakwa sudah menikmati hasil perbuatan terdakwa. b. Terdakwa II Sukisno Alias Ciu; Bahwa peristiwa tersebut terjadi pada Hari Selasa Tanggal 28 Februari 2014, sekira Pukul 15 .00 WIB, di tepi jalan raya Andong-Klego Boyolali. Awal mula kejadian ketika terdakwa diajak oleh Wahyu (melarikan diri) untuk mengendarai sepeda motor, dari Solo Terdakwa Membonceng tardakwa Sri, dan Wahyu (melarikan diri) berboncengan denggan Terdakwa Sukisno. Sesampai di Jl. Andong-Kelego para terdakwa melihat anak kecil menggendarai sepeda motor Yamaha Jupiter Z yang tidak ada plat nomornya. Kemudian penggendara sepeda
38
motor tersebut terdakwa minta berhenti, dan setelah berhenti, terdakwa minta agar pengendara sepeda motor tersebut menunjukan STNK dan ternyata pengendara sepeda motor tersebut tidak membawa STNK kendaraanya. Terdakwa menggaku sebagai petugas Polisi yang bertugas mencari sepeda motor yang bermasalah, dan kemudian sepeda motor saksi korban terdakwa ambil dan saksi korban dibonceng oleh Terdakwa Sukisno menuju Pangkalan Ojek Desa Bade. Ketika para terdakwa menggambil sepeda motor saksi korban para terdakwa menggunakan Foto Copy Berita Acara Serah Terima Kendaraan (BASTK). Para terdakwa tidak merencanakan perbuatan tersebut sebelumnya, terdakwa melakukan perbuatan ini karena diajak saudara Wahyu yang mengajak menarik motor. Ketika Terdakwa bekerja di PT. Nusantara Sakti Kartosuro setiap melakukan penarikan motor, terdakwa dibekali dengan surat jalan atau surat perintah. Sepeda motor milik saksi korban akhirnya di bawa kerumah Sentot dan dijual dengan harga Rp.1.900.000, masing masing terdakwa mendapat bagian Rp.400.000,- dan sisanya untuk oprasional dan ahwa terdakwa sudah menikmati hasil perbuatan terdakwa. c. Terdakwa III Sri Wahyuni Alias Leni Peristiwa tersebut terjadi pada Hari Selasa Tanggal 28 Februari 2014, sekira Pukul 15 .00 WIB, di tepi jalan raya Andong-Klego Boyolali. Awal mula kejadian ketika terdakwa diajak oleh Wahyu (melarikan diri) untuk mengendarai sepeda motor, dari Solo Terdakwa Membonceng tardakwa Sri, dan Wahyu (melarikan diri) berboncengan denggan Terdakwa Sukisno, kemudian sesampai di Jl. Andong-Kelego para terdakwa melihat anak kecil menggendarai sepeda motor Yamaha Jupiter Z yang tidak ada plat nomornya. Penggendara sepeda motor tersebut terdakwa minta berhenti, dan setelah berhenti, terdakwa minta agar pengendara sepeda motor tersebut menunjukan STNK dan ternyata pengendara sepeda motor tersebut tidak membawa STNK kendaraanya. Terdakwa menggaku sebagai petugas Polisi yang bertugas mencari sepeda motor yang bermasalah, dan kemudian sepeda motor saksi korban terdakwa ambil dan saksi korban dibonceng oleh Terdakwa Sukisno menuju Pangkalan Ojek Desa Bade, Ketika para terdakwa menggambil sepeda motor saksi korban para terdakwa menggunakan Foto Copy Berita Acara Serah Terima Kendaraan
39
(BASTK). Para terdakwa tidak merencanakan perbuatan tersebut sebelumnya, terdakwa melakukan perbuatan ini karena diajak saudara Wahyu yang mengajak menarik motor. Ketika Terdakwa bekerja di PT. Nusantara Sakti Kartosuro setiap melakukan penarikan motor, terdakwa dibekali dengan surat jalan atau surat perintah. Sepeda motor milik saksi korban akhirnya di bawa kerumah Sentot dan dijual dengan harga Rp.1.900.000,- dan masing masing terdakwa mendapat bagian Rp.400.000,- sisanya untuk oprasional dan terdakwa sudah menikmati hasil perbuatan terdakwa. 3. Dakwaan Penuntut Umum Hasil penelitian yang dilakukan penulis mengenai dakwaan penuntut umum adalah dakwaan tunggal. Dakwaan tunggal, yaitu dakwaan-nya hanya satu/tunggal dan tindak pidana yang digunakan apabila berdasarkan hasil penelitian terhadap materi perkara hanya satu tindak pidana saja yang dapat didakwakan. Dalam dakwaan ini, terdakwa hanya dikenai satu perbuatan saja, tanpa diikuti dengan dakwaan-dakwaan lain. Dalam menyusun surat dakwaan tersebut tidak terdapat kemungkinan-kemungkinan alternatif, atau kemungkinan untuk merumuskan tindak pidana lain sebagai penggantinya, maupun kemungkinan untuk mengkumulasikan atau mengkombinasikan tindak pidana dalam surat dakwaan. Penyusunan surat dakwaan ini dapat dikatakan sederhana, yaitu sederhana dalam perumusannya dan sederhana pula dalam pembuktian dan penerapan hukumnya. Terkait dakwaan tunggal yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum didasarkan pada pertimbangan : a. Bahwa awalnya para terdakwa dan sdr. Totok Wahyudianto berembug untuk melakukan kejahatan, setelah mereka berempat sepakat untuk melakukan kejahatan mereka selanjutnya para terdakwa dan sdr. Totok Wahyudianto berboncengan menuju ke tempat kejahatan yang sudah disepakati yaitu terdakwa I. Wachyu Nugroho Bin Aliman berboncengan dengan terdakwa III. Sri Wahyuni alias Leni dengan menggunakan sepeda motor Yamaha Mio Soul GT milik terdakwa Sukisno alias Ciu Bin Suwarno sedangkan terdakwa II. Sukisno alias Ciu bin Suwarno berboncengan dengan sdr. Totok Wahyudianto dengan
40
menggunakan sepeda motor Yamaha Mio Sporty warna hitam menuju ke daerah jalan raya Andong-Klego Kab. Boyolali; d. Bahwa sesampainya di pinggir jalan raya Andong-Klego Kab. Boyolali para terdakwa dan sdr. Totok Wahyudianto menunggu orang yang akan dijadikan sebagai sasaran yaitu orang yang mengendarai sepeda motor tanpa menggunakan plat nomor; e. Bahwa tidak berapa lama kemudian saksi korban Muh. Irfan Bayu Prasetya lewat di tempat para terdakwa dan saksi Totok Wahyudianto, dengan menggunakan sepeda motor Yamaha Jupiter Z tahun 2004, warna orange Nopol: AD-5275-EA , yang pada waktu itu kendaraan yang dikendarai oleh saksi korban Muh. Irfan Bayu Prasetya tidak menggunakan plat nomor; f.
Bahwa mengetahui sepeda motor yang dikendarai oleh saksi korban Muh. Irfan Bayu Prasetya tidak menggunakan plat nomor, lalu terdakwa I. Wachyu Nugroho Bin Aliman dan terdakwa II. Sukisno alias Ciu Bin Suwarno langsung menghadang saksi korban, sedangkan terdakwa III. Sri Wahyuni alias Leni dan sdr. Totok Wahyudianto mengawasi dari kejauhan, kemudian terdakwa I. Wachyu Nugroho Bin Aliman dan terdakwa III. Sukisno alias Ciu Bin Suwarno langsung menghentikan secara mendadak sepeda motor saksi korban dengan cara terdakwa I. Wachyu Nugroho Bin Aliman dan terdakwa II. Sukisno alias Ciu Bin Suwarno langsung berhenti di depan sepeda motor saksi korban kemudian thothok lampu sepeda motor saksi korban ditahan dengan tangan terdakwa kemudian saksi korban ditakut-takuti oleh para terdakwa dengan cara mengaku sebagai anggota Polisi gabungan dari Boyolali dan para terdakwa mengatakan kalau sepeda motor saksi korban sedang bermasalah, kemudian saksi korban juga diberi selembar surat yang kata para terdakwa sebagai bukti untuk meyakinkan saksi korban kalau sepeda motornya bermasalah ;
g. Bahwa karena saksi korban merasa takut kepada para terdakwa, kemudian saksi korban menyerahkan sepeda motornya kepada para terdakwa, selanjutnya saksi korban diantar oleh para terdakwa untuk ke pos ojek sedangkan sepeda motor hasil kejahatan mereka dibawa oleh terdakwa Wachyu Nugroho Bin Aliman
41
untuk dijual kepada sdr. Sentot (DPO) dan laku sebesar Rp. 1.900.000,- (satu juta Sembilan ratus ribu rupiah); h. Bahwa uang hasil penjualan tersebut selanjutnya dibagi rata masing-masing mendapat bagian Rp. 400.000,- (empat ratus ribu rupiah) sedangkan sisanya yang Rp. 300.000,- (tiga ratus ribu rupiah) digunakan untuk biaya operasional;
Berdasarkan hasil penelitian terhadap materi perkara ini, bentuk dakwaan yang dibuat oleh Jaksa Penuntut Umum dalam perkara ini adalah dakwaan tunggal. Dalam dakwaan ini, terdakwa hanya dikenai satu perbuatan saja, tanpa diikuti dengan dakwaan-dakwaan lain. Yaitu terdakwa didakwa melanggar pasal 368 KUHP ayat (1) KUHP jo Pasal 365 ayat (2) ke-2. Dengan dakwaan Penuntut Umum, hukuman pidana penjara 9 bulan. Fakta-fakta tersebut adalah, para terdakwa telah terbukti melakukan tindak pidana pemerasan, yaitu Muh. Irfan Bayu Prasetya, dalam hal ini ialah 1 (satu) Sepeda Motor Yamaha Jupiter Z Nopol : AD-5275-EA hitam orange tahun 2004;- Dikembalikan kepada saksi korban Muh. Irfan Bayu Prasetya dan 1 (satu) Sepeda Motor Yamaha mio Soul GT Nopol : AD-6717- VW;- Dikembalikan kepada saksi Eni Puji Lestari; Namun sebenarnya dakwaan yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum dapat juga dilakukan dengan dakwaan kumulatif. Hal ini mengingat bahwa penyatuan beberapa terdakwa dalam Putusan Nomor : 89/Pid.B/2014/PN.Byl melibatkan beberapa terdakwa seperti yang dimaksud dalam Pasal 141 KUHAP. Selain itu tuntutan yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum sudah dilakukan secara cermat, jelas dan lengkap dengan unsur-unsur tindak pidana yang didakwakan dan dapatdikaitkan dengan fakta perbuatan para terdakwa yang dilengkapi dengan uraian tentang waktu dan tempat dilakukannya tindak pidana. Selain itu rumusan tindak pidana yang didakwakan oleh Jaksa Penuntut Umum sudah dirumuskan secara terperinci peran para terdakwa masing-masing atau secara bersama-sama dalam mewujudkan tindak pidana tersebut. Pada bagian akhir surat dakwaan, Jaksa Penuntut Umum juga telah menguraikan secara rinci pasalpasal yang mengatur tindak pidana dan kualifikasi peran para terdakwa.
42
43
4. Tuntutan Penuntut Umum Penuntut Umum mengajukan tuntutan pidana yang dibacakan di persidangan yang pada pokoknya supaya Majelis Hakim Pengadilan Negeri Boyolali yang memeriksa dan mengadili perkara ini menjatuhkan putusan sebagai berikut : a. Menyatakan para terdakwa masing-masing terbukti bersalah melakukan tindak pidana “Pemerasan” sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 368 ayat 1 KUHP jo Pasal 365 ayat 2 ke-2 KUHP; b. Menjatuhkan pidana kepada para terdakwa masing-masing dengan pidana penjara selama 8 (delapan) bulan dikurangi selama para terdakwa ditahan dengan perintah tetap ditahan; c. Menyatakan barang bukti berupa : 1) 1 (satu) Sepeda Motor Yamaha Jupiter Z Nopol : AD-5275-EA hitam orange tahun 2004;- Dikembalikan kepada saksi korban Muh. Irfan Bayu Prasetya; 2) 1 (satu) Sepeda Motor Yamaha mio Soul GT Nopol : AD-6717- VW;Dikembalikan kepada saksi Eni Puji Lestari; 3) Fotokopi BASTK ( Berita Acara Serah Terima Kendaraan) d. Menetapkan supaya para terdakwa masing-masing dibebani membayar biaya perkara sebesar Rp. 2.000,- (dua ribu rupiah); 5. Pertimbangan Hakim Pertimbangan Hakim terkait tuntutan Jaksa terhadap para terdakwa pelaku tindak pemerasan di atas adalah sebagai berikut : Menimbang, bahwa para terdakwa telah didakwa oleh Penuntut Umum dengan dakwaan Tunggal, maka Majelis Hakim akan langgsung mempertimbangkan dakwaan Tunggal sebagaimana diatur dalam Pasal 368 ayat (1) KUHP Jo Pasal 365 ayat 2 Ke (2) KUHP, yang unsur-unsurnya adalah sebagai berikut: a. Unsur Barang Siapa; b. Dengan Maksud Menguntungkan Diri Sendiri Atau Orang Lain Secara Melawan Hukum;
44
c. Memaksa Seseorang Dengan Kekerasan Atau Ancaman Kekerasan Untuk Memberikan Barang Sesuatu Yang Seluruhnya Atau Sebagian Kepunyaan Orang Lain, Atau Supaya Membuat Hutang Maupun Menghapus Piutang;d. Perbuatan Tersebut Dilakukan Oleh Dua Orang Atau Lebih Dengan Bersekutu; Menimbang,
bahwa
terhadap
unsur-unsur
tersebut
Majelis
Hakim
mempertimbangkan sebagai berikut: a. Unsur “Barang Siapa”; Menimbang, bahwa yang dimaksud dengan “Barang siapa” adalah unsur yang menunjuk pada subyek hukum atau pelaku dari suatu tindak pidana yang mampu bertanggung jawab dan/dapat mempertanggung-jawabkan perbuatannya karena pada hakekatnya subyek hukum mempunyai hak dan kewajiban yang dapat dipertanggungjawabkan pelaksanaannya; Menimbang, bahwa apakah orang sebagai subyek hukum tersebut adalah Para Terdakwa haruslah dibuktikan terlebih dahulu mengenai adanya perbuatan akibat dari tindak pidana yang terjadi; Menimbang, dalam perkara ini Para Terdakwa “Wachyu Nugroho Bin Aliman, Sukisno Alias Ciu, Sri Wahyuni alias Leni” sebagai subyek hukum selama persidangan dapat menjawab dengan baik segala sesuatu yang berkaitan dengan Dakwaan yang diajukan kepadanya, dengan demikian para Terdakwa adalah Subyek Hukum yang mampu bertanggung jawab atas perbuatannya ; Bahwa dengan demikian Hakim mempertimbangkan dan memutuskan bahwa unsur “Barang siapa” telah terpenuhi; b. Unsur ”Dengan Maksud Menguntungkan Diri Sendiri Atau Orang Lain Secara Melawan Hukum”; Menimbang bahwa yang dimaksud dengan Menguntungkan Diri Sendiri Atau Orang Lain adalah dengan dilakukanya perbuatan tersebut maka si pelaku akan memperoleh manfaat dari perbuatanya tersebut, baik untuk diri pelaku ataupun orang lain ;
45
Menimbang bahwa makna kata secara melawan hukum artinya adalah melawan hak atau tidak berhak atau bertentangan dengan hukum; Menimbang, bahwa perbuatan secara melawan hukum harus dengan tegas dibuktikan. Pelaku melakukan perbuatan itu tanpa hak/kekuasaan. Jika digabung dari perbuatan pelaku tidak dapat menunjukan suatu ketentuan hukum yang berlaku bagi dasarnya bahwa ia sah memiliki barang tersebut; Menimbang bahwa dalam persidangan terungkap bahwa para terdakwa Baik itu terdakwa I, Terdakwa II, Terdakwa III masing masing tidak ada yang memiliki alasan yang sah menurut hukum untuk memiliki atau menguasai sepeda motor saksi korban, perbuatan para terdakwa selaku pihak yang tidak memiliki hak untuk menguasai sepeda motor saksi korban, mengambil dengan cara melawan hak yakni dengan cara melakukan tipu muslihat seolah olah sepeda motor saksi korban adalah sepeda motor yang akan ditarik oleh dealer karena tidak membayar angsuran kredit, dan para terdakwa juga mengaku ngaku sebagai petugas polisi pada saat menggambil sepeda motor saksi korban; c. Unsur ”Memaksa Seseorang Dengan Kekerasan Atau Ancaman Kekerasan Untuk Memberikan Barang Sesuatu Yang Seluruhnya Atau Sebagian Kepunyaan Orang Lain, Atau Supaya Membuat Hutang Maupun Menghapus Piutang ”; Menimbang bahwa yang dimaksud dengan memaksa disini adalah melakukan tekanan pada seseorang sedemikian rupa, sehingga orang itu mau melakukan sesuatu yang berlawanan dengan kehendaknya sendiri. Sedangkan pengertian barang adalah semua benda yang berwujud , baik begerak maupun tidak begerak, selain itu benda benda yang bernilai uang pada benda benda yang tidak bernilai uang, asal bertentangan dengan pemiliknya (melawan hukum), juga dapat dimaknai yang sama; Menimbang bahwa barang tersebut haruslah sebagian atau seluruhnya harus milik orang lain. Mengambil barang yang tidak dimiliki seeorang tidak dapat dikenakan dengan pasal ini; Menimbang bahwa dalam persidangan terungakap Para terdakwa secara terarah telah memilih saksi korban yang dengan sadar mereka ketahui adalah anak yang masih dibawah umur, adapun tujuan para terdakwa tersebut memilih
46
saksi korban dalam perbuatan merampas barang yang berupa sepeda motor yang saat kejadian dikendarai oleh saksi korban tanpa plat nomor. Dengan alasan bahwa para terdakwa adalah petugas polisi para terdakwa berhasil menakut nakuti saksi korban dan menggambil motor yang dikendarai saksi korban, hingga berada dalam kekuasaan para terdakwa. Setelah motor milik saksi korban berada dalam pengguasaan para terdakwa, para terdakwa menyerahkan selembar kertas dan meminta saksi korban untuk mengambil motornya tersebut di kantor polisi;
Menimbang bahwa berdasarkan urayan di atas Unsur ” Memaksa Seseorang Dengan Kekerasan Atau Ancaman Kekerasan Untuk Memberikan Barang Sesuatu Yang Seluruhnya Atau Sebagian Kepunyaan Orang Lain, Atau Supaya Membuat Hutang Maupun Menghapus Piutang ” telah terpenuhi; d. Unsur ”Perbuatan Tersebut Dilakukan Oleh Dua Orang Atau Lebih Dengan Bersekutu”; Menimbang bahwa uraian dari unsur Pencurian Dilakukan Oleh Dua Orang Atau Lebih, dalam hal ini kedua orang atau lebih tersebut harus bertindak sedagai pembuat atau turut melakukan; Menimbang bahwa dalam persidangan terungkap bahwa para terdakwa dalam melakukan aksinya mengambil sepeda motor milik saksi korban, sangatlah tertata masing masing Terdakwa telah memiliki tugas yang jelas, sehingga perbuatan terdakwa tersebut dapat terlaksana dengan baik; Bahwa para terdakwa ada yang bertugas menyediakan motor sebagai fasilitas untuk melaksanakan aksinya, ada yang bertugas menghentikan korban, ada yang bertugas menyediakan kertas Foto Copy BASTKB, dan ada juga yang bertugas mengawasi keadaan atau situasi; Menimbang bahwa degan demikian Unsur Unsur Pencurian Dilakukan Oleh Dua Orang Atau Lebih telah terpenuhi; Menimbang, bahwa oleh karena semua unsur dari Pasal 368 ayat (1) KUHP Jo Pasal 365 ayat 2 Ke (2) KUHP, telah terpenuhi, maka terdakwa haruslah dinyatakan telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana sebagaimana di dakwakan dalam dakwaan tunggal Penuntut Umum;- Menimbang, bahwa dalam persidangan, Majelis
47
Hakim tidak menemukan hal-hal yang dapat menghapuskan pertanggungjawaban pidana, baik sebagai alasan pembenar dan atau alasan pemaaf, maka terdakwa harus mempertanggungjawabkan perbuatannya; Menimbang, bahwa oleh karena terdakwa mampu bertanggung jawab, maka harus dinyatakan bersalah dan dijatuhi pidana; Menimbang, bahwa dalam perkara ini terhadap terdakwa telah dikenakan penangkapan dan penahanan yang sah, maka masa penangkapan dan penahanan tersebut harus dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan; Menimbang, bahwa oleh karena Terdakwa ditahan dan penahanan terhadap terdakwa dilandasi alasan yang cukup, maka perlu ditetapkan agar terdakwa tetap berada dalam tahanan; Menimbang, bahwa terhadap barang bukti yang diajukan di persidangan untuk selanjutnya dipertimbangkan sebagai berikut; 1) 1 (satu) unit sepeda Motor Yamaha Jupiter Z Nopol AD 5275 EA Hitam Orange Tahun 2004, barang bukti tersebut yang telah disita dari saksi Muh Irfan Bayu Prasetya maka akan dikembalikan dari mana bukti tersebut disita ; 2) 1 (satu) unit sepeda Motor Yamaha Mio Soul GT Nopol AD 6717 VW barang bukti tersebut adalah milik Saksi Eni Puji Lestari maka barang bukti tersebut akan dikembalikan kepada pemiliknya; 3) Fotokopi BASTK ( berita acara serah terima kendaran), tetap terlampir dalam berkas perkara; Menimbang, bahwa untuk menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa maka perlu dipertimbangkan terlebih dahulu keadaan yang memberatkan dan yang meringankan; Selain berbagai pertimbangan di atas, dalam memutuskan hukuman bagi para terdakwa Hakim juga menyampaikan beberapa pertimbangan baik yang meringankan maupun yang memberatkan, yaitu : a. Keadaan yang memberatkan:
48
Terkait hal ini, hakim menyampaikan beberapa hal yang memberatkan para terdakwa, bahwa : 1) Perbuatan para terdakwa meresahkan masyarakat; 2) Perbuatan terdakwa bisa membuat trauma saksi korban; b. Keadaan yang meringankan: Disamping menyampaikan beberapa pertimbangan terkait hal-hal yang memberatkan, hakim juga menyampaikan beberapa faktor yang meringankan bagi para terdakwa, yaitu : 1) Para Terdakwa berjanji tidak akan mengulangi lagi perbuatanya ; 2) Terdakwa bersifat sopan didalam persidangan; Menimbang, bahwa oleh karena terdakwa dijatuhi pidana maka haruslah dibebani pula untuk membayar ongkos perkara; 6. Putusan Hakim Dari berbagai pertimbangan di atas, maka Hakim menyampaikan putusan terkait tindak pidana yang dilakukan oleh para terdakwa seperti yang tercantum dalam Perkara Nomor: 89/Pid.B/2014/PN.Byl, sebagai berikut : MenyatakanTerdakwa I. Wachyu Nugroho Bin Alimin, II. Sukisno Alias Ciu, III. Sri Wahyuni Alias Leni tersebut diatas, terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Pemerasan”; Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa I. Wachyu Nugroho Bin Alimin, II. Sukisno Alias Ciu, III. Sri Wahyuni Alias Leni oleh karena itu dengan pidana penjara masing masing selama 6 (enam) bulan. Menetapkan masa penangkapan dan penahanan yang telah dijalani para terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana penjara yang dijatuhkan; a. Menetapkan para terdakwa tetap ditahan b. Menetapkan barang bukti berupa:
49
1) 1 (satu) unit sepeda Motor Yamaha Jupiter Z Nopol AD 5275 EA Hitam Orange Tahun 2004, dikembalikan kepada Muh Irfan Bayu Prasetya ; 2) 1 (satu) unit sepeda Motor Yamaha Mio Soul GT Nopol AD 6717 VW dikembalikan kepada Saksi Eni Puji Lestari; 3) Fotokopi BASTK (berita acara serah terima kendaran), tetap terlampir dalam berkas perkara; c. Membebankan kepada para terdakwa membayar biaya perkara masing- masing sejumlah Rp. 2.000,- (dua ribu rupiah);
B. Implikasi Yuridis Penyatuan Beberapa Terdakwa Oleh Penuntut Umum Dalam Satu Berkas Dakwaan Pada Perkara Nomor: 89/Pid.B/2014/PN.Byl
1. Hasil Penelitian Mengkaji mengenai implikasi yuridis konstruksi hukum terhadap penjatuhan vonis, harus dilihat ancaman pasal yang didakwakan, tuntutan maupun putusan yang dijatuhkan. Implikasi yuridis akan diketahui ketika membandingkan ketiga dokumen yakni dakwaan, tuntutan dan putusan tersebut. Sebelum membahas lebih jauh, berikut ini adalah hasil pencermatan terhadap ketiga dokumen yang dimaksud. Bahwa terkait pelanggaran hukum yang dilakukan oleh para terdakwa dalam kasus pemerasan seperti yang tercantum dalam Perkara Nomor: 89/Pid.B/2014/PN.Byl, Jaksa Penuntut Umum menjatuhkan dakwaan tunggal yaitu para terdakwa telah melanggar Pasal 368 ayat 1 KUHP jo Pasal 365 ayat 2 ke-2 KUHP. Dengan dakwaan tersebut, maka Jaksa mengajukan tuntutan yaitu para terdakwa masing-masing terbukti bersalah melakukan tindak pidana “Pemerasan” sebagai mana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 368 ayat 1 KUHP jo Pasal 365 ayat 2 ke-2 KUHP. Menjatuhkan pidana kepada para
50
terdakwa masing-masing dengan pidana penjara selama 8 (delapan) bulan dikurangi selama para terdakwa ditahan dengan perintah tetap ditahan; Menyatakan barang bukti berupa 1 (satu) Sepeda Motor Yamaha Jupiter Z Nopol : AD-5275-EA hitam orange tahun 2004;- Dikembalikan kepada saksi korban Muh. Irfan Bayu Prasetya; 1 (satu) Sepeda Motor Yamaha mio Soul GT Nopol : AD-6717- VW;- Dikembalikan kepada saksi Eni Puji Lestari; Fotokopi BASTK ( Berita Acara Serah Terima Kendaraan). Menetapkan supaya para terdakwa masing-masing dibebani memba yar biaya perkara sebesar Rp. 2.000,- (dua ribu rupiah); Berdasarkan tuntutan tersebut, Hakim menyampaikan putusannya yaitu menjatuhkan pidana kepada Terdakwa I. Wachyu Nugroho Bin Alimin, II. Sukisno Alias Ciu, III. Sri Wahyuni Alias Leni oleh karena itu dengan pidana penjara masing masing selama 6 (enam) bulan dan menetapkan para terdak wa tetap ditahan serta membebankan kepada para terdakwa membayar biaya perkara masing- masing sejumlah Rp. 2.000,- (dua ribu rupiah); Berdasarkan dakwaan Penuntut Umum menuntut pidana terdakwa dengan dakwaan tunggal dengan ancaman pidana penjara yang dimulai dari dakwaan tindak pidana yang terberat sampai kepada dakwaan tindak pidana yang teringan. Dokumen tuntutan penuntut umum di atas penuntut umum menuntut terdakwa Terdakwa I. Wachyu Nugroho Bin Alimin, II. Sukisno Alias Ciu, III. Sri Wahyuni Alias Leni oleh karena itu dengan pidana penjara masing masing selama 6 (enam) bulan. Tuntutan tersebut dikarenakan terdakwa telah terbukti bersalah melakukan tindak pidana pemerasan. Amar putusan tersebut menyatakan putusan bahwa terdakwa I. Wachyu Nugroho Bin Alimin, II. Sukisno Alias Ciu, III. Sri Wahyuni Alias Leni telah terbukti secara sah dan menyakinkan terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “pemerasan”. Terdakwa
51
dijatuhi pidana penjara selama 8 (delapan) bulan oleh Majelis Hakim. Dakwaan yang diajukan Penuntut Umum yang terbukti adalah dakwaan tunggal. Ancaman untuk tindak pidana pencurian dalam dakwaan tersebut dengan ancaman pidana penjara pada dakwaan primer maksimal 12 tahun pidana penjara dan dakwaan subsidair maksimal maksimal 7 tahun pidana penjara. Namun Penuntut Umum menuntut terdakwa hanya pidana penjara vonis 8 bulan pidana penjara. 2. Pertimbangan Hakim Berdasarkan dakwaan, tuntutan dan putusan, dapat dinyatakan bahwa terkait penyatuan terdakwa oleh Jaksa Penuntut Hakim dalam kasus pemerasan yang dilakukan para terdakwa, Hakim menyatakan bahwa hal tersebut dapat dilaksanakan dalam upayanya untuk menyingkat waktu pelaksanaan sidang dan penghematan biaya. Selain itu Hakim juga menyatakan bahwa pelaksanaan penyatuan terdakwa dalam sidang perkara pemerasan juga telah disetujui oleh para terdakwa. Dengan demikian secara hukum hal ini tidak bertentangan atau melanggar ketentuan hukum yang berlaku. Bentuk dakwaan yang dibuat Penuntut Umum adalah bentuk dakwaan tunggal dengan dakwaan melanggar Pasal 368 ayat 1 KUHP jo Pasal 365 ayat 2 ke-2 KUHP. Penuntut umum mengajukan tuntutan pidana yang menyatakan terdakwa I. Wachyu Nugroho Bin Alimin, II. Sukisno Alias Ciu, III. Sri Wahyuni Alias Leni telah terbukti bersalah melakukan “Tindak Pidana Pemerasan” sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 368 ayat 1 KUHP jo Pasal 365 ayat 2 ke-2 KUHP. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama 8 (delapan) dengan dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan.
52
Bentuk dakwaan penuntut umum merupakan dakwaan tunggal di mana pembuktian dakwaan dilakukan secara berurut dengan dimulai pada dakwaan tindak pidana yang diancam dengan pidana terberat sampai kepada dakwaan tindak pidana yang diancam dengan pidana ringan hingga dakwaan yang dipandang terbukti. Proses pembuktian yang dilakukan Majelis Hakim berkaitan dengan dakwaan Penuntut Umum yakni dipertimbangkan terlebih dahulu dakwaan primernya, apabila dakwaan primer terbukti, maka dakwaan subsider selanjutnya tidak perlu dibuktikan, namun apabila dakwaan primer tidak terbukti, maka dakwaan selanjutnya barulah akan dipertimbangkan dan seterusnya. Dakwaan tunggal yang melanggar Pasal 368 ayat 1 KUHP jo Pasal 365 ayat 2 ke-2 KUHP yang memiliki unsur – unsur : 1. Unsur “Barang Siapa” Bahwa yang dimaksud dengan “Barang siapa” adalah unsur yang menunjuk pada subyek hukum atau pelaku dari suatu tindak pidana yang mampu bertanggung jawab dan/dapat mempertanggung jawabkan perbuatannya karena pada hakekatnya subyek hukum mempunyai hak dan kewajiban yang dapat dipertanggungjawabkan pelaksanaannya. Apakah orang sebagai subyek hukum tersebut adalah Para Terdakwa haruslah dibuktikan terlebih dahulu mengenai adanya perbuatan akibat dari tindak pidana yang terjadi;. Menimbang, dalam perkara ini Para Terdakwa “Wachyu Nugroho Bin Aliman, Sukisno Alias Ciu, Sri Wahyuni alias Leni” sebagai subyek hukum selama persidangan dapat menjawab dengan baik segala sesuatu yang berkaitan dengan Dakwaan yang diajukan kepadanya, dengan demikian para Terdakwa adalah Subyek Hukum yang mampu bertanggung jawab atas perbuatannya. Dengan demikian unsur “Barang siapa” telah terpenuhi; 2. Unsur ”Dengan Maksud Menguntungkan Diri Sendiri Atau Orang Lain Secara Melawan Hukum”
53
Bahwa yang dimaksud dengan Menguntungkan Diri Sendiri Atau Orang Lain adalah dengan dilakukanya perbuatan tersebut maka si pelaku akan memperoleh manfaat dari perbuatanya tersebut, baik untuk diri pelaku ataupun orang lain ; Bahwa makna kata secara melawan hukum artinya adalah melawan hak atau tidak berhak atau bertentangan dengan hukum; Menimbang, bahwa perbuatan secara melawan hukum harus dengan tegas dibuktikan. Pelaku melakukan perbuatan itu tanpa hak/kekuasaan. Jika digabung dari perbuatan pelaku tidak dapat menunjukan suatu ketentuan hukum yang berlaku bagi dasarnya bahwa ia sah memiliki barang tersebut. Dalam persidangan terungkap bahwa para terdakwa Baik itu terdakwa I, Terdakwa II, Terdakwa III masing masing tidak ada yang memiliki alasan yang sah menurut hukum untuk memiliki atau menguasai sepeda motor saksi korban, perbuatan para terdakwa selaku pihak yang tidak memiliki hak untuk menguasai sepeda motor saksi korban, mengambil dengan cara melawan hak yakni dengan cara melakukan tipu muslihat seolah olah sepeda motor saksi korban adalah sepeda motor yang akan ditarik oleh dealer karena tidak membayar angsuran kredit, dan para terdakwa juga mengaku ngaku sebagai petugas polisi pada saat menggambil sepeda motor saksi korban; 3. Unsur ”Memaksa Seseorang Dengan Kekerasan Atau Ancaman Kekerasan Untuk Memberikan Barang Sesuatu Yang Seluruhnya Atau Sebagian Kepunyaan Orang Lain, Atau Supaya Membuat Hutang Maupun Menghapus Piutang ” Bahwa yang dimaksud dengan memaksa disini adalah melakukan tekanan pada seseorang sedemikian rupa, sehingga orang itu mau melakukan sesuatu yang berlawanan dengan kehendaknya sendiri. Sedangkan pengertian barang adalah semua benda yang berwujud , baik begerak maupun tidak begerak, selain itu benda benda yang bernilai uang pada benda benda yang tidak bernilai uang, asal bertentangan dengan pemiliknya (melawan hukum), juga dapat dimaknai yang sama.
54
Barang tersebut haruslah sebagian atau seluruhnya harus milik orang lain. Mengambil barang yang tidak dimiliki seeorang tidak dapat dikenakan dengan pasal ini. Dalam persidangan terungakap Para terdakwa secara terarah telah memilih saksi korban yang dengan sadar mereka ketahui adalah anak yang masih dibawah umur, adapun tujuan para terdakwa tersebut memilih saksi korban dalam perbuatan merampas barang yang berupa sepeda motor yang saat kejadian dikendarai oleh saksi korban tanpa plat nomor. Dengan alasan bahwa para terdakwa adalah petugas polisi para terdakwa berhasil menakut nakuti saksi korban dan menggambil motor yang dikendarai saksi korban, hingga berada dalam kekuasaan para terdakwa. Setelah motor milik saksi korban berada dalam pengguasaan para terdakwa, para terdakwa menyerahkan selembar kertas dan meminta saksi korban untuk mengambil motornya tersebut di kantor polisi. Berdasarkan uraian di atas Unsur ” Memaksa Seseorang Dengan Kekerasan Atau Ancaman Kekerasan Untuk Memberikan Barang Sesuatu Yang Seluruhnya Atau Sebagian Kepunyaan Orang Lain, Atau Supaya Membuat Hutang Maupun Menghapus Piutang ” telah terpenuhi; 4. Unsur ”Perbuatan Tersebut Dilakukan Oleh Dua Orang Atau Lebih Dengan Bersekutu”; Bahwa uraian dari unsur Pencurian Dilakukan Oleh Dua Orang Atau Lebih, dalam hal ini kedua orang atau lebih tersebut harus bertindak sedagai pembuat atau turut melakukan. Dalam persidangan terungkap bahwa para terdakwa dalam melakukan aksinya mengambil sepeda motor milik saksi korban, sangatlah tertata masing masing Terdakwa telah memiliki tugas yang jelas, sehingga perbuatan terdakwa tersebut dapat terlaksana dengan baik; Bahwa para terdakwa ada yang bertugas menyediakan motor sebagai fasilitas untuk melaksanakan aksinya, ada yang bertugas menghentikan korban, ada yang bertugas menyediakan kertas Foto Copy BASTKB, dan ada juga yang bertugas mengawasi keadaan atau situasi.
55
Dengan demikian Unsur Unsur Pencurian Dilakukan Oleh Dua Orang Atau Lebih telah terpenuhi; Menimbang, bahwa oleh karena semua unsur dari Pasal 368 ayat (1) KUHP Jo Pasal 365 ayat 2 Ke (2) KUHP, telah terpenuhi, maka terdakwa haruslah dinyatakan telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana sebagaimana di dakwakan dalam dakwaan tunggal Penuntut Umum;- Menimbang, bahwa dalam persidangan, Majelis Hakim tidak menemukan hal-hal yang dapat menghapuskan pertanggungjawaban pidana, baik sebagai alasan pembenar dan atau alasan pemaaf, maka terdakwa harus mempertanggungjawabkan perbuatannya. Oleh karena terdakwa mampu bertanggung jawab, maka harus dinyatakan bersalah dan dijatuhi pidana.
Terhadap unsur – unsur barang siapa, mengambil barang sesuatu, yang sebagian atau seluruhnya milik orang lain, dengan maksud dimiliki secara
melawan
hukum,
telah
dipertimbangkan
dalam
mempertimbangkan dakwaan primer dan telah dinyatakan terpenuhi, oleh karenanya majelis mengambil alih seluruh pertimbangan dakwaan tersebut sehingga dengan demikian menyatakan usnur – unsur tersebut telah terpenuhi. Terpenuhinya semua unsur dakwaan subsidair tersebut di atas, terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar ketentuan Pasal 368 ayat (1) KUHP Jo Pasal 365 ayat 2 Ke (2) KUHP tentang pemerasan, maka majelis hakim berketetapan untuk menjatuhkan putusan pidana berupa pidana penjara selama 8 (delapan) bulan dikurangi masa penahanan. Perkara di atas terdakwa telah terbukti melakukan tindak pidana yaitu Pasal 368 ayat (1) KUHP Jo Pasal 365 ayat 2 Ke (2) KUHP, dengan unsur-unsur : a. Barangsiapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa seorang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk memberikan barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagaian adalah kepunyaan orang itu atau orang lain, atau supaya membuat
56
hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena pemerasan, dengan pidana penjara maksimum 9 tahun. b. Ketentuan Pasal 365 ayat kedua, ketiga dan keempat berlaku bagi kejahatan ini.
Terkait Ketentuan Pasal 365 ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) berlaku dalam tindak pidana ini. 1. Unsur obyektif, yang meliputi unsur-unsur : a. Memaksa b. Orang lain. c. Dengan kekerasan atau ancaman kekerasan. d. Untuk memberikan atau menyerahkan sesuatu barang (yang seleruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain). e. Supaya memberi hutang. f. Untuk menghapus piutang. 2. Unsur subyektif, yang meliputi unsur - unsur : a. Dengan maksud. b. Untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain.
3. Beberapa unsur yang dimaksud adalah sebagai berikut : a. Unsur "memaksa". Dengan istilah "memaksa" dimaksudkan adalah melakukan tekanan pada orang, sehingga orang itu melakukan sesuatu yang berlawanan dengan kehenda kn ya sendiri b. Unsur "untuk memberikan atau menyerahkan sesuatu barang". Berkaitan dengan unsur itu, persoalan yang muncul adalah, kapan dikatakan ada penyerahan suatu barang? Penyerahan suau barang dianggap telah ada apabila barang yang diminta oleh pemeras tersebut telah dilepaskan dari kekuasaan orang yang diperas, tanpa melihat apakah barang tersebut
57
sudah benar - benar dikuasai oleh orang yang memeras atau belum. Pemerasan dianggap telah terjadi, apabila orang yang diperas itu telah menyerahkan barang/benda yang dimaksudkan si pemeras sebagai akibat pemerasan terhadap dirinya. Penyerahan barang tersebut tidak harus dilakukan sendiri oleh orang yang diperas kepada pemeras. Penyerahan barang tersebut dapat saja terjadi dan dilakukan oleh orang lain selain dari orang yang diperas. c. Unsur "supaya memberi hutang". Berkaitan dengan pengertian "memberi hutang" dalam rumusan Pasal ini perlu kiranya mendapatkan pemahaman yanag benar. Memberi hutang di sini mempunyai pengertian, bahwa si pemeras memaksa orang yang diperas untuk membuat suatu perikatan atau suatu perjanjian yang menyebabkan orang yang diperas harus membayar sejumlah uang tertentu. Jadi, yang dimaksud dengan memberi hutang dalam hal ini bukanlah berarti dimaksudkan untuk mendapatkan uang (pinjaman) dari orang yang diperas, tetapi untuk membuat suatu perikatan yang berakibat timbulnya kewajiban bagi orang yang diperas untuk membayar sejumlah uang kepada pemeras atau orang lain yang dikehendaki. d. Unsur "untuk menghapus hutang". Dengan menghapusnya piutang yang dimaksudkan adalah menghapus atau meniadakan perikatan yang sudah ada dari orang yang diperas kepada pemeras atau orang tertentu yang dikehendaki oleh pemeras. Unsur "untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain". Yang dimaksud dengan "menguntungkan diri sendiri atau orang lain" adalah menambah baik bagi dirinya sendiri maupun bagi orang lain dari kekayaan semula. Menambah kekayaan disini tidak perlu benar-benar telah terjadi, tetapi cukup apabila dapat dibuktikan, bahwa maksud pelaku adalah untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain. 4. Unsur-unsur dalam ketentuan ayat (2) Pasal 368 KUHP : Tindak pidana pemerasan, dimana untuk masuk ketempat melakukan kejahatan dilakukan dengan cara membongkar, merusak atau memanjat,
58
memakai anak kunci palsu, perintah palsu atau jabatan (seragam) palsu. Sesuai dengan ketentuan Pasal 368 ayat (2) jo Pasal 365 ayat (2) ke-3 KUHP dengan pidana penjara dua belas tahun. Tindak pidana pemerasan itu mengakibatkan terjadinya luka berat, sebagaimana diatur dalam Pasal 368 ayat (2) jo Pasal 365 ayat (2) ke-4 KUHP ancaman pidananya sama dengan yang diatas, yaitu dua belas tahun penjara. Tindak pidana pemerasan itu mengakibatkan matinya orang. Diatur dalam ketentuan Pasal 368 ayat (2) jo Pasal 365 ayat (3) KUHP dengan ancaman pidana yang lebih berat, yaitu lima belas tahun penjara. Tindak pidana pemerasan tersebut telah menimbulkan luka berat atau kematian serta dilakukan oleh dua orang atau lebih secara bersama-sama dengan disertai hal-hal yang memberatkan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 365 ayat (1) dan ayat (2) KUHP. Berdasarkan Pasal 368 ayat (2) jo Pasal 365 ayat (4) KUHP tindak pidana pemerasan ini diancam dengan pidana yang lebih berat lagi, yaitu dengan pidana mati, pidana seumur hidup atau pidana selama waktu tertentu paling lama dua puluh tahun penjara.
Berdasarkan ketentuan di atas, maka terdapat enam bentuk tindak pidana pemerasan dengan pemberatan dengan ancaman pidana yang diperberat. Terdakwa telah melakukan tindak pidana pemerasan terhadap 1 (satu) unit sepeda Motor Yamaha Jupiter Z Nopol AD 5275 EA Hitam Orange Tahun 2004 Irfan Bayu Prasetya, pada hari Selasa tanggal 28 Januari 2014 sekira jam 15.00 WIB atau setidak-tidaknya pada suatu waktu dalam tahun 2014 bertempat di pinggir jalan raya Andong – Klego, Kec. Klego, Kab. Boyolali Terdakwa dituntut Penuntut Umum dengan bentuk dakwaan dakwaan tunggal Pasal 368 ayat 1 KUHP jo Pasal 365 ayat 2 ke-2 KUHP; menjatuhkan pidana kepada para terdakwa masing-masing
59
dengan pidana penjara selama 8 (delapan) bulan dikurangi selama para terdakwa ditahan dengan perintah tetap ditahan; Terkait penyatuan dari beberapa terdakwa yang telah melakukan tindak pidana pemerasan sesuai dengan putusan Pengadilan Negeri Boyolali tersebut, hal ini dilakukan oleh Penuntut Umum dengan pertimbangan efektifitas dalam penuntutan perkara. Demi alasan persidangan yang cepat, sederhana dan berbiaya murah, penggabungan beberapa berkas dakwaan dengan beberapa terdakwa, sangat mungkin dilakukan. Apalagi Pasal 141 KUHAP mengatur masalah penggabungan dakwaan itu. Selain itu penuntut umum diberi kewenangan untuk mengajukan dakwaan yang berbentuk gabungan atau kumulasi. Baik „kumulasi perkara tindak pidana‟ maupun sekaligus „kumulasi terdakwa‟ dengan kumulasi dakwaannya. Selain dakwaan tunggal, seharusnya Hakim juga mempertimbangkan dakwaan lain yaitu dakwaan kumulatif seperti yang tercantum dalam pasal 55 ayat (1) KUHP. Majelis Hakim dalam berkesimpulan bahwa unsur ini telah terpenuhi, dengan pertimbangan bahwa: Bahwa para terdakwa I Wachyu Nugroho bin Aliman, terdakwa II. Sukisno alias Ciu, terdakwa III. Sri Wahyuni alias Leni bersama-sama dengan sdr. Totok Wahyudianto pada hari Selasa tanggal 28 Januari 2014 sekira jam 15.00 WIB atau setidak-tidaknya pada suatu waktu dalam tahun 2014 bertempat di pinggir jalan raya Andong – Klego, Kec. Klego, Kab. Boyolali atau setidak-tidaknya di suatu tempat yang masih termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Boyolali, telah melakukan perbuatan dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa seorang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk memberikan barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang itu atau orang lain atau supaya membuat hutang
60
maupun menghapuskan piutang, perbuatan tersebut dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu. a. Terdakwa I Wachyu Nugroho Bin Aliman; b. Terdakwa II Sukisno Alias Ciu; c. Terdakwa III Sri Wahyuni Alias Leni Peristiwa tersebut terjadi pada Hari Selasa Tanggal 28 Februari 2014, sekira Pukul 15 .00 WIB, di tepi jalan raya Andong-Klego Boyolali. Awal mula kejadian ketika terdakwa diajak oleh Wahyu (melarikan diri) untuk mengendarai sepeda motor, dari Solo Terdakwa Membonceng tardakwa Sri, dan Wahyu (melarikan diri) berboncengan denggan Terdakwa Sukisno, kemudian sesampai di Jl. Andong-Kelego para terdakwa melihat anak kecil menggendarai sepeda motor Yamaha Jupiter Z yang tidak ada plat nomornya. Penggendara sepeda motor tersebut terdakwa minta berhenti, dan setelah berhenti, terdakwa minta agar pengendara sepeda motor tersebut menunjukan STNK dan ternyata pengendara sepeda motor tersebut tidak membawa STNK kendaraanya. Terdakwa menggaku sebagai petugas Polisi yang bertugas mencari sepeda motor yang bermasalah, dan kemudian sepeda motor saksi korban terdakwa ambil dan saksi korban dibonceng oleh Terdakwa Sukisno menuju Pangkalan Ojek Desa Bade, Ketika para terdakwa menggambil sepeda motor saksi korban para terdakwa menggunakan Foto Copy Berita Acara Serah Terima Kendaraan (BASTK). Para terdakwa tidak merencanakan perbuatan tersebut sebelumnya, terdakwa melakukan perbuatan ini karena diajak saudara Wahyu yang mengajak menarik motor. Ketika Terdakwa bekerja di PT. Nusantara Sakti Kartosuro setiap melakukan penarikan motor, terdakwa dibekali dengan surat jalan atau surat perintah. Sepeda motor milik saksi korban akhirnya di bawa kerumah Sentot dan dijual dengan harga Rp.1.900.000,- dan masing masing terdakwa mendapat bagian Rp.400.000,- sisanya untuk oprasional dan terdakwa sudah menikmati hasil perbuatan terdakwa. Dari paparan kasus di atas, menurut penulis, pertimbangan Majelis Hakim tidak lengkap. Memang pada bagian awal pertimbangannya mengenai unsur „bersama-sama‟ ini, Majelis Hakim menyebutkan bahwa dalam Pasal 55
61
ayat (1) ke-1 KUHP unsur „bersama-sama‟ sifatnya adalah alternatif, dimana KUHP mengartikannya sebagai pelaku (dader) adalah mereka yang melakukan sendiri suatu perbuatan pidana (plegen), mereka yang menyuruh orang lain melakukan suatu perbuatan pidana (doen plegen), mereka yang turut serta/ bersama-sama melakukan suatu perbuatan pidana (medeplegen) dan mereka yang dengan sengaja menganjurkan/ menggerakkan orang lain untuk melakukan perbuatan pidana (uitloking). Majelis Hakim tidak menentukan apakah terdakwa merupakan pelaku (dader) yaitu seseorang yang melakukan sendiri suatu perbuatan pidana (plegen), atau terdakwa merupakan seseorang yang menyuruh orang lain melakukan suatu perbuatan pidana (doen plegen), atau terdakwa merupakan orang yang turut serta/ bersama-sama melakukan suatu perbuatan pidana (medeplegen) dan atau terdakwa merupakan orang yang dengan sengaja menganjurkan/ menggerakkan orang lain untuk melakukan perbuatan pidana (uitloking).
Terkait putusan hakim yang memberikan hukuman terhadap para pidana Terdakwa I. Wachyu Nugroho Bin Alimin, II. Sukisno Alias Ciu, III. Sri Wahyuni Alias Leni oleh karena itu dengan pidana penjara masing masing selama 6 (enam) bulan, hal ini menunjukkan bahwa hakim kurang memperhatikan terkait peran masing-masing terdakwa, apakah mereka itu yang melakukan, yang menyuruh, atau turut melakukan perbuatan tersebut. Hak ini memang tidak dijabarkan dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum, namun demikian Majelis Hakim hendaknya dapat menyampaikan berbagai pertanyaan terkait peran masing-masing terdakwa, sehingga dalam putusannya hakim dapat menyesuaikan putusan dengan seadilnya. Apabila penulis mengamati kasus di atas, terhadap ketiga terdakwa memang ketiga-tiganya memiliki peran yang sama dalam tindak pidana tersebut, namun demikian apabila dicermati dapat diketahui bahwa Terdakwa I merupakan otak sekaligus pelaku tindak pidana tersebut, sehingga dengan demikian Hakim seharusnya memberikan putusan
62
hukuman yang lebih berat dibanding dengan terdakwa II dan terdakwa III. Sedang untuk Terdakwa II mempunyai peran sebagai pelaksana tindak pemerasaan bersama dengan Terdakwa I, sehingga hukuman yang dijatuhkan seharusnya berbeda dengan Terdakwa I, sementara Terdakwa III mendapat hukuman paling ringan mengingat peran yang paling kecil. Oleh karena itu tindak pidana pemerasan di atas, peran dari Pasal 55 KUHP tentang penyertaan sangat diperlukan dalam hal menjerat orang-orang yang terlihat dalam tindak pidana pemerasan sesuai dengan tanggungjawab masing-masing pelaku. Terdapat putusan yang dijatuhkan kepada terdakwa, penulis memandang bahwa perbuatan terdakwa tidak pantas mendapat hukuman yang sama sesuai putusan Majelis Hakim. Karena penulis berperndapat bahwa peranan ketiga Terdakwa dalam mewujudkan tindak pidana pemerasan masing-masing berbeda. Untuk itu kedepannya penulis berharap bahwa pelaku tindak pidana pemerasan baik sebagai pelaku utama maupun yang turut serta melakukan supaya ditindak diberi sanksi yang tegas supaya tindak pemerasan tersebut dsapat diminimalisir.
BAB IV PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan hasil pembahasan tinjauan penyatuan beberapa terdakwa dalam satu berkas dakwaan oleh penuntut umum dan implikasi yuridisnya pada penuntutan perkara pemerasan di pengadilan negeri boyolali (studi putusan nomor : 89/pid.b/2014/pn.byl.), penulis dapat menarik beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Terkait adanya penyatuan beberapa terdakwa dalam satu berkas perkara yang dilakukan oleh Jaksa Penuntut Umum, menurut Majelis hakim, hal tersebut dapat dilaksanakan, karena para terdakwa sudah menyetujuinya. Penggabungan beberapa berkas dakwaan dengan beberapa terdakwa, sangat mungkin dilakukan dengan dasar Pasal 141 KUHAP mengatur masalah penggabungan dakwaan itu. Selain itu penuntut umum diberi kewenangan untuk mengajukan dakwaan yang berbentuk gabungan atau kumulasi. Baik „kumulasi perkara tindak pidana‟ maupun sekaligus „kumulasi terdakwa‟ dengan kumulasi dakwaannya. Selain itu dengan adanya penyatuan beberapa terdakwa dalam satu dakwaan tersebut selain memberikan efek yang positif yaitu waktu persidangan yang lebih singkat dan juga biaya sidang yang lebih murah. 2. Implikasi yuridis penyatuan beberapa terdakwa dalam satu berkas dakwaan pada putusan perkara pemerasan Nomor : 89/Pid.B/2014/PN.Byl. adalah para terdakwa di tuntut dengan ancaman pidana yang sama. Seharusnya juga disampaikan dakwaan kumulatif seperti terdakwa melakukan pemerasan dengan pemaksanaan dan kekerasan. Hal ini sudah disampaikan dalam tuntutan Jaksa Penuntut Umum yang sudah dilakukan secara cermat, jelas dan lengkap dengan unsur-unsur tindak pidana yang didakwakan dan dapat dikaitkan dengan fakta perbuatan para terdakwa yang dilengkapi dengan uraian tentang waktu dan tempat dilakukannya tindak pidana. Selain itu pertimbangan Majelis Hakim juga mengesampingkan adanya peran masing-masing terdakwa dengan memutuskan masing-masing terdakwa dengan hukuman yang sama.
64
65
B. Saran 1. Memperhatikan prinsip kehati-hatian dan kecermatan Penuntut Umum dalam merumuskan bentuk surat dakwaan. Peristiwa pidana pemerasan yang dilakukan oleh beberapa terdakwa diperlukan kecermatan menyusun rumusan dan bentuk surat dakwaan kaitannya dengan sistem penjatuhan hukuman yang ditentukan dalam pasalpasal pidana yang bersangkutan. Kekeliruan penyusunan rumusan dan bentuk surat dakwaan dalam tindak pidana concursus, bisa mengakibatkan penerapan hukum yang fatal bagi pengadilan dalam menjatuhkan hukuman yang hendak dikenakan kepada terdakwa 2. Penerapan tuntutan pidana Penuntut Umum seharusnya mengacu pada jenis concursus dan sistem pemidanaan yang harus digunakan dalam penentuan pidana yang dijatuhkan kepada terdakwa. Majelis Hakim seharusnya lebih mencermati dan tidak mengesampingkan adanya peran masing-masing terdakwa dengan memutuskan masing-masing terdakwa dengan hukuman yang sama.
DAFTAR PUSTAKA Adami Chazawi. 2002. PELAJARAN HUKUM PIDANA Penafsiran Hukum Pidana, Dasar Peniadaan, Pemberatan & Peringan Pidana, Kejahatan Aduan, Perbarengan & Ajaran Kausalitas. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. M. Yahya Harahap. 2010. Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP, Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali, Edisi Kedua. Jakarta : Sinar Grafika. Andi Hamzah, 2008. Asas-asas hukum pidana, PT.Rineka Cipta, Jakarta Anonim. 1985. KUHAP. Surabaya : Karya Anda Hamrat, Hamid, M.Husein, Harun, 1992 "Pembahasan Permasalahan KUHAP Bidang Penuntutan dan Eksekusi", Edisi Pertama, Cetakan Pertama, Penerbit:Sinar Grafika, Jakarta Peter Mahmud Marzuki. 2005. Penelitian Hukum. Cetakan Pertama. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Karim Nasution, Abdul, 1972, Masalah Surat Tuduhan Dalam Proses Pidana,. Jakarta. Leden Marpaung, 2008, Proses Penanganan Perkara Pidana, Sinar Grafika Moeljatno. 2002. Asas-asas Hukum Pidana. Jakarta : Rineka Cipta P, Martiman, 2002, Hukum Perkawinan Indonesia, Center Publishing, Jakarta. P.A.F Lamintang. 1997. Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia. Bandung: Citra Aditya Bakti Peter Mahmud Marzuki, 2007. Penelitian Hukum, Kencana Predana Media Group,. Jakarta
R. Soesilo, 1995. KUHP Serta Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, Policia, Bogor. S.R Sianturi, 2002. Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia dan. Penerapannya. Jakarta: Storia Grafika. Wirjono Prodjodikoro, SH, Dr, Prof, 1986.Hukum Perdata tentang hak atas benda, Cetakan ke 5, Intermasa Putusan perkara Nomor 89/Pid.B/2014/ PN.Byl Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Hukum Pidana. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP).